If nobody tells me, i'll figure it out.
—Athena Chloe Zevanie—***
Tiga bulan selepas kematian kakak perempuannya, Athena tidak pernah sekalipun merasa baik-baik saja. Alih-alih melanjutkan hidup sebagaimana awalnya, ia justru berniat untuk mencari tahu alasan di balik kematian Ashley Cella Zevanie.
Hari ini adalah hari pertama Athena masuk ke SMA Hadover. Ya, ini adalah langkah awal yang cukup sulit diraih karena dari TK sampai kelas 10, ia selalu disuguhkan homeschooling. Untungnya, ia berhasil membujuk ayahnya.
"Semoga lo dapet temen yang seru ya, Na. Duduk aja nanti sama Ella, biar gak canggung-canggung amat."
Kepala Athena dibelai lembut oleh kakak laki-lakinya yang berumur 25 tahun, Reval. Tentu, Athena mengernyih curiga ketika mendapat perlakuan yang jarang ini.
"Apa nih tumben banget?" Gadis itu tertawa.
"Gue tau lo butuh belaian," canda Reval sekejap. Lalu, ia kembali serius. "Inget ya, Na. Kalo ada yang gangguin lo, lapor gue langsung."
Athena mengangguk. "Siap, Bos! Gue turun yaa!" Dia turun dari mobil, lalu melambaikan tangan. "See you later. Hush hush!"
Athena masuk ke wilayah SMA Hadover dengan langkah percaya diri. Bukan karena ayahnya pemilik sekolah ini, melainkan karena dirinya memang cuek dengan pandangan orang.
Untungnya, hari Minggu kemarin Athena sempat mendatangi sekolah ini, sehingga ia tahu di mana letak kelasnya dan tidak perlu bertanya lagi.
"Buset, rame juga kelasnya," gumamnya.
Athena pun melangkah memasuki ruang kelas. Ia langsung jadi sumber perhatian. Seperti biasa, kalau melihat anak baru, anak cowok kelas mana pun pasti ricuh.
"Eh, eh, itu siape? Nyasar ye dia?"
"Anak baru jangan-jangan?"
"Anjay! tahun ajaran baru, murid baru."
"Buseeet! Nambah lagi cecan di kelas kita!"
"Mirip Jennie Blackpink gak sih? Jangan-jangan beneran Jennie!"
"Nah loh!"
"Beda anying! Mabok jamu lo!"
"Kalian jangan kampungan deh liat anak baru doang! Malu-maluin aja!"
Athena mendadak kikuk. Ia tidak pandai menyikapi semua 'sambutan' itu. Diawali dengan tarikan napas panjang, ia mulai menyapa, "Halo semua. Gue anak baru di sini. Salam kenal ya!"
Rambut cokelat panjang dan tidak terlalu tinggi. Wajahnya kecil, berpadu dengan cantiknya bulu mata lentik, dan bibirnya yang berwarna merah muda. Semuanya natural. Yap, mungkin itu mampu mendeskripsikan gadis yang kini ditatap banyak orang itu.
"Tuh kan, anak baru bre!"
"Kok dia kagak kasih tau nama ye? Gimana bisa kenal?"
"Halooo, Athena!" teriak salah satu cewek yang langsung menghampirinya. Siapa lagi kalo bukan Ella, tetangga Athena.
Athena agak terkejut karena langsung ditarik untuk bergabung dan duduk bersama dua cewek yang lain. Wow! Permulaan yang bagus.
"Akhirnya lo masuk sini juga ya!" ujar Ella bahagia karena temannya bertambah. Gadis imut-kecil itu memang hiperaktif, terlihat dari cara bicaranya.
"Canggung ya?" sahut gadis satunya, sedikit tertawa. "Santai ajaa. Ini kelas emang norak kalo liat cewek. Cuma nanti bakal gampang kok berbaurnya."
Athena cuma bisa tersenyum dan mengangguk-angguk seperti orang bodoh. Maklum, ia perlu berlatih untuk bersosialisasi karena selama hidup ia cuma belajar di penjara rumah.
"Oh ya, gue Milen Annya Cyr, panggil aja Milen," sambung gadis tadi.
"Kalo gue Rivera. Salam kenal ya!" cetus cewek berambut ombre panjang, ikut berkenalan. Terbaca nama Rivera Amelie di badge name jas seragamnya.
"Salam kenal juga. Makasih ya udah ajak gue duduk bareng." Athena menggaruk kepalanya. "Duh, maaf ya kalo gue keliatan kaku atau aneh."
"Ihhh! Santai ajaaa kaliii! Segitunya amat lo!" pekik Ella, cempreng. "Lo gak mau kenalin diri ke mereka, Na? Hehe."
