POV ARYA
Namaku Arya. Usiaku memasuki tiga puluh tahun. Bekerja sebagai seorang pegawai negeri sipil dengan jabatan staf pelaksana golongan II d di sebuah kantor pemerintahan kecamatan.Aku memiliki istri bernama Ana Amalia. Usianya tiga tahun di bawahku. Tiga tahun pula aku dan dia telah menikah dan dikaruniai seorang putri cantik bernama Viana atau yang sering dipanggil Via saja, berusia dua tahun lebih. Alhamdulillah, putri kami adalah anak yang baik. Tidak suka rewel dan cengeng. Aku menyayanginya meski tak benar-benar dekat dengan gadis kecil itu. Bagiku sudah sewajarnya anak lebih dekat dengan ibunya ketimbang dengan bapaknya, sebab bapak tak punya banyak waktu di rumah karena harus mencari nafkah di luar. Sedangkan ibu hanya di rumah saja, menunggu suami pulang kerja dan menunggu tanggal gajian.Tentu saja ia lebih punya banyak waktu dibandingkan suami untuk mendampingi si kecil daSaat tahu aku menyerahkan ATM gaji pada istri, semakin besar pula rasa cemburu Maya pada Ana sehingga ingin buru-buru kunikahi."Iya, sabar dulu. Ini juga mas lagi nyari penghulu yang bisa menikahkan kita. Mas ini kan PNS, gak boleh beristri dua. Tapi demi cinta mas sama kamu, mas rela menempuh segala resiko demi bisa hidup bersama kamu."Mendengar perkataanku, Maya menjadi lega. Ia tak lagi banyak tanya dan sabar menunggu hingga akhirnya aku benar-benar berhasil mencari penghulu yang bisa menikahkan kami berdua.Sebenarnya keinginan menikah lagi itu sudah sejak lama ada. Bahkan bukan hanya Maya, wanita yang ingin kujadikan istri, meski hanya istri kedua, melainkan ada beberapa orang wanita.Satu di antara mereka bahkan rela dinikahi tanpa mahar dan malahan rela memberikan sejumlah uang asalkan aku bersedia menikahinya.Tetapi karena usianya yang jauh lebih tua dariku dan statusnya yang janda tua serta wajahnya k
POV ARYA"Mas, apa benar kamu sudah menikah lagi?"Pertanyaan itu dilontarkan Ana, istri pertamaku, dua bulan setelah aku dan Maya menikah.Mendengar pertanyaan yang tak kuharapkan itu, dahiku berkerut dan mataku memicing tajam.Ah, tahu dari mana dia kalau aku sudah menikah lagi? Meski sering terlambat pulang bahkan tak pulang sama sekali, aku selalu berusaha menyimpan semua rahasia perkawinan keduaku rapat-rapat.Bukan aku takut istriku ini ngambek ataupun marah, tapi tak nyaman saja rasanya jika harus timbul pertengkaran tak berkesudahan di antara kami berdua karena itu.Aku tak suka diintimidasi dan diatur-atur perempuan. Bagiku, laki-laki itu pemimpin rumah tangga yang segala keputusannya harus dipatuhi dan tak bisa diganggu gugat.Allah sudah melebihkan laki-laki satu derajat di atas wanita. Bahkan kalau saja manusia boleh bersujud pada manusia lain maka sudah selayaknya wani
"Aku makan dari penghasilan kamu? Mimpi kamu atau sudah beneran gila? Sudah, aku gak mau dengar apa-apa lagi. Kalau kamu masih mau hidup dengan mas, terima saja kehadiran Maya sebagai madumu, tapi kalau gak, silahkan angkat kaki dari sini!" sergahku keras akhirnya.Aku bisa melihat tatapan nanar wajah Ana setelah mendengar kalimatku itu. Hal yang semakin membuatku yakin jika perempuan itu memang tak akan berani kuceraikan.Wanita memang harus dikerasi kalau tidak, dia akan ngelunjak dan aku tak suka itu.Kutinggalkan Ana lalu beranjak ke kamar. Ingin istirahat sejenak setelah kecapekan beraktivitas dengan Maya di kamar seharian tadi.*****"Mas, ini ATM kamu aku kembalikan!" celetuk Ana keesokan paginya.Aku yang sedang mengenakan seragam kantor, menoleh kaget ke arahnya.Apa aku tak salah dengar? Ana hendak mengembalikan kartu ATM berisi uang gaji bulanan yang disetorkan oleh bendahara kantor
"May, ini ATM buat kamu. Pergunakan dengan baik ya. Jangan boros-boros make uang. Kirim ortu kamu secukupnya. Bayar kontrakan, listrik, dan belanja juga secukupnya. Nanti mas minta dua juta aja buat ngasih Ana dan untuk pegangan mas ya," ujarku sembari memberikan kartu ATM yang tadi pagi dikembalikan Ana padaku setelah hampir tiga tahun berada dalam penguasaannya."Memangnya ada berapa uang di dalamnya, Mas?" tanya Maya sambil memicingkan matanya ke arahku. Ada binar gembira yang tampak jelas di sana."Gak tau. Soalnya Ana itu boros sekali. Mungkin gaji mas gak pernah ada sisanya buat ditabung. Tiap hari kerjaannya makan enak terus sama belanja. Tiap minggu perawatan di salon dan ke mall. Capek mas ngikutin gaya hidupnya. Tiga tahun nikah gak bisa beli apa-apa. Cuma punya mobil yang mas pake sekarang aja. Itu pun karena mas ngambil pinjaman di bank," sahutku sembari mendengkus kesal mengingat kelakuan Ana yang selalu membuatku tak tenang.Mende
