Beranda / Fantasi / ALKEMIS TERAKHIR / 66. Duel sengit

Share

66. Duel sengit

Penulis: PengkhayalMalam
last update Terakhir Diperbarui: 2024-12-25 20:55:31

Keesokan harinya, suasana di akademi terasa semakin tegang. Latihan berikutnya adalah duel individu, sebuah kesempatan bagi setiap murid untuk menunjukkan kemampuan mereka di depan para pelatih dan pengawas. Zidan menyadari bahwa ini adalah ujian berat. Dia harus tampil cukup baik untuk tidak dicurigai lemah, tetapi tidak terlalu mencolok sehingga membahayakan penyamarannya.

Saat giliran Zidan tiba, dia berdiri di tengah arena dengan napas tertahan. Lawannya adalah seorang murid bernama Rael, salah satu petarung yang dikenal agresif di akademi. Rael tersenyum lebar, menghunus pedang kayu yang terlihat sudah sering digunakan dalam duel.

"Aku sudah mendengar desas-desus tentangmu, Zidan," kata Rael dengan nada mengejek. "Katanya kau cukup cerdik dalam taktik. Tapi kali ini, taktik saja tidak akan menyelamatkanmu."

Zidan hanya tersenyum tipis, tidak menanggapi. Dia memegang pedang kayunya dengan sikap santai, tetapi matanya mengamati setiap gerakan Rael dengan teliti.

Wasit membe
Bab Terkunci
Lanjutkan Membaca di GoodNovel
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terkait

  • ALKEMIS TERAKHIR    67. Kecurigaan

    Zidan mencoba menjaga ekspresinya tetap tenang, meskipun pikirannya berpacu. Ia tahu, satu langkah salah bisa mengubah segalanya."Apa yang kau bicarakan, Elric?" tanyanya dengan nada tenang, meski di dalam hati ia merasa cemas. "Kekuatan apa? Aku hanya murid biasa, sama seperti kalian."Elric melangkah mendekat, senyum sinisnya semakin jelas. "Jangan bodoh, Zidan. Kau mungkin bisa menipu Daren dan Kyro dengan penampilan polosmu, tapi aku tidak mudah dibodohi. Aku sudah memperhatikanmu sejak awal. Kau menyembunyikan sesuatu—aku yakin itu. Dan sekarang, kau mencoba kabur? Apa yang sebenarnya kau rencanakan?"Zidan menelan ludah. "Aku hanya ingin keluar sebentar, mencari udara segar. Tempat ini terlalu menyesakkan.""Udara segar, ya?" Elric mendekatkan wajahnya ke Zidan, menatapnya tajam. "Kau pikir aku akan percaya begitu saja? Kau berbeda, Zidan. Aku bisa merasakannya sejak hari pertama. Jika kau tidak jujur sekarang, aku tidak akan segan melaporkanmu ke pengawal Arzan."Pernyataan it

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-26
  • ALKEMIS TERAKHIR    67. Kekejaman Yang Belum berakhir

    Daren dan Kyro saling berpandangan, mencoba mencerna apa yang baru saja mereka dengar. Diamnya mereka membuat atmosfer semakin berat. Elric, yang biasanya tenang, kini tampak gelisah. Ia melangkah mendekat ke Zidan, wajahnya penuh pertimbangan."Aku tidak tahu apakah aku harus percaya padamu," kata Elric dengan nada dingin. "Tapi jika kau benar-benar seorang alkemis, kau menyadari risikonya, bukan? Jika Arzan mengetahui identitasmu, bukan hanya kau yang akan dihukum. Kita semua bisa ikut terlibat."Zidan mengangguk pelan, wajahnya serius. "Aku tahu risikonya. Aku sudah siap menanggung semuanya. Tapi aku tidak punya pilihan lain. Aku tidak bisa hanya diam melihat kekejaman Arzan terus berlanjut. Kerajaan kecil telah dihancurkan, rakyat tidak bersalah disiksa, dan mereka yang melawan dianggap musuh. Apa kau pikir kita bisa hidup seperti ini selamanya?"Kyro, yang biasanya ceria, tampak muram. Ia menundukkan kepala sejenak sebelum akhirnya mengangkat wajahnya untuk menatap Zidan. "Aku ti