"Eh, iya. Lupa." Athena meletakkan tasnya. "Gue Athena Chloe Zevanie. Panggil Athena aja gapapa."
"Lucu banget tetangga lo, La," komen Milen memperhatikan Athena.
Alis Athena sedikit berkerut. Apakah tampangnya sepolos dan selucu itu? Padahal itu jauh dari kepribadiannya.
"Seriusan, Athena. Gue biasanya gengsi muji temen cewek, tapi lo cakep banget dah. Gue yang cewek aja demen liatnya. Kayak gimana ya.. apa karena mata lo bagus banget kali ya?" Rivera cekikikan.
"Terus aja terus.. ngeliatin Athena udah kayak ngeliatin mahkluk apaan tau," sindir Ella.
"Yee, namanya juga temen baru! Kalo ngeliatin lo baru tuh gue sumpek!" ejek Rivera. "Eh, ngomong-ngomong, tadi kita bahas apaan ya sebelum Athena dateng?"
"Itu.. tapi kan Athena belom tau!" jawab Ella.
"Ya udah kasih tau aja," sahut Milen.
Ella menghadap Athena. Ia mau langsung kasih tahu saja supaya Athena bisa ikut nimbrung. "Lo mau tau gak, Na, apa yang keren dari sekolah ini?"
"Et dah dia pake penghantar kata." Milen mendesah capek. Sejujurnya, ia sudah lelah dengan topik ini.
Athena tampak bingung mendapat pertanyaan tersebut. "Apa? Ekskulnya?"
Ella menggeleng sambil senyum semangat. "Tebak lagi!"
"Gedungnya?"
"Salah," jawab Rivera menahan tawa.
Athena diam-diam mendengus. Mau tidak mau, ia menebak lagi. "Eh, seragamnya ya? Lucu banget soalnya, gue suka!"
"Ih! Ya iya sih bagus. Tapi lo salaaah!"
"Lah?" Athena mengernyitkan alis. "Nyerah deh gue!"
"Yang hebat ituuu.." Rivera memanjang-manjangkan kata, mungkin supaya Athena penasaran. "Cogannyaaaa!"
"Nah itu!" Ella memetik jari. "Nanti pas istirahat kita liat bareng-bareng ya biar lo bisa nikmatin hal yang sama kayak kita."
Milen bertanya retoris, "Salah satunya kakak gue ya?"
"Ih, ngeselin tapi valid sih!" Rivera semangat banget kalau soal cogan. Ia sampe gonjang-ganjing. "Kak Sanchez itu.. astaga.. karunia banget lo punya kakak kayak gitu, Len!"
Milen sendiri bangga punya kakak secakep Sanchez. Gak cuma ganteng, tapi dia juga perhatian, lembut, dan gak galak kayak kakak kelas mereka yang satunya lagi.
"Anak Vagolazer gak ada yang jelek sih emang. Ada sih satu, di sekolah lain tapinya," timpal Ella. Membahas Vagolazer, ia teringat sesuatu. "Oh iya! Lo-harus-liat-Vagolazer. Harus banget nget nget, Na. Itu yang lagi kita bahas tadi!"
Vagolazer? Athena sangat tidak asing dengan nama itu.
"Gue gak lebay, Na. Tapi jujur banget mereka secakep itu. Kayak gimana ya.. susah jelasinnya. Pokoknya lo liat aja deh!" Wajah Ella meyakinkan.
"Iyaa bener. Mata gue itu selektif banget kalo soal cogan. Tapi gue udah approve-in kalo mereka itu beneran cakep-cakep." Rivera jadi senyum-senyum sendiri bayangin muka Sanchez.
"Vagolazer itu.. nama orang?" Athena bertanya seolah ia tidak paham.
"Nama geng, Na. Geng angkatan genap sekolah-sekolah yang gak gampang buat dimasukin. Salah satunya ya Vagolazer yang di sekolah kita ini," jawab Milen. "Emang pada cakep, tapi pada nakal juga. Hati-hati aja."
"Tapi seru tau mereka itu. Nakalnya juga gak brutal yang ngeselin." Rivera tetap pada pendiriannya. "Pada ramah lagi."
"Ramah? Gak juga weh!" bantah Ella. "Rada galak tauuu mereka-mereka itu."
"Apa sih? Enggak tau!" Rivera menyangkal.
Milen mencibir, "Gaya lo kayak yang paling kenal aja."
"Mumpung lo masih baru, gue kasih tau nih yang sepahamnya gue." Bibir Ella mendekat ke telinga Athena. Ia berbisik, "Kalo lo liat ada hal parah yang mereka lakuin, diem aja. Gak usah ikut campur."
