Share

Bab 16

Author: ERIA YURIKA
last update Last Updated: 2023-02-13 17:00:53

“Maafin ibu, Yas. Selama ini Ibu sudah salah sama kamu. Ibu janji akan merawat anak kamu nanti. Kamu pulang lagi ya ke rumah!”

Bukan hanya aku yang terdiam, bahkan ibu juga hanya bisa terpaku di tempatnya. Menyaksikan besannya yang terus meracau di lantai.

Saat itu Kang Dadan yang wajahnya sudah merah, karena menahan malu. Ia segera membantu ibunya berdiri denan sedikit memaksa, karena saat itu entah apa yang ada di pikirannya. Ia sudah seperti anak kecil, menangis sambil meraung-raung.

“Jangan begini Bu, bangun dulu!” ucap Kang Dadan.

“Biarin aja Dan, ibu memang salah hiks. Ibu harus minta maaf.”

“Aku udah maafin ibu kok, tapi maaf aku enggak bisa balik ke sana,” ucapku, yang sudah tak tahan lagi dengan tingkahnya yang ajaib.

Apakah menjadi tua akan selalu seperti ini?

“Kenapa? Itu artinya kamu belum maafin ibu, buktinya enggak mau pulang?”

Saat itu ibu

Locked Chapter
Continue to read this book on the APP
Comments (2)
goodnovel comment avatar
Yuyun Naryuni
mertua ga tau diri
goodnovel comment avatar
Reny Ganestya
hmmmmmm makin seru aja nich
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • AKU INI BUKAN MENANTU SAMPAH   Bab 17

    “Kenapa kalian diem aja, siapa yang berani mitnah kamu selingkuh? Bilang sama Ayah! Ada bukti enggak dia bilang begitu?”Saat itu Ayah yang baru saja pulang dari kantor, malah tak sengaja mendengar percakapan kami. Sekarang ia yang sudah terlanjut emosi, mana mungkin bisa di ajak bicara baik-baik.Lagi pula kenapa sih Bu? Dulu saat aku belum hamil, malha dituduh mandul. Sekarang sudah hamil pun, ia malah menuduhku hamil anak orang lain. Apa sih salahku ya Allah. Bertahun-tahun aku mencoba ikhlas menerima sikap dan tabiat buruk mertuaku. Tetap menjaga dan bahkan merawatnya saat sakit.Dia mana ank-anaknya saja merasa jijik tiap kali ia buang air kecil atau muntah di lantai. Aku tidak pernah marah, tak pernah juga mengeluhkan semuanya. Hanya saja, kenapa selalu saja kata-kata yang tak enak didengar yang keluar dari mulutnya.“Ayah duduk dulu! Ibu buatkan minum sebentar!”Saat itu ibu sedikit mendorong Ayah menjauh dariku

    Last Updated : 2023-02-14
  • AKU INI BUKAN MENANTU SAMPAH   Bab 18

    Tak jauh dari tempat kami bicara, rupanya ibu sedang memperhatikan ke arah kami.“Lihatlah ibumu! Dia sepertinya menguping pembicaraan kita!” ucapku.Aku hanya mendengar Kang Dadan menghembuskan nafas kasar. Ia bahkan terlihat seperti orang yang frustrasi. Tepat saat aku berpapasan dengannya. Aku sengaja menghentikan langkah.Namun, saat itu tak seperti di rumahnya yang di Sukabumi. Sekarang wanita ini, lebih suka menunduk dan tak banyak bicara. Aku hanya tersenyum mengamati setiap perubahannya, yang mana sangat bertolak belakang dengan kesehariannya di kampung halaman.Sayangnya tidak semua orang bisa terkena tipu dayanya. Orang tuaku jelas mengenali sikap putrinya yang mereka besarkan sejak kecil. Bisa-bisanya dia menyebarkan fitnah di rumahku sendiri.~“Ibu pasti seneng banget ya, sekarang!”Ibu lagi-lagi tak menjawab, hanya melirik sekilas lalu kembali menatap lantai.“Seneng, karena uda

