Beranda / Horor / AKU ADA DI BELAKANG / Suara Tidak Jelas Terdengar Dekat Tapi Tidak Ada

Share

Suara Tidak Jelas Terdengar Dekat Tapi Tidak Ada

Penulis: Evon Nila
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Adzan magrib baru saja selesai berkumandang ketika Qiana sedang merebahkan tubuhnya di atas kasur. Pikirannya masih melayang, hari ini banyak yang aneh. Kompor tadi, ia yakin kompor itu belum mati, juga saat di toilet sekolah. Qian masih masuk dalam pikiran saat sosok Pelita lewat di belakang ia bisa melihat dari ekor matanya. Pelita lewat tapi aneh? Kenapa hanya diam saja Qiana makin menegaskan pandangan melihat Pelita dari belakang punggungnya, 'apa dia marah? Tidak ditemani kedepan tadi' katanya dalam hati melihat Pelita menghilang ke arah dapur. 

Tidak berapa lama setelah Pelita menghilang ke arah dapur, dari arah pintu. Pelita mengucapkan salam, ia baru saja datang.

"Ta, lo dari mana?" Tanya Qiana terbelalak seraya menggeser duduknya agar lebih tegas melihat. Heran, kalau Pelita baru saja datang lalu yang tadi siapa? "Ta. Barusan lo lewat, di belakang gue, pake baju yang sama." Qiana bertanya lagi untuk memastikan.

Sedangkan Pelita masih tidak percaya apa yang dikatakan Qiana keduanya sama-sama terdiam dengan pikiran masing-masing. "Ngomong apa sih? Siapa yang lewat? Gue baru masuk."

Angin berhembus kencang dari arah pintu. Membuka pintu sekaligus, diiringi hujan. Hawa dingin menyebar membuat bulu-bulu halus di tengkuk Qiana berdiri.

Ting ... tring ning ... Ting ... Ting .. Trining ... Ting ... 

"Hape gue. Di, dapur?" Qiana mengerjap, kenapa bisa di dapur? Berkali-kali ia harus menguatkan hati dan logika, mungkin ia lupa. Itu yang terus ia rapalkan dalam hati. Tidak mungkin ada roh sejelas itu ia lihat dan juga bisa memindahkan hapenya.

Lalu tadi siapa? Berkali-kali pun ia membantah kenyataan, tapi matanya jelas melihat itu Pelita.

"Qin, ngelamun lagi, hape lo bunyi!"

Qiana masih sibuk dengan pikirannya saat langkah kakinya menuju dapur, ponsel itu di dekat kompor denting suara dan sinarnya menyala. Qiana melihat nama Federica di sana. Begitu panggilan diangkat ___

Federica bicara tanpa putus, dengan satu tarikan napas. "Qin, tolong Vanessa Qin, dia kesurupan." 

Qiana langsung melempar ponsel itu, kupingnya berdengung menyakitkan, dari seberang sana ada yang berteriak menusuk indra pendengaran bersamaan dengan itu entah dari mana bayangan makhluk membuka mulutnya lebar ada tepat di pikiran Qiana. Ia mundur hampir terjatuh masih melihat ponsel. Pelita yang melihat itu langsung mengambil alih.

"Jangan dipegang Ta!" larang Qiana pikirannya bingung.

"Halo…. Halo.... Halo…"

Dari seberang sana Federica terus memanggil.

"Iya, Fee. Kenapa? Gue Pelita." Pelita melihat Qiana, tapi dari matanya ia bertanya?

"Ta, Vanessa kesurupan dia teriak-teriak terus, harus gimana gue? Lo pada kesini yah! bantuin gue!" Federica mondar-mandir panik, di belakangnya Vanessa dipegang oleh Pak Toto tukang kebun dan bi Ijah asisten rumah tangganya. Vanessa terus berteriak dengan mata terbelalak rambutnya berantakan, suaranya berubah mengerikan.

