Share

Penghasil Anak

Author: ArgaNov
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56
Dokter berjalan menuju aula dari lorong tempat kamar Ayu berada. Oma yang memanggil dokter tua itu sebab sudah sebulan sejak aku menikah dengan Ayu. Setelah cukup dekat Dokter tua itu mengeleng pelan.

Apa arti geleng itu?

Aku menoleh pada Oma. Tapi tampaknya wanita tua yang mengurusku setelah kedua orang tuaku meninggal itu sama sekali tidak berniat memberitahu apapun sendiri. Jadi kau putuskan untuk menunggu dokter yang berjalan dengan lemah ke mulai menuju tempat kami.

“Ada apa sebenarnya ini?” tanyaku.

Oma memalingkan wajahnya sebentar, menoleh kepada para pelayan yang datang dari luar masuk ke dalam aula. Beliau menunggu sampai para pelayan itu cukup jauh.

"Aku mendengar dari Muni kalau Ayu telat datang bulan. Jadi kupikir sebaiknya memeriksa apakah wanita itu telah hamil!"

Aku membuang nafas kesal mendengarnya. Sepertinya wanita tua ini menganggap membuat anak seperti membuat adonan kue. "Jadi?" Aku bertanya dengan singkat sama sekali tidak ingin memprovokasi.

Oma tidak menj
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • AKU BUKAN ANAK AYAH!   Ibu Mau Bertemu

    Aku bukan cuma menghindar, tetapi melarikan diri dengan sekuat tenaga untuk tidak harus bertemu dengan Pak Prana. Aku tahu kalau dia yang benar-benar merupakan ayah kandungku tersebut berusaha menemuiku. Tapi bayangkan apa yang aku rasakan? Ia yang tidak pernah datang di dalam kehidupanku tiba-tiba saja mengakui kalau aku adalah putrinya. Ia yang bahkan tidak pernah aku kenal mengatakan itu dengan lantang. Bagaimana seharusnya aku bersikap?"Nyonya, Pak Prana bertanya apakah mau makan sesuatu?" Aku melirik Muni yang menatapku dengan tetapan prihatin. Semua orang di rumah ini tahu soal hubunganku dengan Pak Prana. "Tidak selera!" jawabku. Ini hanya alasan Pak Prana saja. Pria tua itu yang mengaku-ngaku sebagai ayah kandungku hanya ingin merecokiku saja. Aku sudah pernah menemuinya setelah hari pernikahanku dulu. Ia hanya berkata kalau ibuku merindukanku. Ibu merindukanku? Apa tidak salah? Jelas-jelas saat hari Ibu menikam Ayah, Ibu menatapku dengan penuh kebencian hari itu. Andai

  • AKU BUKAN ANAK AYAH!   Nyonya, Anda Hamil!

    Ada banyak suara di sekitarku. Aku tidak kenal beberapa tetapi yakin menggenal Gatra dan Pak Prana. Awalnya hanya berupa bisi-bisik saja sebelum kemudian menjadi lebih jelas saat ini.Padanganku yang awalnya gelap juga mendadak menjadi cerah. Hingga akhirnya hal pertama yang aku lihat adalah langit-langit. Suara-suara yang awalnya berdegung disekitarku bagaikan lebah lenyap seketika.“Kamu baik-baik saja sekarang?”Aku menoleh dan melihat tatapan khawatir yang berasal dari Pak Prana. Aku sempat berpikir kalau kemungkinan ibuku ada di dalam kamar juga, tetapi tidak sama sekali. Untung hanya pria yang mengaku sebagai ayah kandungku saja.Aku mendorong tubuhku dengan kedua tangan supaya bisa berdiri, tetapi tidak berhasil. Aku sama sekali tidak memiliki tenaga saat ini. Rasanya seluruh tubuhku menjadi ngilu seketika.“Tetaplah berbaring! Tidak ada yang perlu kamu kerjakan selain itu.” Gatra menekan bahuku dengan lembut sekali.Pada akhirnya aku pasrah saja saat ini. “Kok aku tiba-tiba l

