POV ARYA
"Maaf, Bu, Pak ... tapi saya hari ini mau buru-buru ke kantor, ada tugas yang harus segera saya selesaikan. Jadi gak bisa nganterin Arif nyari info kampus yang bagus di sini," elakku pura-pura hendak buru-buru ke kantor, padahal hanya alasan saja karena sejujurnya aku tak punya uang untuk mengantar Arif keliling kota guna mencari kampus terbaik apalagi membiaya kuliah adik iparku itu kelak.Jangankan biaya kuliah, biaya beli formulir pendaftaran saja sepertinya aku tak mampu membelikannya.
"Ya sudah, Nak. Kalau kamu buru-buru, kasih ongkos buat Arif aja ya biar dia nyari sendiri. Kan bisa pake taksi online buat keliling kota Pekanbaru ini," ujar ibu mertua lagi sambil tersenyum menatapku.
Ya, Tuhan, kapan derita ini akan berakhir? Sudah capek cari alasan supaya tak dikejar soal uang, masih saja terjebak situasi begini. Huff!
"Hmm, iya Mas. Kasih aja ongkos buat Arif naik taksi online. Kasih dua ratus ribu aja, cukup itu untuk
Sekarang pokoknya aku gak mau tahu. Mas di sini sebagai kepala keluarga, harus bisa mengatasi masalah kebutuhan ekonomi keluarga kita dengan baik. Di rumah ini ada ibu, bapak dan adik-adikku yang butuh makan dan butuh keperluan lainnya. Aku gak mau mereka kecewa setelah tahu ternyata Mas itu gak punya uang ya, jadi mulai sekarang Mas harus bisa cari uang gimana pun caranya. Titik!" sergah Maya dengan nada keras."Maksud kamu? Gimana caranya mas bisa cari uang selain gaji? Waktu mas kan habis di kantor. Dan di kantor itu gak ada apa-apanya lagi, May. Jangan pikir mas bisa korupsi. Gak ada lagi dana yang bisa mas korupsi! Apalagi pengawasan keuangan sekarang sudah semakin ketat dan berlapis-lapis, sulit buat ditembus. Kalau pun ada yang bisa dimainkan, mas gak berani. Sudah cukup teman-teman Mas yang dipecat gara-gara coba-coba memainkan anggaran kegiatan, akhirnya masuk penjara dan sengsara. Nggak! Mas gak mau lagi!" sahutku sembari menekuk muka."Kalau gitu, Mas carila
POV ARYA"May, mas mau keluar dulu ya. Mau cari job sampingan. Mungkin pulangnya agak malam. Doakan aja mas pulang bawa rezeki ya, bisa buat belanja besok pagi," pamitku pada Maya yang sedang menonton televisi di kamar.Setelah lama berpikir, akhirnya aku memang terpaksa memutuskan menerima tawaran pekerjaan dari Heru, jadi juru parkir liar di pasar. Mau gimana lagi, cuma itu pekerjaan yang sepertinya bisa kulakukan saat ini. Pekerjaan tanpa modal, memanfaatkan sisa waktu luang yang ada sepulang kantor.Sepertinya saat ini aku juga harus mulai bisa menurunkan ego. Aku sadar tak punya uang untuk membangun usaha kecuali hanya punya mobil yang sampai saat ini masih sayang untuk dijual karena hanya itu harta satu-satunya yang masih kumiliki.Aku tak mau membuat ibu sedih karena keadaanku yang jatuh miskin. Mungkin mulai hari ini aku harus banyak-banyak sabar dan evaluasi diri kenapa bisa mengalami nasib buruk seoperti ini."Memangnya Mas mau ke m