    Last Updated : 2023-02-14
  • AKU INI BUKAN MENANTU SAMPAH   Bab 19

    Aku tidak berharap banyak dia akan mengambil keputusan besar. Saat itu bagiku kembali atau tidak bukan lagi masalah. Hatiku sudah terlanjur sakit. Mungkin juga efek dari hormone kehamilan yang membuat perasaanku lebih sensitive.~“Oke, sekarang kalau toko dijual. Akang mau kerja apa?”“Kamu ragu kalau Akang bisa nafkahin kamu?”“Bukan ragu, aku hanya bertanya.”“Akang akan cari kerjaan. Kamu tenang saja, Akang enggak mungkin bikin anak istri kelaparan. Sekarang Akang antar ibu pulang ke Sukabumi dulu. Sambil ngurus toko yang mau di jual. Mungkin seminggu atau paling lambatnya 2 minggu. Kamu pilih saja mau bangun rumah di mana. Akang ikut kamu aja.”Saat itu bahkan impianku sudah di depan mata. Namun, jangankan senang atau bahagia. Sekedar rasa syukurpun tak terlintas di benakku. Aku sudah tak punya semangat untuk melanjutkan hubungan yang hanya menyakiti satu sama lain.Bukan hanya di a

    Last Updated : 2023-02-14
  • AKU INI BUKAN MENANTU SAMPAH   Bab 20

    [Kamu lihat Kang Dadan di sana enggak?][Nah, itu dia. Aku enggak lihat Kang Dadan sama ibu mertua Teteh, tapi tadi aku sempat denger mereka lagi di rumah Juragan Asep. Palingan mau minta pertanggungjawaban. Ya, tahu sendirilah. Juragan Asep mah, masalah kecil aja dibesar-besarin.]Berkaca dari sikapnya yang arogan, semoga saja dia tak mempersulit Kang Dadan. Ya Allah rasanya ingin sekali menepis rasa khawatir, jika mungkin Nining menuntut bukan hanya sekedar biaya pengobatan.[Teh sudah jangan terlalu dipikirin! Begini aja nanti kalau aku lihat Kang Dadan sama mertua teteh, aku pasti kabarin. Tetehnya jangan sedih, bisa jadi itu cuma pikiran aku aja. Maafin aku ya, harusnya enggak bilang macem-macem yang bikin Teteh jadi mikir ke mana-mana.][Enggak apa kok, makasih banyak loh Tik, sudah mau direpotkan.][Ah begini doang, Teh. Lagian aku gemes aja kalau sampai bener itu si Nining memanfaatkan kesempatan dalam kesempitan. Emang dasar bener-bener ga

    Last Updated : 2023-02-15
  • AKU INI BUKAN MENANTU SAMPAH   Bab 21

    Sejak hari itu aku merasa ia semakin berubah, menjauh dan selalu menghindar. Ponselku tak lagi berdering setiap jam. Di mana biasanya ia akan menghubungiku 5 kali sehari sekarang sehari sekali saja sudah bagus.Terkadang kami hanya bicara seadanya, sebentar dan tak ada lagi salingbercerita tentang apa saja yang kami lewati selama ini.Hanya dua pekan dan dia berubah sebanyak itu. Alasannya hanya dua, kalau tidak ada orderan dari grab, maka dia akan pergi ke rumah sakit untuk merawat Nining.Terkadang aku membayangkan bagaimana dia merawat wanita itu, apakah keduanya saling berpegangan, merangkul atau bahkan berpelukan? Tak ada yang tahu bukan? Tika juga tak pernah memberikan kabar. Gadis itu selalu beralasan ia sibuk di workshop.Seperti hari ini, sudah larut malam ia belum juga menelepon. Sesibuk itukah mengurus orang sakit?~Kami yang tak terbiasa dengan hubungan jarak jauh, keadaan seperti sungguh cukup menyiksa. Ada berba

    Last Updated : 2023-02-15
  • AKU INI BUKAN MENANTU SAMPAH   Bab 22

    [Ini aku, Kang. Yasmin.]Selama beberapa detik, tak ada jawaban di seberang telepon.[Akang mau dekor apa? Ada acara?]Kau tahu yang paling menyebalkan adalah pria itu masih diam.[Acara tetangga.][Oh ya? Kalau memang acara tetangga kenapa lama sekali jawabnya?][Akang bingung aja, kok kamu pakai nomor baru.][Memangnya kalau bukan nomor baru, Akang mau mengangkatnya? Telepon ibu aja enggak diangkat kok.][Bukan enggak mau ngangkat Sayang, di sini ramai banget. Akang enggak denger kalau ada telepon.][Akang pasti sibuk banget.][Iya, maafin Akang, karena enggak sempat kasih kabar ke kamu.]Selama aku tinggal di kampung, Kang Dadan tak pernah melakukan bantu-bantu sampai seharian penuh. Kalaupun ia ikut rewang, sorenya pasti pukang dulu.Sekarang ia bahkan menghabiskan harinya di acara orang lain.[Siapa yang punya hajat?][Hm, ya ini tetangga.]Entah kenapa kurasa dia tengah men

