Home / Lainnya / AKIBAT SUMPAH AL-QUR'AN / 21. Bu Ayu Mengamuk

Share

21. Bu Ayu Mengamuk

last update Last Updated: 2022-07-23 11:10:03

Akibat Sumpah Al-Qur'an (21)

"Kalau begitu silakan Bu Ayu saja yang menemani mereka nggak papa. Bu Ramlah minta bantuan saya karena anak-anaknya nggak ada yang pedulikan," sahutku dengan yakin. Bukan sok jago, tetapi aku menyuarakan isi hati. Enggan dianggap cari sensasi.

Mendengar sahutanku, matanya berkilat. Ia seakan meradang tak terima aku melawan.

Bu Ayu mendekat dengan kedua tangan bersedekap. Tubuhku menegang kala ia mengangkat jari telunjuknya tepat di depan mukaku.

"Ka-kamu--" Bibir dengan polesan lipstik merah menyala itu gemetar dengan rahangnya yang mengeras. Giginya seolah saling beradu karena geram. Aku menyondongkan kepala ke belakang, sungguh gerakanku begitu terkunci. Kaki ini seolah terpaku pada bumi.

"Sejak kapan kamu menjadi berani? Sejak Ramlah berpihak padamu, iya?" sergahnya, suaranya pelan, tetapi penuh penekanan.

Aku tak dapat berkata, hanya menggelengkan kepala yang kubisa. Ada rasa menyesal telah menanggapi ucapannya. Aku seakan serba salah, diam saat ditud
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • AKIBAT SUMPAH AL-QUR'AN    22. Kayu Bakar

    Sumpah Al-Qur'an (22)***Aku menggigit bibir kala melihat Pak Bahri seolah menahan sakit ketika berjalan. Setelah membukakan kembali pintu rumahnya, aku segera melangkah ke rumah untuk menyusul anak-anaknya.Mobil polisi datang dan menepi di pinggiran jalan. Lalu seorang bapak turun dan tergesa ke rumah Pak Bahri. Melihatnya, aku mengurungkan niat untuk membawa anak-anaknya bertemu sang Ayah. Khawatir mereka sedang membicarakan hal serius dengan polisi. Baru setelah polisi itu pulang, aku membiarkan anak-anaknya pulang.***"Di pasar lah, tokonya milik orang Cina," ujar Mbak Tatik pada seorang ibu-ibu. Aku yang baru saja tiba, tak dapat menangkap apa yang mereka bicarakan."Laki apa perempuan, Mbak?" tanya seorang wanita paruh baya. Tangannya terlihat lincah memilah aneka sayuran yang tertata di meja."Perempuan, Buk. Dia baik, nggak suka marah-marah kalau memang nggak disalahin," sahut Mbak Tatik lagi."Sistem kerjanya?" timpal yang lain."Dari jam setengah tujuh sampai pukul dua so

    Last Updated : 2022-07-23
  • AKIBAT SUMPAH AL-QUR'AN    23. PoV ; Pak Bahul (Mimpi)

    Sumpah Al-Qur'an (23)PoV ; Pak Bahul***"Yu, semalem itu ledakan apa?" tanyaku lemah. Untuk sekadar bersuara keras saja aku tak begitu mampu. Bahkan kini Ayu sering uring-uringan saat merawatku. Mungkin ia sudah mulai capek. "Nggak tau! Nggak usah peduliin orang, dirimu aja sendiri peduliin," sahutnya datar. Semalam, dentuman keras membuatku terjaga. Aku tak tahu apa sebab untuk bangkit sekadar mengecek saja tak mampu. Suara itu terdengar begitu dekat. Sekarang, aku begitu trauma kala mendengar suara-suara yang terdengar keras. Khawatir seperti kemarin, kandang kambingku yang roboh. Hingga kini, kandang itu masih terbengkalai. Kesehatanku benar-benar membuat gerakanku terbatas. Dan menghambat segalanya.Terlebih kaki ini sudah sekitar dua minggu tak kunjung sembuh. Tidak ada hasil baik yang didapat. Hasil rontgen dari dokter, tidak menunjukkan adanya patah tulang atau penggeseran. Namun, lain hal yang dikatakan tukang urut, berkata jika tulang lutut ini bergeser. Lalu, lain perkar

