Sejak kecil, Nada dan Nanda selalu bertanya kepada ibunya. Kenapa ayah menikah lagi? Kenapa ayah membuang mereka berdua? Ibu Nada dan Nanda tidak bisa mencari jawaban yang pas, karena tidak tahu isi hati sang suami. "Apakah Nanda dan Nada tidak pernah kamu ajarkan ilmu agama dengan benar? Bagaimana bisa mereka berdua bersikap preman ke Ayah kandungnya?" Ibu Nada membalas perkataan pria itu. "Lalu bagaimana dengan kamu? Kamu sendiri tidak pernah menghargai anak-anak sejak kecil." "Itu karena mereka menghubungi aku hanya untuk minta uang, mereka bahkan tidak menanyakan kabar aku! Yang mereka inginkan hanya uang, uang dan uang." Ibu Nada dan Nanda berusaha menabahkan diri, tidak ingin terpancing emosi pada pria yang sudah menghancurkan hidupnya. "Mereka berdua waktu itu masih kecil dan belum paham tentang perilaku bejat kamu! Sekarang mereka sudah dewasa dan paham dengan kelakuan kamu sendiri. Kamu pikir, selamanya mereka mau dipengaruhi?" "Kamu-" "Waktu itu mereka masih kecil dan
Karena semalam nekat lembur berdua, hasilnya Nada merasa lesu sekaligus selalu menguap, minum kopi tidak baik untuk bayi di perutnya, sementara Putra mual terus di kantor.Choky mengerutkan kening dengan jijik. "Kalau masuk angin, istirahat saja, minta cuti sakit. Bukannya memaksakan diri, terus akunya jadi eneg."Putra tidak peduli dengan perkataan Choky. "Semalam aku lembur, hanya masuk angin tidak perlu sampai cuti."Choky menakuti Putra. "Masuk angin tidak bisa diremehkan begitu saja, bagaimana kalau ternyata kena angin duduk? Kamu mau mati muda?"Putra merinding ketika Choky menyebut kata itu. "Kamu ingin membunuh aku?""Aku memang sering membunuh dan melukai orang, tapi tidak mungkin aku membunuh orang dengan cara memasukan angin."Putra takut mati muda dan tidak bisa melihat bayi yang belum keluar, dia buru-buru menghubungi bagian reservasi dan kebetulan Nada yang angkat telepon. "Oh, kenapa kamu yang angkat?" tanyanya."Serius kamu bertanya seperti itu?"Putra menepuk keningny
Karena semalam nekat lembur berdua, hasilnya Nada merasa lesu sekaligus selalu menguap, minum kopi tidak baik untuk bayi di perutnya, sementara Putra mual terus di kantor. Choky mengerutkan kening dengan jijik. "Kalau masuk angin, istirahat saja, minta cuti sakit. Bukannya memaksakan diri, terus akunya jadi eneg." Putra tidak peduli dengan perkataan Choky. "Semalam aku lembur, hanya masuk angin tidak perlu sampai cuti." Choky menakuti Putra. "Masuk angin tidak bisa diremehkan begitu saja, bagaimana kalau ternyata kena angin duduk? Kamu mau mati muda?" Putra merinding ketika Choky menyebut kata itu. "Kamu ingin membunuh aku?" "Aku memang sering membunuh dan melukai orang, tapi tidak mungkin aku membunuh orang dengan cara memasukan angin." Putra takut mati muda dan tidak bisa melihat bayi yang belum keluar, dia buru-buru menghubungi bagian reservasi dan kebetulan Nada yang angkat telepon. "Oh, kenapa kamu yang angkat?" tanyanya. "Serius kamu bertanya seperti itu?" Putra menepuk
Kalau dipikirkan lagi secara logika, memang masuk akal. Putra dan Nada terlihat pucat serta mual, namun sekarang malah memiliki tenaga untuk bertengkar."Mereka terkena flu?""Hii- kata orang tua, kalau saling bermusuhan, sakitnya bisa bersamaan."Choky dan General manager hanya memakan pizza sambil mendengar celetukan orang-orang."Jangan-jangan mereka akan menjadi pasangan?"Semua orang yang sedang mengintip sontak terdiam sesaat lalu menggeleng dengan yakin, kecuali Choky dan General manager."Tidak mungkin.""Tidak akan.""Aku pasti akan berpikir dua kali untuk menikahi musuh.""Aku juga sama."Choky mengambil kembali pizza dari kotak di tangannya, dia yakin Putra pasti tidak akan mau makan ini. "Siapa tahu mereka memiliki hubungan terlarang."General manager tersedak mendengar ucapan ngawur Choky, untung saja tangan kirinya sudah tersedia cola. Eh, tangan kanan bisa buat makan, terus tangan kiri buat minum bisa nggak ya?"Pak Choky ini tidak pernah tahu prinsi permusuhan abadi. B
