Arka membuka mata, menatap langit-langit kamar. Dia berada di rumahnya. Terakhir kali dirinya sakit di rumah kontrakan Lisa, setelah itu, dia tak mengingat apa yang terjadi."Udah enakan lo, Brother?"Rizwar muncul sambil membawa nampan berisi sarapan. Pagi sudah menjelang. Arka bersyukur belakangan ini banyak yang peduli padanya."Gue udah atur jadwal pemeriksaan otak lo, Ka. Kali ini jangan gegabah lagi. Gue udah bicara sama dr. Farhan juga."Arka hanya mengangguk, beranjak dari kasur untuk bebersihan. Satu jam berikutnya, Arka turun ketika dipanggil papanya ke ruang tengah. Rizwar berada di sana juga. Pasti ada agenda lanjutan terkait pembicaraan terakhir kali mengenai perjodohannya."Soal Grace."Arka menghela napas pelan, menunduk sesaat dan sungkan untuk menolak sang papa. "Oh, itu ... Papa serius mau jodohin aku sama Grace?"Papa Frans mengangguk mantap sementara Rizwar belum menimpali."Pa, hubunganku sama Lisa lagi ribet banget ini. Please, Pa, tolong jangan dipersulit lagi.
"Tapi Lisa keras kepala, dan Arka nggak tegas menangani itu," lanjut Papa Frans. "Tenang saja, saya nggak benar-benar mau menjodohkan kalian, kok."Meski sedikit lega karena bebannya berkurang, terbesit setitik kecewa di relung jiwanya. Helaan napas pertanda bahwa dr. Grace tak seratus persen bahagia soal itu."Ooh, jadi ... apa yang ingin Bapak rencanakan sebenarnya?" lanjut dr. Grace, mengalihkan rasa sendu di hatinya."Arka sangat mencintai Lisa. Dia jadi kuat dan lemah secara bersamaan. Arka butuh Lisa di sampingnya. Selama ini Lisa yang selalu mengalah pada egonya Arka. Tapi ternyata ... sekali aja Lisa marah dengan serius, putraku langsung K.O."Papa Frans terlihat suntuk. Grace sedikit tersenyum mendengar penilaian beliau terkait Arka. Pria itu memang sangat manis."Saya bilang ke Arka untuk manfaatin kamu supaya bikin Lisa cemburu dan mau balik lagi ke dia. Kamu masalah, nggak?"dr. Grace terkejut. Tak pernah ada niat intuk serius mencampuri rumah tangga dokter tampan bedah ja
Tak lama, Arka kembali menemui sang papa. Tatapan interogasi kembali diluncurkan oleh pria tua itu."Jadi kapan Lisa balik ke sini?" serang Papa Frans, tanpa basa-basi."Pa. Sabar, kek. Aku juga pusing sebenarnya," gerutu Arka."Papa nggak mau tau! Pokoknya kalau kamu nggak bisa balikan juga sama Lisa, Papa yang akan tegur Lisa langsung.""Pa ...""Jangan keras kepala, Arka. Papa udah tua, Papa cuma pengen liat anak kamu. "Arka merasa kasihan pada papanya. Dia justru menoleh pada dr. Grace. Wanita itu hanya menggeleng, isyarat tak ingin mencampuri.'Kayaknya aku harus beneran tegas sama Lisa. Ya, aku pakai cara papa aja. Aku akan buat Lisa cemburu dan mikir kalau dia bisa aja kehilangan aku. Yup, aku nggak boleh jadi sebodoh ini. Papa berhak nuntut, Ariel itu cucunya.'Ketiganya memiliki rencana berbeda untuk menghapus jarak Arka dan Lisa. Rencana siapakah yang paling bekerja? Arka berharap Lisa bisa mengerti dan tak keras kepala lagi tentang hubungan retak mereka."Ya udah. Antarkan
