Beranda / Fantasi / ALKEMIS TERAKHIR / 30. Penjaga Arzan

Share

30. Penjaga Arzan

Penulis: PengkhayalMalam
last update Terakhir Diperbarui: 2024-11-19 22:07:31

“Terakhir, kau akan mengenali mereka dari cara mereka berbicara,” kata Hans sambil tersenyum. “Alkemis biasanya memiliki cara berpikir yang dalam dan penuh perhitungan. Mereka bisa menganalisis situasi dengan cepat dan sering kali memberikan solusi yang orang lain bahkan tidak terpikirkan.”

Zidan terdiam sejenak, merenungi apa yang baru saja ia dengar. Ia mulai menyadari bahwa menjadi seorang alkemis bukan hanya tentang kekuatan atau kemampuan, tapi juga tentang bagaimana mereka membawa diri di tengah dunia yang penuh bahaya.

“Tapi,” tambah Hans sambil menatap Zidan dengan serius, “kau juga harus hati-hati. Tidak semua alkemis adalah teman. Beberapa mungkin telah berpihak pada kekaisaran Arzan karena janji kekayaan atau kekuasaan.”

Mata Zidan menyipit, rasa penasaran bercampur dengan kekhawatiran. “Jadi, kita tidak bisa mempercayai semua alkemis begitu saja?”

“Benar,” kata Hans tegas. “Kau harus belajar mengenali siapa yang benar-benar di pihakmu dan siapa yang hanya berpura-pura. Tap
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • ALKEMIS TERAKHIR    31. Kabar Dari Perbatasan

    “Itu sebabnya kami mengandalkan informasi intelijen, seperti dari Kakek Suma. Jika ada tanda-tanda ancaman dari musuh, kita akan mengetahuinya lebih awal,” jawab Hans sambil berjalan lebih jauh ke arah pintu gerbang luar. Mereka berhenti di depan barikade yang tampak kokoh. “Di sinilah titik terakhir sebelum keluar dari lapisan luar benteng,” kata Hans. “Tapi untuk saat ini, kami tidak akan keluar. Aku hanya ingin kau mengerti bagaimana perlindungan di sini bekerja.”Zidan mengangguk. “Aku tidak menyangka bahwa strategi dan keamanan di benteng ini begitu rumit.”Hans tertawa kecil. “Seharusnya memang begitu. Kami tahu siapa yang kami hadapi. Kekaisaran Arzan dan Laskar Hitam tidak akan mudah menyerah. Tapi ingat, sekuat apa pun benteng ini, pada akhirnya, kekuatan individu seperti kau, Asmar, dan Kakek Suma juga sangat penting.”“Kenapa ada prajurit Arzan di sana?” tanya Zidan panik, matanya membulat saat melihat seseorang dengan seragam khas pasukan Arzan sedang berjalan di area lap

  • ALKEMIS TERAKHIR    32. Kondisi Perbatasan

    Hans sampai di perbatasan antara Kerajaan Arzan dan Arventia saat matahari mulai condong ke barat. Udara terasa tegang, seolah mengetahui betapa pentingnya perbatasan ini dalam menjaga kedamaian rapuh yang tersisa. Pasukan perbatasan Arventia tampak siaga di setiap sudut, memegang senjata mereka dengan erat. Di kejauhan, terlihat penjaga dari pihak Arzan, berdiri tegap dengan sorotan mata dingin dan waspada.Hans melangkah perlahan, memastikan tidak ada gerakan mencurigakan. Ia mendekati salah satu pos penjaga Arventia, seorang perwira dengan seragam kebiruan yang dikenalnya. “Bagaimana situasi di sini, Kapten Rivon?” tanya Hans sambil menatap pemandangan di seberang perbatasan.Kapten Rivon menghela napas panjang sebelum menjawab, “Cukup tenang untuk saat ini, tapi kami tahu ini hanya sementara. Pasukan Arzan telah meningkatkan patroli mereka. Mereka pasti sedang merencanakan sesuatu.”Hans mengangguk pelan. Ia tahu betul bahwa ketenangan di perbatasan ini hanya ilusi—Arzan terkenal

