Arka hening sesaat. Tatapannya beralih ke pintu kamar, lalu kembali menatap Arini. Sudah sejauh ini berusaha, Arka akan menyerahkan semua keputusan jika dia tak sanggup berupaya lagi."Seenggaknya nanti dia bisa bilang, 'inilah yang kurasakan dulu saat kamu nuduh aku selingkuh dan merendahkanku. Sampai saat dia bisa bilang gitu, aku akan berhenti.""Tapi Dokter nggak bisa menjanjikan apa pun. Dokter bisa aja jatuh beneran ke dr. Grace. Itu karena Dokter memaksakan diri untuk selingkuh," ulas Arini, berusaha membuka pikiran Arka."Kalau nggak gitu ya nggak berhasil. Aku kenal Lisa. Dia mungkin bisa cemburu. Tapi lucunya dia selalu percaya kalau aku nggak mungkin berpaling ke cewek lain.""Tapi ....""Aku udah lakuin segala cara mulai dari yang lembut sampai yang ekstrim ini. Tapi kalau nanti Lisa tetap keras kepala dan nggak maafin aku ... berarti semuanya selesai.""Kalian bercerai? Mbak Lisa jadi janda?" tanya Arini dengan nada sedih."Hm.""Trus Dokter mau pedekate sama dr. Grace?"
Arka mengambil sepotong kebab itu, lalu menyodorkannya juga pada Grace. Tak ada lagi ucapan yang terselip di antara mereka. Dua dokter ini memang sangat fokus pada tugas. Sesaat, Arka melirik ke sisi kanan. Dia menyadari Lisa mengintip dari balik gorden. Jelas tampak bayangannya karena ada sinar lampu dari dalam.'Gimana cara yakinin Lisa kalau aku mulai tertarik sama Grace? Dan juga ... gimana caranya maksain diriku buat selingkuh? Adow, gimana caranya, sih? Udah nggak pernah lagi godain cewek sejak kenal Lisa. Bodoh lo, Ka!' Arka memperhatikan Grace sedang membaca laporan. Sesekali dia menggigit ujung kebab, menyisakan sedikit saus di bibirnya.'Pake cara alay biasa aja, sih! Semoga Grace jadi baper beneran. Aduh, sori, Grace. Aku nggak tau gimana lagi caranya bikin Lisa sadar kalau rumah tangga kami masih bisa diperbaiki,' batinnya.Arka hendak mendekati Grace, tapi masih sedikit ragu. Nuraninya belum bisa melakukan start untuk selingkuh.'Ayolah, Ka! Lo harus ambil resiko apa pun
Grace hanya tersenyum tipis. Lantas, Arka membuka bungkusan itu dan mulai menyantap makan siangnya. Sambil membaca, Arka jadi multitasking. Grace bersandar di sudut, memperhatikan pria itu dari belakang.'Kasian, sih. Tapi aku gimana bantunya? Kalau hubungan mereka beneran berantakan karena aku, aku jadi merasa bersalah. Tapi yang dibilang Pak Frans bener juga. Selama ini Lisa terlalu percaya diri karena Arka nggak mungkin ninggalin dia, makanya sampe sekarang Arka stag terus meskipun dia terus minta maaf.' Grace memperhatikan badan Arka. Meski berbalut kaos putih, Grace bisa melihat bayangan bentuk badannya dari belakang.'Aku nggak tau Lisa sadar atau nggak, tapi Arka agak kurusan. Gimana makannya, gimana kesehatannya, kenapa Lisa nggak peduli? Kesalahan Arka karena dia mencintai Lisa dengan buta. Dia nuduh Lisa selingkuh karena dia terlalu mencintai. Tapi sampai kapan semua ini? Gimana caranya supaya amarah kamu hilang dan kamu sadar, Lis?' Lima belas menit berlalu. Arka menyingk