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-27
  • ALKEMIS TERAKHIR    68. Hutan Zorn

    Tahap ketiga dimulai dengan langkah yang jauh lebih menantang. Di depan mereka terbentang sebuah hutan lebat yang dikenal sebagai Hutan Zorn sebuah tempat yang penuh dengan makhluk buas dan jebakan alami. Hutan ini bukan hanya menguji fisik, tetapi juga ketahanan mental dan strategi bertahan hidup.Master Haidar, dengan ekspresi serius, memberi instruksi terakhir sebelum mereka memasuki hutan. “Kalian akan berkelompok dan bertahan di dalam hutan selama tiga hari. Yang bertahan hidup dan berhasil keluar dari hutan dengan kondisi utuh akan dinilai sebagai pemenang. Jangan mengandalkan kekuatan semata. Gunakan strategi dan kerjasama.”Zidan merasakan ketegangan di udara. Hutan Zorn terkenal tidak hanya karena bahaya yang mengintai, tetapi juga karena rumor-rumor tentang makhluk mengerikan yang menghuni tempat itu. Namun, ini adalah kesempatan terakhir mereka untuk menunjukkan kemampuan.“Jangan khawatir,” kata Daren, memecah keheningan. “Kita sudah melalui banyak hal bersama. Ini hanya b

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-28
  • ALKEMIS TERAKHIR    69. Altar Ritual

    Setelah pertempuran itu, langkah-langkah mereka semakin hati-hati. Hutan Zorn, dengan suasana sunyinya yang menyesakkan, seolah mengintai setiap gerakan mereka. Pohon-pohon besar yang menjulang tinggi dengan akar yang melilit menyerupai jebakan alami membuat perjalanan terasa semakin sulit. Tidak ada jalan setapak yang jelas, hanya semak belukar dan bayang-bayang gelap yang menyelimuti mereka."Apakah ada yang merasa seperti sedang diawasi?" tanya Kyro, suara gemetar. Ia melirik ke belakang seolah-olah sesuatu bisa melompat kapan saja."Aku merasakannya sejak kita melangkah lebih jauh ke dalam hutan," jawab Elric dengan nada serius. “Ini bukan hanya hutan biasa. Ada sesuatu yang salah di sini.”Zidan berhenti, mengangkat tangan memberi tanda agar mereka juga berhenti. Ia menajamkan pendengarannya. Suara angin yang meniup daun-daun kering tiba-tiba terhenti. Segala sesuatu terasa begitu hening, terlalu hening.“Kita harus tetap bersiap. Tidak ada yang tahu apa yang akan muncul berikutn

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-29
  • ALKEMIS TERAKHIR    70. Bayang Pelindung

    Zidan memegang erat pedangnya, bersiap menghadapi serangan pertama yang pasti akan datang. Kyro dan Daren berdiri di sampingnya, masing-masing menyiapkan senjata mereka. Elric tampak tidak begitu terkejut, namun tatapan matanya tetap tajam, mempersiapkan diri untuk apa pun yang mungkin terjadi. Seorang pembunuh dari Bayang Pelindung maju lebih dekat, matanya yang tajam penuh dengan ancaman. “Kalian tidak punya tempat untuk lari. Menyerahlah dan kalian akan cepat mati,” katanya dengan suara dingin, seolah sudah terbiasa mengakhiri hidup orang dengan sekejap. Zidan tahu bahwa waktu tidak lagi berpihak pada mereka. Ia tidak bisa membiarkan mereka bertahan hidup atau membiarkan mereka menyebarkan informasi tentang mereka. Dalam sekejap, Zidan mengayunkan pedangnya dengan cepat, mengarah ke salah satu pembunuh yang berada di depan. Gerakan Zidan begitu halus dan cepat, membuat lawannya tidak sempat menghindar. Namun, pembunuh itu dengan cekatan menghindar, melompat mundur dan menurunk