"Iya. Lo jangan panik gitu dong, gue kesana sekarang." Pelita menutup telponnya, sedangkan Qiana masih terpaku.

"Kita kerumah Fee, Qin."

"Iya, gue ambil tas." Qiana masih tenggelam dalam pemikirannya tadi, sampai ia naik taksi.

***

Qiana dan Pelita baru saja sampai di gerbang rumah Federica saat bersamaan mobil berwarna merah berhenti, menyorotkan lampunya pada mereka berdua. "Waeyy... Silau!" Teriak Qiana langsung disikut Pelita.

"Jangan barbar deh, itu Dewa." keduanya lantas masuk meninggalkan seseorang di dalam mobil yang terus melihat punggung kecil milik seseorang, sudut bibirnya sedikit melengkung.

Qiana, Pelita di belakangnya Dewa sama-sama berdiri di pintu masuk yang sudah terbuka lebar. Di ruang tamu keadaan kacau.

"Kita harus panggil orang pintar Non!" kata pak Toto mereka bertiga masih bingung melihat Vanessa yang sekarang merangkak di lantai matanya tajam, rambutnya tergerai hampir menutupi semua dataran wajahnya.

"Yah, yah udah deh, jauh nggak tempatnya?"

"Enggak non, saya tinggal dulu." Pak Toto berlalu tergesah menuju rumah orang pintar yang ada di belakang komplek perumahan.

Suara geraman juga cakaran kuku di lantai seraya berkata.

"Bunga Merah..." Kembali terdengar geraman, dari Vanessa. Ia mundur. Matanya masih tajam melihat pada arah Dewa. Kemudian kembali berteriak sedih seakan minta tolong. Air mata Qiana menetes begitu saja ia bisa merasakan emosi lain yang dibawa mahluk itu, ada dendam dan kesedihan. Qian sendiri bingung apa yang ia rasakan sekarang, ini bukan perasaannya. Ia bisa merasakan dimensi lain?

Vanessa menggigit tangan kirinya sendiri, seisi ruangan panik segera berlari mencegah menyakiti dirinya sendiri. Setelah itu Vanessa tidak sadarkan diri, dengan darah yang terus menetes dari pergelangan tangan kirinya. 

Dewa berlari menggendongnya menuju mobil diikuti Federica, Qiana dan Pelita keempatnya segera membawa Vanesa pada rumah sakit terdekat. 

"Nesa sadar dong!" Fee menepuk-nepuk pipi Vanessa.

"Emang tadi, Lo lagi pada ngapain coba, sampe kesurupan gini?" tanya Qiana.

"Gue nggak ngapa-ngapain Qiana kita baru selesai makan, ini anak memang udah aneh dari siang tadi ceritanya terus ngelantur kalo dia diganggu setan."

Vanessa sampai di rumah sakit, langsung masuk UGD masih belum sadar, tangannya sudah diperban.

"Mamanya nggak bisa ditelepon," Kata Federica melihat Qiana. "Kita temenin sampe besok pagi, kalo pagi banyak suster yang jaga. Nggak tega gue kalo dia tidur di sini sendirian, gimana Qin?" tanyanya pada Qiana. Ia lah yang bisa diharapkan jika Pelita pasti pulang secara ada adik yang harus jadi tanggung jawabnya.

"Ya udah, lo pulang Ta?" jawab Qiana, lantas bertanya pada Pelita.

"Iya gue pulang, kasian tiara nanti." Mutiara adalah adik perempuan Pelita sejak mamanya tidak ada kabar mereka hanya tinggal berdua, tinggal bersama budenya sedangkan ayahnya sudah tidak ada saat mereka kecil.

Semua sudah dapat tugas masing-masing. Dewa masih di luar duduk saat Qiana keluar dari kamar Vanessa, ruangan itu ada empat kamar tidur penghuninya hanya Vanessa.

"Kamu nginep sini, apa pulang Wa?" tanya Federica.