"Aku yang nyesel hidup sama, Mas! Sanalah kejar lagi Mbak Ana kalau mas yakin dia masih mau sama Mas! Pede sekali Mas merasa dia masih mau diajak balikan! Kalau aku, kalau Mas memutuskan pergi dari rumah ini dan menceraikan aku, aku pastikan akan dapat orang yang lebih kaya dari Mas. Kaya beneran, bukan kaya bohongan kayak Mas! Aku gak mau ortuku sedih karena hidupku sengsara dan gak bisa nolong mereka gara-gara nikah sama Mas! Sekarang, silahkan Mas pergi dari rumah ini, aku gak sudi punya suami yang gak bisa nafkahin istri!"Oke, kalau gitu mas pergi sekarang juga! Biarlah Mas hidup sendiri daripada punya istri kayak kamu!"Setelah berucap demikian, segera kukemasi pakaian dan keluar dari kamar dengan tas pakaian terjinjing di tangan.Di ruang tamu kulihat ibu, bapak dan adik-adik Maya duduk diam tanpa kata.Bukannya membela dan mendamaikan kami yang sedang bertengkar malah dari tatapan mereka seakan setuju dengan sikap Maya yang keras kep
"Ya, mana mobil kamu? Kok ke sini pake motor? Bawa tas baju lagi. Ngapain? Tumben?" tanya ibu dengan kening mengernyit saat menyambut kedatanganku ke rumah beliau malam ini juga.Aku hanya tersenyum masam lalu ngeloyor masuk ke dalam rumah begitu saja.Hatiku masih merasa sangat kesal dan tak percaya pada perbuatan Maya yang sudah berani-beraninya menggadaikan mobilku ke rentenir. Lancang sekali!Awas saja dia kalau sampai mobil itu tidak kembali lagi, aku tak akan segan-segan membuat perhitungan dengannya! Belum tahu dia siapa Arya sebenarnya! Tunggu saja pembalasan dariku nanti! Geramku berkali-kali dalam hati."Ya, ditanya kok malah diam aja? Mobil kamu mana? Oh ya gimana keadaan Ana, kapan dia pulang kembali ke rumah? Kamu sih pake nikah lagi diam-diam, sudah punya istri baik begitu masih gak puas. Masih selingkuh dan kawin lagi sama perempuan gak jelas seperti Maya. Pantas saja lah Ana kabur balik ke rumah orang tuanya. Apa ibu bilang, na
Mana lagi untuk beli beras, minyak makan dan kebutuhan lain? Berapa sebenarnya yang harus dikeluarkan untuk biaya makan selama satu bulan?Malangnya selama ini aku hanya terima beres saja karena semua sudah diselesaikan oleh Ana sendirian. Sisa gajiku yang hanya tinggal satu juta rupiah mungkin hanya bertahan satu minggu saja dengan harga kebutuhan pokok yang semuanya serba mahal seperti saat ini.Lalu berapa lagi yang harus Ana keluarkan untuk mencukupi kebutuhan selama sebulan dan kebutuhan ibu serta Mira yang tampaknya hidup tenang saat aku masih hidup bersama perempuan itu?Ah, baru kusadari sekarang betapa berharga dan berartinya perempuan itu sebenarnya bagi keluarga kami."Ya, mahal dong Mas. Mas baru tahu? Selama ini kemana aja? Apa Mbak Ana gak pernah cerita kalau sekarang semua kebutuhan pokok melonjak dratis? Apa dia gak minta tambahan uang belanja? Hmm, tapi aku bingung deh, kata Mbak Ana, ATM gaji Mas kan sudah dikembalikan, kok bukanny
"Ma-maaf, Bu. Aku juga gak tau gimana caranya si Maya bisa gadaikan mobil ke rentenir dan kapan kejadiannya. Tau-tau waktu Arya pulang, mobil itu sudah gak ada lagi," tuturku dengan suara pilu, menjelaskan kronologis peristiwa yang baru saja terjadi.Ibu tampak kembang kempis menahan nafas mendengarnya. Jelas sekali beliau berusaha menekan emosi sebisa mungkin."Yang salah itu kan kamu, Ya! Perempuan entah keturunan siapa gitu kok dinikahi. Kamu pikir semua perempuan itu sama baiknya kayak si Ana? Naif kamu! Apa selama ini gak mikir, gaji PNS itu berapa, kok Ana bisa masak enak terus buat kamu setiap hari? Bisa ngasih BBM mobil kamu setiap hari? Bisa biayai Mira kuliah dan bisa ngasih ibu setiap bulan? Bahkan sewaktu-waktu ibu minta tambahan uang dia gak pernah keberatan.Selama ini ibu mikir, kok bisa ada perempuan sebaik dan sepolos Ana. Tapi sekarang ibu jadi mikir lain lagi, kok ya ada laki-laki sebodoh kamu yang gak sadar kalau sudah punya istri sempurna? M