  • AKU BUKAN ANAK AYAH!   Tertolak

    Anehnya perasaan senang karena mengetahui Ayu hamil bertahan lebih lama dibandingkan yang aku bayangkan. Bahkan setelah hari pengumuman kepada semua pekerja di rumah. Bahkan setelah malam terlewati, aku masih saja ingin memeluk siapapun yang aku temui dan berkata kalau istriku sedang hamil.Apakah memang seperti itu euforia menjadi seorang ayah? Candu yang tidak bisa dikendalikan oleh perintah otak saja.Seberapa keras pun aku berpikir, aku tidak menemukan alasan untuk menghilangkan perasaan senang yang muncul setelah mendengar kehamilan tersebut segera. Memang apa salahnya dengan hal itu?Aku mengatakan kata-kata yang tidak pernah kukatakan sebelumnya. Kalimat-kalimat yang menenangkan itu terasa begitu aneh di lidah. Seperti sedang mengulung permen yang baru pertama kali kumiliki. Namun, aku sama sekali tidak membencinya.Ketika aku menyentuh puncak kepala Ayu, menyuruhnya untuk memejamkan mata, rangsangan aneh lainnya yang entah berasal dari mana muncul. Rangsangan itu mendikteku un

  • AKU BUKAN ANAK AYAH!   Makanan Bau

    Aku hampir muntah ketika Muni menyodorkan makanan padaku. “Bau apa ini Muni?” tanyaku memencet hidung sekuat tenaga dan berusaha bernapas melalui mulutku saat ini.Muni menghidu segera. Lalu kulihat ia mengeleng dengan penuh semangat. “Tidak ada bau apa-apa kok, Nyonya! Ah, ada ini sih, tapi ini kan wangi sekali!” kata Muni senang.“Jauhkan itu dariku!” kataku memohon. Sungguh. Aku tidak sanggup bernapas dengan cara normal kalau makanan datang ke kamar ini berbau menjijikan seperti ini.Muni entah iseng atau hanya tak percaya dengan kata-kataku menyodorkan makanan ke arahku.Padahal hidungku telah kupencet hingga tak ada aliran udara yang masuk ke salah satu alat pernapasan itu. Namun, masih saja berbau busuk. Bagaimana ini? Apa yang harus kulakukan supaya Muni berhenti mengerjaiku?“Nyonya belum makan sejak kemarin! Nanti Nyonya sakit!” Muni mendorongkan sesendok makanan menuju mulutku.Aroma menyengat yang sejak tadi berusaha kuhindari sekuat tenaga menyerang dengan ganas saat ini.

  • AKU BUKAN ANAK AYAH!   Sebuah Pembenaran

    “Mengalami problem ayah baru?” Erlan muncul dengan ejekannya di pagi hari di ruangan kantor mewah tempat aku menenangkan diri.Tidak ada yang aman di rumah sejak Ayu dinyatakan hamil setelah menikah selama sebulan. Bagiku sebuah kebahagiaan karena sebentar lagi mendapatkan apa yag kuinginkan. Namun, Alina--wanita yang memintaku mencari rahim lain untuk memiliki anak malah menjadikannya sebagai bahan pertikaian.“Sialan!”Erlan mematung kulihat, berusaha terlihat sangat bersalah dan akan memutuskan keluar sambil menangis dengan menutup kedua tangannya. Tapi kemudian tak lama setelah penyesalan yang dibuat-buat itu muncul, Erlan tertawa terbahak-bahak.“Nikmati itu Bro!” katanya sambil duduk di sofa tanpa dipersilakan.Aku mengerutu cukup lama sampai kemudian menyadari kalau sebenarnya aku cukup senang dengan semua yang terjadi. Rasanya seperti dibutuhkan. Rasanya jelas menjadi prioritas.“Tidak sabar bertemu dengan anakmu?” Erlan memiringkan kepalanya saat bertanya padaku.Aku menekan