Tak bermaksud main hati, Arka hanya ingin mencari jalan lain untuk bisa memperbaiki rumah tangganya. Sementara itu, Kei cuma diam melihat ekspresi kesal Lisa yang masih jelas di wajahnya. Cemburu stadium akhir."Kakak ... nggak cemburu?" tanya Kei, seolah membaca raut dingin sang kakak. "Kak Arka itu kurang apa? Karirnya bagus, physicly sempurna. Kakak nggak takut dia digaet cewek lain?""Hah? Eum ... enggaklah! Arka itu cinta mati sama Kakak," ulas Lisa, tersenyum sungkan."Kadang cowok lebih cepat jenuh kalau dianggurin terus, loh!"Lisa kesal. Dia memukul bahu Kei karena bicara seenaknya. "Jangan ngomong yang enggak-enggak! Ucapan itu doa. Jahil banget, sih!""Maaf, Kak. Bukannya nakut-nakutin, tapi kenyataannya emang gitu. Apalagi ... dia suami Kakak. Kapan kalian terakhir kali 'berhubungan'?"Kei bicara sedikit privasi. Memang tak bermaksud mendapatkan jawaban, dia hanya ingin Lisa berpikir jernih."Terkadang ada rasa puas saat kita bisa balas semua perbuatan orang yang nyakitin
Arka tertohok. Lisa tak ingin menatap suaminya itu. Sebenarnya dia masih cemburu perihal yang terjadi antara Arka dan Grace. Dia melengos ke sisi lain. Kepalanya seakan meledak jika mengingat cara Arka tersenyum untuk wanita berprofesi dokter tersebut.Rasa nyeri tadi berubah menjadi sensasi geli menggairahkan saat tangan Arka menyelip ke balik dress Lisa. Tak peduli dengan kegugupan Lisa, Arka hanya mengurai smirk tipis sambil menyapu perut sang istri."Aku kehilangan momen berharga saat kamu melahirkan bayi kita ... Dulu aku selalu ngusap perut kamu gini dan bilang, 'Papa nggak sabar pengen ketemu kamu'. Kamu nggak ingat?"Apakah Arka sedang menggodanya? Meski berpura-pura amnesia, Lisa tentu tak bisa menahan diri untuk tak menikmati sentuhan suaminya itu. Kei benar. Kapan terakhir kali mereka bermesraan?Kondisi kehamilan Lisa yang beresiko memaksa Arka untuk tak melakukan hubungan intim. Kasus Lisa berbeda. Arka menahan diri hampir delapan bulan saat kehamilan. Dan kini sudah dua
Arka hening sesaat. Tatapannya beralih ke pintu kamar, lalu kembali menatap Arini. Sudah sejauh ini berusaha, Arka akan menyerahkan semua keputusan jika dia tak sanggup berupaya lagi."Seenggaknya nanti dia bisa bilang, 'inilah yang kurasakan dulu saat kamu nuduh aku selingkuh dan merendahkanku. Sampai saat dia bisa bilang gitu, aku akan berhenti.""Tapi Dokter nggak bisa menjanjikan apa pun. Dokter bisa aja jatuh beneran ke dr. Grace. Itu karena Dokter memaksakan diri untuk selingkuh," ulas Arini, berusaha membuka pikiran Arka."Kalau nggak gitu ya nggak berhasil. Aku kenal Lisa. Dia mungkin bisa cemburu. Tapi lucunya dia selalu percaya kalau aku nggak mungkin berpaling ke cewek lain.""Tapi ....""Aku udah lakuin segala cara mulai dari yang lembut sampai yang ekstrim ini. Tapi kalau nanti Lisa tetap keras kepala dan nggak maafin aku ... berarti semuanya selesai.""Kalian bercerai? Mbak Lisa jadi janda?" tanya Arini dengan nada sedih."Hm.""Trus Dokter mau pedekate sama dr. Grace?"