    Last Updated : 2023-02-15
  • AKU INI BUKAN MENANTU SAMPAH   Bab 23

    [Aku mungkin tidak akan membiarkanmu melihatku lagi.][Kamu ingin pergi?][Ya.][Itu artinya kita akan pisah?][Tentu saja.][Bagaimana kalau Akang melakukannya karena suatu hal yang memang tidak bisa ditolak.][Akang ini kenapa sih? Kok pembahasannya jadi dalam banget? Memangnya Akang kepikiran buat nikah lagi.][Enggak Sayang, Akang cuma bertanya aja. Lagi pula kamu kayaknya terlalu berlebihan, mimpi itu enggak selamanya jadi nyata.][Kalau nyata aku enggak akan memberimu kesempatan.]Kang Dadan terdiam sesaat. Namun, tak dipungkiri jika wajahnya berubah sendu setelah aku mengatakan hal itu.[Bagaimana kalau aku tidak pernah menyentuhnya? Apa kamu juga enggak akan kasih kesempatan?][Buat aku enggak pernah ada kesempatan buat pengkhianat, apa pun alasannya.][Lalu anak kita?][Aku akan membesarkannya sendiri.]Saat itu aku melihat pria itu terus menatapku dengan tatapan yang menyedihk

    Last Updated : 2023-02-16
  • AKU INI BUKAN MENANTU SAMPAH   Bab 24

    Siang itu aku yang bingung memutuskan untuk melihat jadwal penerbangan. Aku tak bisa diam saja, ini bukan lagi masalah sepele. Apa lagi pertanyaan Kang Dadan semalam aku merasa itu bukan lagi andai-andai. Berbekal tiket yang kupesan lewat online. Besok pagi seharusnya aku akan terbang. Tepat saat aku mulai memasukkan beberapa helai pakaian dan kebutuhan selama di perjalanan ibu malah masuk ke kamar. “Kamu kok packing, mau ke mana? Inget, kamu ini lagi hamil. Jangan bilang kamu mau terbang ke sana!” “Aku harus ke sana Bu, aku sudah dapet tiketnya.” “Ayah kamu enggak akan ngizinin.” “Kali ini aja, bisa enggak ibu minta sama Ayah buat ngizinin aku?” “Ibu temani kamu ke sana, ya?” Saat itu aku hanya bisa memeluk ibu dengan erat. Meski sejenak rasanya berada dalam pelukan ibu, begitu menenangkan. Akhirnya setelah perdebatan alot semalam. Ayah mengizinkan kami untuk pergi dengan syarat Azam juga ikut. Untunglah saat itu kami

    Last Updated : 2023-02-16

Latest chapter

  • AKU INI BUKAN MENANTU SAMPAH   Bab 62

    Sementara ibu melangkah menuju ke ruang tamu. Aku dan Kang Dadan memilih ke halaman belakang berkumpul bersama keluarga yang lain yang saat itu juga terlihat sangat ingin tahu apa yang terjadi. Aku sengaja tidak menjelaskan, aku pikir tidak baik juga menceritakan masalah seperti ini pada orang-orang yang tidak punya kepentingan.“Harusnya kalian juga temui, Nining! Kalian kan sudah makan emasnya. Terutama kamu Nad, kamu harus akuin keserakahanmu itu jika memang kamu bener mau berubah menjadi lebih baik,” ucap Teh Dewi.Kedua adik perempuannya itu lantas saling menatap. Sebelum akhirnya mereka memutuskan untuk menyusul ibu ke ruang tamu.“Dan, Yas maaf kelakuan mereka bikin kalian jadi susah.”Saat itu Teh Dewi bukan hanya menatap kami bergantian, ia juga memegang kedua tangan kami sambil menyatukannya menjadi satu genggaman.“Teteh juga pasti banyak salah sama kalian, teteh harap apa pun yang terjadi kalian jangan pern

  • AKU INI BUKAN MENANTU SAMPAH   Bab 61

    Sepanjang jalan menuju rumah Juragan Asep banyak sekali tetangga yang mengajak kami bersalaman. Memang masih momen lebaran, jadi kami masih saling bermaafan. Namun, sepertinya orang-orang desa terlalu berlebihan. Permintaan maaf mereka seperti benar-benar dari hati, berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya. Mungkin memang sebenarnya mereka juga merasa bersalah, karena ikut bersekongkol dengan Juragan Asep perihal pernikahan suamiku. Kebetulan sekali saat kami hampir sampai ke rumah Nining. Di jalan kami malah bertemu dengan Bu Odah. “Loh, kalian kapan datang?” tanyanya. “Sudah 3 hari yang lalu,” jawab Kang Dadan. Aku pikir Bu Odah akan marah atau mungkin bertindak anarkis. Ternyata dia dengan ramah menyapa kami. Wanita yang usianya sekutar 60 tahunan itu tampak lebih segar dan bugar dibandingkan pertemuan kami setahun lalu. “Yasmin, sehat?” “Alhamdulillah. Ibu dan Nining bagaimana kabarnya?” “Kami semua sudah lebih baik se