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-30
  • ALKEMIS TERAKHIR    71. Perlakuan Buruk

    Latihan hari berikutnya berjalan lebih keras dari biasanya. Pelatih utama, seorang pria berusia paruh baya bernama Gerdan, terkenal dengan metode latihannya yang brutal. Tidak ada toleransi untuk kesalahan, tidak ada belas kasih bagi yang lemah. Para murid dihadapkan pada serangkaian latihan fisik yang menguras tenaga, disertai ujian teknik bertarung tanpa henti. Elric, meskipun dikenal cerdas, sering kali kesulitan menghadapi tekanan fisik yang ekstrem. Pagi itu, ia menjadi sasaran kemarahan Gerdan. "Elric!" panggil Gerdan dengan nada tajam, matanya menatap tajam ke arah murid itu. "Apa kau pikir ini tempat untuk bersantai? Gerakanmu lambat, seperti orang yang baru belajar berjalan!" Elric mencoba mengabaikan hinaan itu. Dengan pedang di tangannya, ia berusaha menunjukkan teknik terbaiknya dalam duel latihan melawan murid senior. Namun, lawannya terlalu kuat, dan Elric terjatuh beberapa kali. "Apa ini? Lemah sekali!" Gerdan melangkah maju, mengayunkan tongkat kayu panjangnya. "Ba

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-02
  • ALKEMIS TERAKHIR    72. Misi Penuh Tantangan

    Hari-hari berlalu, dan keadaan Elric perlahan membaik. Wajahnya yang sebelumnya pucat kini mulai memerah kembali, dan kekuatan tubuhnya mulai pulih. Zidan, Daren, dan Kyro terus memberikan perhatian penuh, bahkan di luar jadwal latihan mereka. Mereka membagi tugas: Daren memastikan Elric makan dengan cukup, Kyro mengurus obat dan ramuan sederhana, sementara Zidan diam-diam mencari cara agar mereka bisa tetap melindungi Elric tanpa menarik perhatian pelatih atau murid lain.“Kalian benar-benar merepotkan diri untukku,” ujar Elric pada suatu pagi, ketika mereka sedang berkumpul di kamar. Suaranya terdengar tulus, meski masih ada sedikit rasa bersalah.“Kau itu bagian dari tim kami,” balas Kyro dengan senyum lebar. “Kalau kau tidak ada, siapa lagi yang akan menjawab soal-soal teori sulit itu?”Daren tertawa, menepuk bahu Elric dengan penuh semangat. “Dan siapa lagi yang akan menjadi pengingat bahwa kita tidak boleh terlalu banyak bermain-main?”Elric tersenyum kecil. Ia merasa diterima,

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-02
  • ALKEMIS TERAKHIR    73. Kedekatan teman seperguruan

    Misi pengintaian yang diberikan pelatih Gerdan ternyata jauh lebih menantang dari yang mereka bayangkan. Tim Zidan, Elric, Daren, dan Kyro diberi tugas untuk mengumpulkan informasi di perbatasan hutan lebat yang memisahkan wilayah akademi dengan salah satu markas kecil Arzan. Hutan itu terkenal dengan jebakan alami dan rumor tentang makhluk buas yang berkeliaran di malam hari.Saat mereka memulai perjalanan, Elric terlihat lebih pendiam dari biasanya. Sikapnya membuat Daren tak tahan untuk menggodanya. "Hei, Elric, kau takut dengan hutan ini? Jangan khawatir, ada aku di sini!" katanya dengan nada bercanda, mencoba mencairkan suasana.Elric hanya meliriknya, kemudian menghela napas. “Aku tidak takut pada hutan, Daren. Aku hanya berpikir... tugas ini terlalu berisiko untuk murid seperti kita.”Zidan, yang berjalan di depan, menoleh. “Itu benar. Tapi kita tidak punya pilihan selain menyelesaikannya.”Kyro menepuk bahu Elric. “Hei, kita akan baik-baik saja. Kau lupa siapa yang ada di tim