  • ALKEMIS TERAKHIR    33. Laskar Hitam

    Malam itu, Zidan duduk di tepi jendela kecil di kamarnya. Angin dingin menyusup masuk, membawa suara hutan yang sunyi. Pikirannya dipenuhi gambaran tentang Laskar Hitam, bayangan hitam tanpa wajah yang terus menghantui benaknya. Tidak bisa tidur, dia memutuskan untuk menemui Asmar yang biasanya masih terjaga hingga larut.Saat Zidan mengetuk pintu kamar Asmar, suara lembut tetapi tegas menyambutnya. “Masuklah, Zidan. Aku tahu kau pasti punya banyak pertanyaan.”Zidan tersenyum tipis sebelum duduk di kursi dekat Asmar yang sedang memeriksa ramuan-ramuannya. “Aku tidak bisa berhenti memikirkan Laskar Hitam, Guru. Hans bilang mereka tidak terkalahkan. Bagaimana kita bisa melawan mereka?”Asmar meletakkan botol kaca di tangannya dan menatap Zidan dengan penuh perhatian. “Laskar Hitam adalah pasukan yang memang menakutkan, tapi ingatlah ini, Zidan: tidak ada yang benar-benar tak terkalahkan. Kunci untuk mengalahkan mereka adalah memahami kekuatan dan kelemahan mereka.”“Kelemahan?” Zidan m

  • ALKEMIS TERAKHIR    35. Lapisan Benteng Luar Diserang

    Zidan duduk di dalam kamar kecilnya, menatap kosong ke arah meja tempat gulungan peta dan catatan latihan beladirinya tersimpan. Ia merasa tidak berdaya. Semua orang sibuk dengan tugas masing-masing: Hans dengan pengintaian, Asmar dengan racikannya, dan Kakek Suma yang entah sedang menghadapi apa di luar sana. Pintu kamarnya tiba-tiba terbuka. Hans masuk dengan raut wajah serius.“Zidan, kita perlu bicara,” kata Hans langsung ke intinya.Zidan berdiri, mencoba membaca ekspresi Hans. “Ada apa? Apa ini tentang Kakek Suma?”Hans menggeleng. “Belum ada kabar darinya, tapi aku punya firasat buruk. Pasukan patroli Arzan semakin mendekati batas wilayah kita. Mereka seperti sedang mencari sesuatu… atau seseorang.”Zidan menggigit bibirnya. “Apa kau pikir mereka mencari kita? Atau mungkin Kakek Suma?”“Mungkin keduanya,” jawab Hans dingin. “Kau harus tetap di dalam benteng. Kita tidak bisa mengambil risiko. Apalagi dengan kemampuanmu yang terus berkembang, kau menjadi target yang berharga.”“

  • ALKEMIS TERAKHIR    1. Kehancuran Desa

    Suara kaki kuda begitu ramai, sebuah pasukan dari kerajaan datang menyerang desa teratai, Zidan yang saat itu sedang berlatih membuat pil pemulihan bersama sang Ayah segera lari ke rumah, sayangnya semua rumah yang ada di desa itu langsung di bakar, jika ada yang keluar dai rumah, orang itu langsung dibunuh oleh pasukan kerajaan tampa belas kasihan. “Ayah ayo kita keluar,” ucap Zidan yang tahu ia pasti akan terbakar jika terus di dalam rumah. Namun ia juga tak bisa keluar karena ada pasukan kerajaan, kebingung terus membuat Zidan panik. “Jika keluar sekarang pasukan kerajaan akan langsung membunuhmu,” ucap sang Ayah yang juga terlihat gelisah, tak ada lagi yang bisa mereka lakukan. “Tapi ayah, jika kita tetap disini, kita juga pasti akan mati,” ucap Zidan yang tak atah lagi api yang membakar rumahnya semaki terasa panas. Belum sempat Zidan dan ayahnya keluar suara sang ibu berteriak membuat Zidan kaget dari luar rumah pasukan itu membunuh adik dan ibunya, sang Ayah terpukul hin

