"Arya, kamu sudah sadar? Syukurlah kalau begitu. Jangan banyak bergerak dulu karena tangan kamu habis dioperasi. Oh ya, sekarang saya cek dulu tensinya ya. Kamu ada keluhan apa? Biar bisa segera ditangani kalau ada keluhan," tanya Sri sambil mulai menyiapkan peralatan untuk mengecek tensi darahnya dan mulai mengukur.Setelah selesai mengukur tensinya, perempuan itu berdiri sejenak di depannya lalu mengecek laju cairan infus yang terpasang di punggung tangannya.Arya membuka suara dengan nada tercekat."Apa lukaku parah, Sri? Kok tangan kiriku sakit sekali ya. Kenapa dioperasi? Apa parah lukanya?" tanya Arya sambil menatap perban yang membalut pergelangan tangannya itu.Ia merasa ada yang aneh dengan tangan kirinya itu tapi tak tahu apa bagian yang aneh itu. Hanya saja ia melihat ukuran tangan sebelah kirinya itu tak sama dengan yang ukuran tangan bagian kanan.Ah, ada apa dengan tangan kirinya itu ya?"Tangan kiri kamu terpaksa di ...amputasi, Ya. Karena hancur dari pergelangan tanga
Arya tercenung mendengar perkataan ibunya.Apa iya orang jahat jarang yang hidupnya selamat?Seperti dirinya yang saat ini terpaksa kehilangan tangan kirinya dari pergelangan hingga telapak tangan karena ia juga bukan orang baik.Benarkah apa yang dikatakan ibunya itu?"Maksud ibu?" Arya bertanya lirih. Suaranya tercekat di tenggorokan.Bu Hasnah menelan ludah lalu menganggukkan kepalanya dengan gerakan lemah."Benar, Ya. Andai saja kamu bersikap jujur dan apa adanya tanpa pernah ingin menyembunyikan kebohongan pada orang lain sedikit pun, pasti saat ini kamu sudah jadi menantu Pak Baskoro dan mungkin sudah diangkat menjadi orang penting di perusahaannya. Bukankah Pak Baskoro pernah ingin menikahkan kamu dengan salah satu putrinya? Tapi karena kamu terlanjur berbohong, menyembunyikan kesembuhanmu, akhirnya Pak Baskoro marah dan membatalkan rencananya bukan?Setelah itu, kehidupan kamu tak juga membaik. Kamu bisa mengambil kembali mobilmu dari tangan Maya dan adiknya tapi akibatnya jad
"Baik, Ya. Kalau begitu, selepas keluar dari rumah sakit ini nanti, kita bangkit lagi ya. Mulai sekarang kita berdiri di atas kaki kita sendiri. Lupakan cita-citamu untuk menikahi orang kaya yang banyak hartanya demi bisa menikmati kehidupan mewah tanpa perlu kerja keras lagi, karena semua itu tentu saja percuma. Kalau pun dikabulkan Tuhan juga nggak akan langgeng selamanya. Jadi, lebih baik kita mencari kekayaan sendiri tanpa menyusahkan orang lain lagi," timpal ibunya lagi.Arya menganggukkan kepalanya dengan hati lega dan pikiran yang sekarang jauh lebih plong dan terbuka.Ibunya benar, mereka memang harus mulai berubah demi memperbaiki nasib dengan tangan mereka sendiri bukan dengan memanfaatkan orang lain karena semua itu percuma dan hanya angan-angan belaka.*****Hari ini genap dua bulan sudah Arya keluar dari rumah sakit dan dinyatakan sembuh dari sakitnya.Ia sudah mulai berjualan gorengan kembali seperti dulu. Gorengan super enak dan renyah yang dulu sempat sukses ia jalank