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-03

Bab terbaru

  • ALKEMIS TERAKHIR    108. Rasa Curiga

    Zidan melangkah dengan hati-hati, matanya menyapu sekeliling lorong gelap yang dipenuhi bayangan. Nafasnya ditahan, mendengar langkah-langkah kaki yang mendekat. Ia merapat ke dinding, menunggu hingga suara itu menjauh sebelum melanjutkan perjalanan. Harzan telah mencurigainya, dan setiap gerak-geriknya kini dalam pengawasan. Namun, ia tak bisa mundur sekarang.Setelah bertemu Kakek Suma dan mendapatkan petunjuk penting, ia tahu bahwa keberadaannya di Akademi Arzan bukan sekadar kebetulan. Ada sesuatu yang lebih besar sedang terjadi, sesuatu yang melibatkan kekuatan tersembunyi yang bisa mengancam keseimbangan kekaisaran. Namun, sebelum ia bisa bertindak, ia harus memastikan keselamatan Daren, Kyro, dan Elric. Mereka bertiga mungkin belum tahu sepenuhnya bahaya yang mengintai, tetapi mereka adalah orang-orang yang bisa ia percayai.Di dalam kamar mereka, keheningan menggantung saat Zidan menceritakan apa yang ia ketahui. Daren duduk dengan ekspresi serius, sementara Kyro berkacak ping

  • ALKEMIS TERAKHIR    107. Bukan Alkemis Biasa

    Mereka berjalan mengikuti para prajurit dengan hati-hati. Meskipun berhasil lolos dari reruntuhan, Zidan merasa bahwa bahaya yang mengintai mereka belum selesai. Setiap langkah yang mereka ambil semakin terasa berat, seakan ada sesuatu yang menunggu di ujung lorong.Elric melirik ke arah Zidan. “Apa kau yakin mereka tidak mencurigai kita?” bisiknya pelan.Zidan menggeleng tanpa menjawab. Ia tidak bisa memastikan. Para prajurit ini mungkin terlihat netral, tetapi siapa yang bisa menjamin bahwa mereka bukan bagian dari rencana yang lebih besar?Saat mereka semakin dekat dengan pintu keluar, salah satu prajurit berhenti dan menoleh ke arah mereka. “Sebelum kalian pergi, aku harus melaporkan keberadaan kalian kepada atasan. Tidak ada murid yang seharusnya berada di sini.”Kyro mengepalkan tangannya. “Kami hanya tersesat, apakah itu benar-benar perlu?”Prajurit itu menatap Kyro dengan dingin. “Aturan tetap aturan.”Zidan bisa merasakan detak jantungnya semakin cepat. Jika mereka dilaporkan

  • ALKEMIS TERAKHIR    106 rasa percaya

    Zidan merasakan ketegangan memenuhi udara. Pria berjubah hitam itu, yang entah siapa namanya, berdiri dengan senyum menakutkan. Aura gelap yang mengelilinginya seakan menekan mereka semua, membuat napas menjadi lebih berat."Pergi sekarang!" bisik Zidan lagi, matanya masih terpaku pada lawannya.Namun, sebelum teman-temannya bisa bergerak, pria itu mengangkat satu tangannya. Energi hitam berputar di telapak tangannya, menciptakan pusaran angin yang menyedot udara di sekitar mereka."Kalian tidak akan ke mana-mana."Tiba-tiba, dorongan kekuatan besar menghantam mereka. Daren dan Kyro terhempas ke belakang, menabrak dinding batu dengan keras. Elric nyaris terkena serangan, tetapi ia sempat melompat mundur."Zidan, kita tidak bisa meninggalkanmu sendirian!" teriak Elric."Kalau kalian tetap di sini, kita semua mati!" Zidan berteriak balik. Ia merogoh kantongnya dan menggenggam pil yang telah ia siapkan.Pria berjubah hitam melangkah mendekat, matanya menatap tajam ke arah Zidan. "Aku bis