Mendengar perkataan beliau, aku pun hanya bisa menghela nafas pasrah. Kusandarkan punggung di kursi lalu meremas rambut dengan perasaan kacau.Tak kusangka semua ini akan terjadi. Wanita yang kumenangkan dari istri sah, ternyata hanya jadi benalu dan pencipta neraka dalam hidupku sendiri."Mas, Mas Arya, sini sebentar. Lihat ini!"Sedang aku duduk gelisah di sofa ruang tamu, Mira memanggilku dari dalam kamar dengan nada keras.Tak antusias karena masih kalut berpikir, aku hanya menyahut pelan."Ada apa, Mir? Kamu aja yang ke sini, Mas lagi pusing ini!" sahutku malas."Ini, Mas. Lihat status wa Maya. Gila memang perempuan itu! Masa dia posts foto-foto kalian di stori wa? Apa maksudnya?""Mana?" Seperti tersengat kalajengking, aku langsung bangkit dan memburu ke arah Mira."Ini lihat, ckckckc. Bener-bener mau bikin malu aja ini perempuan. Masa dia posts foto-foto setengah telanj*ng kalian di stori wa. Apa maksudnya ka
Aku menatap wajah Via yang alhamdulilah bangun pagi ini sudah terlihat jauh lebih segar dari sebelumnya.Ini hari ke sepuluh ia dirawat di rumah sakit ini dan syukurlah, masa-masa kritisnya sudah berhasil dilewati.Tinggal masa pemulihan yang sudah berlangsung selama tiga hari ini dan kondisinya pun hari ini sudah terlihat semakin membaik."Syukurlah An, hari ini Via sudah boleh pulang. Tapi di rumah tetap diperhatikan asupan gizi dan vitaminnya ya karena kondisi fisiknya tentu saja masih belum kuat seperti sebelumnya. Nanti aku resepkan obat dan vitamin untuk memulihkan fisiknya, dihabiskan supaya cepat sembuh kembali seperti sebelumnya, oke?" ujar Wisnu saat visit dokter pagi ini.Aku mengangguk sembari tersenyum lega mendengar penuturan lelaki itu."Makasih ya,, Nu. Kamu sudah bantu aku dan Via. Makasih banget," ucapku lirih."Never mind. Kalau ada apa-apa nanti, hubungi aja ya," ujar Wisnu lagi.Aku kembali mengangguk,
AKAN KUBUAT KAU MENYESAL, MAS! (132)Menyadari dirinya telah keceplosan bicara, Bu Wati pun buru buru meralat ucapannya supaya Bu Hasnah tak sadar jika putrinya sebenarnya memang telah berbadan dua."Eh, maaf ... salah ngomong. Maksudnya bukan hamil tapi biar cepat hamil, Hasnah. Maklum pengantin baru. Makanya harus banyak makan, biar rahimnya subur. Soalnya aku udah nggak sabar lagi pengen gendong cucu. Kamu juga kan, Hasnah?" ujar Bu Wati buru buru meralat ucapannya.Mendengar perkataan besannya itu, Bu Hasnah pun tersenyum lega dan gembira. Syukurlah, ternyata Hamidah bukannya sedang hamil melainkan berharap supaya bisa cepat hamil. Kalau begitu, dia pun tak keberatan karena sudah lama memang dia menginginkan kehadiran seorang cucu lagi dari Arya, sebab sekarang Via, putri Ana, mantan istri pertama Arya sudah sulit ia temui karena kesibukan cucunya tersebut sekolah. Belum lagi dia pun sibuk mengurus Arya yang sedang sakit.Bu Hasnah pun menganggukkan kepalanya dengan rona gembira.
