Home / Fantasi / ALKEMIS TERAKHIR / 17. Kedatangan Musuh

Share

17. Kedatangan Musuh

Author: PengkhayalMalam
last update Last Updated: 2024-11-11 14:32:22
Kakek Suma dan Asmar berjalan menyusuri jejak yang baru saja mereka temukan. Semakin jauh mereka melangkah, semakin jelas tanda-tanda bahwa seseorang telah berada di sekitar area itu belum lama ini. Pohon-pohon di sekitarnya menunjukkan ranting yang patah, dan ada bekas-bekas tapak kaki yang ringan, seolah sang pemilik kaki memiliki kemampuan untuk melangkah tanpa meninggalkan jejak yang terlalu dalam.

Kakek Suma menatap Asmar yang tampak penuh semangat, seolah mengikuti jejak tersebut adalah satu-satunya hal yang ada di pikirannya. Merasa khawatir, Kakek Suma pun akhirnya berbicara, suaranya berat dengan nada ketidaksetujuan.

"Kau meninggalkan Zidan sendirian?" tanyanya, nada suaranya terdengar ragu. Ia tahu betul bahwa Zidan masih muda dan kekuatannya masih jauh dari cukup untuk melindungi diri.

Asmar menoleh sekilas, memberikan senyum tipis. "Aku yakin dia aman. Aku sudah membuat jebakan di sekeliling tempat latihannya. Dia sudah berlatih di situ selama berhari-hari, cukup unt
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • ALKEMIS TERAKHIR    18. Utusan Kaisar

    Pria itu hanya terdiam, matanya penuh kebencian. "Aku tidak akan mengatakannya, meski kalian membunuhku," balasnya dengan nada dingin.Asmar maju, berdiri di samping Kakek Suma. "Kaisar mengutusmu, bukan? Hanya orang yang memiliki kepentingan besar yang akan berani memasuki wilayah terlarang ini."Pria itu tidak menjawab, tetapi dari ekspresinya, mereka tahu bahwa dugaan Asmar benar.Mendengar itu, Kakek Suma menghela napas panjang. "Kalau begitu, kembalilah dan sampaikan pada Kaisar bahwa kami tidak akan menyerahkan Zidan."Pria itu tertawa pelan, penuh ejekan. "Kaisar tidak peduli siapa yang kalian lindungi. Yang jelas, siapa pun yang dianggap sebagai ancaman akan dihancurkan."Kakek Suma tampak tak terpengaruh. Ia hanya menatap pria itu dengan pandangan dingin, lalu dengan satu gerakan cepat, menotok titik tertentu di leher pria tersebut. Seketika, pria itu pingsan, tubuhnya jatuh lemas ke tanah.Asmar menatap Kakek Suma, wajahnya tampak muram. Ia mengeluarkan racun dan memberikann

  • ALKEMIS TERAKHIR    19. Kerajaan Yang Hancur

    Wanita tua itu menoleh dengan mata berkaca-kaca, suaranya hampir tersedak ketika menjawab. "Dulu, benar. Tapi sekarang... perang tak henti-hentinya. Kaisar Arzan mengirim pasukan berkali-kali ke sini. Lahan kami dibakar, ladang padi hancur, binatang ternak habis dibawa paksa oleh pasukan. Kami sudah kehilangan segalanya. Yang tersisa hanya sisa-sisa harapan yang tak tahu sampai kapan bisa bertahan."Asmar terdiam, merasakan kemarahan mendidih di dadanya. “Dia bahkan menghancurkan negeri yang bukan miliknya,” gumamnya. “Kekejaman seperti ini… tak bisa dibiarkan.”“Jika kerajaannya sudah hancur, dimana sang Raja berada sekrang?” tanya Kakek Suma yang penasaran dengan kondisi sang Raja dari kerajaan Arventia yang terkenal bijaksana.Wanita tua itu menggeleng tidak tahu, hal itu membuat Kakek Suma prihati dan makin penasaran dengan kondisi kerajaan itu sekarang. “Aku hampir tak percaya dengan apa yang aku lihat, ini benar-benar pemusnahan. Apa Raja dari Arvencia selamat, melihat tidak ad