"Terserah, kalo dibutuhin gue di sini!" ujarnya, tatapnya sedikit melihat Qiana yang dibalas lengosan wajah oleh Qiana. Takut Qiana terlalu percaya diri jika Dewa melihatnya.

Qiana berasa jadi obat nyamuk di antara Dewa dan Federica. Ia salah tingkah, saat kebetulan matanya beradu pandang dengan mata Dewa, kenapa juga laki-laki itu seperti curi lihat pada Qiana. Jadilah anak remaja yang jomblo ini salah tingkah. 

Malam sudah mulai merayap Qiana tidur di atas ranjang yang kosong, di sebelahnya Vanessa tertutup tirai, sayup-sayup ia mendengar obrolan banyak sekali orang, diselingi tawa seorang wanita. 'ada pasien baru? Berisik banget' katanya dalam hati matanya masih terpejam, angin dingin berhembus memaksa matanya terbuka mencari selimut. Namun, saat Qiana bangun yang ia temukan adalah ruangan itu masih hening. Qiana duduk, kembali heran tadi jelas begitu ramai, Qiana turun dari ranjang membuka pintu. lorong-lorong rumah sakit juga sepi tidak ada satupun orang.

"Ngapain?"

Qiana terperanjat. Dewa entah datang dari mana langsung menyapanya, dengan bau kopi yang tercium. "Lo, bikin gue kaget."

"Minum." Dewa memberikan gelas berisi teh hangat, lantas ia duduk setelah gelasnya berpindah tangan pada Qiana.

Sekalipun tersentak, tapi hati Qiana lebih nyaman, ada yang terjaga selain ia. Tanpa kata keduanya mulai menyeruput minuman hangat, membunuh waktu sampai mata Qiana mulai terasa berat. Ia masuk, meraih satu selimut lalu kembali keluar menyimpannya di kursi tunggu bermaksud untuk Dewa, malam sudah semakin larut hawa dingin semakin menusuk. Qiana kembali masuk berbaring dengan selimut yang lain sebatas lehernya berkunjung ke alam mimpi.

***

Ig : nilakrisna176

Bab terkait

  • AKU ADA DI BELAKANG   Manusia Adalah Ciptaan yang Paling Sempurna

    Pagi ini Qiana merasa tidak enak pada Federica, semalam ia rasanya seakan selingkuh dengan cowoknya. Ahh... Tapi tidak, semalam ngobrol saja tidak, saat tehnya habis Qiana langsung masuk dan tertidur pulas sampai pagi. Sekalipun pagi ini rasa ada yang tidak enak. "Gue balik dulu sekarang! Pulang sekolah nanti sini lagi, Lo istirahat ya!" Vanessa mengangguk, tadi ia sempat bertanya kenapa ia ada di rumah sakit. Qiana hanya bilang pingsan, karena sakit dan perban di tangannya karena tergores. Bukan bermaksud berbohong tapi biarlah nanti setelah ia benar-benar pulih baru Qiana akan jujur."Gue juga balik ya, nyokap lo bentar lagi dateng." Pamit Federica. Vanessa kembali mengangguk sekalipun ada getir dimatanya.Qiana dan Federica keluar dari kamar Vanessa. Keduanya berjalan di lorong rumah sakit yang mulai aktif melayani. Dewa berjalan santai di belakang Qiana tangannya terselip dalam saku seragam yang belum berganti dari kemarin, wajahnya basah sehabis dicuci tadi.