  • AKU BUKAN ANAK AYAH!   Peringatan

    Muni melaporkannya padaku. Aku belum sempat melihat keadaan Ayu. Ah … benar-benar. Dibiarkan malah menjadi. Aku menghargainya sebagai ayah kandung Ayu. Tapi, sepertinya aku tidak dianggap sebagai menantu.“Terima kasih Muni!” kataku.“Saya khawatir sama Nyonya Pak!” Muni mengatakan itu terakhir kali sebelum kemudian pamit keluar ruang kerja.Kulihat jam di ponselku, hampir pukul sembilan malam. Kebanyakan pelayan sudah kembali ke pavilliun di luar, tempat mereka tinggal saat bekerja. Pak Prana juga ada di sana.Yang tinggal di dalam rumah hanyalah beberapa pelayan yang bertanggung jawab langsung pada penghuni rumah. Semacam pelayan khusus. Mereka diberi kamar di dekat dapur.Aku memencet intercom, menyuruh siapapun yang berada di dekat sana untuk memanggil Pak Prana keruanganku. Seperti kata Erlan aku harus tegas membatasi gerak pria tua yang adalah ayah kandung istriku.Hari ini hanya sekedar sakit perut saja. Muni berkata kalau dokter datang dan memberikan Ayu obat penenang. Katanya

  • AKU BUKAN ANAK AYAH!   Kamar Nyonya Rumah

    Semalam aku bermimpi seseorang berbisik kalau aku ada di tempat yang aman. Ayah yang biasanya memarahi Ibu di rumah menghilang. Dan bayangan Ibu yang berrlumuran darah juga.“Siapa, ya?” tanyaku pada diri sendiri.Tidurku yang jarang sekali lelap begitu nyaman. Hingga aku merasa senang dan tubuhku terasa sangat segar. Aku bangun lebih dulu dari Muni yang biasa membangunkanku pukul tujuh dan duduk di teras kamar sambil memandang keluar.“Nyonya … Anda bangun lebih awal?” Muni terdengar terkejut bertanya padaku.Aku mengangguk. “Apa kamu masuk ke dalam kamarku semalam, Muni?” tanyanya.Muni memiringkan kepala dan mengeleng. “Tidak kok, mungkin Tuan yang datang. Tuan memanggil saja ke dalam ruang kerja setelah Anda tidur di kamar.” Mata Muni berbinar-binar saat mengatakan hal itu padaku.Jujur saja, aku sama sekali tidak percaya. Aku tidak bisa memikirkan alasan, dasar dari sikap peduli Gatra padaku. Benar, aku adalah wanita yang mengandung bayi yang sangat ia inginkan. Tetapi hanya itu

  • AKU BUKAN ANAK AYAH!   Ya, Aku Jatuh Cinta 1

    PLAK!Telingaku berdenging dan cukup lama aku hanya terdiam menikmati rasa sakit yang diakibatan tamparan itu. Astaga … memang apa yang aku lakukan? Aku hanya berjalan keluar dari kamar dan berdiri di aula.“Kamu sangat tidak tahu malu!” tuding Alina padaku.Rasa panas seperti terbakar dan perih menjalar di pipiku hingga ke mata. Aku benar-benar ingin menangis sekarang, tetapi aku tak mau memperlihatkan kelemahanku pada wanita di depanku ini.Walau pandangan mataku mengabur dan desakan untuk meraung dan menjerit begitu kuat di dalam dadaku, aku sama sekali tidak membiarkan hal itu terjadi. Aku berdiri tegak dengan tubuh gemetaran.“Ada apa Nyonya Alina, apa ada yang salah?” Muni muncul dengan cepat dan berdiri di depanku.Alina masih memandang dengan penuh kebencian terhadapku. Seolah aku telah melakukan hal yang benar-benar besar untuk bisa dibencinya seperti itu.“Kamu dan dia sama saja! Orang-orang yang seperti binatang lapar yang menunggu kesempatan!”Emosiku meledak mendengarnya.