  • ALKEMIS TERAKHIR    20. Membuat Kesepakatan

    Kakek Suma menatap Raja Aldrian yang terbaring lemah di atas ranjang besar. Sorot matanya dingin dan tajam, namun dalam hatinya, ada rasa iba yang tersisa. Para ksatria kerajaan berdiri tegak, membentuk lingkaran penjagaan di sekitar raja, siap menghadapi ancaman apapun yang mungkin muncul. Suasana ruangan itu terasa berat dan penuh ketegangan.Hans, penasehat Raja, maju dengan langkah penuh kehati-hatian. Ia memberi hormat, lalu berkata dengan suara pelan, “Maaf telah membawa kalian ke sini dalam situasi seperti ini.”Kakek Suma hanya mengangguk kecil. Matanya tetap mengamati sekeliling ruangan yang suram dan beraroma ramuan medis. Ia tahu Hans bicara tentang dirinya dan Asmar—salah satu dari mereka adalah seorang alkemis, rahasia yang tak banyak diketahui orang.“Lalu, apa tujuanmu membawa kami ke sini?” Kakek Suma akhirnya membuka suara, nadanya tegas namun dingin.Hans menarik napas dalam. “Kami membutuhkan bantuan. Beberapa hari ini, para pengawal kami memperhatikan pergerakan ka

  • ALKEMIS TERAKHIR    21. Prajurit Yang Terluka

    “Ini aku!” kata Hans, bergegas masuk sambil menuntun seorang prajurit yang terluka parah. “Maaf mengagetkan kalian, tapi tolong sembuhkan dia dulu.” Kakek Suma dan Asmar segera memahami keseriusan situasinya. Rasa lega menghapus ketegangan sejenak, berganti kesibukan untuk membantu prajurit yang terluka itu. Asmar bergerak cepat memeriksa kondisinya, sementara Zidan, yang masih dalam tahap latihan, mulai mempraktikkan penyembuhan dasar yang telah ia pelajari.Kakek Suma mendekati Hans yang tampak gelisah, alisnya mengernyit, mencari jawaban. “Apa yang sebenarnya terjadi?” tanyanya, nada suaranya penuh ketidakpercayaan.Hans menghela napas, memandang prajurit yang terbaring dengan luka di beberapa bagian tubuhnya. “Dia adalah salah satu pengawal yang aku tugaskan untuk mencari bahan obat. Mereka berpencar, tapi aku tidak menyangka ini akan terjadi…”Kakek Suma memperhatikan kondisi prajurit itu dengan cermat. “Lalu, apa dia mendapatkan bahan yang kita butuhkan?”Hans mengangkat bahu,

  • ALKEMIS TERAKHIR    22. Ancaman Baru

    Kakek Suma, dengan penuh kehati-hatian, menyusuri area di sekitar perbatasan istana, matanya tajam mengamati setiap sudut yang mungkin menjadi titik rawan. Pengintaian ini sangat penting—bukan hanya untuk memastikan keamanan, tetapi juga untuk menjaga keselamatan Zidan dan Asmar yang tengah berlatih keras di dalam, demi menyiapkan obat penyembuh bagi Raja.Di dalam ruangan tempat Raja Aldrian terbaring, suasana dipenuhi ketegangan dan keseriusan. Zidan, ditemani Asmar, berkonsentrasi penuh dalam latihannya. Asmar memberikan instruksi rinci, membantu Zidan memahami teknik alkimia lanjutan yang diperlukan untuk meracik pil penyembuhan.Di luar, Kakek Suma terus bergerak dalam diam, memastikan bahwa tak ada musuh atau penyusup yang mengintai di balik bayang-bayang istana. Dengan nalurinya yang tajam dan pengalaman bertahun-tahun dalam bertahan hidup, ia merasa ada yang mencurigakan.Setelah memastikan bahwa area perbatasan aman, Kakek Suma kembali ke dalam dan mendapati Zidan masih berla