"Bener, Na. Bahaya deh pokoknya kalo sampe ada yang ikut-ikutan masalah mereka," tambah Rivera.
"Kalian takut sama mereka?" tanya Athena, sukses membuat Ella dan Rivera melongo.
"Hah? Pake nanya segala." Ella bingung. Mau jawab takut, tapi nanti terkesan cupu. "Ya.. bukan takut juga sih. Lebih ke segan dan gak mau macem-macem aja sama mereka."
"Sama aja, itu takut namanya." Milen berbeda dengan Ella dan Rivera. Ia tidak merasa takut dengan Vagolazer. Mungkin karena kakaknya merupakan salah satu anggota di sana.
"Gak takut kok. Takut dikit aja." Rivera juga mencari pembelaan. "Kayak sekarang gini nih, jangan sampe ketauan kalo kita lagi gosipin mereka. Auto kena pelototan Kak Selena nanti."
Milen mendengus. "Intinya lo takut, pea! Muter-muter banget ngomongnya."
"Ah! begitulah pokoknya. Gue sama Ella ngomong gitu ke Athena biar dia hati-hati aja," ucap Rivera yang diangguki Ella dengan cepat.
Athena tertawa kecil. "Ooh, oke-oke."
Jadi Vagolazer punya image yang semenakutkan itu?
⛓⛓⛓
"WOI! INI TUH WAKTUNYA ISTIRAHAT, BUKAN WAKTU BUAT RIBUT! PAHAM GAK SIIIHHH?!"
Baru saja Athena masuk ke area kantin, ia langsung disambut oleh keramaian dan teriakan sana-sini. Ricuh dan tidak tenang.
"Eh, Kak Aleera tuh!" Ella merumpi dengan Rivera. "Ada masalah lagi tuh kayaknya."
"Tuh kan, Na. Ada ulah lagi," bisik Milen dengan wajah tidak enak.
"Seru nih seru! Ayo ambil tempat duduk!" Rivera semangat sekali melihat kerusuhan di depan sana.
"MAKSUD LO APA NYORET-NYORET ALMET VAGO?!" teriak Alvarez mentah-mentah di muka Alegro. Tangan cowok itu sudah berada di kerah lawannya.
"Lah? Kenapa lo pake marah segala? Nama Vagolazer emang layak diinjek-injek kalo lo ketuanya!" Alegro melepas sekalian kalung Vagolazer yang selama ini ia pakai, lalu melemparnya asal. "Sekalian makan tuh kalung tai! Geng gak ada guna!"
Alvarez menghantam wajah Alegro tanpa beban. Ia muak melihat cengengesan cowok itu. "BANGSAT LO! MAKIN GILA LO SEKARANG?!"
"Alva, udah cukup! Entar kita lagi yang kena masalah!" cegah Selena.
"Jangan sok jadi pemimpin, Va! Lo pikir lo siapa berhak megang Vago sepenuhnya?" Alegro memegang pipi kanannya yang menjadi sasaran Alvarez. "Liat aja nanti! Lama-lama juga mereka sadar, kalo mereka lagi dipimpin sama pembunuh!"
Definisi ngamuk, itu lah Alvarez. Cowok itu hendak maju lagi, tapi untung saja buru-buru ditahan Archie. "Al, inget! Dia cuma mancing lo doang!"
"GAK BISA ANJING KAYAK GITU DIBIARIN, ARCH!" teriak Alvarez gagah. Sialnya, teriakan itu malah dikagumi oleh cewek-cewek sekantin.
"Masih pula lo semua bertahan di Vago?" Noah, anggota Vagolarez yang ikut pindah angkat bicara. "Betah banget diatur-atur Alva."
Gavin yang statusnya sama kayak Noah pun menyeringai. "Jadi babu lo semua sama dia."
"Apa bedanya sama lo semua yang ngikut-ngikut Alegro?" Sanchez si Raja Skakmatin Orang mulai bersuara. "Ngaku aja. Lo pada bikin grup baru pun pasti Alegro yang jadi ketua kan? Dia yang pengen kan?"
Sanchez menatap Alegro kemudian. "Kebelet jadi leader ya lo?"
Alegro menggertakkan gigi.
"Jelas-jelas Alva gak pernah ngerasa dia ketua yang ngebawahin semua anggotanya. Masih aja lo nyerang Alva bilang dia ngebabuin kita-kita? Gak terbalik?" tanya Ray, menambah beban Alegro yang mati kutu. Setelah itu, ia langsung ketawa gede banget. "NGELAWAK LO BEGO! LUCU, IYA, BUNDA?"
