Keesokan paginya, suasana akademi terlihat lebih sibuk dari biasanya. Para murid bergegas menuju aula utama, tempat semua pengumuman penting disampaikan. Zidan dan teman-temannya ikut berbaur di antara kerumunan, mencoba mencari tahu apa yang sedang terjadi.“Elric, kau tahu ada apa?” tanya Kyro, sedikit terengah setelah berlari.Elric menggeleng. “Tidak ada yang memberi tahu apa-apa. Tapi biasanya, jika ada pengumuman mendadak seperti ini, pasti sesuatu yang besar.”Ketika mereka sampai di aula, seorang pria tua berwibawa, mengenakan jubah ungu keemasan khas pengawas akademi, berdiri di atas panggung. Suasana hening ketika ia mulai berbicara.“Para murid,” suara pria itu menggema, “hari ini kami mengumumkan ujian kompetensi mendadak yang akan diadakan dalam waktu dua hari. Semua murid, tanpa kecuali, diharapkan untuk berpartisipasi.”Bisik-bisik memenuhi aula. Banyak yang terkejut, termasuk Zidan.“Ujian mendadak?” Daren terlihat panik. “Aku bahkan belum mempersiapkan apa-apa!”“Tena
Zidan berdiri tegak di arena, menatap Elric yang masih terbaring di tanah dengan wajah yang penuh rasa ingin tahu. Meskipun ia telah memenangkan pertandingan itu, perasaan cemas mulai menyelinap ke dalam dirinya. Elric tidak bodoh, dan tatapan tajamnya sudah cukup untuk mengingatkan Zidan bahwa ia mungkin sudah mulai mencurigai sesuatu.“Apakah itu cukup untukmu?” Zidan bertanya dengan nada tenang, berusaha menyembunyikan kegelisahannya.Elric, yang sudah bangkit dan menepuk debu dari pakaiannya, tersenyum samar. “Hanya untuk sekarang, Zidan. Tapi aku rasa kita akan bertemu lagi. Aku penasaran denganmu.”Sesuatu dalam diri Zidan merasakan ketegangan yang lebih dalam, seolah Elric sudah tahu lebih banyak dari yang seharusnya. Meskipun Zidan berusaha tetap tenang, ia tahu bahwa ia tidak bisa terus-menerus menyembunyikan kekuatannya begitu saja. Setiap pertempuran, setiap tes yang ia jalani, semakin memperbesar risiko terungkapnya identitas dan kemampuannya sebagai seorang alkemis.Merek
Keesokan harinya, Zidan merasa suasana semakin tegang. Elric tampak semakin intens mengawasi setiap langkahnya, dan Zidan tahu bahwa waktunya untuk tetap tersembunyi semakin sedikit. Ia harus memikirkan strategi untuk tetap menjaga identitasnya, sementara Elric semakin mendekati kebenaran.Saat latihan dimulai, Zidan kembali disertakan dalam tim yang sama dengan Daren, Kyro, dan Elric. Kali ini, mereka dihadapkan dengan simulasi pertahanan yang lebih kompleks, di mana mereka harus melawan tim yang dipimpin oleh instruktur yang lebih berpengalaman.“Zidan, kau akan bertarung melawan instruktur utama dalam simulasi ini,” kata instruktur dengan nada tegas. “Jaga stamina dan gunakan segala kemampuan yang ada.”Zidan menelan ludah, meskipun ia berusaha tetap tenang. Lawan kali ini jauh lebih kuat daripada yang sebelumnya. Instruktur yang akan ia lawan sudah terkenal akan kelihaiannya dalam bertarung, dan meskipun Zidan bisa mengandalkan pilnya untuk menutupi kekuatannya, ia tahu itu tidak