  • ALKEMIS TERAKHIR    23. Situasi Makin Sulit

    Kakek Suma menatap Zidan dengan penuh keyakinan. “Yang bisa kita lakukan sekarang adalah tetap fokus menyelesaikan pil untuk Raja. Dengan menyelamatkan nyawanya, kita akan memberi kekuatan bagi kerajaan ini untuk bertahan. Dan kita harus lebih waspada pada siapa pun yang datang mendekat ke istana. Setiap gerakan mereka harus kita awasi.” Asmar menambahkan, “Selain itu, kita perlu mencari tahu lebih banyak tentang hubungan antara Kerajaan Arzan dan Laskar Bayangan. Jika kita bisa menemukan bukti bahwa Arzan berada di balik ini, kita bisa membuka mata semua orang di istana.” Asmar berpikir sejenak, lalu mengusulkan, “Kita harus mencari orang dalam atau sekutu yang bisa memberikan informasi dari pihak Arzan. Mungkin ada pedagang atau pejabat yang pernah berurusan dengan mereka.” Kakek Suma mengangguk setuju. “Benar. Kita bisa mencari tahu melalui pedagang yang sering keluar-masuk perbatasan. Biasanya, mereka yang membawa kabar tentang perubahan aliansi atau gerakan bayangan kerajaan. S

  • ALKEMIS TERAKHIR    24. Pil Penyembuh

    Akhirnya, setelah menunggu dengan penuh harap, bahan obat yang sangat dibutuhkan terkumpul juga. Prajurit terakhir yang ditugaskan untuk mencari bahan-bahan itu kembali dengan kabar baik. Zidan dan Asmar, yang sejak awal telah bekerja tanpa henti, merasa lega sekaligus bersemangat. Zidan melihat ke arah Asmar, wajahnya penuh tekad. "Kita bisa menyelesaikannya sekarang, bukan?"Asmar mengangguk, meski masih terlihat khawatir. "Ini adalah langkah terakhir. Jika obat ini berhasil, kita bisa memberi Raja kesempatan untuk sembuh. Tapi ingat, setiap langkah harus tepat. Tidak ada ruang untuk kesalahan."Zidan menarik napas panjang dan memulai proses penyembuhan dengan hati-hati. Setiap bahan yang ditambahkan ke dalam bejana alkimia seakan membawa beban besar. Meskipun ia telah berlatih dengan keras, kali ini terasa berbeda—semua yang ada di hadapannya bergantung pada pil ini.Asmar berdiri di sampingnya, memberi petunjuk dengan cermat, memantau setiap gerakan Zidan. "Jaga konsentrasi. Jang

  • ALKEMIS TERAKHIR    25. Menunggu Kabar Baru

    Asmar tersenyum sambil memandangi Zidan. “Itu adalah bahan untuk membuat pil pengendali tenaga dalam. Aku harap setelah ini kau juga bisa berlatih bela diri.”Hans mengerutkan kening, tampak penasaran. “Memang ada pil seperti itu? Aku belum pernah mendengarnya.”“Tentu saja ada,” jawab Asmar penuh keyakinan. “Aku sendiri yang mengembangkannya. Sayangnya, aku tak lagi mampu membuat pil itu sendiri.”Raja Aldrian, yang masih terbaring lemah namun penuh perhatian pada percakapan mereka, tersenyum tipis. “Aku mengenalmu, Asmar. Kau adalah alkemis terhebat dari Arzan. Aku bahkan mengingatmu dan Suma dengan jelas.”Asmar menundukkan kepala sedikit sebagai tanda hormat. “Saya merasa tersanjung, Yang Mulia. Ternyata Raja dari Arventia masih mengingat saya.”Raja membalas dengan senyuman hangat. Meskipun belum pulih sepenuhnya, ia merasa tertarik dengan pembicaraan antara Hans dan Asmar. Ada rasa harapan yang perlahan tumbuh di dalam dirinya.Di sisi lain, Zidan hanya diam, mengamati orang-ora