  • AKU ADA DI BELAKANG   Roh yang Pulang

    Bunyi gorden jendela ditarik membuat cahaya matahari masuk kesela kamar rawat Vanessa. Mamanya berdiri melipat tangan di dada. "Kenapa kamu lari? Kemarin Mama harus nyempetin waktu buat jemput kamu, terus makan. Kamu udah gede sekarang Nesa jangan kayak anak kecil, main kabur kaya gitu. Mama udah gak perlu jaga perasaan kamu lagi kamu udah tau ada masalah dikeluarkan kita, Kamu udah bisa liat kaya gimana kelakuan papa kamu, Mama cape Vanessa!""Dulu Mama pikir bisa bertahan, tapi lama-kelamaan masalah terus menumpuk sampai gak ada jalan keluar. Sekedar nyapa saja udah susah, Nesa. Apa lagi bersama. Mama akan urus kepindahan kamu, kamu ikut Mama! Sekarang Mama pergi dulu masih ada kerjaan, cepet sembuh Vanessa! Sayang." Mamanya sempat mencium pinggiran kepala Vanessa. Tidurnya menyamping mendengarkan dengan air mata yang terus mengalir.***"Papa dateng sama siapa?" Vanessa melihat ke arah pintu. Seorang wanita bersandar di sisi pintu, dari cara pakaiannya terlihat

  • AKU ADA DI BELAKANG   Vanessa

    Sore ini Vanessa sudah boleh pulang, Mamanya sedang membereskan barang anaknya di atas ranjang. Sedangkan Vanessa masih duduk mengetik pesan untuk teman-temannya."Vanessa pulang sekarang?" Vanessa dan Mamanya sama-sama menoleh ke sumber suara Papanya berdiri di pintu."Iya, Vanessa ikut aku. Ke Singapura!""Apa? Gak usah, Vanessa disini, kalau kamu mau pergi. Pergi sendiri!""Buat apa? Buat kamu kenalin ke simpenan kamu?" sindir mamanya terang-terangan meski sejujurnya belum menemukan bukti yang nyata."Jaga mulut kamu, jangan terus jelekan aku di depan Vanessa.""Kamu kemarin udah bawa dia ke sini, apa yang harus aku jelekan lagi.""Dia temanku.""Nesa mau ke toilet."Mereka mulai kembali bertengkar didepan Vanessa. Ia pun lupa sejak kapan keadaan ini berawal dan terus berlanjut sampai sekarang. Vanessa menangis tidak tau harus berbuat apa, kepalanya sakit terus berdenyut. Saat ia selesai mencuci wajahnya, dari cermin yan

  • AKU ADA DI BELAKANG   Vanavela

    Qiana:Sekolahan di mana Vanessa menuntut ilmu ramai jadi pemberitaan. Qiana masih tidak percaya beberapa waktu yang lalu ia terus berbagi whatsapp. Kondisi Vanessa sudah pulih dan yang lebih membahagiakan untuknya adalah? Kedua orang tuanya sering berkunjung dan beberapa kali makan bersama, Qiana masih dengan jelas mengingat stiker senyum dan tawa Vanesa saat menjelaskan orang tuanya yang mulai akur karena ia sakit. Sekalipun Vanesa pernah bercanda "kalau begitu mending gue sakit aja terus." Begitu ia berbagi Whatsapp dengan Qiana, tentu saja Qiana marah tapi akhirnya keduanya saling mengirim stiker tertawa terbahak. Qiana masih belum percaya berita yang ia baca sedangkan Federica terus saja menangis dalam pelukan Pelita.Masih menggunakan seragam mereka mendatangi rumah sakit, Vanessa sudah ada di ruang jenazah Mamanya masih terus menangis, para saudara Vanessa sudah berdatangan. Sebetulnya Qian tidak ingin melihat wajah Vanessa atau siapapun yang sudah tida

  • AKU ADA DI BELAKANG   Dengan Perasaan yang Sama

    Pelita yang tidak mengetahui situasi ikut berlari namun ia jugalah yang kemudian menghentikan. "Lo pada liat apa? Kita mau lari kemana? Ini bukan arah belakang, kalian mau ditangkap?" Teriaknya menghentikan panik keadaan."Gue, gak mau balik lagi ke belakang, gue mau pulang." Federica makin kacau. "Semua ini gara-gara Lo Qin, kalo bukan karena permain setan Lo, gue gak akan kaya gini. Vanessa gak akan mati!""Fee, ko loh nyalahin Qiana bukannya dia gak maksa atas permainan itu lo juga punya andil dalam permainan itu soal Dewa. Lo pengen tahu tentang dia kan? Dan gue gak munafik, pengen tahu dimana ibu.""Terserah, pokoknya gue gak mau mati!" Federica menangis dengan keadaan kacau, peluh telah membanjiri dahi. "Agghh..." Ia kembali berlari mencari arah gerbang luar namun semua seakan sama. Mereka seakan berputar ditempat yang sama. "Mana gerbanga luar?" Teriaknya lagi. Bersamaan dengan bunyi meja dilempar. Mereka kembali berteriak melihat pada ujung lorong, lantas k