Latest chapter

  • AKU BUKAN ANAK AYAH!   Pilihan

    Barusan aku dengar apa?Aku menatap Gatra yang memandangku balik tanpa keraguan. Aku tahu kalau Gatra bukanlah seorang pembohong. Tetapi, menceraikan Alina sepertinya bukan hal yang mungkin.Bagaimana pun masalah yang menampar kehidupanku bagaikan angin topan adalah karena pernyataan Alina yang dengan terang-terangan tidak mau memiliki anak. Pria di depanku ini kemudian “membeliku” untuk menjadi rahim istrinya.Aku tertawa, tetapi sama sekali tidak bahagia. “Ini sama sekali tidak lucu, Tuan Gatra!” kataku padanya.“Aku sama sekali tidak sedang bercanda tuh! Apa menurutmu tampak seperti ini bercanda?” Gatra benar-benar tak tersenyum sedikit pun kulihat.Aku mengeleng pelan. “Kamu bercanda dengan hidupku menggunakan tampang seperti itu. Apa kamu ingat? Apa perlu kupanggil Pak Prana supaya memberitahumu!”Gatra sama sekali tidak gentar. Tatapannya masih sama saja seperti sebelumnya, tanpa keraguan. Dilain pihak, aku yang mulai ragu pada diriku sendiri sekarang. Bagaimana aku merasa bahag

  • AKU BUKAN ANAK AYAH!   Butuh Lebih Dari Cinta Saja

    Ayu mencintai Anda, Tuan! Tetapi, dia penuh dengan ketakutan saat ini! Dia takut Anda akan membuangnya. Hubungan kalian tidak dimulai dengan cara yang bagus. Bahkan ketika itu saya berpikir kalau Anda akan merasa bosan dengannya dan kemudian mencampakkannya. Yah, lalu saya memang ingin membawanya jauh dari Anda saat tahu kalau dia adalah putri kandung saja!Benar. Aku paham betul semua yang dikatakan Pak Prana. Aku juga bisa merasakan perasaan Ayu. Tetapi, jalan hidup wanita itu telah membuatnya tak bisa mempercayai dengan mudah. Ia telah dikhianati beberapa kali sebelum kemudian bertemu denganku.“Bahkan dia menangis di dalam tidurnya!” kataku pelan.Aku memandang garis pantai yang hitam legam. Kemudian memutuskan untuk mempersiapkan semuanya dengan benar. Semuanya harus dimulai dari pertemuan yang bagus lagi. Aku harus melakukannya kalau ingin memperoleh rasa kepercayaan Ayu.“Pak, bisa aku minta nomor ponsel Anda?”Pak Prana sepertinya tengah berusaha mencari tahu apa yang kurencan

  • AKU BUKAN ANAK AYAH!   Aku Mencintaimu, Aku Akan Katakan Berulang Kali

    Apa aku melakukan kesalahan? Aku jelas pergi seperti yang diinginkan?Aku sangat terkejut begitu melihat Gatra di halaman. Tanpa mempedulikan apapun, aku berlari pergi. Tapi, aku bisa tahu kalau orang-orang itu berteriak-teriak mencegahku untuk berlari. Hal yang tidak kuhiraukan sama sekali.Namun, pada akhirnya aku tersandung dan tergolek di atas gundukan pasir pantai. Secubit pasir masuk ke dalam mulutku, rasanya tidak menyenangkan dan aku terbatuk-batk karena hal itu.“Apa yang terluka? Ada yang sakit?” Suara penuh kekhawatiran yang kemudian disusul dengan penampakan wajahnya hanya beberapa inci di depan wajahku terlihat.Sial!Dorongan untuk berteriak dan memaki mendesak keluar. Akan tetapi, yang lebih dulu terlaksana adalah menangis. Aku tahu. Sebab pandanganku menjadi kabur karena itu. Aku terisak.“Kita ke rumah sakit! Tidak. Aku melihat tempat praktek dokter saat dalam perjalanan kemari!” katanya sambil mengenggam kedua bahuku, menarikku untuk berdiri.Aku mendorongnya hingga