  • ALKEMIS TERAKHIR    2. Menjadi Musuh Kerajaan

    Zidan dengan cepat berbalik untuk lari, rasa takut menguasai hatinya. Ia tidak tahu siapa yang baru saja meraih tangannya, namun bayangan akan pasukan kerajaan membuatnya panik. Langkahnya yang terseok-seok akibat luka-luka di tubuhnya tak menghalanginya mencoba melarikan diri. Namun tangan yang kuat itu berhasil menangkapnya. Dia membeku. Nafasnya tertahan saat mendengar suara tua dan serak berkata, “Kau mau kemana, dengan tubuh penuh luka seperti itu?” Suara itu berasal dari seorang kakek tua yang sekarang berdiri di hadapannya.Zidan terpaku, tidak berani bergerak. Ingin rasanya ia melarikan diri, tapi tangan kakek itu memegangnya dengan kuat. Perlahan-lahan, Zidan memutar tubuhnya, berbalik untuk melihat siapa yang telah menghentikannya. Matanya bertemu dengan sosok seorang kakek berusia lanjut, rambutnya memutih, wajahnya penuh kerutan, namun ada kelembutan yang terpancar dari senyumannya. Senyum itu, entah bagaimana, mengusir sebagian rasa takut di hati Zidan."Kau takut padaku?

  • ALKEMIS TERAKHIR    3. Kebaikan Kakek Suma

    Kakek itu terdiam sejenak, lalu tersenyum lebar. “Dunia ini tak sesederhana itu, Nak. Tidak semua orang setuju dengan kerajaan. Kadang kita harus menolong seseorang, bukan karena apa yang mereka lakukan, tapi karena mereka membutuhkan pertolongan. Dan kau, Nak, jelas membutuhkan pertolongan.”Zidan terdiam. Kata-kata kakek itu begitu dalam dan penuh makna. Untuk pertama kalinya sejak tragedi di desanya, ia merasa ada seseorang yang benar-benar peduli padanya tanpa memperdulikan siapa dia atau apa yang telah terjadi. Dia hanya seorang bocah yang terluka, dan kakek ini hanya ingin menolongnya.“Aku… aku tidak tahu harus berkata apa,” kata Zidan pelan.“Tak perlu berkata apa-apa,” jawab kakek itu. “Sekarang istirahatlah, dan biarkan tubuhmu sembuh.”Zidan mulai memejamkan mata rasa nyaman membuatnya ingin sekali beristirahat, hari-hari kemarin begitu berat, kini ia bisa sedikit lega, karena ia bisa bersembunyi dalam hutan. Meski masih banyak pertanyaan tentang siapa kakek itu sebenarnya,

  • ALKEMIS TERAKHIR    4. Mencari Tanaman Obat

    Kakek itu tersenyum dan menepuk bahu Zidan dengan lembut. “Tentu saja aman. Kau bersama kakek sekarang. Hutan ini penuh dengan tanaman berharga, dan jika kau tahu cara menggunakannya, kau bisa menyembuhkan dirimu sendiri lebih cepat daripada menggunakan obat-obatan biasa. Jadi, ayo kita cari tanaman yang kau butuhkan. Kakek akan menemanimu.”Zidan merasa tenang setelah mendengar kata-kata Kakek Suma. Ia keluar dari gubuk bersama kakek itu, menyusuri jalan yang sama seperti kemarin, namun kali ini dengan semangat baru. Zidan tahu betapa pentingnya tanaman-tanaman obat yang ada di hutan ini. Ia bisa menyembuhkan dirinya lebih cepat jika menggunakan ramuan racikan sendiri, ramuan yang diajarkan oleh ayahnya. Dengan hati-hati, ia mulai memetik beberapa tanaman yang ia tahu memiliki khasiat penyembuhan. Meski tubuhnya masih terasa sakit akibat luka bakar, semangatnya tidak surut. Setiap kali ia menemukan tanaman yang ia butuhkan, ia merasa semakin dekat dengan kesembuhan."Apa kau senang?