  • ALKEMIS TERAKHIR    105. Misi Akademi

    Ledakan itu semakin mendekat, mengguncang tanah di bawah pondok kecil Kakek Suma. Zidan meraih bahunya yang masih terasa nyeri dari pertarungan sebelumnya."Kakek, apa mereka sudah menemukan kita?" tanya Zidan dengan napas yang mulai tidak teratur.Kakek Suma mengangguk perlahan, wajahnya tegang. "Mereka pasti telah melacak jejak energimu. Waktu kita tidak banyak."Tanpa berpikir panjang, Kakek Suma menarik sebuah tuas yang tersembunyi di lantai kayu pondok. Sebuah lorong gelap terbuka ke bawah, memancarkan udara dingin yang mengalir dari dalamnya."Masuk ke sana, Zidan," kata Kakek Suma tegas. "Aku akan mengulur waktu."Zidan membelalak, menatap Kakek Suma dengan gelisah. "Tidak mungkin! Aku tidak bisa meninggalkanmu sendirian! Harzan tidak akan mengampuni siapa pun yang menghalangi jalannya!"Kakek Suma menepuk bahu Zidan dengan keras, lalu menatapnya dengan sorot mata penuh tekad. "Dengar, bocah. Hidupku sudah lama aku korbankan untuk hal ini. Tapi kau—kau masih memiliki tujuan. Ja

  • ALKEMIS TERAKHIR    104. Pertarungan Kegelapan

    Malam itu, hutan terasa lebih sunyi dari biasanya. Angin yang berhembus membawa desiran aneh, seolah-olah sesuatu sedang mengintai mereka dari kejauhan.Zidan, Elric, Kyro, dan Daren duduk di sekitar api unggun kecil yang mereka buat untuk menghangatkan diri. Wajah mereka masih dipenuhi debu dan sisa-sisa pertempuran di dalam gua."Aku masih belum percaya kita berhasil keluar," kata Daren sambil menghela napas. "Tempat itu... bukan sesuatu yang seharusnya ada di dunia ini."Elric mengangguk. "Dan kita baru saja menghancurkannya. Harzan pasti tidak akan tinggal diam. Kita harus bersiap."Zidan menggenggam bola kristalnya yang kini bersinar lebih terang dari sebelumnya. Ia tahu bahwa setelah apa yang mereka lakukan, Harzan akan segera bergerak."Aku akan pergi menemui Kakek Suma lagi," kata Zidan tiba-tiba.Kyro menoleh dengan kaget. "Sendirian? Itu terlalu berbahaya!""Aku tidak punya pilihan," jawab Zidan. "Kakek Suma mungkin satu-satunya orang yang bisa memberi kita jawaban tentang a

  • ALKEMIS TERAKHIR    103. Gua Misterius

    Malam di hutan itu terasa lebih gelap dari biasanya, meskipun bulan purnama menggantung di langit. Angin dingin berhembus, membawa bisikan samar yang seolah memperingatkan mereka tentang sesuatu yang akan datang. Zidan, Elric, Daren, dan Kyro beristirahat di bawah naungan pohon besar, berusaha memulihkan tenaga mereka setelah pelarian yang mendebarkan dari markas Harzan.Namun, istirahat mereka tidak berlangsung lama."Zidan," bisik Kyro, matanya memandang ke arah gelap di kejauhan. "Kau merasakan itu? Rasanya seperti... ada sesuatu yang mengawasi kita."Zidan mengangguk pelan. "Aku merasakannya. Energi gelap ini... tidak salah lagi. Harzan sudah mulai bergerak."Daren, yang sedang memeriksa luka kecil di lengannya, menoleh dengan cemas. "Kalau begitu, kita tidak punya banyak waktu. Apa rencana kita selanjutnya?"Zidan menggenggam bola kristal yang mereka bawa dengan erat. "Kita harus kembali ke akademi. Kakek Suma mungkin bisa membantu kita memahami kekuatan bola ini. Tapi perjalanan