  • AKU INI BUKAN MENANTU SAMPAH   Bab 60

    “Loh, terus ibu mau tinggal sama siapa? Mau sama aku?”Teh Dewi mulai angkat suara.“Enggak, ibu juga enggak mau menyusahkan kamu. Kehidupan kau aja ngepas buat sehari-hari. Biarin ibu di sini sendiri. Mereka biar cari rumah sendiri.”Sontak saja Teh Nadia dan Teh Arum langsung menghambur dan berlutut di hadapan ibunya.“Bu, maafin Nadia. Aku tahu yang aku lakukan ini salah banget, tapi Nadia juga enggak tahu mau tinggal di mana lagi kalau bukan di sini, hiks.”“Tolong maafin Arum juga Bu, kami bener-bener enggak tahu harus tinggal di mana, hiks. Kami bahkan belum punya pekerjaan. Kami enggak tahu mau mulai kehidupan seperti apa?”“Waktu kalian mengusir ibu dari rumah, pernah enggak kalian mikirin ibu mau tinggal di mana dan bagaimana? Padahal, enggak setiap hari juga Ibu berkunjung ke rumah kalian.”Sekarang tangisan keduanya malah semakin menjadi.“Ibu selalu m

  • AKU INI BUKAN MENANTU SAMPAH   Bab 59

    “Benar kata Mas Aris, kalau sampai ibu masih gak sadar. Itu keterlaluan banget. Kalau sekarang ibu enggak mau ketemu, mungkin aja dia cuma perlu waktu buat nerima semuanya.”“Akang antar kamu pulang dulu, ya? Lagian hasilnya baru keluar besok.”“Memangnya ibu mau dirawat?”“Ia, biar enggak bolak balik. Sekalian mau cek kesehatan yangl ain. Dokternya baru ada besok pagi. Sekarang udah tengah malam gini. Kamu mau istirahat di mana coba. Mana enggak boleh masuk juga, ‘kan ada bayi,” ucap Kang Dadan.~Saat itu memang kurasa tak ada pilihan lain. Apa lagi memikirkan anak-anak yang juga butuh tempat yang layak.Kami bahkan tak diperkenankan masuk, karena membawa bayi.~“Ayo Akang antar! Percaya sama Akang, ibu enggak benci kamu kok. Dia cuma butuh waktu aja. Kita tunggu di rumah aja, ya?”Sebelum pulang Kang Dadan mala mengajakku untuk mampir di warung bakso f

  • AKU INI BUKAN MENANTU SAMPAH   Bab 58

    Aku masih berusaha untuk meminta tolong pada orang-orang di sana, termasuk para pedagang yang berada di sekitar lampu merah.“Aduh Neng, mana bawa-bawa bayi. Jangan nekat! Sudah tunggu aja di sini.”“Enggak bisa dong Mas, nanti kalau suami saya dipukuli bagaimana?”“Enggak, asal enggak cari masalah. Mereka enggak anarkis kok.”“Tapi, tadi katanya mereka suka mukul orang.”“Enggaklah, dasar aja orangnya enggak mau nolongin. Sudah tunggu saja di sini! Sebentar lagi juga keluar!”Saat itu ibu-ibu yang kebetulan lewat pun sampai menahan kutetap tinggal. Ia menarik lenganku, begitu erat.“Kalau ada.apa-apa, memangnya Neng enggak kasihan sama anak-anak?”Benar juga. Adanya mereka membuat gerakanku jadi terbatas.Sekarang aku hanya bisa pasrah sambil harap-harap cemas, menanti mereka yang tak kunjung keluar dari markas itu.“Memangnya ada urusa

