Beranda / Fantasi / ALKEMIS TERAKHIR / 15. Latihan Secara Diam-diam

Share

15. Latihan Secara Diam-diam

Penulis: PengkhayalMalam
last update Terakhir Diperbarui: 2024-11-05 09:34:16

Hari itu, Asmar dan Zidan keluar dari gubuk tua dan menuju ke sebuah lapangan terbuka yang tersembunyi di dalam hutan. Tempat itu sepi, jauh dari pandangan orang-orang, dan sempurna untuk latihan intensif yang akan mereka jalani. Sinar matahari pagi menembus sela-sela dedaunan, menciptakan cahaya lembut yang menyelimuti suasana. Zidan berdiri dengan semangat di depan Asmar, siap menyerap semua pelajaran yang diberikan oleh gurunya.

Asmar menatap Zidan dengan penuh perhatian. "Hari ini kita akan memulai dari dasar," ucapnya. "Sebagai seorang alkemis, kau harus memahami dasar dari energi alam dan cara mengendalikan tenaga dalammu sendiri."

Zidan mengangguk, wajahnya serius dan penuh rasa ingin tahu.

Asmar kemudian duduk bersila di tanah dan memberi isyarat pada Zidan untuk duduk di depannya. "Duduklah, dan tenangkan pikiranmu," perintah Asmar dengan lembut. Zidan segera mengikuti.

"Lekukan pertama ini adalah dasar yang sangat penting," lanjut Asmar. "Kau harus bisa merasakan aliran ene
Bab Terkunci
Lanjutkan Membaca di GoodNovel
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terkait

  • ALKEMIS TERAKHIR    16. Tamu Tak Diundang

    Asmar mengangguk, matanya mengerjap tajam ke arah yang dimaksud Kakek Suma. "Pengawal kaisar?" bisiknya, merasa detak jantungnya meningkat karena menyadari betapa gentingnya situasi ini. Kakek Suma mengangguk, wajahnya kian serius. "Mereka datang memeriksa keberadaan kita. Mungkin ini hanya patroli biasa, atau mungkin mereka sudah mencium jejak kita."Tanpa menunggu lebih lama, Kakek Suma memberi isyarat kepada Zidan dan Asmar untuk tetap tenang dan tidak menimbulkan suara apa pun. Mereka semua bergerak perlahan-lahan, mengambil posisi perlindungan di balik semak-semak dan pohon-pohon besar yang ada di sekitar tempat itu.Asmar meletakkan tangannya di bahu Zidan, menekannya pelan sebagai tanda agar Zidan tetap tenang. Zidan berusaha mengatur napasnya yang mulai memburu, berusaha menekan rasa panik yang mendadak muncul. Ia belum sepenuhnya paham bahaya yang mungkin mereka hadapi, namun tatapan penuh waspada dari kedua gurunya membuatnya sadar bahwa ini bukan situasi biasa.Ketegangan

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-06
  • ALKEMIS TERAKHIR    17. Kedatangan Musuh

    Kakek Suma dan Asmar berjalan menyusuri jejak yang baru saja mereka temukan. Semakin jauh mereka melangkah, semakin jelas tanda-tanda bahwa seseorang telah berada di sekitar area itu belum lama ini. Pohon-pohon di sekitarnya menunjukkan ranting yang patah, dan ada bekas-bekas tapak kaki yang ringan, seolah sang pemilik kaki memiliki kemampuan untuk melangkah tanpa meninggalkan jejak yang terlalu dalam. Kakek Suma menatap Asmar yang tampak penuh semangat, seolah mengikuti jejak tersebut adalah satu-satunya hal yang ada di pikirannya. Merasa khawatir, Kakek Suma pun akhirnya berbicara, suaranya berat dengan nada ketidaksetujuan. "Kau meninggalkan Zidan sendirian?" tanyanya, nada suaranya terdengar ragu. Ia tahu betul bahwa Zidan masih muda dan kekuatannya masih jauh dari cukup untuk melindungi diri. Asmar menoleh sekilas, memberikan senyum tipis. "Aku yakin dia aman. Aku sudah membuat jebakan di sekeliling tempat latihannya. Dia sudah berlatih di situ selama berhari-hari, cukup unt