Wanita itu terhenti dan berbalik. Arka berdiri di sana. Dia pun tak tahu hendak bicara apa. Akankah saat ini harus marah? Atau menerima dan menyadari bahwa dia mulai bermain api?"Kenapa ... kamu lakukan ini, Grace?""Aku minta maaf ... aku nggak sengaja."Bungkam. Arka hanya tertegun mendapati raut ketulusan temannya itu untuk masalah rumah tangga yang dia hadapi. Grace terlihat cemas, mengukir sinar khawatir dalam tatapan cantiknya."Aku pikir cuma ini caranya bikin kamu bahagia. Aku tau semuanya! Harusnya kamu bilang kalau kamu mau bikin Lisa cemburu. Aku bisa bantu kamu! Aku nggak apa-apa kamu manfatin aku sesuka kamu. Kalau ini satu-satunya cara supaya Lisa sadar betapa berharganya kamu, aku akan lakukan apa pun," ulas wanita berambut sebahu itu.Arka melepas pegangannya. Meski terguyur hujan, dia bisa melihat mata berkaca-kaca Grace."Aku nggak bisa liat kamu gini terus. Mau sampai kapan? Kamu sakit terlalu dalam, Arka! Aku juga udah dengar dari Rizwar tentang psikis kamu. Kamu
Arka tersenyum getir, mengusap kasar wajahnya dengan bias lelah. "Karena itu dia nggak peduli meskipun aku cuma berdua sama kamu. Dia tau aku nggak akan berpaling. Mungkin dia akan cemburu, tapi dia tau aku nggak akan selingkuh."Grace tak menyahuti, begitu kasihan pada Arka yang mulai lelah dengan perjuangannya meminta maaf pada sang istri."Aku harus gimana?" lirih Arka. Menunduk sebentar, lalu menaikkan pandangan. "Cara ini juga nggak akan berhasil. Aku capek, Grace. Aku cuma mau Lisa, aku juga mau gendong Ariel. Aku cuma mau keluargaku kembali."Entah mendengar atau tidak, Grace baru menyadari bahwa dari kejauhan Lisa berdiri di sana. Wanita itu sangat angkuh, tetapi bodoh. Kenapa terlalu lama menyia-nyiakan orang yang dicintai?"Maaf."Grace lebih mendekat pada Arka. Sedikit berjinjit hanya untuk menjangkau tengkuk pria itu. Arka terkejut. Bahkan belum memejamkan mata saat Grace memberi kecupan di bibirnya. Grace hanya ingin Lisa tahu bahwa berlian ini bisa diambil siapa pun. Ark
Arka menarik napas panjang, lalu menghelanya kasar. Pelan-pelan didekatinya sang istri, menggenggam tangannya untuk memudahkan amarah wanita itu."Lisa, aku bahkan bisa melemparkan diriku ke jalanan, atau biarin diriku disentuh sama cewek mana pun. Kamu tau segila apa aku, kan? Tapi aku nggak bisa lakukan itu ... aku cuma mau kamu dan Ariel. Apa yang kamu pikirkan tentangku? Kamu cemburu sama Grace? Kenapa bisa?""Arka ....""Kamu bahkan nggak ingat apa pun, kamu juga nggak ingat perasaanmu padaku, apa yang bikin kamu marah? Kamu nggak suka saat milikmu direbut orang lain? Kamu marah karena budak yang selama ini cuma mencintai kamu tapi mulai menghamba cinta sama perempuan lain? Aku cuma mau Lisa yang dulu kembali. Cuma itu."Arka teringat bagaimana tadi Grace menangis untuknya. Kebohongannya selama ini sudah membuat terjerat sangat jauh.Arka seorang dokter. Dia yang paling memahami tubuhnya. Obat anti depresi itu mulai mengambil alih kendali kesehatannya. Jika tidak hari ini, mungki
Pagi itu usai sarapan, Lisa menyirami bunga-bunga cantik di pot yang ada di jajaran halaman. Sementara itu, Arini sesekali bicara pada Lisa sambil menjemur pakaian. "dr. Arka makin lengket sama dr. Grace ya, Mbak! Mbak nggak jealous? dr. Arka itu ganteng, loh! Seksi juga. Siapa yang nggak doyan? Kalau Mbak nawarin dr. Arka ke saya aja, langsung saya terkam. Biarpun beda 10 tahun sama saya, dr. Arka itu kharismatik.""Terserah!" jawab Lisa, tak peduli."Tapi beneran, nih, nggak mau balikan sama dr. Arka? Nanti dr. Grace ..."Silau. Lisa termangu, sementara bibir Arini setengah terbuka. Arka muncul dari pintu dengan tampilan maskulin. Tatanan rambut dan kacamatanya, kemeja biru yang cukup ketat sebab dada bidangnya. Dasi navi itu juga merekat di ujung kerah, menambah derajat ketampanan pria ala CEO di drama-drama Korea. Tidak. Arka itu bahkan lebih mengagumkan bagi Arini dibandingkan idolanya. "Sialan! Bikin aku selingkuh dari Lee Min Ho Oppa aja, nih. Ganteng," kagum Arini dengan mul