Malam tiba, dan suasana di asrama terasa lebih hening dari biasanya. Zidan duduk di ranjangnya, berpikir keras tentang langkah selanjutnya. Latihan hari ini jelas membuatnya menonjol, sesuatu yang justru ingin ia hindari. Namun, di sisi lain, kerja sama dengan timnya berjalan lebih baik dari perkiraannya. “Zidan,” suara Elric memecah kesunyian. Ia berdiri di dekat jendela, memandangi bulan yang menggantung di langit. “Aku harus mengakui, rencanamu tadi luar biasa. Tapi... aku masih merasa ada sesuatu yang kau sembunyikan.”Daren, yang sedang berbaring dengan tangan di belakang kepala, tertawa kecil. “Elric, kau ini terlalu curiga. Zidan itu hanya pintar. Apa salahnya?”“Tapi kepintaran itu tidak sesuai dengan cerita yang ia sampaikan,” balas Elric sambil menatap tajam ke arah Zidan.Kyro, yang sedang asyik menggambar sesuatu di buku catatannya, ikut angkat bicara. “Elric, mungkin kau benar. Tapi, apa pentingnya? Zidan telah membantu kita, itu yang terpenting.”Zidan menarik napas pan
Elric berdiri di tepi jendela kamar mereka malam itu, pandangannya menerawang jauh ke luar. Cahaya bulan yang redup memantulkan bayangan murung di wajahnya. Kekejaman yang baru saja disaksikannya di aula utama membuat pikirannya terus bergolak. Ia menggenggam bingkai jendela dengan erat, mencoba menenangkan diri, namun rasa tidak nyaman semakin mencekiknya.“Apa yang mereka lakukan tadi… itu bukan keadilan,” gumam Elric dengan nada rendah, namun cukup keras untuk didengar oleh yang lain.Kyro, yang sedang duduk di tempat tidur, menoleh ke arahnya. "Apa maksudmu? Bukankah mereka bilang itu untuk menjaga keamanan kekaisaran?"Elric berbalik, matanya tajam menatap Kyro. "Keamanan? Itu lebih mirip teror. Membunuh tanpa belas kasihan di depan semua orang. Bagaimana itu bisa disebut sebagai keadilan?"Daren, yang sedang berbaring, mencoba menyela. "Tapi mereka adalah pengkhianat. Mereka melanggar aturan dan mencoba melawan kekaisaran. Kau tahu apa akibatnya jika ada yang mencoba melawan Arz
Pada malam yang sunyi, Zidan terbangun di tengah tidur nyenyaknya. Suara angin yang berhembus pelan dari jendela yang terbuka sedikit memberikan ketenangan, tapi sesuatu yang lebih mengganggu pikirannya. Ia merasa seolah ada yang mengawasi, atau lebih tepatnya, ada sesuatu yang mengintai dalam kegelapan.Zidan bangkit perlahan, mencoba untuk tidak membangunkan teman-temannya yang sedang tidur di ranjang masing-masing. Ketika ia melangkah menuju jendela, ia melihat Elric berdiri di luar, tampak seperti menunggu sesuatu. Zidan merasa ada ketegangan yang tak biasa di antara mereka.Dengan hati-hati, Zidan mendekati Elric yang tampak tidak memperhatikan kedatangannya. "Elric," panggil Zidan pelan.Elric menoleh, terkejut sejenak sebelum akhirnya tersenyum tipis. "Oh, Zidan. Kau terjaga juga?""Kenapa kau di sini?" tanya Zidan, mencoba tidak terdengar terlalu curiga."Aku tidak bisa tidur," jawab Elric dengan nada yang tidak biasa, agak datar. "Ada banyak hal yang aku pikirkan. Tentang kit
Suara kaki kuda begitu ramai, sebuah pasukan dari kerajaan datang menyerang desa teratai, Zidan yang saat itu sedang berlatih membuat pil pemulihan bersama sang Ayah segera lari ke rumah, sayangnya semua rumah yang ada di desa itu langsung di bakar, jika ada yang keluar dai rumah, orang itu langsung dibunuh oleh pasukan kerajaan tampa belas kasihan. “Ayah ayo kita keluar,” ucap Zidan yang tahu ia pasti akan terbakar jika terus di dalam rumah. Namun ia juga tak bisa keluar karena ada pasukan kerajaan, kebingung terus membuat Zidan panik. “Jika keluar sekarang pasukan kerajaan akan langsung membunuhmu,” ucap sang Ayah yang juga terlihat gelisah, tak ada lagi yang bisa mereka lakukan. “Tapi ayah, jika kita tetap disini, kita juga pasti akan mati,” ucap Zidan yang tak atah lagi api yang membakar rumahnya semaki terasa panas. Belum sempat Zidan dan ayahnya keluar suara sang ibu berteriak membuat Zidan kaget dari luar rumah pasukan itu membunuh adik dan ibunya, sang Ayah terpukul hin