Noah membalas, "Seenggaknya bokap Alegro bukan napi. Masa lo mau diatur-atur anak napi?"
Kalimat itu terdengar santai, namun dapat mengguncang pertahanan yang dibuat Alvarez sedaritadi.
BUGH!
"Makan. Tuh. Otak. Lo. Napi." Alvarez memberi tinjuan keras untuk Noah di setiap selang katanya. "NGOMONG LO SEKALI LAGI!"
"MANTEP! HAJAR TERUS, AL!" teriak Ray bergairah.
Dengan gerakan cepat, Alvarez mengangkat dagu Noah dengan dua jari, lalu menonjok wajah laki-laki berkalung rantai itu dari bawah.
BUGH!
Belum puas, Alvarez menarik kerah seragam cowok itu dan mencekiknya. "KALO GAK TAU APA-APA, JANGAN PERNAH BERANI BAHAS BOKAP GUE!"
"Noah!" Aleera memekik kaget. "ALVA CUKUP!"
Violette syok. "Kacau! Emang gak sia-sia gue benci ama Alva! Titisan iblis!"
Melihat Noah dihajar begitu saja, Alegro ikut maju. Buru-buru Aleera menahannya sekuat tenaga. "Stop, Gro, plis! Jangan memperburuk!"
"GUE INGETIN LO SEMUA!" Alvarez menunjuk satu-satu anak Gladiator. "Gue udah gak punya urusan sama kalian! Terserah mau serusak apa hidup lo semua! Jangan senggol gue sama anak Vago lagi atau habis lo semua mentah-mentah di tangan gue!"
Alvarez memutar tubuhnya, hendak kembali ke tempat duduk. Sebelum itu, ia sempat menoleh lagi. "Dan satu lagi, GUE BUKAN PEMBUNUH! CATET DI JIDAT LO, ANJING!"
Kantin serentak sunyi setelah mendengar kalimat deklaratif yang diucapkan Alvarez. Siapa pun pasti mengerti kemarahan laki-laki itu hanya dilihat dari mukanya saja.
"Mampus lo semua! Kena damprat kan!" Archie memberi tatapan 'sukurin lo!'.
"Dasar orang gila!" bentak Violette balik, membantu Noah untuk kembali berdiri.
Gavin mengambil alih Noah dari Violette. "Gue aja yang urus."
Jangan pikir Noah tidak ada niat membalas. Ia kelewat dongkol dan mau menghampiri Alvarez lagi. Hanya saja tangan Gavin buru-buru mencegahnya.
"Noah, diem!" perintah Aleera.
Gavin menatap Noah dalam. "Bukan sekarang, Noah."
"Lo pilih sana. Mau cari urusan sama kita atau cari mati! Sebelum pilih, dipake dulu otaknya. Jangan kolor doang yang lo pake." Ray tertawa lebih puas saat mengeluarkan celaan itu.
"BUBAR SEMUAAA! BUBAR!" teriak Aleera, melengking. Ia mengusir semua orang yang menjadikan Vagolazer dan Gladiator sebagai tontonan.
Anggota Vagolazer meninggalkan tatapan tajam untuk Alegro sebelum mereka kembali ke duduk. Tidak lupa, Ray memukul bokongnya dengan receh tanda mengejek.
Dari sudutnya, Athena merinding bukan main. Ini adalah hari pertamanya masuk SMA Hadover dan pertama kalinya juga ia melihat perkelahian Vagolazer secara nyata.
Bisa diakui kalo pertengkaran seperti ini ternyata betulan ada, bukan hanya di novel-novel yang ia baca saja.
Akan tetapi, tunggu deh. Sepertinya Athena kenal dengan salah satu orang yang bertengkar itu. Ia memicingkan mata untuk memastikan penglihatannya.
"Itu Noah ya, Len?" tanyanya pelan.
Milen mengikuti arah pandang Athena. Ia pun mengangguk. "Lo kenal?"
"Gimana-gimana? Seru kan?" tanya Rivera, memutus dialog Athena dan Milen.
Milen menggeleng. "Biasa aja. Udah sering."
Wajah Ella menggembung. Ia membalikkan tubuh menghadap Athena dan Milen. "Wow.. ternyata mereka kepecah belah!"
Rivera pun ikut menarik napas seakan dirinya yang habis berantem. "Asli, kak Alvarez keren banget.." Ia meringis kayak mau nangis. "Huhu andai gue bisa dapetin itu cowok. Bahagia dunia akhirat gue!"