"Sri, kamu datang sendirian?" tanyanya saat menyadari wanita yang ternyata masih single meski usianya sudah cukup umur untuk menikah itu datang tanpa seorang pun teman.Sri yang ditegur mengangkat mukanya lalu tersenyum lega saat melihatnya."Arya? Kamu juga datang sendirian? Nggak masuk? Kok bengong saja di sini?" tanya wanita itu dengan wajah semringah."Nggak ada temannya, Sri. Nggak enak mau masuk," sahut Arya pula."Barengan aja yuk?" ucap Sri lagi."Barengan? Kamu nggak malu jalan bareng sama lelaki cacat sepertiku?""Kenapa harus malu? Di mata Allah semua manusia itu sama. Hatinya saja yang beda. Ayoklah, kita masuk sekarang. Kamu sendiri malu nggak jalan bareng sama perempuan gendut dan hitam sepertiku?" jawab Sri lagi balik bertanya.Arya pun menggelengkan kepalanya. Ya, buat apa malu, jika di hadapan yang Maha Kuasa, semua orang sama derajatnya. Hanya amal dan perbuatannya saja yang membedakan.Dan Arya tak hendak menampik itu. Bila Sri adalah wanita yang Tuhan takdirkan un
"Mas, bangun. Sudah Subuh. Katanya pagi ini mau jualan. Gih buruan bangun. Sholat dulu baru siapin dagangan ..., " ujar Sri sambil menggoyang-goyangkan tubuh Arya yang masih bergelung di bawah selimut.Sudah satu minggu mereka menikah, dan Sri sudah mulai paham rutinitas suaminya itu setiap harinya.Dia sendiri, sehabis menyiapkan keperluan Arya di pagi hari, maka akan berangkat ke rumah sakit karena meski sudah menikah tetapi Sri ingin tetap bekerja seperti biasanya. Apalagi Arya pun memberi izin. Jadilah setiap pagi, keduanya sama sama menjalani rutinitas masing masing di tempat kerjanya.Arya menggeliat bangun lalu tersenyum menatap wajah istrinya. Meski tak cantik, tapi wajah Sri selalu membuatnya merasa nyaman melihatnya. Sri juga baik. Itu membuat Arya makin hari makin betah saja dekat dekat dengan istrinya itu. Meski Sri jauh dari tipe ideal seorang wanita, tapi Arya sayang dan cinta."Ya, Sayang. Sudah jam berapa memangnya? Habis sholat subuh, Mas mau langsung ke rumah ibu ya,
Sesuai niatnya siang tadi, sore harinya setelah pulang dari berjualan, dan Sri juga sudah tiba di rumah serta istirahat, malamnya Arya pun berusaha mengajak bicara istrinya itu untuk mencoba mengutarakan keinginan di dalam hatinya itu pada Sri."Sri, Mas pengen ngomong sesuatu sama kamu. Boleh nggak?" tanya Arya hati hati sebelum memulai pembicaraan. Khawatir bila dia langsung masuk ke pokok pembicaraan, istrinya itu akan merasa kaget karena tak menyangka dia ingin meminjam uang untuk modal usahanya yang baru. Padahal selama ini Arya selalu mengatakan ingin membahagiakannya karena tak ingin Sri kesusahan. "Ngomong apa, Mas? Kok pakai izin segala?" tanya Sri dengan alis berkerut, merasa heran karena tiba tiba Arya minta izin padanya untuk bicara. Tak seperti biasanya yang tak perlu izin izin lagi.Arya berdehem sesaat sebelum melanjutkan perkataannya. Mengurai ketegangan yang sesaat tercipta."Gini, Sri. Siang tadi Mas 'kan lihat lihat lokasi untuk tempat usaha yang baru. Rencananya M
"Ada apa, Ya? Tumben malam malam nelepon?" sambut Bu Hasnah saat Arya menghubungi ibunya tersebut."Bu, barusan Arya tanya Sri, punya tabungan atau nggak. Dan katanya dia nggak punya, Bu. Jadi gimana? Apa kita pinjam koperasi aja ya, Bu? Atau gimana?" jawab Arya sambil menghembuskan nafasnya."Lho masa sih istri kamu nggak punya tabungan? Kok bisa? Jadi hasil kerja dia selama ini perginya ke mana? Masa iya nggak punya tabungan?" jawab Bu Hasnah merasa tidak percaya."Kata Sri sih, buat ngirim ke dua orang tuanya di kampung, Bu. Makanya nggak bisa nabung," sahut Arya pula. Di lubuk hatinya masih memendam kekesalan karena istrinya itu tak bisa membantunya."Oalah, Ya ... Ya! Ya udah, kalau gitu. Kalau Sri nggak punya tabungan ya mau gimana lagi. Kita pinjam koperasi atau gadaikan BPKB mobil kamu aja deh kalau gitu. Kalau kamu memang mau benar benar mengembangkan usaha.""Atau nanti Ibu coba hubungi Mbak Nining deh. Siapa tahu dia mau minjamin uang," sahut Bu Hasnah lagi."Mbak Nining? M