Arka hendak membalas lebih nakal sebab rayuan Lisa tadi. Hanya sesaat hingga dirinya terkejut ketika Lisa menamparnya. Dia bungkam seribu bahasa. Kenapa Lisa jadi sejauh ini?"Kamu nggak berubah, Arkana! Bahkan setelah yang kamu lakukan kemarin, kamu bisa bersikap sesantai ini seolah nggak terjadi apa-apa. Kamu anggap aku ini apa? Bukannya kamu bilang aku ini istri kamu, lalu kamu ciuman sama cewek lain dan sekarang kamu bisa sesantai ini?"Arka tak mengerti dengan kemarahan mengerikan Lisa, membiarkan wanita itu terus bicara. Sangat lelah menghadapi masalah bertubi ini."Hidup kamu sesimpel itu dengan menyepelekan perasaan orang lain?" bentak Lisa, lagi.Arka bungkam. Dia hanya terus memperhatikan Lisa yang setiap hari makin tak terkendali amarahnya. Apakah dia salah bertindak lagi? Bukannya cemburu, apakah benar kata Arini, pernikahan mereka jadi taruhan saat Arka bermain api?"Jawab aku! Sanggup kamu, ya, sesantai ini setelah berbuat nggak pantas di depan mataku?!" sinis Lisa denga
Rizwar terkejut saat mendengar cibiran salah seorang rekan di bridal itu. Di sana, dia melihat Lisa tertunduk dan menangis, sementara Arka sudah marah seperti orang kesetanan. Dirinya pun ikut menggeram. Segera dia berlari dan memberikan tinju tepat di wajah Arka hingga temannya itu terjerembab jatuh ke lantai.“Apaan, sih, lo?” kecam Arka.“Puas, lo, rumah tangga lo jadi tontonan gini, hah?!”Rizwar menyeret Arka dan Lisa untuk pergi dari tempat itu, masuk ke ballroom hotel untuk menghindari perhatian orang-orang. Rizwar menyidik keduanya. Sepasang suami istri itu duduk berhadapan. Lisa menangis kecewa, sementara Arka sudah sangat meledak.“Lisa! Lo ini nggak kapok, ya! Belajar dari pengalaman, kek! Ini suami lo otaknya cetek! Sama dia harus transparan, nggak boleh tuh ada rahasia-rahasiaan. Kalau gini, kan, dia jadi salah paham. Nuduh lo selingkuh lagi, kan?” pekik Rizwar.Lisa hanya menunduk, terus menyapu air matanya. “Aku cuma mau ngasih kejutan.”“Dan lo …” Rizwar menggantung uc
Arka tak bisa lagi menahan amarahnya. Seharian di rumah sakit, akhirnya dia pulang lebih cepat untuk bicara dengan Lisa. Ditunggunya wanita itu pulang, sampai jam delapan lebih. Lisa pun jarang mengangkat panggilan darinya.Krik! Lisa membuka pintu dan mendapati suaminya itu duduk di sofa dengan tatapan tajam dan bersidekap. Wanita itu mengurai senyum tipis sambil memegang pundaknya yang terasa sakit.“Sayang, udah pulang?”“Kamu abis dari mana? Jalan sama cowok? Aku liat kamu tadi dianterin lagi sama dia.”Lisa bungkam. Senyumnya tadi memudar mendengar tudingan tajam Arka. Dia meletakkan dulu tasnya, lalu melepas blazer yang melilit tubuhnya hari ini.“Tadi juga kamu makan siang sama dia, kan? Kalau kamu punya waktu makan siang sama dia, kenapa nggak ke rumah sakit dan ngajak aku lunch juga?” bentak Arka.Protes keras Arka ditanggapi sinis oleh Lisa. Teringat dia bahwa minggu lalu, Arka selalu menolak makan siang dengannya beberapa kali meski Lisa sudah menunggu Arka berjam-jam di ru