  • AKU ADA DI BELAKANG   Kepalanya Terpelintir

    Suara ketukan pintu menyita pandangan semua siswa, mereka melihat arah yang sama, pintu yang tadi diketuk. Sedangkan di depan papan tulis guru sedang menulis."Siang pak maaf mengganggu jam pelajaran." Izin seorang guru perempuan yang masih terlihat muda."Tidak apa-apa bu, silahkan ada perlu apa?"Guru perempuan berseragam batik tadi maju beberapa langkah. "Yang namanya Pelita?" panggilnya."Saya Bu, Hadir." Pelita mengangkat tangannya."Ikut Ibu ke Kantor!"Pelita melihat Qiana dan yang lainnya, ia tidak merasa punya salah sampai harus dipanggil ke kantor. Pelita bangun mengikuti arah langkah gurunya, sedangkan siswa yang lain kembali belajar.Menyusuri lorong sepi sampai pada ujung. Keluar dari area sekolah masuk ke area kantor. Mereka terus berjalan. Masuk ruang kepala sekolah."Pelita ya?" Pelita mengangguk."Duduk!" Di depannya ada dua orang Polisi, dua guru dan Pak Kepala Sekolah."Pelit

  • AKU ADA DI BELAKANG   Tawa Wanita di Jendela

    Hal yang tidak pernah Qiana bayangkan apa lagi ingin ia lakukan, berdiri di sini. Pagi-pagi saat jam Sekolah sedang sibuk, kakinya ingin sekali mundur, tapi ia harus menghentikan semua ini. Akhirnya ia memberanikan diri melangkah semakin dekat pada pintu kelas Dewa."Eh…. Ada adik kelas, cari siapa?" Benar saja pilihannya untuk datang ke kelas Dewa adalah salah, baru saja wajahnya terlihat di depan pintu sudah ada yang menggodanya."Jangan bilang mau cari Dewa?" seketika kelas kembali berisik dengan suara sorakan. Ia yang duduk di paling pojok cuma melihat Qiana, yang mulai mati kutu di hadapan teman-temannya. Akhirnya ia berdiri menjadi tontonan satu kelas, seorang Dewa yang biasanya paling anti bila ada yang mencari kini dengan suka rela ia mendekat."Ikut!"Andai saja suara itu tidak segera Qiana dengar mungkin ia akan memilih balik arah, melupakan semua niatnya pagi tadi. Dewa membawanya ke arah belakang Sekolah."Kenapa?" tanpa basa-bas

  • AKU ADA DI BELAKANG   Qiana Bisa Jantungan

    Kalau Dewa tidak mau membantu. Qiana bisa mencari tau sendiri siapa Ayudia? Siapa yang menabraknya? Apa yang belum selesai. Pintu ini tidak pernah Qiana buka selama dua tahun ini, Qiana harus berkali-kali menghembuskan napas bersiap masuk, di dalam sana pasti banyak informasi yang bisa didapatkan tentang Ayudia. Tangannya mendorong pintu kayu lebar itu, saat terbuka ia menarik napas, baru kali ini Qiana datang ke perpustakaan selama Sekolah di sini. Bukan untuk belajar, tapi. Mencari buku informasi murid Sekolah ini.Deretan rak-rak buku terisi penuh dengan pengunjung tertib tidak bersuara. Qiana heran kenapa orang-orang pintar ini betah sekali membaca, kalau Qiana akan lebih betah bila yang ia baca adalah komik bergambar bukan tulisan hitam putih seperti koran. Qiana mencari rak demi rak buku. Biologi, Ekonomi, Fisika, Matematika dan sebagainya. Melihat deretan tulisan itu sudah cukup membuat otaknya gersang apa lagi memahami bab demi bab. Qiana kembali serius mencari sambil