Arka mengambil sepotong kebab itu, lalu menyodorkannya juga pada Grace. Tak ada lagi ucapan yang terselip di antara mereka. Dua dokter ini memang sangat fokus pada tugas. Sesaat, Arka melirik ke sisi kanan. Dia menyadari Lisa mengintip dari balik gorden. Jelas tampak bayangannya karena ada sinar lampu dari dalam.'Gimana cara yakinin Lisa kalau aku mulai tertarik sama Grace? Dan juga ... gimana caranya maksain diriku buat selingkuh? Adow, gimana caranya, sih? Udah nggak pernah lagi godain cewek sejak kenal Lisa. Bodoh lo, Ka!' Arka memperhatikan Grace sedang membaca laporan. Sesekali dia menggigit ujung kebab, menyisakan sedikit saus di bibirnya.'Pake cara alay biasa aja, sih! Semoga Grace jadi baper beneran. Aduh, sori, Grace. Aku nggak tau gimana lagi caranya bikin Lisa sadar kalau rumah tangga kami masih bisa diperbaiki,' batinnya.Arka hendak mendekati Grace, tapi masih sedikit ragu. Nuraninya belum bisa melakukan start untuk selingkuh.'Ayolah, Ka! Lo harus ambil resiko apa pun
Grace hanya tersenyum tipis. Lantas, Arka membuka bungkusan itu dan mulai menyantap makan siangnya. Sambil membaca, Arka jadi multitasking. Grace bersandar di sudut, memperhatikan pria itu dari belakang.'Kasian, sih. Tapi aku gimana bantunya? Kalau hubungan mereka beneran berantakan karena aku, aku jadi merasa bersalah. Tapi yang dibilang Pak Frans bener juga. Selama ini Lisa terlalu percaya diri karena Arka nggak mungkin ninggalin dia, makanya sampe sekarang Arka stag terus meskipun dia terus minta maaf.' Grace memperhatikan badan Arka. Meski berbalut kaos putih, Grace bisa melihat bayangan bentuk badannya dari belakang.'Aku nggak tau Lisa sadar atau nggak, tapi Arka agak kurusan. Gimana makannya, gimana kesehatannya, kenapa Lisa nggak peduli? Kesalahan Arka karena dia mencintai Lisa dengan buta. Dia nuduh Lisa selingkuh karena dia terlalu mencintai. Tapi sampai kapan semua ini? Gimana caranya supaya amarah kamu hilang dan kamu sadar, Lis?' Lima belas menit berlalu. Arka menyingk
Rizwar terkejut saat mendengar cibiran salah seorang rekan di bridal itu. Di sana, dia melihat Lisa tertunduk dan menangis, sementara Arka sudah marah seperti orang kesetanan. Dirinya pun ikut menggeram. Segera dia berlari dan memberikan tinju tepat di wajah Arka hingga temannya itu terjerembab jatuh ke lantai.“Apaan, sih, lo?” kecam Arka.“Puas, lo, rumah tangga lo jadi tontonan gini, hah?!”Rizwar menyeret Arka dan Lisa untuk pergi dari tempat itu, masuk ke ballroom hotel untuk menghindari perhatian orang-orang. Rizwar menyidik keduanya. Sepasang suami istri itu duduk berhadapan. Lisa menangis kecewa, sementara Arka sudah sangat meledak.“Lisa! Lo ini nggak kapok, ya! Belajar dari pengalaman, kek! Ini suami lo otaknya cetek! Sama dia harus transparan, nggak boleh tuh ada rahasia-rahasiaan. Kalau gini, kan, dia jadi salah paham. Nuduh lo selingkuh lagi, kan?” pekik Rizwar.Lisa hanya menunduk, terus menyapu air matanya. “Aku cuma mau ngasih kejutan.”“Dan lo …” Rizwar menggantung uc
Arka tak bisa lagi menahan amarahnya. Seharian di rumah sakit, akhirnya dia pulang lebih cepat untuk bicara dengan Lisa. Ditunggunya wanita itu pulang, sampai jam delapan lebih. Lisa pun jarang mengangkat panggilan darinya.Krik! Lisa membuka pintu dan mendapati suaminya itu duduk di sofa dengan tatapan tajam dan bersidekap. Wanita itu mengurai senyum tipis sambil memegang pundaknya yang terasa sakit.“Sayang, udah pulang?”“Kamu abis dari mana? Jalan sama cowok? Aku liat kamu tadi dianterin lagi sama dia.”Lisa bungkam. Senyumnya tadi memudar mendengar tudingan tajam Arka. Dia meletakkan dulu tasnya, lalu melepas blazer yang melilit tubuhnya hari ini.“Tadi juga kamu makan siang sama dia, kan? Kalau kamu punya waktu makan siang sama dia, kenapa nggak ke rumah sakit dan ngajak aku lunch juga?” bentak Arka.Protes keras Arka ditanggapi sinis oleh Lisa. Teringat dia bahwa minggu lalu, Arka selalu menolak makan siang dengannya beberapa kali meski Lisa sudah menunggu Arka berjam-jam di ru