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-07
  • ALKEMIS TERAKHIR    18. Utusan Kaisar

    Pria itu hanya terdiam, matanya penuh kebencian. "Aku tidak akan mengatakannya, meski kalian membunuhku," balasnya dengan nada dingin.Asmar maju, berdiri di samping Kakek Suma. "Kaisar mengutusmu, bukan? Hanya orang yang memiliki kepentingan besar yang akan berani memasuki wilayah terlarang ini."Pria itu tidak menjawab, tetapi dari ekspresinya, mereka tahu bahwa dugaan Asmar benar.Mendengar itu, Kakek Suma menghela napas panjang. "Kalau begitu, kembalilah dan sampaikan pada Kaisar bahwa kami tidak akan menyerahkan Zidan."Pria itu tertawa pelan, penuh ejekan. "Kaisar tidak peduli siapa yang kalian lindungi. Yang jelas, siapa pun yang dianggap sebagai ancaman akan dihancurkan."Kakek Suma tampak tak terpengaruh. Ia hanya menatap pria itu dengan pandangan dingin, lalu dengan satu gerakan cepat, menotok titik tertentu di leher pria tersebut. Seketika, pria itu pingsan, tubuhnya jatuh lemas ke tanah.Asmar menatap Kakek Suma, wajahnya tampak muram. Ia mengeluarkan racun dan memberikann

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-08
  • ALKEMIS TERAKHIR    19. Kerajaan Yang Hancur

    Wanita tua itu menoleh dengan mata berkaca-kaca, suaranya hampir tersedak ketika menjawab. "Dulu, benar. Tapi sekarang... perang tak henti-hentinya. Kaisar Arzan mengirim pasukan berkali-kali ke sini. Lahan kami dibakar, ladang padi hancur, binatang ternak habis dibawa paksa oleh pasukan. Kami sudah kehilangan segalanya. Yang tersisa hanya sisa-sisa harapan yang tak tahu sampai kapan bisa bertahan."Asmar terdiam, merasakan kemarahan mendidih di dadanya. “Dia bahkan menghancurkan negeri yang bukan miliknya,” gumamnya. “Kekejaman seperti ini… tak bisa dibiarkan.”“Jika kerajaannya sudah hancur, dimana sang Raja berada sekrang?” tanya Kakek Suma yang penasaran dengan kondisi sang Raja dari kerajaan Arventia yang terkenal bijaksana.Wanita tua itu menggeleng tidak tahu, hal itu membuat Kakek Suma prihati dan makin penasaran dengan kondisi kerajaan itu sekarang. “Aku hampir tak percaya dengan apa yang aku lihat, ini benar-benar pemusnahan. Apa Raja dari Arvencia selamat, melihat tidak ad

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-09
  • ALKEMIS TERAKHIR    20. Membuat Kesepakatan

    Kakek Suma menatap Raja Aldrian yang terbaring lemah di atas ranjang besar. Sorot matanya dingin dan tajam, namun dalam hatinya, ada rasa iba yang tersisa. Para ksatria kerajaan berdiri tegak, membentuk lingkaran penjagaan di sekitar raja, siap menghadapi ancaman apapun yang mungkin muncul. Suasana ruangan itu terasa berat dan penuh ketegangan.Hans, penasehat Raja, maju dengan langkah penuh kehati-hatian. Ia memberi hormat, lalu berkata dengan suara pelan, “Maaf telah membawa kalian ke sini dalam situasi seperti ini.”Kakek Suma hanya mengangguk kecil. Matanya tetap mengamati sekeliling ruangan yang suram dan beraroma ramuan medis. Ia tahu Hans bicara tentang dirinya dan Asmar—salah satu dari mereka adalah seorang alkemis, rahasia yang tak banyak diketahui orang.“Lalu, apa tujuanmu membawa kami ke sini?” Kakek Suma akhirnya membuka suara, nadanya tegas namun dingin.Hans menarik napas dalam. “Kami membutuhkan bantuan. Beberapa hari ini, para pengawal kami memperhatikan pergerakan ka