Zidan dengan cepat berbalik untuk lari, rasa takut menguasai hatinya. Ia tidak tahu siapa yang baru saja meraih tangannya, namun bayangan akan pasukan kerajaan membuatnya panik. Langkahnya yang terseok-seok akibat luka-luka di tubuhnya tak menghalanginya mencoba melarikan diri. Namun tangan yang kuat itu berhasil menangkapnya. Dia membeku. Nafasnya tertahan saat mendengar suara tua dan serak berkata, “Kau mau kemana, dengan tubuh penuh luka seperti itu?” Suara itu berasal dari seorang kakek tua yang sekarang berdiri di hadapannya.Zidan terpaku, tidak berani bergerak. Ingin rasanya ia melarikan diri, tapi tangan kakek itu memegangnya dengan kuat. Perlahan-lahan, Zidan memutar tubuhnya, berbalik untuk melihat siapa yang telah menghentikannya. Matanya bertemu dengan sosok seorang kakek berusia lanjut, rambutnya memutih, wajahnya penuh kerutan, namun ada kelembutan yang terpancar dari senyumannya. Senyum itu, entah bagaimana, mengusir sebagian rasa takut di hati Zidan."Kau takut padaku?
Pada malam yang sunyi, Zidan terbangun di tengah tidur nyenyaknya. Suara angin yang berhembus pelan dari jendela yang terbuka sedikit memberikan ketenangan, tapi sesuatu yang lebih mengganggu pikirannya. Ia merasa seolah ada yang mengawasi, atau lebih tepatnya, ada sesuatu yang mengintai dalam kegelapan.Zidan bangkit perlahan, mencoba untuk tidak membangunkan teman-temannya yang sedang tidur di ranjang masing-masing. Ketika ia melangkah menuju jendela, ia melihat Elric berdiri di luar, tampak seperti menunggu sesuatu. Zidan merasa ada ketegangan yang tak biasa di antara mereka.Dengan hati-hati, Zidan mendekati Elric yang tampak tidak memperhatikan kedatangannya. "Elric," panggil Zidan pelan.Elric menoleh, terkejut sejenak sebelum akhirnya tersenyum tipis. "Oh, Zidan. Kau terjaga juga?""Kenapa kau di sini?" tanya Zidan, mencoba tidak terdengar terlalu curiga."Aku tidak bisa tidur," jawab Elric dengan nada yang tidak biasa, agak datar. "Ada banyak hal yang aku pikirkan. Tentang kit
Elric berdiri di tepi jendela kamar mereka malam itu, pandangannya menerawang jauh ke luar. Cahaya bulan yang redup memantulkan bayangan murung di wajahnya. Kekejaman yang baru saja disaksikannya di aula utama membuat pikirannya terus bergolak. Ia menggenggam bingkai jendela dengan erat, mencoba menenangkan diri, namun rasa tidak nyaman semakin mencekiknya.“Apa yang mereka lakukan tadi… itu bukan keadilan,” gumam Elric dengan nada rendah, namun cukup keras untuk didengar oleh yang lain.Kyro, yang sedang duduk di tempat tidur, menoleh ke arahnya. "Apa maksudmu? Bukankah mereka bilang itu untuk menjaga keamanan kekaisaran?"Elric berbalik, matanya tajam menatap Kyro. "Keamanan? Itu lebih mirip teror. Membunuh tanpa belas kasihan di depan semua orang. Bagaimana itu bisa disebut sebagai keadilan?"Daren, yang sedang berbaring, mencoba menyela. "Tapi mereka adalah pengkhianat. Mereka melanggar aturan dan mencoba melawan kekaisaran. Kau tahu apa akibatnya jika ada yang mencoba melawan Arz