Latest chapter

  • ALKEMIS TERAKHIR    37. Mulai Bicara

    Meskipun Laskar Hitam telah berhasil dikalahkan, Kakek Suma tahu bahwa kemenangan ini hanya awal dari konflik yang lebih besar. Kekalahan kelompok bayangan itu pasti akan memancing kemarahan Arzan, dan balasan dari kerajaan tirani itu bukanlah hal yang bisa dianggap remeh. “Zidan, kau sudah menyadari bahaya yang kita hadapi sekarang, bukan?” tanya Kakek Suma sembari mengamati pemuda itu yang sedang menyiapkan perlengkapan pelatihannya. Zidan mengangguk, raut wajahnya serius. “Ya, Kakek. Aku tahu Laskar Hitam hanya bagian kecil dari kekuatan Arzan. Tapi... aku belum merasa cukup kuat untuk menghadapi yang lebih besar.” Kakek Suma tersenyum tipis, lalu mendekati Zidan dengan tangan bersilang di belakang punggungnya. “Kekuatan fisik dan kemampuan membuat pil saja tidak cukup, Nak. Dunia ini penuh dengan ancaman yang tak bisa selalu dihindari. Mulai hari ini, aku akan melatihmu seni bela diri.” Zidan tertegun. Selama ini, ia merasa kemampuannya sebagai alkemis sudah cukup. Namun,

  • ALKEMIS TERAKHIR    36. Perang Melawan Laskar Hitam

    Saat pagi menjelang dan mereka akhirnya mendapat waktu untuk beristirahat, seekor burung pos terbang rendah menuju benteng. Hans melihatnya dari kejauhan dan segera menangkapnya. Di kaki burung itu terdapat gulungan kecil berisi surat.“Ini dari Kakek Suma,” kata Hans dengan nada serius, langsung menyerahkan surat itu kepada Asmar.Asmar dengan cepat membuka gulungan itu, matanya membaca setiap baris dengan penuh perhatian. Raut wajahnya berubah serius, lalu ia menatap Zidan dan Hans.“Kabar ini penting,” kata Asmar akhirnya. “Kakek Suma berhasil mendapatkan informasi tentang aliansi antara Laskar Hitam dan Kekaisaran Arzan. Mereka benar-benar berencana menyerang benteng ini dengan kekuatan penuh.”Hans mengangguk, ekspresinya semakin tegang. “Aku sudah menduganya. Apa yang Suma katakan? Apa rencananya?”Asmar membaca lebih jauh. “Dia meminta kita bersiap. Kakek Suma akan membawa beberapa orang yang bisa membantu kita, tetapi dia butuh waktu untuk menyusup kembali.”“Berapa lama waktu

  • ALKEMIS TERAKHIR    35. Mempertahankan Benteng

    Benteng mulai bergema oleh suara pertempuran. Para prajurit bertahan mati-matian melawan serangan brutal dari Laskar Hitam. Panah api menyala di udara, memecah gelapnya malam. Zidan dan Asmar berdiri di belakang Hans, menyaksikan kekacauan yang terjadi.“Asmar, kau harus menjaga Zidan,” ujar Hans sambil menghunus pedangnya. “Aku akan memimpin di garis depan!”Asmar mengangguk. “Jaga dirimu, Hans. Kami akan memastikan bagian ini tetap aman.”Zidan merasa gugup, tetapi ia meneguhkan hatinya. "Guru, apa yang harus aku lakukan?"Asmar menatapnya dengan serius. “Ini bukan waktunya untuk panik. Fokuslah. Ingat teknik yang telah aku ajarkan. Kau bisa membantu dengan energi penyembuhanmu di garis belakang, tapi jangan terlalu dekat dengan pertempuran.”Hans berlari menuju gerbang luar, memimpin pasukan dengan penuh keberanian. Laskar Hitam bukanlah pasukan biasa; mereka terlatih dan kejam, dengan taktik yang terorganisir.“Pertahankan posisi! Jangan biarkan mereka menembus dinding pertama!” t