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-10
  • ALKEMIS TERAKHIR    21. Prajurit Yang Terluka

    “Ini aku!” kata Hans, bergegas masuk sambil menuntun seorang prajurit yang terluka parah. “Maaf mengagetkan kalian, tapi tolong sembuhkan dia dulu.” Kakek Suma dan Asmar segera memahami keseriusan situasinya. Rasa lega menghapus ketegangan sejenak, berganti kesibukan untuk membantu prajurit yang terluka itu. Asmar bergerak cepat memeriksa kondisinya, sementara Zidan, yang masih dalam tahap latihan, mulai mempraktikkan penyembuhan dasar yang telah ia pelajari.Kakek Suma mendekati Hans yang tampak gelisah, alisnya mengernyit, mencari jawaban. “Apa yang sebenarnya terjadi?” tanyanya, nada suaranya penuh ketidakpercayaan.Hans menghela napas, memandang prajurit yang terbaring dengan luka di beberapa bagian tubuhnya. “Dia adalah salah satu pengawal yang aku tugaskan untuk mencari bahan obat. Mereka berpencar, tapi aku tidak menyangka ini akan terjadi…”Kakek Suma memperhatikan kondisi prajurit itu dengan cermat. “Lalu, apa dia mendapatkan bahan yang kita butuhkan?”Hans mengangkat bahu,

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-11
  • ALKEMIS TERAKHIR    22. Ancaman Baru

    Kakek Suma, dengan penuh kehati-hatian, menyusuri area di sekitar perbatasan istana, matanya tajam mengamati setiap sudut yang mungkin menjadi titik rawan. Pengintaian ini sangat penting—bukan hanya untuk memastikan keamanan, tetapi juga untuk menjaga keselamatan Zidan dan Asmar yang tengah berlatih keras di dalam, demi menyiapkan obat penyembuh bagi Raja.Di dalam ruangan tempat Raja Aldrian terbaring, suasana dipenuhi ketegangan dan keseriusan. Zidan, ditemani Asmar, berkonsentrasi penuh dalam latihannya. Asmar memberikan instruksi rinci, membantu Zidan memahami teknik alkimia lanjutan yang diperlukan untuk meracik pil penyembuhan.Di luar, Kakek Suma terus bergerak dalam diam, memastikan bahwa tak ada musuh atau penyusup yang mengintai di balik bayang-bayang istana. Dengan nalurinya yang tajam dan pengalaman bertahun-tahun dalam bertahan hidup, ia merasa ada yang mencurigakan.Setelah memastikan bahwa area perbatasan aman, Kakek Suma kembali ke dalam dan mendapati Zidan masih berla

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-12
  • ALKEMIS TERAKHIR    23. Situasi Makin Sulit

    Kakek Suma menatap Zidan dengan penuh keyakinan. “Yang bisa kita lakukan sekarang adalah tetap fokus menyelesaikan pil untuk Raja. Dengan menyelamatkan nyawanya, kita akan memberi kekuatan bagi kerajaan ini untuk bertahan. Dan kita harus lebih waspada pada siapa pun yang datang mendekat ke istana. Setiap gerakan mereka harus kita awasi.” Asmar menambahkan, “Selain itu, kita perlu mencari tahu lebih banyak tentang hubungan antara Kerajaan Arzan dan Laskar Bayangan. Jika kita bisa menemukan bukti bahwa Arzan berada di balik ini, kita bisa membuka mata semua orang di istana.” Asmar berpikir sejenak, lalu mengusulkan, “Kita harus mencari orang dalam atau sekutu yang bisa memberikan informasi dari pihak Arzan. Mungkin ada pedagang atau pejabat yang pernah berurusan dengan mereka.” Kakek Suma mengangguk setuju. “Benar. Kita bisa mencari tahu melalui pedagang yang sering keluar-masuk perbatasan. Biasanya, mereka yang membawa kabar tentang perubahan aliansi atau gerakan bayangan kerajaan. S