Rasanya Athena mau tanya "Alvarez tuh yang mana sih?" karena ia tidak mengetahui Vagolazer dengan baik. Sayangnya, ia merasa itu tidak terlalu penting dan akhirnya tidak jadi.
"Kepecah belah gimana maksudnya?" Itu yang akhirnya jadi pertanyaan buat Athena. Sesekali, ia memandang Noah dari jauh.
"Itu yang lo liat berantem, mereka awalnya satu geng. Ya itu, Vagolazer namanya." Ella menjelaskan.
Milen menendang kaki Ella dari bawah. "Jangan kenceng-kenceng ngomongnya. Entar kedengeran sama mereka!"
Ella berdecak. "Iya iya!"
"Lanjutin, La," pinta Rivera.
"Nah, terus.." Ella mikir. "Sampe mana gue tadi ya?"
"Mereka awalnya satu geng, Vagolazer." Athena bantu mengingatkan.
"Iyaa, abis itu kayaknya ada masalah deh makanya kepisah gitu jadinya. Yang tadi gue tangkep sih Alegro, Noah, Aleera, Violette, sama Gavin yang keluar. Sisanya masih."
"Menurut lo masalah apa ya?" Rivera penasaran.
Ella malah melempar pertanyaan tersebut ke Milen. "Lo tau masalahnya, Len?"
Milen mengangkat bahu tidak peduli. "Gak ngatur gue. Ngapain juga lo pikirin? Biar itu jadi urusan mereka aja lah!"
Ella sewot. "Ih! Lo kan adiknya Kak Sanchez! Masa iya gak tau apa-apa?"
Rivera mulai berargumen. "Kalo didenger dari bahasan mereka sih kayaknya ada banyak faktor. Pertama, Alegro ada slek sama mereka. Terus kedua, bisa jadi ada hubungannya sama meninggalnya Kak Ashley."
Bulu kuduk Athena langsung berdiri. Mendengar pembahasan yang selama ini ia cari-cari membuat ia merinding.
Ella menyadari perubahan raut wajah Athena. Tentu, ia tahu bahwa topik tentang Ashley memang sensitif. Ia tidak seperti Rivera dan Milen yang tidak tahu bahwa Athena adalah adik Ashley. Jelas itu semua karena ia adalah tetangga Athena.
Rivera melanjutkan, "Secara kan lo juga paham, La. Kasus meninggalnya Kak Ashley itu terkenal sampe ke sudut sekolah dan Kak Alvarez yang jadi tersangka utamanya karena Kak Alegro yang bilang."
Athena sempat melotot. Ia terus mengikuti arah pembicaraan Rivera dan maksud dari setiap kalimat yang dikeluarkan gadis itu.
"Iya, gue tau kok," jawab Ella cepat.
"Udah sih! Terus aja lo sok tau soal masalah orang," sindir Milen. "Udah gue bilang jangan sotoy, malah dilanjutin terus."
Milen memang kurang suka membahas hal yang bukan urusan bagi kehidupannya. Sialnya, ia bergaul dengan Ella dan Rivera yang kerjaannya adalah ikut mikirin masalah orang.
Rivera mendengus kasar. Ia menahan kesal. "Duh, maap ya, Athena. Si Milen ini emang paling gak peduli kalo kita lagi ngerumpi. Bahkan soal Vagolazer pun dia gak mau tau."
"Gapapa." Athena terkikih palsu. "Gue sama Milen satu server kok."
"Lah? Lo gak suka gibah ya?" Ella terkejut. "Ternyata masih ada orang yang gak demen ngegibah loh. Wah, sayang banget lo gak bisa ngerasain sensasinya."
"Kok bisa ya ada orang yang gak demen ngegibah? Emang mulutnya gak gatel apa?" Rivera heran.
Milen memutar bola mata. Susah memang kalau berkawan dengan lambe turah. "Takut deh gue lo berdua pas mati mulutnya nganga."
"Eh, anjir!" teriak Ella spontan memegang bibir.
"Kejam banget lidah lo!" Rivera menendang Milen.
Di saat yang lain berdebat, Athena diam-diam melirik ke arah meja Vagolazer yang cukup jauh darinya. Pandangannya seperti sedang menelusuri.
"Lo gak makan, Na?" Rivera membuyarkan lamunan Athena.
"Enggak. Gue lupa bawa uang," jawab Athena jujur.
"Yah, gimana sih lo. Masa gak bawa duit jadi gak makan. Pake duit gue aja, mau?" tawar Milen.
"Beli aja, Na. Makanan di kantin enak-enak kok," ujar Ella sambil melahap bekalnya. "Biasanya gue pesen siomay Bu Wiwin. Best seller banget dia."