Begitu saja? Lisa hanya merasa lelah. Arka pun merasa janggal dengan sikap Lisa. Istrinya ini tidur memunggunginya, tak seperti sebelumnya yang selalu beringsut ke dada Arka hanya untuk menjadikan lengan suaminya itu sebagai bantal tidurnya.“Kenapa kamu tidur mantatin aku, sih?” seru Arka.“Siapa yang mantatin kamu? Muka kamu, kan, di atas, pan-tatku di bawah. Bukan mantatin namanya.”“Iya, maksudku, munggungin aku,” gerutu Arka sambil menarik bahu Lisa.Lisa menggoyangkan bahunya, menolak Arka untuk mengganggu. “Sayang, aku ngantuk, nih.”“Ngantuk … banget, ya? Malam ini nggak mau main apa … gitu. Kuda-kudaan, kek. Udah lama, kan?” rayu Arka sambil mengusap-usap paha istrinya.Lisa sama sekali tak tergoda. Dia benar-benar lelah seharian. Disampirkannya tangan suaminya itu, malas meladeni sikap manjanya yang minta dilayani urusan ranjang. Lisa menoleh ke belakang, tersenyum sungkan.“Sayang, please … besok-besok aja, ya. Aku capek banget. Beneran.”Lisa sedikit beranjak dan mencium s
Arka duduk bersila di atas kasur, lalu menggendong Ariel untuk duduk di pangkuannya. Si kecil itu sedang lagi aktif-aktifnya untuk memainkan bola-bola dengan warna berbeda. Indera penglihatannya mulai bekerja. Begitu senang saat memainkan bola-bola di tangan ayahnya itu. “Adek juga udah nggak nyusu mama lagi. Nggak apa-apa, tuh? Nggak nangis? Kalau papa, nangis tuh.”Ariel tertawa, lalu menoleh pada ayahnya yang sejak tadi mengomel tak jelas. Tentu dia tak memahaminya. Tapi mendengar nada manja sang ayah, gelak kecilnya terdengar menggemaskan.“Bukan, maksudnya, nangis karena nggak meluk mama.”Ah! Apa yang dia pikirkan? Wajahnya merah sendiri, padahal si bocah itu juga tak paham apa yang dibicarakan. Dia baru ingat, bahkan sudah dua minggu lebih mereka tidak melakukan hubungan intim. Sibuk dan lelah. Lebih memilih berbaring dan bercumbu dalam lautan mimpi.“Mama mana, ya? Kok, belum pulang?”Tak lama, suara mobil terdengar memasuki pelataran rumah. Arka beranjak dari kasur, lalu men
Lisa cemberut, dengan tangan bersidekap. Selalu seperti ini setiap Arka pulang. Dia bahkan lebih senang memeluk guling ketimbang istri cantiknya ini.‘Sialan! Aku udah setengah telanj ang gini pun dia nggak ada minat buat megang-megang.’Sengaja dia menjatuhkan dress begitu saja untuk menggoda suaminya ini. Setidaknya mereka perlu amunisi untuk hubungan pernikahan yang belakangan ini terasa hambar. Lisa segera berbalik ke sisi cermin. Menatap tubuhnya dari ujung kepala sampai ke ujung kaki lewat pantulan cermin. Dicubitnya sebentar lengan, lalu kedua sisi perutnya yang agak melar.‘Masa' udah nggak selera lagi, sih? Padahal nggak gendut-gendut amat. Masa iya, dia nggak pengen lagi?’Malas menggalau ria, Lisa pun pergi mandi karena badannya sedikit terpercik hujan di luar sana. Menghabiskan waktu lima belas menit, lalu dia keluar dari toilet. Hujan deras seakan mendukung Arka untuk pulas tertidur, padahal dia berkata hanya rebahan saja. Suara dengkurnya saja terdengar kuat.Lisa menyur