"Sudahlah, Sri. Hari sudah malam. Mas nggak mau ribut sama kamu. Mas mau tidur. Capek!" ucap Arya mencoba menghentikan Sri yang terlihat kesal melihat sikapnya.Namun, Sri tampaknya tak mau berhenti begitu saja. Wanita itu makin terlihat tak suka."Bilang sama aku, Mas! Nining itu siapa? Apa janda yang punya toko perhiasan di pasar itu? Kenapa Mas mau pinjam uang sama dia? Apa nggak ada yang lain lagi?" desak Sri lagi, merasa tak enak hati kalau tak bisa dikatakan cemburu karena tiba tiba suaminya mengatakan ingin meminjam uang pada perempuan itu.Setahu Sri, wanita yang bernama Nining di kampung ini adalah janda kaya yang sukses dengan usaha toko perhiasan dan toko pakaian di pasar itu. Dia sudah beberapa kali menikah, dan rata rata menikah dengan suami orang.Lantas kenapa pada perempuan itu Arya harus pinjam uang? Kenapa tidak ke tempat lain saja yang tidak beresiko seperti ini? Toh, masih banyak tempat lain yang bisa dihutangi. Bukan janda yang sudah beberapa kali menikah dan gaga
AKAN KUBUAT KAU MENYESAL, MAS! (132)Menyadari dirinya telah keceplosan bicara, Bu Wati pun buru buru meralat ucapannya supaya Bu Hasnah tak sadar jika putrinya sebenarnya memang telah berbadan dua."Eh, maaf ... salah ngomong. Maksudnya bukan hamil tapi biar cepat hamil, Hasnah. Maklum pengantin baru. Makanya harus banyak makan, biar rahimnya subur. Soalnya aku udah nggak sabar lagi pengen gendong cucu. Kamu juga kan, Hasnah?" ujar Bu Wati buru buru meralat ucapannya.Mendengar perkataan besannya itu, Bu Hasnah pun tersenyum lega dan gembira. Syukurlah, ternyata Hamidah bukannya sedang hamil melainkan berharap supaya bisa cepat hamil. Kalau begitu, dia pun tak keberatan karena sudah lama memang dia menginginkan kehadiran seorang cucu lagi dari Arya, sebab sekarang Via, putri Ana, mantan istri pertama Arya sudah sulit ia temui karena kesibukan cucunya tersebut sekolah. Belum lagi dia pun sibuk mengurus Arya yang sedang sakit.Bu Hasnah pun menganggukkan kepalanya dengan rona gembira.
AKAN KUBUAT KAU MENYESAL, MAS! (131)"Bagaimana anak saya, Dok? Apa masih bisa diselamatkan?" tanya Bu Hasnah dengan perasaan sedih luar biasa saat melihat pria berseragam putih keluar dari ruang operasi di mana Arya beberapa saat yang lalu dibawa masuk untuk ditangani.Sudah sejak malam tadi sejak mendapatkan kabar kalau anak laki lakinya itu masuk rumah sakit akibat tertabrak mobil entah karena sebab apa, Bu Hasnah terus menerus menangis hingga sembab air mukanya.Dia tak bisa menyalahkan Bu Wati dan Hamidah yang telah membiarkan Arya berkeliaran di luar rumah di malam pengantin mereka sebab alasan Bu Wati, Arya tak bisa dilarang dan dicegah meski hari sudah malam saat hendak membeli sesuatu barang keperluannya. Itulah yang telah membuat kecelakaan tersebut bisa sampai terjadi.Dan Bu Hasnah pun terpaksa percaya begitu saja sebab sejauh ini dia memang tak tahu apa yang sebenarnya betul betul terjadi di rumah besannya tersebut malam tadi hingga akhirnya putranya itu harus mengalami t