Athena menggeleng cepat. "Enggak, gue gak laper kok. Makasih ya udah ditawarin. Lain kali aja deh gue coba itu siomay."
"Beneran?"
"Iya. Jam segini gue belum laper." Athena melihat ke sekelilingnya. "Btw, toilet di mana ya?"
"Ayo gue anter! Gue sekalian mau pipis juga." Milen langsung berdiri dan diikuti oleh Athena.
Athena berjalan sambil memandangi seragamnya sendiri. Ia mengagumi desainnya yang lucu dan elegan.
"Na, lo kenapa pindah ke sini?" tanya Milen, kepo.
Pertanyaan yang bagus. Athena sudah mempersiapkan jawaban untuk yang semacam itu.
Ia pun beralih memandang Milen. "Dari kecil gue selalu homeschooling. Sebelum masa SMA gue berakhir, gue pengen ngerasain sekolah di sekolah umum kayak gini."
Milen mengangguk-angguk. "Unik juga lo ya bisa homeschooling dari kecil."
Sebenarnya, Athena punya alasan kenapa ia bisa homeschooling dari kecil, yaitu karena ayahnya protektif dan tidak mau ia berujung seperti kedua kakaknya. Namun, the power of anak bungsu yang memaksa, akhirnya diturutin juga.
"Terus, tadi lo kenapa tanya soal Kak Noah?"
"Gue kenal Kak Noah. Dia sahabat kakak perempuan gue. Gue deket sama dia. Baik banget juga orangnya. Suka kirim makanan ke rumah," jawab Athena. Ia berharap secepatnya akan berhadap muka dengan Noah.
Kepala Milen berangguk-angguk.
"Hmm.. Milen, gue mau tanya ke lo, tapi lo gak usah ngomong ke Ella sama Rivera ya kalo gue nanya ini."
"Apa tuh?"
"Itu yang tadi marah sampe tonjok-tonjok itu siapa sih?" Rupanya, rasa penasaran Athena belum hilang.
"Ooh.." Milen tersenyum paham. "Itu mah kak Alvarez, Na. Kenapa? Ganteng ya?"
Athena mengulum bibirnya. Sekarang, ia tahu laki-laki bernama Alvarez itu yang mana.
Milen tertawa melihat ekspresi Athena. "Santai aja. Gak bakal gue cepuin juga kalo lo bilang dia ganteng. Orang udah banyak yang bilang kayak gitu."
Athena bingung dalam hati. Namun, sekejap ia paham kalau Milen sedang salah paham. Ia membalas, "Gak yang ganteng banget sih, lumayan ganteng aja."
"Ah, masa?" Milen mengangkat kedua alisnya. "Gue sendiri akuin dia emang ganteng banget kok. Gila aja kalo enggak. Gak usah malu-malu kali, Na!"
Athena menyengir saja. "Iya-iya, hehe."
Masuk ke toilet, Athena sebenarnya cuma mau bercermin. Beda dengan Milen yang masuk ke bilik untuk buang air kecil.
"Kak Alvarez itu sebenernya mendekati sempurna. Tapi dia galak banget kalo lagi bad mood. Karena bad mood-nya sering, jadi gak ada yang berani deketin." Milen melanjutkan penjelasannya.
"Cuek cool-cool gitu gak orangnya?"
"Hmm.." Milen bergumam. "Aslinya dia rada pecicilan juga sih kayak anak Vago yang lain. Dia cuek baru-baru ini doang setelah bokapnya masuk penjara."
Padahal Athena berharap Milen akan membahas sesuatu yang berkaitan dengan Ashley. Ya, siapa tahu kan dia bisa dapat petunjuk.
"Agak gak bisa ngarep buat dapet cowok kayak Kak Alva. Mantannya aja secantik kak Aleera. Anak Vago yang cewek juga pada cantik banget, kak Selena sama kak Alea. Udah kayak princess," tambah Milen.
Athena hanya mendengarkan sambil merapikan rambut.
"Tapi kalo lo sih bisa aja kayaknya. Soalnya lo cantik juga." Milen keluar dari bilik kamar mandi. Ia melihat Athena dari kaca. "Serius, kayaknya kalo kakak gue liat lo, demen dah dia."
"Ah, gila aja lo!" Athena menggeleng. Ia tidak menyetujui. "Enggak lah!"
Sembari berjalan keluar dari toilet, mereka masih lanjut beradu argumen.
"Bisa aja tau! Ditambah lagi lo ramah, tapi gak caper kayak anak baru sebelum-sebelumnya." Milen memajukan bibir. "Rada kurang suka gue kalo cewek sok baik, sok cantik, sok segala-galanya seakan dia bakalan famous. Apalagi caper."