Begitu saja? Lisa hanya merasa lelah. Arka pun merasa janggal dengan sikap Lisa. Istrinya ini tidur memunggunginya, tak seperti sebelumnya yang selalu beringsut ke dada Arka hanya untuk menjadikan lengan suaminya itu sebagai bantal tidurnya.“Kenapa kamu tidur mantatin aku, sih?” seru Arka.“Siapa yang mantatin kamu? Muka kamu, kan, di atas, pan-tatku di bawah. Bukan mantatin namanya.”“Iya, maksudku, munggungin aku,” gerutu Arka sambil menarik bahu Lisa.Lisa menggoyangkan bahunya, menolak Arka untuk mengganggu. “Sayang, aku ngantuk, nih.”“Ngantuk … banget, ya? Malam ini nggak mau main apa … gitu. Kuda-kudaan, kek. Udah lama, kan?” rayu Arka sambil mengusap-usap paha istrinya.Lisa sama sekali tak tergoda. Dia benar-benar lelah seharian. Disampirkannya tangan suaminya itu, malas meladeni sikap manjanya yang minta dilayani urusan ranjang. Lisa menoleh ke belakang, tersenyum sungkan.“Sayang, please … besok-besok aja, ya. Aku capek banget. Beneran.”Lisa sedikit beranjak dan mencium s
Arka duduk bersila di atas kasur, lalu menggendong Ariel untuk duduk di pangkuannya. Si kecil itu sedang lagi aktif-aktifnya untuk memainkan bola-bola dengan warna berbeda. Indera penglihatannya mulai bekerja. Begitu senang saat memainkan bola-bola di tangan ayahnya itu. “Adek juga udah nggak nyusu mama lagi. Nggak apa-apa, tuh? Nggak nangis? Kalau papa, nangis tuh.”Ariel tertawa, lalu menoleh pada ayahnya yang sejak tadi mengomel tak jelas. Tentu dia tak memahaminya. Tapi mendengar nada manja sang ayah, gelak kecilnya terdengar menggemaskan.“Bukan, maksudnya, nangis karena nggak meluk mama.”Ah! Apa yang dia pikirkan? Wajahnya merah sendiri, padahal si bocah itu juga tak paham apa yang dibicarakan. Dia baru ingat, bahkan sudah dua minggu lebih mereka tidak melakukan hubungan intim. Sibuk dan lelah. Lebih memilih berbaring dan bercumbu dalam lautan mimpi.“Mama mana, ya? Kok, belum pulang?”Tak lama, suara mobil terdengar memasuki pelataran rumah. Arka beranjak dari kasur, lalu men
Lisa cemberut, dengan tangan bersidekap. Selalu seperti ini setiap Arka pulang. Dia bahkan lebih senang memeluk guling ketimbang istri cantiknya ini.‘Sialan! Aku udah setengah telanj ang gini pun dia nggak ada minat buat megang-megang.’Sengaja dia menjatuhkan dress begitu saja untuk menggoda suaminya ini. Setidaknya mereka perlu amunisi untuk hubungan pernikahan yang belakangan ini terasa hambar. Lisa segera berbalik ke sisi cermin. Menatap tubuhnya dari ujung kepala sampai ke ujung kaki lewat pantulan cermin. Dicubitnya sebentar lengan, lalu kedua sisi perutnya yang agak melar.‘Masa' udah nggak selera lagi, sih? Padahal nggak gendut-gendut amat. Masa iya, dia nggak pengen lagi?’Malas menggalau ria, Lisa pun pergi mandi karena badannya sedikit terpercik hujan di luar sana. Menghabiskan waktu lima belas menit, lalu dia keluar dari toilet. Hujan deras seakan mendukung Arka untuk pulas tertidur, padahal dia berkata hanya rebahan saja. Suara dengkurnya saja terdengar kuat.Lisa menyur
“Masih lama?”Arka melepaskan kacamata yang bertengger di hidung mancungnya setelah masuk ke ruang prakteknya. Lisa beranjak dari sisi sofa dengan wajah sumringah. Dia telah bersiap dengan tampilan cantik dan rapi. Dress merah muda itu melilit tubuhnya yang belum terlalu singset setelah melahirkan Ariel. Menunggu satu jam lebih, akhirnya Arka menyelesaikan operasinya siang itu di Raztan Hospital tersebut.“Ya udah, sekarang kamu beres-beres dulu, trus kita makan di restoran China itu,” ujar Lisa, manja.Arka tersenyum tipis. Membuka jas putih itu, lalu disampirkannya di atas meja. Dipeluknya sesaat istrinya itu, mencium rambutnya yang sangat wangi untuk memanjakan hidungnya.“Aku masih ada jadwal operasi lagi jam 1 nanti, Sayang.”Lisa tertegun, hanya menempelkan kepalanya di dada bidang Arka.“Nggak mungkin kita cuma makan siang, trus aku balik ke rumah sakit, kan? Ini juga udah hampir setengah satu. Kalau besok aja, gimana?”Arka meminta dengan nada lembut, memohon kesediaan Lisa un