    Last Updated : 2022-07-23
  • AKIBAT SUMPAH AL-QUR'AN    24. Kuah Rawon

    Sumpah Al-Qur'an (24)***Hari baru dengan semangat baru. Kali ini, aku bangun di subuh hari dengan perasaan bahagia yang membuncah. Berharap, semoga esok hari dan seterusnya akan selalu kulalui dengan perasaan yang sama. Yakni semangat dan kebahagiaan.Aku segera membuat sarapan dan memandikan Ica. Setelahnya, merapikan diri sendiri. Nia berangkat sekolah masih dengan anak-anak Pak Bahri. Saat kutanya adakah anak sulung Pak Bahri berbuat tidak baik padanya, Nia menggeleng. Ia juga terlihat selalu senang dan semangat berangkat sekolah. Setelah memastikan Nia berangkat, aku mengunci rumah dengan rapat. Lalu segera melangkah menuju pasar. Saat kaki ini menginjak jalan paving, panggilan Bu Ramlah terdengar. Aku membalikan badan."Mau ke mana?" tanyanya penasaran. "Ke pasar, Bu.""Ngapain?" tanyanya lagi. Alisnya yang cetar saling bertaut, seiring dahinya yang mengkerut."Kerja, Bu. Alhamdulillah dapet kerjaan," sahutku semringah.Mulutnya membulat. Bu Ramlah mengangguk-angguk paham."Y

    Last Updated : 2022-07-23
  • AKIBAT SUMPAH AL-QUR'AN    25. Ada Apa Dengan Pak Bahul?

    Sumpah Al-Qur'an (25)***Hampir satu minggu sudah sejak kepulangan Pak Bahri ke rumahnya. Sejak itu pula, tak pernah kulihat Bu Ayu atau Pak Bahul lewat di depan rumah untuk menjenguk saudaranya itu. Apakah mereka belum baikan? Ah, sudahlah! Itu bukan urusanku. Dan, aku tak perlu lagi ikut campur urusan mereka. Sore tadi, saat aku memetik terong di depan rumah, tak sengaja netra ini beradu dengan Bu Ramlah. Namun, ada hal yang tak biasa dari tatap matanya, ia tak lagi menatapku dengan tatapan persahabatan. Aku khawatir Bu Ramlah marah karena penolakanku pagi tadi."Buu ...," sapaku ramah dengan tersenyum. Bu Ramlah melengos, membuang muka tanpa merespon ucapanku. Lalu melangkah masuk ke dalam rumahnya.Aku tertegun melihat perlakuannya itu. Ia yang tak pernah lagi kulihat menatap penuh angkuh, tak pernah kulihat memandangku dengan tatapan bengis, kini aura itu kembali terlihat dari matanya.Selama satu minggu lebih, sejak Pak Bahri masuk ke rumah sakit hingga ia pulang, aku tak pern

    Last Updated : 2022-07-23
  • AKIBAT SUMPAH AL-QUR'AN    26. Kotoran Kambing

    Sumpah Al-Qur'an (26)"Dek!" Panggilan Tacik membuatku terperanjat."Eh, biasa aja. Kenapa gitu?" tanya Tacik keheranan. Keningnya mengkerut.Aku salah tingkah dibuatnya. Kata 'nikah' tadi seolah terus menggema di telinga, suara-suara asing seakan saling bersahutan menyebut kata nikah. Aku malu dan juga gugup."Nikah?" Aku mengulang perkatannya. Tacik mengangguk masih dengan raut wajah bingung. "Kamu masih muda. Tacik aja yang sudah tua baru setahun lalu nikah, setelah menjanda sekitar sembilan bulan," terang Tacik, membuatku lagi-lagi membelalakkan mata. Kenyataan yang baru kuketahui. Mbak Tatik tak pernah bercerita sebelumnya mengenai keluarga Tacik ini.Aku berdehem pelan untuk sekadar menghilangkan rasa gugup. Entah kenapa, mendengar kata nikah membuatku salah tingkah. Sebelumnya, sama sekali tak pernah terpikirkan olehku masalah pernikahan. Yang ada dalam benak hanya bagaimana membesarkan anak-anak dengan baik, sesuai permintaan terakhir Mas Rahmat."Maaf, Tacik baru menikah?" t