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-13

Bab terbaru

  • ALKEMIS TERAKHIR    107. Bukan Alkemis Biasa

    Mereka berjalan mengikuti para prajurit dengan hati-hati. Meskipun berhasil lolos dari reruntuhan, Zidan merasa bahwa bahaya yang mengintai mereka belum selesai. Setiap langkah yang mereka ambil semakin terasa berat, seakan ada sesuatu yang menunggu di ujung lorong.Elric melirik ke arah Zidan. “Apa kau yakin mereka tidak mencurigai kita?” bisiknya pelan.Zidan menggeleng tanpa menjawab. Ia tidak bisa memastikan. Para prajurit ini mungkin terlihat netral, tetapi siapa yang bisa menjamin bahwa mereka bukan bagian dari rencana yang lebih besar?Saat mereka semakin dekat dengan pintu keluar, salah satu prajurit berhenti dan menoleh ke arah mereka. “Sebelum kalian pergi, aku harus melaporkan keberadaan kalian kepada atasan. Tidak ada murid yang seharusnya berada di sini.”Kyro mengepalkan tangannya. “Kami hanya tersesat, apakah itu benar-benar perlu?”Prajurit itu menatap Kyro dengan dingin. “Aturan tetap aturan.”Zidan bisa merasakan detak jantungnya semakin cepat. Jika mereka dilaporkan

  • ALKEMIS TERAKHIR    106 rasa percaya

    Zidan merasakan ketegangan memenuhi udara. Pria berjubah hitam itu, yang entah siapa namanya, berdiri dengan senyum menakutkan. Aura gelap yang mengelilinginya seakan menekan mereka semua, membuat napas menjadi lebih berat."Pergi sekarang!" bisik Zidan lagi, matanya masih terpaku pada lawannya.Namun, sebelum teman-temannya bisa bergerak, pria itu mengangkat satu tangannya. Energi hitam berputar di telapak tangannya, menciptakan pusaran angin yang menyedot udara di sekitar mereka."Kalian tidak akan ke mana-mana."Tiba-tiba, dorongan kekuatan besar menghantam mereka. Daren dan Kyro terhempas ke belakang, menabrak dinding batu dengan keras. Elric nyaris terkena serangan, tetapi ia sempat melompat mundur."Zidan, kita tidak bisa meninggalkanmu sendirian!" teriak Elric."Kalau kalian tetap di sini, kita semua mati!" Zidan berteriak balik. Ia merogoh kantongnya dan menggenggam pil yang telah ia siapkan.Pria berjubah hitam melangkah mendekat, matanya menatap tajam ke arah Zidan. "Aku bis

  • ALKEMIS TERAKHIR    105. Misi Akademi

    Ledakan itu semakin mendekat, mengguncang tanah di bawah pondok kecil Kakek Suma. Zidan meraih bahunya yang masih terasa nyeri dari pertarungan sebelumnya."Kakek, apa mereka sudah menemukan kita?" tanya Zidan dengan napas yang mulai tidak teratur.Kakek Suma mengangguk perlahan, wajahnya tegang. "Mereka pasti telah melacak jejak energimu. Waktu kita tidak banyak."Tanpa berpikir panjang, Kakek Suma menarik sebuah tuas yang tersembunyi di lantai kayu pondok. Sebuah lorong gelap terbuka ke bawah, memancarkan udara dingin yang mengalir dari dalamnya."Masuk ke sana, Zidan," kata Kakek Suma tegas. "Aku akan mengulur waktu."Zidan membelalak, menatap Kakek Suma dengan gelisah. "Tidak mungkin! Aku tidak bisa meninggalkanmu sendirian! Harzan tidak akan mengampuni siapa pun yang menghalangi jalannya!"Kakek Suma menepuk bahu Zidan dengan keras, lalu menatapnya dengan sorot mata penuh tekad. "Dengar, bocah. Hidupku sudah lama aku korbankan untuk hal ini. Tapi kau—kau masih memiliki tujuan. Ja