Papa Frans tak tahan dan langsung mengetuk kepala Arka. Si tampan itu sampai mengaduh sambil mengusap kepalanya."Papa, ih!" ujar Mama Wendi."Ini anak ngomongnya bar-bar banget. Heran aku!" dumel Papa Frans."Apa, sih, Pa? Tega bener nyiksa aku gini," keluh Arka."Ya kamu itu mulutnya nggak bisa dijaga di depan orangtua, mah. Perlu disekolahin lagi?" canda Papa Frans."Nggak, Pa. Makasih. Udah kenyang aku. Ini mulut blangsak udah bawaan orok, Pa.""Dokter begini modelnya, apaan? Dulu kamu masuknya nyogok, ya?" Papa Frans masih asik berdebat dengan Arka.Dua pria ini memang sangat mirip kerasnya. Mama Wendi dan yang lain hanya tepuk jidat karena mereka tak henti melempar argumen.Tawa keluarga itu menghiasi setengah jam kebersamaan. Setelah itu, Arka dipapah Rizwar untuk naik ke lantai dua kamarnya. Betapa gugupnya dia menyadari pintu kamarnya terbuka. Sempat mengintip, istrinya itu masih duduk di depan meja rias."Riz, takut banget gue masuk, mah. Tengsin, lah! Udah bikin surat pami
Setelahnya, Rizwar masuk ditemani Grace. Arka sangat bersyukur mereka selalu menemaninya."Lisa tadi langsung pulang waktu tau kamu udah sadar. Jangan salah paham! Dia cuma belum siap ketemu kamu. Tadi dia juga bawa Ariel. Tapi pasti nanti Ariel nggak nyaman, bahaya juga karena di rumah sakit, 'kan? Jadi langsung dibawa pulang aja," papar Grace, menjelaskan semua seolah paham apa yang ingin diketahui Arka saat ini."Setelah ini pulang dan jangan keras kepala lagi. Satu pelajaran buat lo. Kalau ada masalah, jangan disimpan sendiri karena bisa bikin salah paham segede ini," tutur Rizwar, menambahkan."Hm! Istri itu separuh nyawa suaminya. Jangan rahasiakan apa pun, karena seorang istri akan merasa bahagia jika dianggap penting sama suaminya," pesan sang ibu.Tak lama, dr. Farhan masuk bersama dr. Hanif. Dua dokter itu juga sigap memantau kesehatannya selama ini."Pelan-pelan aja. Untuk saat ini, operasi pengangkatan tumornya sukses. Tapi masih tetap harus medical check up rutin untuk me
Pernikahan sudah dijalani sepuluh tahun. Selama ini, semarah apa pun Arka, sikap lembut Lisa yang berusaha menenangkan Arka membuat pria itu selalu memperbaiki diri dan menarik kembali amarahnya. Pertengkaran diredam karena Arka melihat cinta di mata Lisa. Akan tetapi beberapa bulan ini, kemarahan Lisa membuat Arka berada dalam tekanan.Ternyata cinta Arka saja tak cukup untuk melunakkannya. Tak peduli seberapa keras pria itu berupaya, bersujud, bahkan menangis sekalipun, Lisa tak goyah. Suaminya itu menahan sesak akibat kemarahan tak berujung Lisa."Maafin aku, Ka ...."Papa Frans menoleh saat mendengar isak tangis Lisa. Dia bangkit untuk mendekati menantunya itu, mengajaknya duduk di kursi tunggu. "Kamu sebaiknya pulang dulu, makan dan istirahat. Kamu belum ada pulang. Itu pasti stock ASI buat Ariel udah habis. Kasian dia," pinta beliau."Arka pasti bangun, kan, Pa?"Lisa sangat takut terjadi hal buruk hingga dia terus meyakinkan diri akankah Arka bangun dengan cepat. Papa Frans b