Bab terbaru

  • ALKEMIS TERAKHIR    35. Lapisan Benteng Luar Diserang

    Zidan duduk di dalam kamar kecilnya, menatap kosong ke arah meja tempat gulungan peta dan catatan latihan beladirinya tersimpan. Ia merasa tidak berdaya. Semua orang sibuk dengan tugas masing-masing: Hans dengan pengintaian, Asmar dengan racikannya, dan Kakek Suma yang entah sedang menghadapi apa di luar sana. Pintu kamarnya tiba-tiba terbuka. Hans masuk dengan raut wajah serius.“Zidan, kita perlu bicara,” kata Hans langsung ke intinya.Zidan berdiri, mencoba membaca ekspresi Hans. “Ada apa? Apa ini tentang Kakek Suma?”Hans menggeleng. “Belum ada kabar darinya, tapi aku punya firasat buruk. Pasukan patroli Arzan semakin mendekati batas wilayah kita. Mereka seperti sedang mencari sesuatu… atau seseorang.”Zidan menggigit bibirnya. “Apa kau pikir mereka mencari kita? Atau mungkin Kakek Suma?”“Mungkin keduanya,” jawab Hans dingin. “Kau harus tetap di dalam benteng. Kita tidak bisa mengambil risiko. Apalagi dengan kemampuanmu yang terus berkembang, kau menjadi target yang berharga.”“

  • ALKEMIS TERAKHIR    33. Laskar Hitam

    Malam itu, Zidan duduk di tepi jendela kecil di kamarnya. Angin dingin menyusup masuk, membawa suara hutan yang sunyi. Pikirannya dipenuhi gambaran tentang Laskar Hitam, bayangan hitam tanpa wajah yang terus menghantui benaknya. Tidak bisa tidur, dia memutuskan untuk menemui Asmar yang biasanya masih terjaga hingga larut.Saat Zidan mengetuk pintu kamar Asmar, suara lembut tetapi tegas menyambutnya. “Masuklah, Zidan. Aku tahu kau pasti punya banyak pertanyaan.”Zidan tersenyum tipis sebelum duduk di kursi dekat Asmar yang sedang memeriksa ramuan-ramuannya. “Aku tidak bisa berhenti memikirkan Laskar Hitam, Guru. Hans bilang mereka tidak terkalahkan. Bagaimana kita bisa melawan mereka?”Asmar meletakkan botol kaca di tangannya dan menatap Zidan dengan penuh perhatian. “Laskar Hitam adalah pasukan yang memang menakutkan, tapi ingatlah ini, Zidan: tidak ada yang benar-benar tak terkalahkan. Kunci untuk mengalahkan mereka adalah memahami kekuatan dan kelemahan mereka.”“Kelemahan?” Zidan m

  • ALKEMIS TERAKHIR    32. Kondisi Perbatasan

    Hans sampai di perbatasan antara Kerajaan Arzan dan Arventia saat matahari mulai condong ke barat. Udara terasa tegang, seolah mengetahui betapa pentingnya perbatasan ini dalam menjaga kedamaian rapuh yang tersisa. Pasukan perbatasan Arventia tampak siaga di setiap sudut, memegang senjata mereka dengan erat. Di kejauhan, terlihat penjaga dari pihak Arzan, berdiri tegap dengan sorotan mata dingin dan waspada.Hans melangkah perlahan, memastikan tidak ada gerakan mencurigakan. Ia mendekati salah satu pos penjaga Arventia, seorang perwira dengan seragam kebiruan yang dikenalnya. “Bagaimana situasi di sini, Kapten Rivon?” tanya Hans sambil menatap pemandangan di seberang perbatasan.Kapten Rivon menghela napas panjang sebelum menjawab, “Cukup tenang untuk saat ini, tapi kami tahu ini hanya sementara. Pasukan Arzan telah meningkatkan patroli mereka. Mereka pasti sedang merencanakan sesuatu.”Hans mengangguk pelan. Ia tahu betul bahwa ketenangan di perbatasan ini hanya ilusi—Arzan terkenal