Bab terbaru

  • AKU ADA DI BELAKANG   Skema Dewa

    Federica :Satu kunci terbuka, yang di maksud bunga merah adalah api. 'bunga api' pagi ini Qiana bersemangat berangkat sekolah ia mencari Federica. "Fee, Fee. Tunggu Fee!" Qiana tidak peduli bagaimana ia harus mengejar Federica. "Sorry. Gak sengaja." Teriaknya meminta maaf pada siswa lain."Ati-ati dong." buku orang lain berjatuhan."Maaf." Ulang Qiana lagi, ia masih terus berlari di koridor kelas."Fee," napasnya masih terpacu berdiri di depan Federica. "Gue tau arti bunga merah." Federica berlalu begitu saja. Sesaat Qiana bingung, mungkin Federica belum mengerti maksudnya. Qiana kembali mendekati Federica yang masih terus berjalan tidak menghiraukan dirinya, sahabatnya ini bersikap seakan ia tidak terlihat."Fee, Dewa. Aaarrrggg." Qiana jatuh didorong Feederica."Munafik lo jadi temen. Lo juga suka kan sama dia? Makanya Lo selalu ngelarang gue buat nanya tentang dia!?" teriak Federica sampai jadi perhatian semua siswa yang ada

  • AKU ADA DI BELAKANG   Arti Bunga Merah

    Hari sudah gelap. Alunan musik instrumen menemani keduanya di dalam mobil waktunya Qiana diantar pulang, di pahanya tumpukan album yang ia bawa dari studio. Qiana tertarik dengan hasil bidikan Dewa yang berkaitan dengan alam dan sosial. Foto hitam putih pinggiran kota jadi daya tarik tersendiri keindahan yang bisa dihasilkan dari momen yang Dewa ambil. Sederhana saja. Induk ayam bersama empat anaknya yang sedang berebut cacing. "Dari foto ini gue bisa liat apa yang ingin disampaikan si fotografer," ujar Qiana."Apa?" tanya Dewa kemudian."Waktu terus berjalan, jangan peduli. Karena mereka hanya lewat, dan pergi. Betulkan? Keliatan dari cara ngambil gambar. Di sini ayam sama anak-anak lagi makan di belakangnya orang jalan yang pasti berganti setiap detik. Tapi si ayam terus makan."Dewa senyum sebagai jawaban, sedangkan pandangannya tetap lurus melihat jalanan."Minggu ini ada acara? Kalau nggak ada, mau ikut?""Mau ngambil gambar lagi, ikut," semangat Q

  • AKU ADA DI BELAKANG   Qiana Bisa Jantungan

    Kalau Dewa tidak mau membantu. Qiana bisa mencari tau sendiri siapa Ayudia? Siapa yang menabraknya? Apa yang belum selesai. Pintu ini tidak pernah Qiana buka selama dua tahun ini, Qiana harus berkali-kali menghembuskan napas bersiap masuk, di dalam sana pasti banyak informasi yang bisa didapatkan tentang Ayudia. Tangannya mendorong pintu kayu lebar itu, saat terbuka ia menarik napas, baru kali ini Qiana datang ke perpustakaan selama Sekolah di sini. Bukan untuk belajar, tapi. Mencari buku informasi murid Sekolah ini.Deretan rak-rak buku terisi penuh dengan pengunjung tertib tidak bersuara. Qiana heran kenapa orang-orang pintar ini betah sekali membaca, kalau Qiana akan lebih betah bila yang ia baca adalah komik bergambar bukan tulisan hitam putih seperti koran. Qiana mencari rak demi rak buku. Biologi, Ekonomi, Fisika, Matematika dan sebagainya. Melihat deretan tulisan itu sudah cukup membuat otaknya gersang apa lagi memahami bab demi bab. Qiana kembali serius mencari sambil