    Last Updated : 2022-07-23
  • AKIBAT SUMPAH AL-QUR'AN    27. Lelaki Penjual Peci

    Sumpah Al-Qur'an (27)Bu Ayu menunduk. Wajahnya tampak sayu. "Kakinya, kakinya kecocok paku, yang bengkak itu kena paku," sahut Bu Ayu lemah. Suaranya bergetar. Aku membelalakkan mata demi mendengar perkataannya."Hah?" Ibu-ibu yang lain menyahuti dengan serempak. Mulutnya membulat. Aku meneguk ludah membayangkan paku yang tertusuk di kaki Pak Bahul. Pastilah teramat nyeri. Sudah berminggu-minggu Pak Bahul hanya terkapar lemah, tak dapat berjalan.Aku memindai sekitar, Bu Ayu sendirian. Entah ke mana Adi dan adiknya. Bu Ayu terduduk di kursi panjang, matanya tampak mengembun. Ia terlihat begitu kalut.Ibu-ibu yang lain pun seketika terdiam, tak lagi banyak bertanya sebab tak ingin Bu Ayu semakin sedih. Ingin rasanya menjenguk ke dalam, tetapi perawat melarang. Katanya waktu kunjungan sudah habis.Bu Hamza dan yang lain terlihat saling berbisik. Menit kemudian, mereka bangkit serentak lalu pamit pada Bu Ayu. Aku termangu, bayangan Mas Rahmat waktu sakit kembali berputar dalam ingatan.

    Last Updated : 2022-07-23
  • AKIBAT SUMPAH AL-QUR'AN    28. Asti Mulai Berani

    Sumpah Al-Qur'an (28)"As, jawab! Malah bengong aja! Ayolah, aku tahu kamu bod*h, tapi jangan tunjukkan kebod*hanmu itu di saat seperti ini. Cepat jawab pertanyaanku!" paksa Bu Ramlah dengan mata melotot.Kalimatnya tadi menghunus jantung. Sepele memang, tetapi menyakitkan. Bu Ramlah terang-tetangan menghinaku dengan sebutan bod*h.Aku memejamkan mata, lalu menarik napas dalam-dalam, setelahnya nengembuskan dengan kasar. Aku tidak boleh diam. Sabar bukan berarti harus diam saja ketika dihina. Aku manusia, memiliki harga diri. Walau aku sendiri tak yakin akan keutuhan harga diriku, setelah berbulan-bulan hanya diam ketika dihina dan diperlakukan dengan sedemikian buruk."Berhenti menyebut saya bod*h, Bu! Saya akan jelaskan bila Ibu bertanya dengan baik. Bukan seperti ini caranya!" bantahku datar. Sama sekali tak meninggikan nada bicara.Mata Bu Ramlah melotot mendengar perlawananku. Ia menatapku lekat, aku tak mau kalah menatapnya penuh menantang. Ucapan Budhe kembali berdengung di tel

    Last Updated : 2022-07-23
  • AKIBAT SUMPAH AL-QUR'AN    29. PoV ; Bu Ayu (Penyebab Sakitnya Pal Bahul)

    Sumpah Al-Qur'an (29)PoV ; Bu Ayu***Aarrgh!Erangan di arah dapur membuatku yang tengah asik menonton film langganan di televisi terperanjat. Aku lekas beranjak menuju dapur, mengingat suamiku yang tak bisa berjalan normal itu di sana. Ia kubiarkan mengesot dengan kaki membujur untuk ke kamar mandi. Langkahku terhenti melihat Mas Bahul dalam posisi tengkurap. Kakinya bergetar seiring erangannya yang kian memilukan. Aku kelimpungan, Adi kubiarkan bekerja setelah beberapa hari hanya diam di rumah untuk menjaga ayahnya itu. Sulungku itu bekerja di kota. Cukup jauh. Ia tak bisa sewaktu-waktu pulang untuk meninggalkan pekerjaannya. "Argghh ... A-ayu!" erang Mas Bahul tak henti. Suaranya seolah tertahan di kerongkongan, membuatku kian panik. Aku sendiri tidak cukup kuat untuk memapah tubuh kekar Mas Bahul. Biasanya dibantu Bahri, adiknya. Pertengkaranku dengan si Ramlah istrinya membuat kami berjarak. Aku sendiri tak sudi untuk meminta maaf. Dia sendiri yang tiba-tiba marah hanya kare