Athena menanggapinya dengan cengiran kecil. Ia sendiri berusaha sebisa mungkin untuk tidak menjadi pribadi yang aneh dan orang benci. Ia belajar banyak tentang bagaimana tata krama menjadi anak baru yang sopan dan santun.
Saat perjalanan kembali ke kantin itu, tidak diperkirakan bahwa mereka akan berpapasan dengan Selena dan Alea yang baru balik dari kantin.
Mata Athena terpaku dengan kedua perempuan itu. Asli, secantik itu! Milen gak bohong kalau mereka berdua kayak princess.
Tidak cuma itu saja. Di belakang Selena dan Alea, ternyata ada beberapa anak Vagolazer yang balik juga ke kelas. Salah satunya..
Alvarez!
Athena mencoba untuk terlihat biasa saja di depan Milen saat jarak mereka semakin dekat dengan Vagolazer. Namun, sayang sekali mata penasarannya ini tidak bisa diajak kompromi. Iya, Athena melirik Alvarez sekilas.
"TUH KAN DIA NGELIRIK ALVAREZ! BAYAR CEBAN SINI!" pekik Ray tiba-tiba membuat Alvarez langsung menoleh.
Oh my God..
Sialan! Ternyata Athena lagi dijadiin bahan taruhan oleh Ray dan Archie.
"Ah! Batagor lo tadi udah gue yang bayarin!" tolak Archie.
"Lagian lo aneh! Mana ada cewek yang gak ngelirik Alva? Pake taruhan segala lagi!" Ray tertawa atas kemenangannya.
Athena masih dapat mendengar perbincangan itu. Dia malu setengah mati karena tertangkap basah melirik Alvarez. Sampai-sampai ia berakting santai supaya Milen gak sadar-sadar amat kalo dirinya lah yang dimaksud Ray.
Bisa-bisanya ketauan, padahal gue kan cuma sedetik ngeliatnya!
Penasaran bagaimana respons Alvarez, Athena menengok cepat ke belakang untuk mengecek. Sialnya lagi, ternyata cowok itu juga sedang menoleh padanya.
"Anjir!" umpat Athena tak sengaja.
***
If you don't want a sarcastic answer, don't ask a stupid question.—Demeus Alvarez Askantara—(unknown)***JREEENGGG!Ray mengangkat satu kakinya ke atas meja. Dengan gitar di pangkuannya, dia bersenandung dan bernyanyi ria.Mengapa kita ditakdirkan berjumpaPadahal kita takkan mungkin ke sanaKe tujuan sama bertemu di tengahnyaMenunggu yang kutahu sia-sia"Berisiiiiikkk, Ray! Lo pikir suara lo bagus ya?!" gerutu Selena, merasa suara Ray merusak selera makannya.Seakan tak peduli, Ray tetap lanjut.Kupetik bunga mawar warna jinggaHanya semata senyum kau dibuatnyaTak sadar 'kan durinya terluka di akhirnyaMencinta tanpa tahu akibatnyaMalahan sekarang Archie ikut-ikutan nyanyi dengan asyiknya.Di sana kau bahkan tak sesaat pun teringat'Ku yang selalu mengingatDi sana 'ku bukan yang utamaDi sana kau terlihat bahagia"Wohoooo! Merdu banget woy suara gueee!" sorak Ray bangga. Ia mengangkat gitar, lalu membungkuk dengan percaya diri."Lo berharap kita puji?" sindir Zevano."Ssssstt,
***I don't wanna be afraid of anybody. Just try and see how far this things is gonna be.— Athena Chloe Zevanie —***Alvarez menautkan kancing seragamnya satu per satu. Karena buru-buru, ia hanya sekadar mencantolkan dasinya di saku. Ia langsung keluar dari kamar dan berjalan menuju ruang tamu untuk menyamperi Kakeknya."Alva berangkat ya, Kek," pamit Alva, mencium punggung tangan laki-laki berumur 74 tahun itu. "Kalo ada perlu sesuatu, bilang aja ke bibi. Kalo genting, telepon Alva."Harles menahan tangan Alvarez yang melepasnya seakan menyuruh cowok itu untuk tunggu sebentar. Tanpa bersuara, ia menunjuk ke arah pintu depan yang terbuka dengan arahan mata. Alvarez pun cepat memindahkan pandangannya.Seorang pria berkepala empat dengan setelan jas kerja di tubuhnya masuk menginjak lantai mewah rumah Harles. Pria tersebut tersenyum aneh seraya memandangi Alvarez."Buat apa kamu ke sini?" tanya Harles. Umur tidak menghilangkan