  • ALKEMIS TERAKHIR    31. Kabar Dari Perbatasan

    “Itu sebabnya kami mengandalkan informasi intelijen, seperti dari Kakek Suma. Jika ada tanda-tanda ancaman dari musuh, kita akan mengetahuinya lebih awal,” jawab Hans sambil berjalan lebih jauh ke arah pintu gerbang luar. Mereka berhenti di depan barikade yang tampak kokoh. “Di sinilah titik terakhir sebelum keluar dari lapisan luar benteng,” kata Hans. “Tapi untuk saat ini, kami tidak akan keluar. Aku hanya ingin kau mengerti bagaimana perlindungan di sini bekerja.”Zidan mengangguk. “Aku tidak menyangka bahwa strategi dan keamanan di benteng ini begitu rumit.”Hans tertawa kecil. “Seharusnya memang begitu. Kami tahu siapa yang kami hadapi. Kekaisaran Arzan dan Laskar Hitam tidak akan mudah menyerah. Tapi ingat, sekuat apa pun benteng ini, pada akhirnya, kekuatan individu seperti kau, Asmar, dan Kakek Suma juga sangat penting.”“Kenapa ada prajurit Arzan di sana?” tanya Zidan panik, matanya membulat saat melihat seseorang dengan seragam khas pasukan Arzan sedang berjalan di area lap

  • ALKEMIS TERAKHIR    30. Penjaga Arzan

    “Terakhir, kau akan mengenali mereka dari cara mereka berbicara,” kata Hans sambil tersenyum. “Alkemis biasanya memiliki cara berpikir yang dalam dan penuh perhitungan. Mereka bisa menganalisis situasi dengan cepat dan sering kali memberikan solusi yang orang lain bahkan tidak terpikirkan.”Zidan terdiam sejenak, merenungi apa yang baru saja ia dengar. Ia mulai menyadari bahwa menjadi seorang alkemis bukan hanya tentang kekuatan atau kemampuan, tapi juga tentang bagaimana mereka membawa diri di tengah dunia yang penuh bahaya.“Tapi,” tambah Hans sambil menatap Zidan dengan serius, “kau juga harus hati-hati. Tidak semua alkemis adalah teman. Beberapa mungkin telah berpihak pada kekaisaran Arzan karena janji kekayaan atau kekuasaan.”Mata Zidan menyipit, rasa penasaran bercampur dengan kekhawatiran. “Jadi, kita tidak bisa mempercayai semua alkemis begitu saja?”“Benar,” kata Hans tegas. “Kau harus belajar mengenali siapa yang benar-benar di pihakmu dan siapa yang hanya berpura-pura. Tap

  • ALKEMIS TERAKHIR    29. Benteng Pertahanan

    Hans berjalan mantap di lorong-lorong benteng, sesekali menoleh ke belakang memastikan Zidan tetap mengikutinya. Di sepanjang perjalanan, ia menunjuk ke arah berbagai struktur dan menjelaskan dengan detail yang membuat Zidan terkagum-kagum."Zidan, perhatikan baik-baik," ujar Hans sambil menunjuk pintu baja besar di depan mereka. "Benteng ini memiliki tiga lapisan pertahanan utama. Lapisan pertama adalah gerbang luar. Di sinilah para penjaga kita berjaga sepanjang waktu. Meski terlihat sederhana, sistemnya sangat kuat. Setiap pintu dirancang untuk menahan serangan besar-besaran."Zidan mengangguk sambil mencatat penjelasan itu dalam ingatannya. "Apa yang membuatnya begitu kuat, Hans?"Hans tersenyum kecil, merasa bangga bisa memberikan penjelasan. "Gerbang ini terbuat dari baja hitam yang dilapisi dengan sihir pelindung yang dirancang oleh salah satu alkemis sebelum mereka diburu habis oleh Arzan. Jika musuh mencoba menyerang langsung, mereka akan menghadapi jebakan dan serangan otoma