Malam tiba, dan suasana di asrama terasa lebih hening dari biasanya. Zidan duduk di ranjangnya, berpikir keras tentang langkah selanjutnya. Latihan hari ini jelas membuatnya menonjol, sesuatu yang justru ingin ia hindari. Namun, di sisi lain, kerja sama dengan timnya berjalan lebih baik dari perkiraannya. “Zidan,” suara Elric memecah kesunyian. Ia berdiri di dekat jendela, memandangi bulan yang menggantung di langit. “Aku harus mengakui, rencanamu tadi luar biasa. Tapi... aku masih merasa ada sesuatu yang kau sembunyikan.”Daren, yang sedang berbaring dengan tangan di belakang kepala, tertawa kecil. “Elric, kau ini terlalu curiga. Zidan itu hanya pintar. Apa salahnya?”“Tapi kepintaran itu tidak sesuai dengan cerita yang ia sampaikan,” balas Elric sambil menatap tajam ke arah Zidan.Kyro, yang sedang asyik menggambar sesuatu di buku catatannya, ikut angkat bicara. “Elric, mungkin kau benar. Tapi, apa pentingnya? Zidan telah membantu kita, itu yang terpenting.”Zidan menarik napas pan
Keesokan harinya, Zidan merasa suasana semakin tegang. Elric tampak semakin intens mengawasi setiap langkahnya, dan Zidan tahu bahwa waktunya untuk tetap tersembunyi semakin sedikit. Ia harus memikirkan strategi untuk tetap menjaga identitasnya, sementara Elric semakin mendekati kebenaran.Saat latihan dimulai, Zidan kembali disertakan dalam tim yang sama dengan Daren, Kyro, dan Elric. Kali ini, mereka dihadapkan dengan simulasi pertahanan yang lebih kompleks, di mana mereka harus melawan tim yang dipimpin oleh instruktur yang lebih berpengalaman.“Zidan, kau akan bertarung melawan instruktur utama dalam simulasi ini,” kata instruktur dengan nada tegas. “Jaga stamina dan gunakan segala kemampuan yang ada.”Zidan menelan ludah, meskipun ia berusaha tetap tenang. Lawan kali ini jauh lebih kuat daripada yang sebelumnya. Instruktur yang akan ia lawan sudah terkenal akan kelihaiannya dalam bertarung, dan meskipun Zidan bisa mengandalkan pilnya untuk menutupi kekuatannya, ia tahu itu tidak
Zidan berdiri tegak di arena, menatap Elric yang masih terbaring di tanah dengan wajah yang penuh rasa ingin tahu. Meskipun ia telah memenangkan pertandingan itu, perasaan cemas mulai menyelinap ke dalam dirinya. Elric tidak bodoh, dan tatapan tajamnya sudah cukup untuk mengingatkan Zidan bahwa ia mungkin sudah mulai mencurigai sesuatu.“Apakah itu cukup untukmu?” Zidan bertanya dengan nada tenang, berusaha menyembunyikan kegelisahannya.Elric, yang sudah bangkit dan menepuk debu dari pakaiannya, tersenyum samar. “Hanya untuk sekarang, Zidan. Tapi aku rasa kita akan bertemu lagi. Aku penasaran denganmu.”Sesuatu dalam diri Zidan merasakan ketegangan yang lebih dalam, seolah Elric sudah tahu lebih banyak dari yang seharusnya. Meskipun Zidan berusaha tetap tenang, ia tahu bahwa ia tidak bisa terus-menerus menyembunyikan kekuatannya begitu saja. Setiap pertempuran, setiap tes yang ia jalani, semakin memperbesar risiko terungkapnya identitas dan kemampuannya sebagai seorang alkemis.Merek
Keesokan paginya, suasana akademi terlihat lebih sibuk dari biasanya. Para murid bergegas menuju aula utama, tempat semua pengumuman penting disampaikan. Zidan dan teman-temannya ikut berbaur di antara kerumunan, mencoba mencari tahu apa yang sedang terjadi.“Elric, kau tahu ada apa?” tanya Kyro, sedikit terengah setelah berlari.Elric menggeleng. “Tidak ada yang memberi tahu apa-apa. Tapi biasanya, jika ada pengumuman mendadak seperti ini, pasti sesuatu yang besar.”Ketika mereka sampai di aula, seorang pria tua berwibawa, mengenakan jubah ungu keemasan khas pengawas akademi, berdiri di atas panggung. Suasana hening ketika ia mulai berbicara.“Para murid,” suara pria itu menggema, “hari ini kami mengumumkan ujian kompetensi mendadak yang akan diadakan dalam waktu dua hari. Semua murid, tanpa kecuali, diharapkan untuk berpartisipasi.”Bisik-bisik memenuhi aula. Banyak yang terkejut, termasuk Zidan.“Ujian mendadak?” Daren terlihat panik. “Aku bahkan belum mempersiapkan apa-apa!”“Tena