AKAN KUBUAT KAU MENYESAL, MAS! (131)"Bagaimana anak saya, Dok? Apa masih bisa diselamatkan?" tanya Bu Hasnah dengan perasaan sedih luar biasa saat melihat pria berseragam putih keluar dari ruang operasi di mana Arya beberapa saat yang lalu dibawa masuk untuk ditangani.Sudah sejak malam tadi sejak mendapatkan kabar kalau anak laki lakinya itu masuk rumah sakit akibat tertabrak mobil entah karena sebab apa, Bu Hasnah terus menerus menangis hingga sembab air mukanya.Dia tak bisa menyalahkan Bu Wati dan Hamidah yang telah membiarkan Arya berkeliaran di luar rumah di malam pengantin mereka sebab alasan Bu Wati, Arya tak bisa dilarang dan dicegah meski hari sudah malam saat hendak membeli sesuatu barang keperluannya. Itulah yang telah membuat kecelakaan tersebut bisa sampai terjadi.Dan Bu Hasnah pun terpaksa percaya begitu saja sebab sejauh ini dia memang tak tahu apa yang sebenarnya betul betul terjadi di rumah besannya tersebut malam tadi hingga akhirnya putranya itu harus mengalami t
AKAN KUBUAT KAU MENYESAL, MAS! (130)Berpikir begitu, Bu Wati pun buru buru masuk kamar mandi dan berbisik di telinga putrinya."Midah, apa ... apa kamu hamil? Apa ... apa kamu dan Afandi sudah melakukan hal terlarang sebelum dia meninggal dunia dan kamu menikah dengan Arya? Kalau iya, kamu harus berdamai dengan Arya, Midah. Kamu nggak boleh menolak kehadirannya karena itu konyol namanya. Kamu butuh suami dan bapak untuk anak kamu, Midah! Ayok ikut Ibu ke kamar sekarang juga. Kita harus membicarakan ini sebelum kamu membuat keputusan yang salah dan membuat Arya pergi meninggalkan kamu!""Sebab kalau itu terjadi maka kemungkinan besar, anak kamu akan lahir tanpa bapak. Apa kamu mau hal Itu terjadi, Midah?" ucap Bu Wati yang tiba tiba merasa takut kalau Arya yang justru tak mau lagi dengan putrinya itu bila tahu putrinya itu ternyata sudah hamil sebelum menikah dengannya.Dia tak mau Hamidah hamil dan melahirkan tanpa suami. Dia tidak mau nama baiknya tercoreng. Itu sebabnya dia harus b
AKAN KUBUAT KAU MENYESAL, MAS! (129)"Tok! Tok!Tok!"Sedang keduanya bertengkar, dari arah luar kamar terdengar ketukan pintu lumayan keras diiringi suara Bu Wati yang memanggil keras keduanya."Midah ... Arya, ada apa? Buka pintunya!" seru Bu Wati dari luar kamar.Hamidah memandang Arya sejenak seolah meminta pertimbangan, tapi tak lama kemudian karena Arya hanya diam saja tanpa reaksi, Hamidah pun buru buru membuka pintu dengan segera.Segera setelah dia membuka pintu, Bu Wati pun masuk dan menyerbu dengan tanya."Kamu kenapa Midah? Kok teriak teriak tadi? Apa Arya ganggu kamu?""Heh, Arya! Ibu kan sudah bilang, perkawinan kalian hanya sandiwara di atas kertas saja karena Ibu sudah minta tolong sama Ibu kamu untuk bisa menyelamatkan pernikahan putri Ibu yang terancam gagal karena Afandi meninggal dunia dan Ibu kamu sudah setuju!""Lantas sekarang kenapa Hamidah teriak teriak seperti tadi? Apa jangan jangan kamu ganggu dia ya? Kamu kan sudah janji kemarin nggak akan ganggu Hamidah!
AKAN KUBUAT KAU MENYESAL, MAS! (128)"Lepaskan, Mas! Jangan sentuh aku! Apa kamu lupa perjanjian kita kemarin yang menyatakan kalau pernikahan kita hanya pernikahan pura pura di atas kertas saja dan di antara kita tak akan pernah ada malam pertama karena pernikahan kita bukan pernikahan sungguhan!" ujar Suster Hamidah sembari menepis keras tangan Arya yang berusaha menarik tubuhnya dan membuka pakaiannya.Namun, Arya hanya menyeringai lebar."Pernikahan kita bukan sungguhan? Midah, pernikahan kita tercatat sah di kantor urusan agama! Ijab qobul yang kita lakukan juga sah di mata agama. Kamu sekarang istriku! Sah di mata negara dan agama! Lalu kenapa kamu bilang pernikahan kita tidak sungguhan dan kamu menolak aku sentuh? Kamu mau masuk penjara karena sudah mempermainkan pernikahan? Kamu juga mau masuk neraka dan dilaknat malaikat karena menolak ajakan suami untuk memenuhi kewajiban kamu sebagai seorang istri? Iya?" Arya terlihat tak terima dengan penolakan Hamidah.Hamidah menggeleng