  • AKU BUKAN ANAK AYAH!   Tidak Ada Tempat Untukmu Kembali

    Aku segera kembali ke rumah, meninggalkan segala pekerjaan yang ada di kantor. Pencarian ini lebih penting. Dan aku benar-benar harus bersiap jika tidak ingin kehilangan Ayu lagi.Suara putraku terdengar begitu aku masuk ke dalam rumah. Tampaknya dia terbangun dari tidurnya atau sudah saatnya anak lelakiku itu makan malam. Beberapa pelayan berlarian dengan nampan. Dan tak lama Oma muncul dari kamar yang harusnya dihuni Ayu dan putraku.“Ada apa, Oma?” tanyaku sedikit binggung karena Oma tampaknya dalam keadaan marah.“Wanita itu … kenapa dia tidak pergi dari rumah ini setelah kamu ceraikan!” teriak Oma di depan wajahku.Aku tahu betul siapa yang Oma maksud. Aku juga tidak mengerti kenapa Alina bertahan di tempat ini setelah kami bercerai. Bahkan sikapnya menjadi lebih baik pada Oma dan aku. Tentu saja itu tidak berlaku pada putraku dan Ayu.“Apalagi yang dilakukannya?”“Aku tidak melakukan apapun!”Aku menoleh lekas ke arah suara yang kukenali sebagai milik Alina. Wanita itu berdiri d

  • AKU BUKAN ANAK AYAH!   Titik Temu

    Berapa lama waktu yang diperlukan manusia untuk melupakan hal yang ingin dilupakan?Selama apapun aku memikirkannya, aku sama sekali tidak memperoleh jawaban dari apa yang aku inginkan. Aku tidak bisa melupakan hal yang ingin kulupakan walau berusaha setiap hari sekuat tenaga.Bagaimana bisa orang-orang berkata dengan mudah kalau manusia harus melangkah maju?Sudah tiga bulan. Benar. Suah tiga bulan sejak aku meninggalkan rumah Gatra. Luka cesar sudah kering sepenuhnya. Kalau aku merenung masih akan tiba-tiba berdenyut, tetapi hanya itu saja. Tidak ada hal yang lebih lebih dari itu.Benarkah? Yah … aku hanya mengatakan sesuatu yang angkuh saja. Sebab setiap kali luka itu berdenyut aku jadi ingat wajah anakku yang mirip Gatra. Aku jadi ingat Oma. Dan saat sendirian, aku jadi ingat suamiku.Ah … apakah aku masih bisa menyebutnya sebagai suamiku sekarang? Aku kabur loh. Aku melarikan diri dari manusia yang aku sebut suamiku itu karena takut. Aku takut harus mendengar dari mulutnya sebuah

  • AKU BUKAN ANAK AYAH!   Kenyataan

    Aku tertidur selama perjalanan. Begitu aku bangun, tak ada satu pun pemandangan yang aku kenali. Semuanya begitu asing, tetapi juga tidak kubenci karena indah.“Ini di mana?” tanyaku pelan sambil menguap dan mengucek mata.Bekas operasi cesarku tiba-tiba saja terasa sedikit nyeri sekarang. Aku mengerang sedikit, menengadah menatap langit-langit mobil. Beberapa kali aku mengambil napas panjang, berusaha menepis rasa sakit yan datang. Lalu pada akhirnya aku berhasil bertahan sedikit.“Kamu baik-baik saja?”Aku berusaha tersenyum pada Pak Prana, tetapi yang berhasil tercipta di mulutku hanyalah seringaian. Perlahan aku beringsut keluar dari mobil. Sedikit pusing saat pertama kali kaki ini menginjak tanah.“Kemarilah, aku akan memapahmu!” kata Pak Prana masih dengan perhatian yang terlihat tulus di matanya.Aku mundur selangkah hingga punggungku terbentur badan mobil. Kehangatan dan perhatiannya mengangguku. Aku tidak terbiasa dengan kebaikan hati seperti yang dipancarkannya saat ini.“Ak