AKAN KUBUAT KAU MENYESAL, MAS! (130)Berpikir begitu, Bu Wati pun buru buru masuk kamar mandi dan berbisik di telinga putrinya."Midah, apa ... apa kamu hamil? Apa ... apa kamu dan Afandi sudah melakukan hal terlarang sebelum dia meninggal dunia dan kamu menikah dengan Arya? Kalau iya, kamu harus berdamai dengan Arya, Midah. Kamu nggak boleh menolak kehadirannya karena itu konyol namanya. Kamu butuh suami dan bapak untuk anak kamu, Midah! Ayok ikut Ibu ke kamar sekarang juga. Kita harus membicarakan ini sebelum kamu membuat keputusan yang salah dan membuat Arya pergi meninggalkan kamu!""Sebab kalau itu terjadi maka kemungkinan besar, anak kamu akan lahir tanpa bapak. Apa kamu mau hal Itu terjadi, Midah?" ucap Bu Wati yang tiba tiba merasa takut kalau Arya yang justru tak mau lagi dengan putrinya itu bila tahu putrinya itu ternyata sudah hamil sebelum menikah dengannya.Dia tak mau Hamidah hamil dan melahirkan tanpa suami. Dia tidak mau nama baiknya tercoreng. Itu sebabnya dia harus b
AKAN KUBUAT KAU MENYESAL, MAS! (129)"Tok! Tok!Tok!"Sedang keduanya bertengkar, dari arah luar kamar terdengar ketukan pintu lumayan keras diiringi suara Bu Wati yang memanggil keras keduanya."Midah ... Arya, ada apa? Buka pintunya!" seru Bu Wati dari luar kamar.Hamidah memandang Arya sejenak seolah meminta pertimbangan, tapi tak lama kemudian karena Arya hanya diam saja tanpa reaksi, Hamidah pun buru buru membuka pintu dengan segera.Segera setelah dia membuka pintu, Bu Wati pun masuk dan menyerbu dengan tanya."Kamu kenapa Midah? Kok teriak teriak tadi? Apa Arya ganggu kamu?""Heh, Arya! Ibu kan sudah bilang, perkawinan kalian hanya sandiwara di atas kertas saja karena Ibu sudah minta tolong sama Ibu kamu untuk bisa menyelamatkan pernikahan putri Ibu yang terancam gagal karena Afandi meninggal dunia dan Ibu kamu sudah setuju!""Lantas sekarang kenapa Hamidah teriak teriak seperti tadi? Apa jangan jangan kamu ganggu dia ya? Kamu kan sudah janji kemarin nggak akan ganggu Hamidah!
AKAN KUBUAT KAU MENYESAL, MAS! (128)"Lepaskan, Mas! Jangan sentuh aku! Apa kamu lupa perjanjian kita kemarin yang menyatakan kalau pernikahan kita hanya pernikahan pura pura di atas kertas saja dan di antara kita tak akan pernah ada malam pertama karena pernikahan kita bukan pernikahan sungguhan!" ujar Suster Hamidah sembari menepis keras tangan Arya yang berusaha menarik tubuhnya dan membuka pakaiannya.Namun, Arya hanya menyeringai lebar."Pernikahan kita bukan sungguhan? Midah, pernikahan kita tercatat sah di kantor urusan agama! Ijab qobul yang kita lakukan juga sah di mata agama. Kamu sekarang istriku! Sah di mata negara dan agama! Lalu kenapa kamu bilang pernikahan kita tidak sungguhan dan kamu menolak aku sentuh? Kamu mau masuk penjara karena sudah mempermainkan pernikahan? Kamu juga mau masuk neraka dan dilaknat malaikat karena menolak ajakan suami untuk memenuhi kewajiban kamu sebagai seorang istri? Iya?" Arya terlihat tak terima dengan penolakan Hamidah.Hamidah menggeleng
AKAN KUBUAT KAU MENYESAL, MAS! (127)"Saya terima nikah dan kawinnya Hamidah binti Kusnadi dengan mas kawin seperangkat alat salat dibayar tunai.""Sah.""Sah.""Sah "Semua hadirin yang hadir mengucapkan syukur setelah Arya selesai mengucapkan ijab qobul atas istri barunya, Suster Hamidah.Usai Arya mengucapkan penerimaan nikahnya, Suster Hamidah mengangkat wajahnya lalu dengan gerakan kaku karena tak menyangka bila dirinya akan dinikahkan paksa dengan Arya yang baru saja sembuh dari stroke yang diderita, mengangkat telapak tangan lalu mencium punggung tangan Arya yang sekarang telah menjadi suami sah nya itu dengan gerakan lunglai.Sungguh, meski dia tak membenci Arya, tapi dia sama sekali tak mencintai laki laki yang sekarang menjadi suaminya itu. Dia menganggap Arya hanyalah salah satu pasien yang harus dia terapi supaya segera sembuh dari sakitnya.Tapi ternyata, hari ini laki laki itu telah menghalalkan dirinya sebagai seorang istri. Arya akan mendampingi hidupnya hingga maut m