  • ALKEMIS TERAKHIR    35. Lapisan Benteng Luar Diserang

    Zidan duduk di dalam kamar kecilnya, menatap kosong ke arah meja tempat gulungan peta dan catatan latihan beladirinya tersimpan. Ia merasa tidak berdaya. Semua orang sibuk dengan tugas masing-masing: Hans dengan pengintaian, Asmar dengan racikannya, dan Kakek Suma yang entah sedang menghadapi apa di luar sana. Pintu kamarnya tiba-tiba terbuka. Hans masuk dengan raut wajah serius.“Zidan, kita perlu bicara,” kata Hans langsung ke intinya.Zidan berdiri, mencoba membaca ekspresi Hans. “Ada apa? Apa ini tentang Kakek Suma?”Hans menggeleng. “Belum ada kabar darinya, tapi aku punya firasat buruk. Pasukan patroli Arzan semakin mendekati batas wilayah kita. Mereka seperti sedang mencari sesuatu… atau seseorang.”Zidan menggigit bibirnya. “Apa kau pikir mereka mencari kita? Atau mungkin Kakek Suma?”“Mungkin keduanya,” jawab Hans dingin. “Kau harus tetap di dalam benteng. Kita tidak bisa mengambil risiko. Apalagi dengan kemampuanmu yang terus berkembang, kau menjadi target yang berharga.”“

  • ALKEMIS TERAKHIR    33. Laskar Hitam

    Malam itu, Zidan duduk di tepi jendela kecil di kamarnya. Angin dingin menyusup masuk, membawa suara hutan yang sunyi. Pikirannya dipenuhi gambaran tentang Laskar Hitam, bayangan hitam tanpa wajah yang terus menghantui benaknya. Tidak bisa tidur, dia memutuskan untuk menemui Asmar yang biasanya masih terjaga hingga larut.Saat Zidan mengetuk pintu kamar Asmar, suara lembut tetapi tegas menyambutnya. “Masuklah, Zidan. Aku tahu kau pasti punya banyak pertanyaan.”Zidan tersenyum tipis sebelum duduk di kursi dekat Asmar yang sedang memeriksa ramuan-ramuannya. “Aku tidak bisa berhenti memikirkan Laskar Hitam, Guru. Hans bilang mereka tidak terkalahkan. Bagaimana kita bisa melawan mereka?”Asmar meletakkan botol kaca di tangannya dan menatap Zidan dengan penuh perhatian. “Laskar Hitam adalah pasukan yang memang menakutkan, tapi ingatlah ini, Zidan: tidak ada yang benar-benar tak terkalahkan. Kunci untuk mengalahkan mereka adalah memahami kekuatan dan kelemahan mereka.”“Kelemahan?” Zidan m

  • ALKEMIS TERAKHIR    32. Kondisi Perbatasan

    Hans sampai di perbatasan antara Kerajaan Arzan dan Arventia saat matahari mulai condong ke barat. Udara terasa tegang, seolah mengetahui betapa pentingnya perbatasan ini dalam menjaga kedamaian rapuh yang tersisa. Pasukan perbatasan Arventia tampak siaga di setiap sudut, memegang senjata mereka dengan erat. Di kejauhan, terlihat penjaga dari pihak Arzan, berdiri tegap dengan sorotan mata dingin dan waspada.Hans melangkah perlahan, memastikan tidak ada gerakan mencurigakan. Ia mendekati salah satu pos penjaga Arventia, seorang perwira dengan seragam kebiruan yang dikenalnya. “Bagaimana situasi di sini, Kapten Rivon?” tanya Hans sambil menatap pemandangan di seberang perbatasan.Kapten Rivon menghela napas panjang sebelum menjawab, “Cukup tenang untuk saat ini, tapi kami tahu ini hanya sementara. Pasukan Arzan telah meningkatkan patroli mereka. Mereka pasti sedang merencanakan sesuatu.”Hans mengangguk pelan. Ia tahu betul bahwa ketenangan di perbatasan ini hanya ilusi—Arzan terkenal