  • ALKEMIS TERAKHIR    104. Pertarungan Kegelapan

    Malam itu, hutan terasa lebih sunyi dari biasanya. Angin yang berhembus membawa desiran aneh, seolah-olah sesuatu sedang mengintai mereka dari kejauhan.Zidan, Elric, Kyro, dan Daren duduk di sekitar api unggun kecil yang mereka buat untuk menghangatkan diri. Wajah mereka masih dipenuhi debu dan sisa-sisa pertempuran di dalam gua."Aku masih belum percaya kita berhasil keluar," kata Daren sambil menghela napas. "Tempat itu... bukan sesuatu yang seharusnya ada di dunia ini."Elric mengangguk. "Dan kita baru saja menghancurkannya. Harzan pasti tidak akan tinggal diam. Kita harus bersiap."Zidan menggenggam bola kristalnya yang kini bersinar lebih terang dari sebelumnya. Ia tahu bahwa setelah apa yang mereka lakukan, Harzan akan segera bergerak."Aku akan pergi menemui Kakek Suma lagi," kata Zidan tiba-tiba.Kyro menoleh dengan kaget. "Sendirian? Itu terlalu berbahaya!""Aku tidak punya pilihan," jawab Zidan. "Kakek Suma mungkin satu-satunya orang yang bisa memberi kita jawaban tentang a

  • ALKEMIS TERAKHIR    103. Gua Misterius

    Malam di hutan itu terasa lebih gelap dari biasanya, meskipun bulan purnama menggantung di langit. Angin dingin berhembus, membawa bisikan samar yang seolah memperingatkan mereka tentang sesuatu yang akan datang. Zidan, Elric, Daren, dan Kyro beristirahat di bawah naungan pohon besar, berusaha memulihkan tenaga mereka setelah pelarian yang mendebarkan dari markas Harzan.Namun, istirahat mereka tidak berlangsung lama."Zidan," bisik Kyro, matanya memandang ke arah gelap di kejauhan. "Kau merasakan itu? Rasanya seperti... ada sesuatu yang mengawasi kita."Zidan mengangguk pelan. "Aku merasakannya. Energi gelap ini... tidak salah lagi. Harzan sudah mulai bergerak."Daren, yang sedang memeriksa luka kecil di lengannya, menoleh dengan cemas. "Kalau begitu, kita tidak punya banyak waktu. Apa rencana kita selanjutnya?"Zidan menggenggam bola kristal yang mereka bawa dengan erat. "Kita harus kembali ke akademi. Kakek Suma mungkin bisa membantu kita memahami kekuatan bola ini. Tapi perjalanan

  • ALKEMIS TERAKHIR    102. Bayangan Harzan

    Zidan, Elric, Kyro, dan Daren berdiri di tengah ruangan besar yang hanya diterangi cahaya redup dari obor yang mereka bawa. Empat jalan di hadapan mereka terasa seperti perangkap, masing-masing membawa ancaman tak terlihat. Suara gema misterius dari dinding batu terus terdengar, seakan menguji nyali mereka.“Kita harus memilih dengan bijak,” kata Zidan sambil memeriksa setiap jalan. “Kakek Suma pernah berkata bahwa ujian di Kuil Bayangan selalu menguji hati seseorang. Ini bukan hanya soal kekuatan.”Kyro menyentuh dinding batu yang dingin. “Bagaimana kita tahu jalan mana yang benar? Semuanya terlihat sama.”Daren, yang lebih peka terhadap energi magis, memejamkan mata. “Aku bisa merasakan sesuatu dari jalan kedua,” katanya. “Ada aura yang menarikku ke sana, tetapi… itu juga terasa berbahaya.”Elric mengamati simbol-simbol di atas masing-masing jalan. “Simbol ini… mereka mewakili empat elemen: tanah, air, api, dan angin. Mungkin ada hubungannya dengan ujian yang akan kita hadapi.”“Kal