    Last Updated : 2022-07-23

Latest chapter

  • AKIBAT SUMPAH AL-QUR'AN    63. ENDING

    PoV ; Asti ***"Nak, gini. Ibu pengen kalau meninggal nanti, kita bisa sama-sama lagi di surga. Percaya deh, kebersamaan dan kebahagiaan di surga itu jauh lebih segalanya daripada di dunia." "Termasuk hingga saat ini Ibu tidak merenovasi rumah agar lebih besar, itu karena Ayah?" tanyanya menyelidik.Aku mengangguk."Iya. Ibu tidak mau mengubah apapun dari rumah ini. Rumah pertama tempat kita bersama. Setidaknya hanya tampilannya saja, tetapi tidak dengan bentuknya. Biarkan rumah ini menjadi kenangan.""Nia paham itu, Bu. Terima kasih, Ibu sudah setia sama Ayah. Nia juga mengharapkan hal yang sama seperti Ibu." ***Pagi hari, saat aku ke rumah Bu Ramlah, aku merasakan hal yang berbeda. Aku tak dibiarkannya bangkit untuk sekadar mencuci piring, bahkan membuatkan jamu untuknya. Tanganku tak dibiarkan lepas dari genggamannya.Aku membuang firasat buruk jauh-jauh. Meyakinkan diri, bahwa Bu Ramlah baik-baik saja. Ia hampir sembuh dan akan pulih. "Maaf, ya, As." Aku membelalakkan mata me

  • AKIBAT SUMPAH AL-QUR'AN    62. Kebaikan Asti

    Sumpah Al-Quran (62) Pov ; Asti *** "Nggak, As. Saya nggak mau. Saya cuma mau mati. Saya ini sudah nggak bisa sembuh. Allah mungkin hanya mau nyiksa saya. Dosa apa yang saya perbuat, As! Kenapa Allah segitu dendamnya sama saya," ucap Bu Ramlah meraung. "Istighfar, Bu. Allah bukan dzat yang pendendam. Allah memberi Ibu kesempatan untuk hidup, berbuat baik. Tidakkah Ibu tahu, bahwa setiap rasa sakit, bisa mengurangi nafsu makan, nafsu minum, bahkan dosa kita juga berkurang, Bu. Tapi, atas kebaikan Allah, ketika kita sembuh, Allah kembalikan nafsu makan dan minum itu. Tapi Allah tidak mengembalikan dosa-dosa kita. Dosa-dosa kita akan berkurang setiap rasa sakit yang kita rasakan." Aku mencoba memberi Bu Ramlah pengertian dengan panjang. Entah Bu Ramlah paham dan mendengarkan atau tidak, yang penting aku berusaha mengingatkannya. Agar tidak lagi-lagi berprasangka buruk pada Allah. Walau pada akhirnya juga tetap sama. Ucapanku seolah mental, lagi-lagi Bu Ramlah menyudutkan Allah setia

  • AKIBAT SUMPAH AL-QUR'AN    61. Penderitaan Bu Ramlah

    Sumpah Al-Quran (61)PoV ; Asti"Kalau sekarang, tidur di lantai pun Nia nggak ngeluh. Lantainya halus, nggak kasar nggak bikin sakit," celetuk Nia. Ia tampak begitu girang. Berguling di lantai dengan tawa lebar.Lalu, ia beralih ke kasur. Mengempaskan tubuhnya dengan kasar. Tertawa riang dengan sang adik. Kebahagiaan yang rasanya sudah lama tak kurasakan. Gema tawa yang sudah lama tak kudengar. Ini suasana yang kutunggu, yang kuimpikan sejak dulu.Terima kasih, Ya, Allah ....Terima kasih. Atas kemurahanMu, Kau permudah segalanya. Ini kebahagian yang sesungguhnya, yang kucari sejak dulu.***Tak ada setiap detik yang terlewat tanpa adanya cerita. Dari rangkaian minggu yang berganti bulan, lalu berguling menjadi tahun, tak ada masa yang terlewat tanpa adanya kenangan dan sebuah pengajaran.Pelajaran hidup. Ica gadis kecilku, kini ia sudah kanak-kanak. Ia bukan lagi anak kecil yang merengek ketika kutinggal. Yang harus kuberikan mainan agar bisa terdiam, ketika aku disibukkan dengan