  • ALKEMIS TERAKHIR    102. Bayangan Harzan

    Zidan, Elric, Kyro, dan Daren berdiri di tengah ruangan besar yang hanya diterangi cahaya redup dari obor yang mereka bawa. Empat jalan di hadapan mereka terasa seperti perangkap, masing-masing membawa ancaman tak terlihat. Suara gema misterius dari dinding batu terus terdengar, seakan menguji nyali mereka.“Kita harus memilih dengan bijak,” kata Zidan sambil memeriksa setiap jalan. “Kakek Suma pernah berkata bahwa ujian di Kuil Bayangan selalu menguji hati seseorang. Ini bukan hanya soal kekuatan.”Kyro menyentuh dinding batu yang dingin. “Bagaimana kita tahu jalan mana yang benar? Semuanya terlihat sama.”Daren, yang lebih peka terhadap energi magis, memejamkan mata. “Aku bisa merasakan sesuatu dari jalan kedua,” katanya. “Ada aura yang menarikku ke sana, tetapi… itu juga terasa berbahaya.”Elric mengamati simbol-simbol di atas masing-masing jalan. “Simbol ini… mereka mewakili empat elemen: tanah, air, api, dan angin. Mungkin ada hubungannya dengan ujian yang akan kita hadapi.”“Kal

  • ALKEMIS TERAKHIR    101. Mencari Sekutu

    Gua pemberontak kini berubah menjadi medan pertempuran yang memanas. Pasukan Harzan menyerang tanpa ampun, menghantam pertahanan dengan kekuatan penuh. Ledakan sihir mengguncang dinding-dinding gua, debu dan pecahan batu beterbangan di udara. Teriakan perintah dan dentingan senjata memenuhi tempat itu, menciptakan suasana yang penuh kepanikan.Zidan memimpin kelompoknya keluar dari ruangan utama, mengarahkan mereka ke koridor belakang. “Kita harus mencari jalur keluar,” katanya sambil menggenggam pedangnya. Wajahnya tegang, tetapi matanya tetap tajam.“Kita tidak bisa membiarkan mereka menyerbu sampai ke inti gua,” kata Elric, menebas salah satu penjaga Harzan yang mencoba mendekati mereka. “Jika pusat pertahanan kita runtuh, semuanya akan berakhir.”Daren menunduk untuk menghindari serangan api yang dilemparkan seorang mage dari pasukan musuh. “Kita harus menghadang mereka di titik sempit. Kalau tidak, jumlah mereka akan membuat kita kewalahan!”Kyro menunjuk ke lorong sempit yang me

  • ALKEMIS TERAKHIR    100. Perlawanan

    Malam itu, setelah pertarungan sengit, desa kecil yang mereka tempati menjadi sunyi. Api dari rumah-rumah yang terbakar telah padam, menyisakan arang dan asap tipis yang melayang di udara. Penduduk desa, meski lelah, mulai membersihkan reruntuhan sambil mengucapkan doa untuk yang terluka dan tewas. Zidan duduk di atas batu besar di pinggir desa, wajahnya dipenuhi keringat dan darah kering yang belum ia bersihkan. Pandangannya kosong, pikirannya terus memutar ulang kejadian yang baru saja berlalu. “Kenapa kau tidak memberitahu kami sebelumnya?” suara Elric memecah keheningan. Ia berjalan mendekati Zidan, diikuti oleh Kyro dan Daren. “Memberitahu apa?” balas Zidan tanpa menoleh. “Elric maksudkan, kenapa kau menyembunyikan kekuatanmu?” kata Kyro dengan nada lembut. “Kami semua melihat apa yang kau lakukan tadi. Kau alkemis, bukan?” Zidan menghela napas panjang, lalu menunduk. “Karena aku tahu ini akan terjadi,” jawabnya akhirnya. “Ketika orang tahu aku seorang alkemis, semuanya

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status