  • ALKEMIS TERAKHIR    101. Mencari Sekutu

    Gua pemberontak kini berubah menjadi medan pertempuran yang memanas. Pasukan Harzan menyerang tanpa ampun, menghantam pertahanan dengan kekuatan penuh. Ledakan sihir mengguncang dinding-dinding gua, debu dan pecahan batu beterbangan di udara. Teriakan perintah dan dentingan senjata memenuhi tempat itu, menciptakan suasana yang penuh kepanikan.Zidan memimpin kelompoknya keluar dari ruangan utama, mengarahkan mereka ke koridor belakang. “Kita harus mencari jalur keluar,” katanya sambil menggenggam pedangnya. Wajahnya tegang, tetapi matanya tetap tajam.“Kita tidak bisa membiarkan mereka menyerbu sampai ke inti gua,” kata Elric, menebas salah satu penjaga Harzan yang mencoba mendekati mereka. “Jika pusat pertahanan kita runtuh, semuanya akan berakhir.”Daren menunduk untuk menghindari serangan api yang dilemparkan seorang mage dari pasukan musuh. “Kita harus menghadang mereka di titik sempit. Kalau tidak, jumlah mereka akan membuat kita kewalahan!”Kyro menunjuk ke lorong sempit yang me

  • ALKEMIS TERAKHIR    100. Perlawanan

    Malam itu, setelah pertarungan sengit, desa kecil yang mereka tempati menjadi sunyi. Api dari rumah-rumah yang terbakar telah padam, menyisakan arang dan asap tipis yang melayang di udara. Penduduk desa, meski lelah, mulai membersihkan reruntuhan sambil mengucapkan doa untuk yang terluka dan tewas. Zidan duduk di atas batu besar di pinggir desa, wajahnya dipenuhi keringat dan darah kering yang belum ia bersihkan. Pandangannya kosong, pikirannya terus memutar ulang kejadian yang baru saja berlalu. “Kenapa kau tidak memberitahu kami sebelumnya?” suara Elric memecah keheningan. Ia berjalan mendekati Zidan, diikuti oleh Kyro dan Daren. “Memberitahu apa?” balas Zidan tanpa menoleh. “Elric maksudkan, kenapa kau menyembunyikan kekuatanmu?” kata Kyro dengan nada lembut. “Kami semua melihat apa yang kau lakukan tadi. Kau alkemis, bukan?” Zidan menghela napas panjang, lalu menunduk. “Karena aku tahu ini akan terjadi,” jawabnya akhirnya. “Ketika orang tahu aku seorang alkemis, semuanya

  • ALKEMIS TERAKHIR    99. Bayangan Harzan

    Malam yang sunyi di tempat persembunyian mereka menjadi semakin mencekam. Zidan, Daren, Kyro, dan Elric duduk melingkar di sekitar meja kayu kecil. Dokumen yang mereka ambil dari ruang bawah tanah Harzan tergeletak di tengah, penuh dengan simbol-simbol misterius dan diagram yang tampak seperti rencana besar."Jadi, apa yang sebenarnya sedang direncanakan Harzan?" tanya Kyro, memecah keheningan. Wajahnya yang biasanya santai kini terlihat serius.Elric menghela napas panjang, menunjuk pada salah satu bagian dokumen. "Lihat ini. Harzan sedang mempersiapkan senjata alkemis yang akan menghancurkan tatanan dunia. Jika ini benar, senjata itu tidak hanya bisa memusnahkan pasukan, tapi juga menghancurkan wilayah dalam hitungan detik."Daren menggeram, mengepalkan tangannya. "Orang itu benar-benar gila. Kita harus menghentikannya sebelum terlambat.""Masalahnya," sela Zidan, "kita hanya berempat. Bahkan jika kita tahu rencananya, bagaimana caranya kita bisa menghentikan seseorang sekuat Harzan

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status