AKAN KUBUAT KAU MENYESAL, MAS! (126)"Baiklah, Hasnah ... kalau begitu sesuai dengan rencana kami semula yakni hendak menikahkan Hamidah dengan almarhum Afandi pada tiga hari lagi, itu menjadi tanggal pernikahan Hamidah dengan Arya.""Benar kata kamu, aku harus menyelamatkan keluargaku dengan menikahkan putramu dengan putriku. Selain demi meminimalisir kerugian akibat gagal pesta setelah Afandi meninggal dunia, aku juga ingin menunaikan cita cita kita dulu yang hendak menjodohkan Hamidah dengan putramu.""Jadi tiga hari lagi kita nikahkan mereka ya, Hasnah! Kamu mau ngasih mahar apa untuk putriku? Kemarin rencananya Afandi mau memberi mahar sebuah mobil mewah dan perhiasan sebanyak seratus gram. Kalau kamu apa?" lanjut Bu Wati sembari menatap penuh harap wajah sahabat masa SMA nya itu.Namun, mendengar perkataan Bu Wati, Bu Hasnah melotot lebar. Merasa kaget dan shock ditanya soal mahar, apalagi dibandingkan dengan mahar yang seyogyanya akan diberikan oleh almarhum dokter Afandi pada
AKAN KUBUAT KAU MENYESAL, MAS! (125)"Wati, apa kamu nggak malu kalau pesta pernikahan putri kamu terpaksa dibatalkan? Kamu bisa rugi besar lho kalau pesta putri kamu benar benar dibatalkan.""Saya aja nggak nyangka kalau Suster Hamidah itu ternyata adalah putri kamu. Aku pikir siapa. Kamu ingat nggak, dulu waktu kita masih SMA, kita pernah bercita cita ingin menjodohkan putra dan putri kita supaya mereka meneruskan persahabatan kita? Tapi apa daya aku kehilangan jejak kamu dan Arya pun kemudian menikah dengan gadis pilihannya, Ana.""Tapi sekarang pernikahan mereka sudah berakhir. Dan status Arya sekarang ini adalah duda. Jadi, tunggu apalagi, Wati? Sekarang lah saatnya kita jodohkan mereka kembali demi memenuhi niat baik kita dulu?""Arya dulu bekerja sebagai seorang ASN, Wati Tapi apa daya sekarang sudah diberhentikan.""Sekarang ini Arya sedang sakit. Tapi dia jadi semangat sembuh kembali setelah bertemu dengan anak kamu, Hamidah. Sayang, Hamidah ternyata hendak menikah hingga me
AKAN KUBUAT KAU MENYESAL, MAS! (124) "Innalilahi wa Inna ilaihi Raji'un ... ." "Kamu yang sabar ya, Midah. Kami sudah berusaha, tapi Tuhan berkehendak lain. Nyawa calon suami kamu nggak bisa diselamatkan lagi. Kami turut prihatin, Midah ...," ucap rekan rekan sejawatnya yang begitu mendengar kabar kecelakaan calon suaminya, langsung gegas berkumpul di ruang ICU rumah sakit untuk memantau kondisi kesehatannya dan melakukan tindakan penyelamatan terhadap dokter muda yang merupakan calon suami Suster Hamidah tersebut, salah seorang suster di rumah sakit swasta ini. Hamidah mengusap air matanya lalu menatap nanar wajah calon suaminya yang telah terbujur kaku di atas brankar dengan ditutupi kain panjang. "Midah, kamu yang tabah ya, Nak. Semua ini sudah takdir Yang Maha Kuasa ...," tutur Ibunya pula sembari mengelus pelan pundak Hamidah. Sementara di sampingnya, calon mertua tampak meratap pilu menangisi kepergian putra mereka. Hamidah berkali-kali menghembuskan nafasnya demi mengurai s