“Masih lama?”Arka melepaskan kacamata yang bertengger di hidung mancungnya setelah masuk ke ruang prakteknya. Lisa beranjak dari sisi sofa dengan wajah sumringah. Dia telah bersiap dengan tampilan cantik dan rapi. Dress merah muda itu melilit tubuhnya yang belum terlalu singset setelah melahirkan Ariel. Menunggu satu jam lebih, akhirnya Arka menyelesaikan operasinya siang itu di Raztan Hospital tersebut.“Ya udah, sekarang kamu beres-beres dulu, trus kita makan di restoran China itu,” ujar Lisa, manja.Arka tersenyum tipis. Membuka jas putih itu, lalu disampirkannya di atas meja. Dipeluknya sesaat istrinya itu, mencium rambutnya yang sangat wangi untuk memanjakan hidungnya.“Aku masih ada jadwal operasi lagi jam 1 nanti, Sayang.”Lisa tertegun, hanya menempelkan kepalanya di dada bidang Arka.“Nggak mungkin kita cuma makan siang, trus aku balik ke rumah sakit, kan? Ini juga udah hampir setengah satu. Kalau besok aja, gimana?”Arka meminta dengan nada lembut, memohon kesediaan Lisa un
Papa Frans tak tahan dan langsung mengetuk kepala Arka. Si tampan itu sampai mengaduh sambil mengusap kepalanya."Papa, ih!" ujar Mama Wendi."Ini anak ngomongnya bar-bar banget. Heran aku!" dumel Papa Frans."Apa, sih, Pa? Tega bener nyiksa aku gini," keluh Arka."Ya kamu itu mulutnya nggak bisa dijaga di depan orangtua, mah. Perlu disekolahin lagi?" canda Papa Frans."Nggak, Pa. Makasih. Udah kenyang aku. Ini mulut blangsak udah bawaan orok, Pa.""Dokter begini modelnya, apaan? Dulu kamu masuknya nyogok, ya?" Papa Frans masih asik berdebat dengan Arka.Dua pria ini memang sangat mirip kerasnya. Mama Wendi dan yang lain hanya tepuk jidat karena mereka tak henti melempar argumen.Tawa keluarga itu menghiasi setengah jam kebersamaan. Setelah itu, Arka dipapah Rizwar untuk naik ke lantai dua kamarnya. Betapa gugupnya dia menyadari pintu kamarnya terbuka. Sempat mengintip, istrinya itu masih duduk di depan meja rias."Riz, takut banget gue masuk, mah. Tengsin, lah! Udah bikin surat pami
Setelahnya, Rizwar masuk ditemani Grace. Arka sangat bersyukur mereka selalu menemaninya."Lisa tadi langsung pulang waktu tau kamu udah sadar. Jangan salah paham! Dia cuma belum siap ketemu kamu. Tadi dia juga bawa Ariel. Tapi pasti nanti Ariel nggak nyaman, bahaya juga karena di rumah sakit, 'kan? Jadi langsung dibawa pulang aja," papar Grace, menjelaskan semua seolah paham apa yang ingin diketahui Arka saat ini."Setelah ini pulang dan jangan keras kepala lagi. Satu pelajaran buat lo. Kalau ada masalah, jangan disimpan sendiri karena bisa bikin salah paham segede ini," tutur Rizwar, menambahkan."Hm! Istri itu separuh nyawa suaminya. Jangan rahasiakan apa pun, karena seorang istri akan merasa bahagia jika dianggap penting sama suaminya," pesan sang ibu.Tak lama, dr. Farhan masuk bersama dr. Hanif. Dua dokter itu juga sigap memantau kesehatannya selama ini."Pelan-pelan aja. Untuk saat ini, operasi pengangkatan tumornya sukses. Tapi masih tetap harus medical check up rutin untuk me
Pernikahan sudah dijalani sepuluh tahun. Selama ini, semarah apa pun Arka, sikap lembut Lisa yang berusaha menenangkan Arka membuat pria itu selalu memperbaiki diri dan menarik kembali amarahnya. Pertengkaran diredam karena Arka melihat cinta di mata Lisa. Akan tetapi beberapa bulan ini, kemarahan Lisa membuat Arka berada dalam tekanan.Ternyata cinta Arka saja tak cukup untuk melunakkannya. Tak peduli seberapa keras pria itu berupaya, bersujud, bahkan menangis sekalipun, Lisa tak goyah. Suaminya itu menahan sesak akibat kemarahan tak berujung Lisa."Maafin aku, Ka ...."Papa Frans menoleh saat mendengar isak tangis Lisa. Dia bangkit untuk mendekati menantunya itu, mengajaknya duduk di kursi tunggu. "Kamu sebaiknya pulang dulu, makan dan istirahat. Kamu belum ada pulang. Itu pasti stock ASI buat Ariel udah habis. Kasian dia," pinta beliau."Arka pasti bangun, kan, Pa?"Lisa sangat takut terjadi hal buruk hingga dia terus meyakinkan diri akankah Arka bangun dengan cepat. Papa Frans b