Latihan pagi itu semakin menantang. Instruktur yang memimpin latihan adalah seorang pendekar senior bernama Varyn, yang terkenal dengan metode pelatihannya yang keras dan tanpa ampun. Varyn mengamati setiap gerakan mereka dengan tajam, seolah mencari celah terkecil dalam kekompakan tim.“Kalian harus lebih dari sekadar kelompok. Dalam medan perang, kalian adalah satu tubuh. Jika satu dari kalian gagal, maka semuanya gagal,” kata Varyn sambil melangkah di sekitar mereka. Suaranya yang dalam dan penuh wibawa membuat suasana semakin tegang.Zidan, Daren, Kyro, dan Elric berdiri dalam formasi. Mereka telah diberi misi sederhana untuk bertahan selama lima menit dari serangan bertubi-tubi yang dilancarkan oleh para pengawal. Namun, rintangan yang mereka hadapi jauh dari sederhana.Serangan pertama datang tiba-tiba. Tiga pengawal melompat ke arah mereka, menyerang dengan tongkat kayu yang cukup berat. Zidan langsung bergerak ke samping, menghindari pukulan yang hampir mengenai kepalanya. Kyr
Setelah menyerahkan kristal di pos akhir, tim Zidan dinyatakan sebagai pemenang dari ujian pertama. Para instruktur mengumumkan hasilnya dengan suara lantang, dan murid-murid lain memandang mereka dengan berbagai ekspresi—kagum, iri, bahkan tidak senang.Daren berjalan dengan penuh kebanggaan, sesekali menepuk pundak Zidan. “Aku bilang juga apa? Kita ini tim yang hebat! Hah, lihat wajah mereka yang kalah!” katanya sambil tertawa lebar.Kyro hanya tersenyum tipis. “Kita beruntung bisa menyusun strategi dengan baik,” tambahnya sambil melihat ke arah Elric yang tampak lebih diam dari biasanya. “Bagaimana menurutmu, Elric? Kau juga banyak berkontribusi tadi.”Elric menoleh, pandangannya tetap tertuju pada Zidan seolah berusaha membaca sesuatu dari wajahnya. “Ya, tentu saja. Tapi satu hal menarik, gerakan Zidan tadi cukup… mengesankan. Seperti bukan gerakan seorang murid biasa, bukan?”Zidan merasakan jantungnya berdegup lebih kencang, tapi ia menutupinya dengan senyum ringan. “Aku hanya b
Keesokan harinya, suasana di akademi terasa lebih tegang. Para pengajar dan penjaga tampak lebih waspada dari biasanya. Zidan berusaha tetap tenang di tengah rutinitas yang tampak seperti biasa, tetapi pikirannya terus memutar ulang apa yang ia lihat dan temukan malam sebelumnya. Ia tahu informasi yang ia bawa bisa menjadi senjata penting untuk melawan Arzan, namun ia juga sadar bahwa setiap langkahnya ke depan penuh risiko.Di lapangan latihan, Daren, Kyro, dan Elric sudah bersiap. Mereka berkumpul di salah satu sudut yang agak sepi untuk berbincang sebelum sesi latihan dimulai.“Kau terlihat lelah, Zidan. Apa kau tidur nyenyak tadi malam?” tanya Daren sambil menepuk pundaknya.“Tidak ada yang spesial. Mungkin aku hanya terlalu memikirkan kompetisi kita,” jawab Zidan sambil tersenyum kecil, berusaha menyembunyikan kegelisahannya.Kyro melirik Zidan dengan tatapan penasaran. “Kau ini tampaknya selalu serius. Jangan terlalu tegang, kita ada di sini untuk belajar dan berkembang.”Elric,