  • AKU BUKAN ANAK AYAH!   Sudah Saatnya Pergi

    Keanehan yang kurasakan pada Gatra juga kurasakan pada Oma. Namun, setiap kali aku merasa begitu. Aku juga selalu memperingatkan diriku untuk tidak terlalu menerima semuanya.Aku tidak boleh terbiasa dengan sikap lembut orang-orang padaku.Aku habis menyusui bayi itu, anakku dan Gatra. Wajahnya semakin hari semakin mirip saja dengan Gatra. Saat menandangnya seperti ini muncul keinginan di dalam hatiku untuk membawanya bersamaku.Bolehkah aku dengan egois meminta anak ini pada Gatra.Aku segera tahu kalau jawabannya tidak. Aku tahu kalau keegoisanku hanya akan melukaiku jika kulakukan semakin dalam. Makanya setelah selesai menyusui, aku memberikan anak itu cepat-cepat pada perawat.“Nyonya tidak mau mengendongnya lebih lama?” Muni bertanya padaku.Aku mau, tapi aku tidak bisa melakukannya. Maka aku diam saja.“Aku boleh jalan-jalan, kan?” Aku bertanya pada Muni.“Boleh Nyonya. Saya mendapatkan perintah dari Dokter untuk mengawasi sesi terapi Anda. Luka operasinya masih belum kering, An

  • AKU BUKAN ANAK AYAH!   Bolehkah Aku Berharap Padamu?

    Aku memirigkan kepala sama sekali tidak mengerti kenapa Gatra tersenyum seperti orang bodoh di depanku begini. Aku yakin kalau sedang tidak bermimpi. Aku sangat sehat saat ini dan sudah terbebas dari pengaruh obat tidur.“Bunga itu untukku?”Gatra mengangguk. “Kamu tidak suka?” tanyanya.Tidak. Aku sangat suka dengan buket yang tampaknya dikerjakan dengan sepenuh hati oleh pembuatnya itu. Yang tidak akan mengerti adalah keberadaan buket bunga tersebut saat ini.Aku telah tenggelam dalam dugaan selama semalaman tentang kontrakku dengan Gatra. Anehnya aku sama sekali tidak gembira dengan fakta kalau sebentar lagi aku tidak akan bertemu dengan pria ini.Aku merasa sedih.“Apa aku salah memilih bunganya?” Gatra bergumam sendiri saat ini. Ancungan bunganya yang setinggi dadaku tadi mulai turun hingga ke pinggang dan wajahnya tidak berseri lagi kulihat.“Aku hanya terkejut!” kataku jujur.“Kenapa kamu terkejut?”Apa aku perlu bertanya padanya kapan ia memberiku bunga. Itu sudah lama sekali

  • AKU BUKAN ANAK AYAH!   Gunakan Kepalamu!

    “Aku tidak memiliki kesalahan! Aku hanya menyingkirkan penganggu di dalam rumah tangga kita!” Alina dengan tegas mengatakan hal itu padaku.Kalau saja ia mengatakan tentang penganggu yang berdenggung seperti lelat di telingaku dulu, yang menjelek-jelekan dirinya, dan tergabung dalam sebutan teman-teman Alina pasti aku sangat senang.“Dia bukan penganggu!” kata Alina dengan pasti.Aku tidak pernah mau mengakui di mana salahnya sehingga kehidupan rumah tangga bahagia yang berharap kujalani bersama Alina menjadi seperti ini. Namun, yang jelas semua tidak dimulai dengan kedatangan Ayu.Tidak. Semua tuduhan Alina pada Ayu sama sekali tidak benar.“Kamu hanya mencari kambing hitam saja!” kataku padanya.Aku menjauhinya. Pembicaraan ini sama sekali tidak pantas untuk dilakukan. Ayu sama sekali tidak menjadi masalah utama. Sejak awal masalahnya adalah Alina.“Kamu membelanya dengan terang-terangan?” Alina tertawa.Dulu tawa Alina sangat merdu di telingaku, bagaikan bidadari yang tengah berny

DMCA.com Protection Status