Lima orang tim marketing, termasuk Nada. Bisa mendengar teriakan emosional Putra."Bu, yang sabar ya.""Anggap saja sambil lalu.""Kami tahu, bu Nada tidak sengaja bertengkar dengan pak Putra."Nada menghela napas panjang sambil membereskan mejanya, tadi dia tidak tahu kenapa Putra menyuruh ikut, lalu berhenti di depan front office dan menunggu.Nada terpaksa masuk ke dalam ruangan marketing, namun tidak tahu apa yang harus dilakukannya, hanya berdiri diam di samping meja. Begitu mendengar teriakan Putra, dia bergegas mengemasi barang-barangnya."Ibu mau kemana?""Ibu tidak dipecat kan?"Nada tidak tahu nasib masa depan dan tidak bisa menjawab."NADA YOSITA!"Nada terkejut dan bergerak lebih cepat, setelahnya pamit ke rekan kerja. "File yang saya minta tadi, kirim saja ke email, saya harus ikut pak Putra keluar."Tim marketing lainnya hanya mengangguk bersamaan, ada juga yang menangisi nasib Nada, seolah mereka akan berpisah.Nada mengintip sedikit dari balik pintu, melihat situasi, a
"Sudah lama kita tidak bertemu, saya dengar anda sakit keras sampai tidak bisa bangun dari tempat tidur. Ternyata anda benar sudah bangun ya?" Oza meminum teh yang diberikan salah satu istri ayah Nada dengan santai. "Jadi, bagaimana dengan pengembalian uang serta mahar?"Ayah Nada berdehem. "Pak Oza akan menikah dengan Nada, bagaimana bisa mengambil mahar yang sudah diberikan?""Nada bilang, tidak menerima semua maharnya. Apakah semua sudah anda ambil?"Ayah Nada berdehem dan memutuskan untuk bicara jujur, lawannya adalah adalah orang kaya. "Kita semua tidak tahu masa depan seperti apa, saya sendiri tidak menyangka Nada akan diculik pria tidak tahu diri dan juga saya- jatuh sakit, terpaksa kami menjualnya."Oza tertawa muram, pria itu adalah salah satu anak buah bos Nada, dia tidak berani mengungkit hal itu, namun ada satu hal yang membuatnya salah fokus- pria itu bilang apa? Maharnya sudah dijual?"Dijual? Tanpa sepengetahuan pemilik asli?" tanya Oza untuk memastikan.Ayah Nada tidak
Nanda memiringkan kepala dan bertanya pada adiknya. "Kamu bertengkar lagi dengan Pak Putra?"Nada tidak menjawab dan hanya cemberut sambil memesan makanan online.Nanda mengambil handphone Nada dengan tidak sabar. "Kakak sedang bertanya, kenapa tidak dijawab?""Pertanyaan kakak tidak penting.""Nada." Nanda menyebut nama adiknya dengan nada rendah.Nada memutar bola mata dengan kesal. "Seharian dia marah terus dan membentak aku, seperti orang pms.""Kakak percaya sama kamu, tapi awas kalau sampai berbohong.""Bagaimana bisa aku berbohong? Aku bicara sesuai fakta, dia membuat aku menangis seharian.Nanda mengembalikan handphone Nada. "Nanti biar kakak bicara ke dia.""Untuk apa? Tidak penting.""Dia ayah kandung anak kamu, apakah kamu tidak berencana menikah dengannya?""Aku masih belum berpikir sampai ke sana." Nada menggaruk pipinya dengan canggung.Nanda menghela napas lalu mengembalikan handphone Nada. "Ini."Nada mengambil handphone dan memesan makanan online.Nanda melihat ke ara
Adam sudah cerita bahwa dirinya hanya sedikit tergoda karena dompet ditinggalkan di atas buffet. Seandainya dompet Nanda tidak tergeletak sembarangan, tentu saja putra tercinta tidak akan bisa mengambil kartu milik Nanda. Itu berarti Nanda sengaja membuat ulah untuk menjebak adik tirinya.Nanda terlalu ceroboh meletakkan dompet, namun malah menyalahkan orang lain. Benar-benar kurang ajar."Aku akan membuat Nanda menyesal karena memasukkan putraku ke dalam penjara," gumam ibu Adam di dapur. Mungkin aku bisa kerja sama dengan Oza dan istrinya supaya mereka bisa mendapatkan Nada, sementara aku bisa menyerang Nanda. Batinnya.Ibu Adam lupa, bahwa putranya masuk ke dalam rumah orang dan mengambil barang pemilik tanpa izin.***"Apa? Ibu Adam marah ke kakak?" tanya Nada ketika sudah bangun di pagi hari dan menunggu tukang sayur lewat, dia mendengar cerita Nanda saat pergi ke rumah ayah mereka berdua untuk memberikan teguran keras terkait penculikan adiknya."Dia terlihat marah padaku dan in