  • AKIBAT SUMPAH AL-QUR'AN    60. Perlakuan Pak Bahri

    Sumpah Al-Qur'an (60)PoV; Asti***Aku bergeming sesaat, mengatur napas. Jika kubersihkan sekarang, waktunya mepet. Lagipun, ini sudah malam. Bukan waktunya beberes. Biarlah esok hari saja aku ke mari. Aku menghela napas panjang. Tak berpikir untuk menyalahkan Bu Ramlah juga atas kondisi rumah yang teramat kotor ini. Aku paham di posisinya.Yang tak habis pikir kenapa Pak Bahri bisa demikian tak peduli pada Bu Ramlah. Siapa istri keduanya, hingga membuat Pak Bahri tergila-gila?Ah, biarlah. Ini menjadi urusan keluarga Pak Bahri. Aku orang luar, tidak ada hak untuk itu. Aku kembali ke ruang tengah. Mata Bu Ramlah tarkatup rapat. Aku memperhatikannya dengan seksama. Betapa malangnya hidup Bu Ramlah kini. Wajahnya mulai kusam, tanpa bedak dan lipstik. Kurus."Dari mana, As?" Aku mengerjap saat Bu Ramlah tiba-tiba membuka matanya. Kupikir ia sudah lelap."Da-dari dapur, Bu," sahutku, "Kupikir Ibu sudah tidur.""Ngapain? Udah di sini aja. Saya hanya butuh teman.""Bu, makan, ya. Dikit

  • AKIBAT SUMPAH AL-QUR'AN    59. Pengakuan Bu Ramlah

    Sumpah Al-Qur'an (59)PoV; Asti***Bu Ramlah tersenyum. Masam. "Lama. Mungkin tiga bulanan. Anehnya saya nggak mati-mati. Padahal saya nggak berobat. Makan juga nggak teratur. Allah seakan dengan sengaja menyiksa saya seperti ini. Dia tidak puas melihat penderitaan saya, As!" Bu Ramlah tergelak.Astaghfirullah."Bu, istighfar. Jangan bicara seperti itu. Yakin, Allah tidak akan menguji di luar batas kemampuan hamba-Nya." Aku berkata lembut. Mencoba memberi pengertian.Bukan maksud menggurui, atau sok pintar. Namun, aku tak mau Bu Ramlah berprasangka buruk kepada pencipta. Dia sang Maha, maha segalanya."Hidup kamu sudah enak, ya, sekarang. Tadi aja saya liat kamu mau bangun rumah lagi, kan. Selamat, ya. Kamu pasti tertawa liat kondisi saya sekarang kayak gini. Kamu di atas sekarang." Bu Ramlah tertawa. Seolah menertawakan dirinya sendiri.Dari sini aku dapat menangkap. Mungkin Bu Ramlah tadi terganggu dengan keramaian Ibu-Ibu dan pengangkut barang. Lalu ia berusaha mengintip dari pin

  • AKIBAT SUMPAH AL-QUR'AN    58. Bu Ramlah Dipoligami?

    Sumpah Al-Qur'an (58) PoV; Asti. _ "Mas Bahri membawa mereka, tinggal bersama istrinya." Deg. Jantungku, jantungku seolah berhenti berdetak sesaat. Apa maksud Bu Ramlah. Apa dia ngelantur. Istri? "Ma-maksud, Bu Ramlah?" Aku menatapnya dalam. Pandangan Bu Ramlah yang sebelumnya terpaku pada langit-langit ruangan, sontak menoleh padaku sesaat. Jelas, matanya memerah. Bukan hanya tangis yang terlihat. Namun, luka. Aku bisa melihat dari matanya, Bu Ramlah menyimpan luka yang dalam. Bu Ramlah mencoba bangkit. Aku membantunya, lalu menyusun bantal di balik punggung, agar ia nyaman duduk dengan posisi bersandar. Aku meraih jahe hangat yang sebelumnya kuletakkan di kepala ranjang. Ranjang di ruang tengah ini ranjang kuno. Bukan ranjang kekinian empuk yang aku tak tahu namanya, tetapi pernah kulihat di kamar Bu Ayu waktu memijat Pak Bahul tempo lalu. Di bagian kepala ranjang, terbuat dari kayu jati dan berupa semacam lemari kecil. Khas ranjang kuno. "Minum, Bu." Aku menyodorkan te