AKAN KUBUAT KAU MENYESAL, MAS! (127)"Saya terima nikah dan kawinnya Hamidah binti Kusnadi dengan mas kawin seperangkat alat salat dibayar tunai.""Sah.""Sah.""Sah "Semua hadirin yang hadir mengucapkan syukur setelah Arya selesai mengucapkan ijab qobul atas istri barunya, Suster Hamidah.Usai Arya mengucapkan penerimaan nikahnya, Suster Hamidah mengangkat wajahnya lalu dengan gerakan kaku karena tak menyangka bila dirinya akan dinikahkan paksa dengan Arya yang baru saja sembuh dari stroke yang diderita, mengangkat telapak tangan lalu mencium punggung tangan Arya yang sekarang telah menjadi suami sah nya itu dengan gerakan lunglai.Sungguh, meski dia tak membenci Arya, tapi dia sama sekali tak mencintai laki laki yang sekarang menjadi suaminya itu. Dia menganggap Arya hanyalah salah satu pasien yang harus dia terapi supaya segera sembuh dari sakitnya.Tapi ternyata, hari ini laki laki itu telah menghalalkan dirinya sebagai seorang istri. Arya akan mendampingi hidupnya hingga maut m
AKAN KUBUAT KAU MENYESAL, MAS! (126)"Baiklah, Hasnah ... kalau begitu sesuai dengan rencana kami semula yakni hendak menikahkan Hamidah dengan almarhum Afandi pada tiga hari lagi, itu menjadi tanggal pernikahan Hamidah dengan Arya.""Benar kata kamu, aku harus menyelamatkan keluargaku dengan menikahkan putramu dengan putriku. Selain demi meminimalisir kerugian akibat gagal pesta setelah Afandi meninggal dunia, aku juga ingin menunaikan cita cita kita dulu yang hendak menjodohkan Hamidah dengan putramu.""Jadi tiga hari lagi kita nikahkan mereka ya, Hasnah! Kamu mau ngasih mahar apa untuk putriku? Kemarin rencananya Afandi mau memberi mahar sebuah mobil mewah dan perhiasan sebanyak seratus gram. Kalau kamu apa?" lanjut Bu Wati sembari menatap penuh harap wajah sahabat masa SMA nya itu.Namun, mendengar perkataan Bu Wati, Bu Hasnah melotot lebar. Merasa kaget dan shock ditanya soal mahar, apalagi dibandingkan dengan mahar yang seyogyanya akan diberikan oleh almarhum dokter Afandi pada
AKAN KUBUAT KAU MENYESAL, MAS! (125)"Wati, apa kamu nggak malu kalau pesta pernikahan putri kamu terpaksa dibatalkan? Kamu bisa rugi besar lho kalau pesta putri kamu benar benar dibatalkan.""Saya aja nggak nyangka kalau Suster Hamidah itu ternyata adalah putri kamu. Aku pikir siapa. Kamu ingat nggak, dulu waktu kita masih SMA, kita pernah bercita cita ingin menjodohkan putra dan putri kita supaya mereka meneruskan persahabatan kita? Tapi apa daya aku kehilangan jejak kamu dan Arya pun kemudian menikah dengan gadis pilihannya, Ana.""Tapi sekarang pernikahan mereka sudah berakhir. Dan status Arya sekarang ini adalah duda. Jadi, tunggu apalagi, Wati? Sekarang lah saatnya kita jodohkan mereka kembali demi memenuhi niat baik kita dulu?""Arya dulu bekerja sebagai seorang ASN, Wati Tapi apa daya sekarang sudah diberhentikan.""Sekarang ini Arya sedang sakit. Tapi dia jadi semangat sembuh kembali setelah bertemu dengan anak kamu, Hamidah. Sayang, Hamidah ternyata hendak menikah hingga me
AKAN KUBUAT KAU MENYESAL, MAS! (124) "Innalilahi wa Inna ilaihi Raji'un ... ." "Kamu yang sabar ya, Midah. Kami sudah berusaha, tapi Tuhan berkehendak lain. Nyawa calon suami kamu nggak bisa diselamatkan lagi. Kami turut prihatin, Midah ...," ucap rekan rekan sejawatnya yang begitu mendengar kabar kecelakaan calon suaminya, langsung gegas berkumpul di ruang ICU rumah sakit untuk memantau kondisi kesehatannya dan melakukan tindakan penyelamatan terhadap dokter muda yang merupakan calon suami Suster Hamidah tersebut, salah seorang suster di rumah sakit swasta ini. Hamidah mengusap air matanya lalu menatap nanar wajah calon suaminya yang telah terbujur kaku di atas brankar dengan ditutupi kain panjang. "Midah, kamu yang tabah ya, Nak. Semua ini sudah takdir Yang Maha Kuasa ...," tutur Ibunya pula sembari mengelus pelan pundak Hamidah. Sementara di sampingnya, calon mertua tampak meratap pilu menangisi kepergian putra mereka. Hamidah berkali-kali menghembuskan nafasnya demi mengurai s