Dan aku hampir tak percaya serta berteriak kaget saat tak disangka, Intan justru membenarkan jika sisa gaji yang dibayarkan ke rekeningku hanyalah sebesar satu juta lebih dua puluh lima ribu rupiah.Sebuah nominal yang sangat jauh dari perkiraanku selama ini. Kupikir sisa gajiku minimal masih empat juta rupiah sehingga masih bisa untuk hidup enak dengan satu anak, Via. Tapi ternyata tidak.Ternyata sisa gajiku hanya tinggal satu juta lagi Kalau demikian, dari mana Ana mendapatkan tambahan uang untuk biaya hidup kami selama ini? Apalagi katanya, ibu dan Mira juga masih minta uang untuk kebutuhan hidup mereka. Lalu dari mana Ana mendapatkan uang?"Memangnya gajiku berapa sih semuanya, Tan? Kok cuma sisa satu juta?" tanyaku lagi. Penasaran."Gaji kamu itu totalnya tiga juta lima ratus ribu rupiah, Ya. Dipotong angsuran pinjaman dua juta lima ratus ribu, sisanya tinggal satu juta. Kamu sih gak pernah mau neken daftar gaji jadi gak tau
POV ANA"Gimana keadaan Via, Nu? Kemarin panasnya sudah turun kok sekarang naik lagi ya?" tanyaku sambil menempelkan telapak tangan di kepala putriku yang tampak gelisah dalam tidurnya.Ibu, bapak dan Andre saat ini sedang pulang, mengantar pakaian kotor kami dan menggantinya dengan yang bersih hingga saat ini aku hanya sendirian saja di kamar rawat inap ini, ditemani Wisnu yang barusan menyempatkan diri mengecek kondisi putriku itu saat kuberi tahu jika Via kembali naik suhu tubuhnya. Waktu visit dokter memang sudah lewat, akan tetapi Wisnu kembali datang saat kuhubungi karena mendadak suhu tubuh Via menghangat lagi. "Tenang aja, An. Putrimu baru saja melewati masa kritisnya. Justru bagus kalau dia kembali demam, itu berarti sistem kekebalan tubuhnya sedang berusaha melawan bibit penyakit yang menyerang tubuhnya. Rajin-rajin saja memberi makan supaya tubuhnya bisa membentuk antibodi yang berguna untuk melawan penyaki
Saat ini jujur, aku sedang mengajukan gugatan perceraian terhadapnya, itu kulakukan bukan karena kebetulan aku ketemu lagi sama kamu dan kamu masih sendiri, Nu, tapi karena aku tak mungkin lagi meneruskan rumah tangga bersama Arya. Di hatiku hanya ada kebencian dan rasa sakit hati yang begitu besar, tak mungkin lagi bisa menjalankan rumah tangga jika hati sudah terluka dan disakiti seperti ini. Aku menyerah, Nu," keluhku lagi, panjang.Lelaki tampan dan berkharisma di depanku itu tersenyum menenangkan lalu membuka mulutnya."Ya, sudah. Lakukan saja yang terbaik menurut kamu karena kamu juga yang akan menjalani rumah tangga, An. Aku hanya bisa mendoakan yang terbaik. Semoga yang terbaik adalah apa yang sedang kamu upayakan saat ini, perceraian.Untuk itu jangan pernah lupa minta petunjuk Allah ya, supaya semuanya lancar dan dipermudah segala urusannya dan jangan lupa minta juga pada Allah supaya nantinya bisa dipertemukan dengan jodoh baru
POV ARYA"Maaf, Bu, Pak ... tapi saya hari ini mau buru-buru ke kantor, ada tugas yang harus segera saya selesaikan. Jadi gak bisa nganterin Arif nyari info kampus yang bagus di sini," elakku pura-pura hendak buru-buru ke kantor, padahal hanya alasan saja karena sejujurnya aku tak punya uang untuk mengantar Arif keliling kota guna mencari kampus terbaik apalagi membiaya kuliah adik iparku itu kelak.Jangankan biaya kuliah, biaya beli formulir pendaftaran saja sepertinya aku tak mampu membelikannya."Ya sudah, Nak. Kalau kamu buru-buru, kasih ongkos buat Arif aja ya biar dia nyari sendiri. Kan bisa pake taksi online buat keliling kota Pekanbaru ini," ujar ibu mertua lagi sambil tersenyum menatapku.Ya, Tuhan, kapan derita ini akan berakhir? Sudah capek cari alasan supaya tak dikejar soal uang, masih saja terjebak situasi begini. Huff! "Hmm, iya Mas. Kasih aja ongkos buat Arif naik taksi online. Kasih dua ratus ribu aja, cukup itu untuk