  • AKU ADA DI BELAKANG   Tawa Wanita di Jendela

    Hal yang tidak pernah Qiana bayangkan apa lagi ingin ia lakukan, berdiri di sini. Pagi-pagi saat jam Sekolah sedang sibuk, kakinya ingin sekali mundur, tapi ia harus menghentikan semua ini. Akhirnya ia memberanikan diri melangkah semakin dekat pada pintu kelas Dewa."Eh…. Ada adik kelas, cari siapa?" Benar saja pilihannya untuk datang ke kelas Dewa adalah salah, baru saja wajahnya terlihat di depan pintu sudah ada yang menggodanya."Jangan bilang mau cari Dewa?" seketika kelas kembali berisik dengan suara sorakan. Ia yang duduk di paling pojok cuma melihat Qiana, yang mulai mati kutu di hadapan teman-temannya. Akhirnya ia berdiri menjadi tontonan satu kelas, seorang Dewa yang biasanya paling anti bila ada yang mencari kini dengan suka rela ia mendekat."Ikut!"Andai saja suara itu tidak segera Qiana dengar mungkin ia akan memilih balik arah, melupakan semua niatnya pagi tadi. Dewa membawanya ke arah belakang Sekolah."Kenapa?" tanpa basa-bas

  • AKU ADA DI BELAKANG   Kepalanya Terpelintir

    Suara ketukan pintu menyita pandangan semua siswa, mereka melihat arah yang sama, pintu yang tadi diketuk. Sedangkan di depan papan tulis guru sedang menulis."Siang pak maaf mengganggu jam pelajaran." Izin seorang guru perempuan yang masih terlihat muda."Tidak apa-apa bu, silahkan ada perlu apa?"Guru perempuan berseragam batik tadi maju beberapa langkah. "Yang namanya Pelita?" panggilnya."Saya Bu, Hadir." Pelita mengangkat tangannya."Ikut Ibu ke Kantor!"Pelita melihat Qiana dan yang lainnya, ia tidak merasa punya salah sampai harus dipanggil ke kantor. Pelita bangun mengikuti arah langkah gurunya, sedangkan siswa yang lain kembali belajar.Menyusuri lorong sepi sampai pada ujung. Keluar dari area sekolah masuk ke area kantor. Mereka terus berjalan. Masuk ruang kepala sekolah."Pelita ya?" Pelita mengangguk."Duduk!" Di depannya ada dua orang Polisi, dua guru dan Pak Kepala Sekolah."Pelit

  • AKU ADA DI BELAKANG   Dengan Perasaan yang Sama

    Pelita yang tidak mengetahui situasi ikut berlari namun ia jugalah yang kemudian menghentikan. "Lo pada liat apa? Kita mau lari kemana? Ini bukan arah belakang, kalian mau ditangkap?" Teriaknya menghentikan panik keadaan."Gue, gak mau balik lagi ke belakang, gue mau pulang." Federica makin kacau. "Semua ini gara-gara Lo Qin, kalo bukan karena permain setan Lo, gue gak akan kaya gini. Vanessa gak akan mati!""Fee, ko loh nyalahin Qiana bukannya dia gak maksa atas permainan itu lo juga punya andil dalam permainan itu soal Dewa. Lo pengen tahu tentang dia kan? Dan gue gak munafik, pengen tahu dimana ibu.""Terserah, pokoknya gue gak mau mati!" Federica menangis dengan keadaan kacau, peluh telah membanjiri dahi. "Agghh..." Ia kembali berlari mencari arah gerbang luar namun semua seakan sama. Mereka seakan berputar ditempat yang sama. "Mana gerbanga luar?" Teriaknya lagi. Bersamaan dengan bunyi meja dilempar. Mereka kembali berteriak melihat pada ujung lorong, lantas k