  • AKIBAT SUMPAH AL-QUR'AN    57. Miris Kondisi Bu Ramlah

    Sumpah Al-Quran (57)PoV ; Asti****Bu Ramlah.Ia terkapar di lantai. Tubuhnya sangat kurus. Bu Ramlah yang cantik dan anggun, kini terlihat tua tak terurus. Wajahnya pucat. Rambut hitam legamnya itu kini nampak kusut dan tak lagi lebatTak jauh dari Bu Ramlah terbaring, tepat di sebelah kirinya terdapat pecahan gelas serta cairan bening dan irisan jahe tercecer di lantai. Aku termangu menatapnya sebentar, sebelum akhirnya kesadaran menyergap."Buuu!" pekikku. Aku tergopoh menghampiri.Bu Ramlah mengangkat tangan, mengulurkannya padaku. Aku segera peka, ia hendak berdiri.Aku menyambut uluran tangannya dan membantu untuk berdiri. Tubuhnya yang dulu berisi, kini sungguh kurus. Bahkan aku tak merasa keberatan walau menopang tubuh Bu Ramlah sendiri"Ranjang, As," lirihnya.Aku menuntunnya untuk ke ranjang, di ruang tengah yang berada di depan televisi. Setelahnya, aku dengan tergesa keluar, untuk pamit pada Nia jika aku berada di rumah Bu Ramlah. Lalu segera kembali menghampiri Bu Ram

  • AKIBAT SUMPAH AL-QUR'AN    56. Tuduhan Orang-orang

    Sumpah Al-Qur'an (56)PoV; Asti.***Mobil pickup dengan bak berwarna hitam kombinasi hijau tosca memasuki halaman rumah, ketika aku baru saja tiba dari sungai. Aku hendak menjemur kain cucian di teras depan. Seorang lelaki turun dengan tergesa. Dia menghampiriku yang mematung di tempat."Benar ini dengan rumah Bu Asti?" tanyanya sopan. Aku menjawab dengan senyuman. "Iya, benar, Pak. Diturunkan di sini saja, ya!" pintaku menunjuk beranda rumah yang hanya beralaskan tanah.Dua lelaki itu mulai meletakkan barang-barang di bak pickup ke beranda rumah. Pintu terbuka, Nia keluar sembari menuntun Ica. Sedikit tergesa ia menghampiriku."Nia kaget. Nia pikir ada apa rame-rame kayak dibanting," celotehnya. Ia menguap, lalu segera ditutupinya dengan tangan.Aku tersenyum geli melihat ekspresi wajahnya. Ia baru saja bangun tidur. Beruntung Ica kecil tidak menangis. Aku meminta mereka untuk kembali ke dalam. Aku segera menyelesaikan menjemur kain, untuk kemudian membuat kopi. Khawatir mengangg

  • AKIBAT SUMPAH AL-QUR'AN    55. Kondisi Pak Bahul

    Sumpah Al-Qur'an (55) "Jadi Nia bohong?" tanyaku serius. Aku mengunci matanya dengan tatapanku. Nia sontak menghentikan tawanya, lalu menunduk. "Nia minta maaf." "Nia bilang kalau memang suka tidur di bawah, karena kasurnya panas." Aku terus memojokkannya dengan alasan yang selalu keluar dari mulutnya, ketika kutanya mengapa aku selalu menemukannya tidur di bawah setiap aku bangun di pagi hari, atau ketika malam saat hendak Tahajjud. Kasur lantai memang tak begitu luas. Beberapa kali kutemukan Nia tidur di bawah, di lantai semen tanpa alas apapun. Kasar, apalagi sebagian berlubang. "Gerah, Bu. Di bawah adem. Makanya Nia guling aja ke bawah." Begitu sahutnya untuk kesekian, ketika kutanya dengan perihal yang sama. Bukan hanya sekali, bahkan bisa dibilang setiap malam ia kutemukan tidur di bawah. Tidur meringkuk dengan menekuk lutut. Kedua tangannya bersilang memeluk lengan. Ketika aku bangun tengah malam, aku memindahkannya ke atas. Namun, esok harinya kutemukan ia di bawah

DMCA.com Protection Status