kegagahannya. "Jangan ganggu cucu saya!"Alvarez menggerta
***"Bro, gue ke Laskar Sekutu boleh, ya?" izin Athena yang sudah siap memakai sneakersnya. Ia tampak cantik dengan outfit santai.Reval mengeluarkan ekspresi bingungnya dan itu membuat Athena juga bingung. Mereka sama-sama bingung.Athena terkekeh seraya mengibas tangan di udara. "Apaan sih muka lo? Kagak bisa biasa aja?""Ngapain lo ke Laskar Sekutu?""Mau nemenin Rivera nonton cowoknya balapan. Emangnya kenapa?"Reval mendengkus. "Lo gak tau itu kawasan Invaders?""Oh iya?" Athena mengedikkan bahu. "Mana gue tau, gue cuma diminta Rivera temenin doang karena Ella sama Milen berhalangan. Emang kalo kawasan Invaders kenapa?"Reval malah bertanya, "Cowoknya Rivera siapa?""Alegro, anak Gladiator.""Ah, gak boleh deh! Ngapain juga lo nonton orang taruhan balapan? Gak penting banget," cibir Reval."Kesian banget kalo gue batalin tiba-tiba, Kak. Lagian entar Rivera cewek sendirian jadinya malah bahaya." Athena mendekat, lalu menepuk Reval. "I'll be safe, kok! Tenang aja! Okeey?"Reval ber
***Athena duduk di kursi samping lapangan. Di saat Ella dan Milen menemani Rivera untuk bertemu dengan Alegro, ia memilih untuk menunggu di sini.Athena tidak mau banyak-banyak bertemu Alegro. Cowok itu memunculkan sedikit rasa takut baginya. Dengan perawakan tak terurus seperti preman, resmi ia menganggap kalau Alegro itu buronan."Athena?"Ketika seseorang menyebut namanya, Athena langsung menengok."Kok kamu—""Haaaiii, Kak Noah!" Athena tersenyum semringah mendapati Noah. Ia dengan cepat bangkit dan berlari kecil mendekati cowok itu. Lalu, ia memeluknya dengan akrab. "Akhirnya kita ketemu!"
***Hidup itu emang susah,yang gampang itu ngeluh— Athena Chloe Zevanie —***Melamun, kepikiran, nangis. Begitu saja terus rutinitas Athena setiap malam di saat ia mengingat Ashley dan mulai merindukannya. Menerima kepergian saudara itu tidak mudah loh. Jadi jika Athena begini, wajar kan?Kini, Athena terus memandangi fotonya bersama Ashley yang diambil tiga tahun lalu waktu ke Disneyland Hongkong.Tok tok tok!"Na, ayo makan malem."
⛓⛓⛓Saat bel istirahat pertama berbunyi, Athena mengibrit ke perpustakaan oleh karena Ella yang memberi info bahwa perpustakaan Hadover menyediakan banyak novel pinjaman."Tungguin gue kenapa, Na!" teriak Milen, mengejar langkah Athena yang begitu cepat. "Semangat bener sih lo!"Athena menoleh sekilas ke belakang. Ia menyengir bahagia."Athenaaa!" Ella si pemilik suara yang paling cempreng mulai beraksi. Ia mengayuhkan tangan dengan semangat. "Sini bentar. Sini sini sini!"Athena berhenti. Ia berbalik badan, lalu menghampiri Ella dan Rivera yang sudah berhenti melangkah da
Halooo semua!Sebelum baca, yuk klik vote biar aku semangat🥰Kalo udah, yeeeyy, selamat membaca ALVAREZ!🧡***When you become a leader, you have to stick with responsibility—Demeus Alvarez Askantara—***Sebelum bel masuk, Athena menyempatkan diri untuk menemui Noah lagi. Oleh karena semalam lewatchatsudah meminta laki-laki itu untuk bertemu di kantin B, maka di sini lah ia sekarang."Athena,
***Brakkk!Alvarez membuka pintu kelas 11-IPA 1 dengan kencang. Seisi kelas yang sedang tidak ada guru itu pun terperanjat. Diperparah oleh siapa yang sekarang ada di hadapan mereka semua."Mana Athena?" tanya Alvarez terdengar kecam.Aura Alvarez yang menakutkan kembali dirasakan oleh anak kelas ini. Beruntung adalah definisi dari bagi yang tidak bernama Athena."MANA ATHENA!" Alvarez beralih berteriak. "Gak punya kuping ya?! Maju sini!"Athena sontak bergemuruh menatap Alvarez yang berapi-api. Lalu, ia melihat ketiga teman ceweknya. Pandangannya itu me