  • AKU INI BUKAN MENANTU SAMPAH   BAB 57

    Aku bisa mengerti sesakit apa Kang Dadan mendengar kabar ini, ia sampai tak bisa berhenti menyalahkan diri.“Belum terlambat buat cari keberadaan ibu, Kang. Kita bisa cari sekarang juga kalau Akang mau. Mumpung kita di sini, kalau udah di Bali. Pasti ‘kan repot harus minta cuti dan sebagainya. Hayu, Akang mau sekarang? Aku temani!”Akhirnya setelah sekian lama ia terus menunduk sambil merenungi kesalahannya, pria itu menatapku.“Kamu bahkan lebih peduli sama ibu dari pada anak-anaknya.”“Setelah aku merasakan hamil dan melahirkan, aku jadi tahu Kang jadi ibu itu enggak mudah. Apa lagi merawat anak-anak. Aku cuma belajar menempatkan diri, kalau aku di posisi ibu bagaimana? Pasti aku juga akan melakukan hal yang sama. Siapa yang enggak akan merasa bersalah, melihat cucunya kritis dan hampir meninggal, karena kesalahan kita sendiri.”“Iya, tapi semua itu bohong.”“Ibu mana mengerti mas

  • AKU INI BUKAN MENANTU SAMPAH   Bab 56

    “Mafin aku Yas, kami bener-bener khilaf saat itu. Begitu melihat lemari ibu yang penuh dengan emas Batangan dan perhiasan. Kami jadi kalap dan malah menginginkan semuanya.”“Jangan-jangan ibu bukan kabur dari rumah, tapi Teteh yang usir dia.”“Soal itu, hm sebenarnya untuk masalah anakku yang di klinik jugahanya akal-akalan kami. Awalnya Anita memang mengalami konstipasi, tapi keadaannya tidak terlalu serius. Jadi, cukup diberikan obat saja juga sudah baikkan.”“Kalau memang begitu, kenapa Teteh malah melebih-lebihkan seolah-olah yang ibu lakukan itu sampai mengancam nyawa Anita?”Anita adalah anak kedua dari Teh Nadia, usianya belum menginjak 6 bulan. Jadi, ia tak seharusnya mendapatkan makanan selain ASI. Aku pikir memang benar, jika anak itu dalam keadan yang kritis. Ternyata hanya akal-akalan saja.Memang benar ya, buah tak akan jatuh jauh dari pohonnya. Sikapnya persisi seperti Bu Irah. Sek

  • AKU INI BUKAN MENANTU SAMPAH   Bab 55

    “Kenapa sih dia?” tanya Teh Dewi dengan gaya culasnya.Namun, saat itu malah disenggol oleh Mas Aris.“Samperin sana! Adik kamu itu! Tanyain kenapa dia pulang sendiri? Mana malam-malam, ke mana suaminya?”Benar juga, tak biasanya Teh Nadia pulang kampung sendirian. Selain katanya tak biasa naik angkutan umum yang panas dan berdesakkan dengan pemudik lainnya.Ah, aku jadi ingat bagaimana angkuhnya saudara iparku itu.“Tunggu Teh, jangan ke dalam dulu! Aku mau ngomong sesuatu. Mumpung semua sudah kumpul di sini!”Teh Nadia yang saat itu hendak masuk pun mendadak kembali.Aku bisa melihat kegugupan di wajah Teh Arum, sesekali ia melirik ke arahku lantas ke arah suaminya. Yang saat itu bahkan sama tegangnya. Aku bahkan bis melihat ia seperti mengancam istrinya itu dengan tatapan tajamnya.“Sayang ada apa sih, kok Teh Arum dari tadi lihat kamu.”“Dengerin aja, nanti juga t

  • AKU INI BUKAN MENANTU SAMPAH   Bab 54

    “Teteh sebenernya kenapa? Yas bingung, kalau cuma mau minta maaf sudah jauh-jauh hari aku suda maafin kok. Tapi, ini perhiasan siapa? Kenapa dikasih ke aku?”Ada rahasia apa sebenarnya. Aku sangat bingung sekarang. Apa lagi tangisan Teh Arum juga semakin memilukan.“Kita cerita di kamarku saja yuk, biar enak. Kan ada anak-anak juga takut pada ke dapur.”Aku hanya takut, jika mereka mengetahui kesedihan bundanya. Itu tidak akan baik bagi mental mereka.Akhirnya aku hanya bisa memaksa wanita itu untuk pindah dari dapur.Di kamar, aku dibuat semakin bingung ketika Teh Arum tak mau menghentikan isakkannya. Aku hanya bisa mengusap punggungnya demi meredakan sesaknya, yang kuyakini ia past sudah menahan luka ini sekian lama.Lantas hari ini selayaknya bom yang siap meledak kapan saja. Kali ini mungkin waktunya.“Teteh, aku tahu pasti sakit banget denger kayak gini, tapi udah coba omongin belum sama Kang Ajunnya

DMCA.com Protection Status