  • ALKEMIS TERAKHIR    31. Kabar Dari Perbatasan

    “Itu sebabnya kami mengandalkan informasi intelijen, seperti dari Kakek Suma. Jika ada tanda-tanda ancaman dari musuh, kita akan mengetahuinya lebih awal,” jawab Hans sambil berjalan lebih jauh ke arah pintu gerbang luar. Mereka berhenti di depan barikade yang tampak kokoh. “Di sinilah titik terakhir sebelum keluar dari lapisan luar benteng,” kata Hans. “Tapi untuk saat ini, kami tidak akan keluar. Aku hanya ingin kau mengerti bagaimana perlindungan di sini bekerja.”Zidan mengangguk. “Aku tidak menyangka bahwa strategi dan keamanan di benteng ini begitu rumit.”Hans tertawa kecil. “Seharusnya memang begitu. Kami tahu siapa yang kami hadapi. Kekaisaran Arzan dan Laskar Hitam tidak akan mudah menyerah. Tapi ingat, sekuat apa pun benteng ini, pada akhirnya, kekuatan individu seperti kau, Asmar, dan Kakek Suma juga sangat penting.”“Kenapa ada prajurit Arzan di sana?” tanya Zidan panik, matanya membulat saat melihat seseorang dengan seragam khas pasukan Arzan sedang berjalan di area lap

  • ALKEMIS TERAKHIR    30. Penjaga Arzan

    “Terakhir, kau akan mengenali mereka dari cara mereka berbicara,” kata Hans sambil tersenyum. “Alkemis biasanya memiliki cara berpikir yang dalam dan penuh perhitungan. Mereka bisa menganalisis situasi dengan cepat dan sering kali memberikan solusi yang orang lain bahkan tidak terpikirkan.”Zidan terdiam sejenak, merenungi apa yang baru saja ia dengar. Ia mulai menyadari bahwa menjadi seorang alkemis bukan hanya tentang kekuatan atau kemampuan, tapi juga tentang bagaimana mereka membawa diri di tengah dunia yang penuh bahaya.“Tapi,” tambah Hans sambil menatap Zidan dengan serius, “kau juga harus hati-hati. Tidak semua alkemis adalah teman. Beberapa mungkin telah berpihak pada kekaisaran Arzan karena janji kekayaan atau kekuasaan.”Mata Zidan menyipit, rasa penasaran bercampur dengan kekhawatiran. “Jadi, kita tidak bisa mempercayai semua alkemis begitu saja?”“Benar,” kata Hans tegas. “Kau harus belajar mengenali siapa yang benar-benar di pihakmu dan siapa yang hanya berpura-pura. Tap

  • ALKEMIS TERAKHIR    29. Benteng Pertahanan

    Hans berjalan mantap di lorong-lorong benteng, sesekali menoleh ke belakang memastikan Zidan tetap mengikutinya. Di sepanjang perjalanan, ia menunjuk ke arah berbagai struktur dan menjelaskan dengan detail yang membuat Zidan terkagum-kagum."Zidan, perhatikan baik-baik," ujar Hans sambil menunjuk pintu baja besar di depan mereka. "Benteng ini memiliki tiga lapisan pertahanan utama. Lapisan pertama adalah gerbang luar. Di sinilah para penjaga kita berjaga sepanjang waktu. Meski terlihat sederhana, sistemnya sangat kuat. Setiap pintu dirancang untuk menahan serangan besar-besaran."Zidan mengangguk sambil mencatat penjelasan itu dalam ingatannya. "Apa yang membuatnya begitu kuat, Hans?"Hans tersenyum kecil, merasa bangga bisa memberikan penjelasan. "Gerbang ini terbuat dari baja hitam yang dilapisi dengan sihir pelindung yang dirancang oleh salah satu alkemis sebelum mereka diburu habis oleh Arzan. Jika musuh mencoba menyerang langsung, mereka akan menghadapi jebakan dan serangan otoma

DMCA.com Protection Status