  • AKU ADA DI BELAKANG   Vanavela

    Qiana:Sekolahan di mana Vanessa menuntut ilmu ramai jadi pemberitaan. Qiana masih tidak percaya beberapa waktu yang lalu ia terus berbagi whatsapp. Kondisi Vanessa sudah pulih dan yang lebih membahagiakan untuknya adalah? Kedua orang tuanya sering berkunjung dan beberapa kali makan bersama, Qiana masih dengan jelas mengingat stiker senyum dan tawa Vanesa saat menjelaskan orang tuanya yang mulai akur karena ia sakit. Sekalipun Vanesa pernah bercanda "kalau begitu mending gue sakit aja terus." Begitu ia berbagi Whatsapp dengan Qiana, tentu saja Qiana marah tapi akhirnya keduanya saling mengirim stiker tertawa terbahak. Qiana masih belum percaya berita yang ia baca sedangkan Federica terus saja menangis dalam pelukan Pelita.Masih menggunakan seragam mereka mendatangi rumah sakit, Vanessa sudah ada di ruang jenazah Mamanya masih terus menangis, para saudara Vanessa sudah berdatangan. Sebetulnya Qian tidak ingin melihat wajah Vanessa atau siapapun yang sudah tida

  • AKU ADA DI BELAKANG   Vanessa

    Sore ini Vanessa sudah boleh pulang, Mamanya sedang membereskan barang anaknya di atas ranjang. Sedangkan Vanessa masih duduk mengetik pesan untuk teman-temannya."Vanessa pulang sekarang?" Vanessa dan Mamanya sama-sama menoleh ke sumber suara Papanya berdiri di pintu."Iya, Vanessa ikut aku. Ke Singapura!""Apa? Gak usah, Vanessa disini, kalau kamu mau pergi. Pergi sendiri!""Buat apa? Buat kamu kenalin ke simpenan kamu?" sindir mamanya terang-terangan meski sejujurnya belum menemukan bukti yang nyata."Jaga mulut kamu, jangan terus jelekan aku di depan Vanessa.""Kamu kemarin udah bawa dia ke sini, apa yang harus aku jelekan lagi.""Dia temanku.""Nesa mau ke toilet."Mereka mulai kembali bertengkar didepan Vanessa. Ia pun lupa sejak kapan keadaan ini berawal dan terus berlanjut sampai sekarang. Vanessa menangis tidak tau harus berbuat apa, kepalanya sakit terus berdenyut. Saat ia selesai mencuci wajahnya, dari cermin yan

  • AKU ADA DI BELAKANG   Roh yang Pulang

    Bunyi gorden jendela ditarik membuat cahaya matahari masuk kesela kamar rawat Vanessa. Mamanya berdiri melipat tangan di dada. "Kenapa kamu lari? Kemarin Mama harus nyempetin waktu buat jemput kamu, terus makan. Kamu udah gede sekarang Nesa jangan kayak anak kecil, main kabur kaya gitu. Mama udah gak perlu jaga perasaan kamu lagi kamu udah tau ada masalah dikeluarkan kita, Kamu udah bisa liat kaya gimana kelakuan papa kamu, Mama cape Vanessa!""Dulu Mama pikir bisa bertahan, tapi lama-kelamaan masalah terus menumpuk sampai gak ada jalan keluar. Sekedar nyapa saja udah susah, Nesa. Apa lagi bersama. Mama akan urus kepindahan kamu, kamu ikut Mama! Sekarang Mama pergi dulu masih ada kerjaan, cepet sembuh Vanessa! Sayang." Mamanya sempat mencium pinggiran kepala Vanessa. Tidurnya menyamping mendengarkan dengan air mata yang terus mengalir.***"Papa dateng sama siapa?" Vanessa melihat ke arah pintu. Seorang wanita bersandar di sisi pintu, dari cara pakaiannya terlihat

DMCA.com Protection Status