  • ALKEMIS TERAKHIR    28. Keluar Dari Benteng Pertahanan

    Zidan terus berlatih dengan tekun, memusatkan pikirannya pada teknik-teknik yang diajarkan oleh Asmar. Namun, di tengah konsentrasinya, rasa penasaran mulai mengusik pikirannya. Ia teringat momen ketika mereka pertama kali dibawa ke tempat ini—persembunyian yang dirahasiakan, bahkan untuk dirinya sendiri.Ia mengingat jelas bagaimana ia dibawa dengan mata tertutup, hanya bisa merasakan jalan yang berliku dan suasana yang sunyi. "Kenapa mereka merahasiakan tempat ini dariku?" pikir Zidan sambil menghentikan latihannya sejenak. Asmar, yang mengamati dari kejauhan, mendekatinya. "Kau terlihat tidak fokus, Zidan," katanya sambil duduk di atas sebuah batu besar di dekatnya. "Ada yang mengganggu pikiranmu?"Zidan menghela napas pelan. "Guru, aku hanya penasaran... kenapa persembunyian ini dirahasiakan dariku? Bahkan aku dibawa ke sini dengan mata tertutup. Apakah mereka tidak mempercayaiku?"Asmar tersenyum kecil, seolah sudah menduga pertanyaan itu akan muncul. "Bukan soal kepercayaan, Zi

  • ALKEMIS TERAKHIR    27. Pil Pengendali Kekuatan

    Asmar memandang pil kecil berwarna kehijauan yang baru saja selesai dibuat oleh Zidan. Pil itu tampak sederhana, tetapi proses pembuatannya sangat kompleks. Ini adalah salah satu pil baru yang dirancang untuk membantu memperkuat energi dalam sambil menyembunyikan jejak kekuatan dari pengintai yang terlatih. Pil semacam ini sangat penting jika mereka ingin tetap aman dari Laskar Hitam dan pasukan Raja Arzan.“Sudah siap diuji?” tanya Asmar sambil menyerahkan pil itu kepada Zidan.Zidan mengangguk, meskipun ada sedikit keraguan di matanya. “Aku sudah mengikuti semua langkah yang kau ajarkan, Guru. Tapi ini pertama kalinya aku membuat pil sekompleks ini. Aku tidak yakin hasilnya akan sempurna.”Hans yang berdiri di dekat mereka mendekat dengan ekspresi serius. “Kalau pil ini gagal, apa dampaknya?”Asmar menjelaskan dengan tenang, “Jika pilnya gagal, dampaknya hanya energi dalam Zidan akan sedikit terganggu untuk sementara. Tidak ada risiko fatal. Tapi kalau berhasil… ini akan menjadi sal

  • ALKEMIS TERAKHIR    26. Pesan Dari Kakek Suma

    “Dia menemukan lokasi persembunyian Laskar Hitam dan indikasi kerja sama mereka dengan Raja Arzan,” jawab Zidan, suaranya campuran antara kekaguman dan kekhawatiran. “Tapi dia juga menulis bahwa dia belum bisa kembali sekarang. Ada sesuatu yang harus dia pastikan terlebih dahulu.”“Hmm…” gumam Asmar sambil mengelus janggutnya. “Berarti dia sedang menyusup lebih dalam. Berbahaya, tapi itu memang gaya Suma.”Hans mengangguk. “Kalau Kakek Suma sudah memutuskan untuk menyelidiki lebih jauh, artinya informasi itu sangat penting. Tapi aku tetap khawatir, apa dia butuh bantuan?”Zidan menggeleng. “Dia menulis agar kita tetap fokus di sini, menjaga Raja dan menyelesaikan semua persiapan. Dia tidak ingin kita terbagi fokus.”Asmar tersenyum kecil. “Tentu saja. Suma selalu percaya pada kita. Sekarang tugas kita adalah memastikan kita siap untuk apapun yang akan datang.”Zidan meremas surat itu di tangannya. Kekhawatirannya sedikit mereda, tapi tidak sepenuhnya hilang. “Kalau begitu, aku akan te

DMCA.com Protection Status