Aisya Putri Mahendra, itulah nama yang diberikan oleh kedua orang tuaku, umurku 17 Tahun. Aku mempunyai dua saudara laki-laki yang bernama Dimas Putra Mahendra, dan Andra Putra Mahendra.
Jam menunjukan pukul 6.30 pagi, yang mana Aisya masih nyenyak bergelung dengan selimutnya di atas tempat tidur. Tiba-tiba terdengar suara teriakan sang Bunda "Aisya, bangunn..."
Aisya, tidak memperdulikan teriakan sang Bunda, ia kembali merapatkan selimutnya, sambil bilang "Apa sih, Bun. Aisya masih ngantuk" katanya karena terus mendengar Bundanya yang tak berhenti ngoceh untuk membangunkannya.
"Cepatan bangun, nanti kamu telat berangkat Sekolahnya" kata Bu Dewi, sambil mengoyang-goyangkan badan Aisya agar anak tersebut segera bangun.
"Sebentar lagi, Bun. Lima menit lagi" tawar Aisya
"Gak ada tawar menawar. Bunda, gak mau tahu pokoknya cepatan bangun" cicit Bu Dewi. Yang mana membuat Aisya segera membuka selimutnya dan duduk.
"Udah jam berapa, Bun" tanyanya dengan mata yang masih merem dan, suara yang serak khas bangun tidur.
"Udah, jam 6.30 pagi" jawab Bu Dewi.
"Hmm" gumam Aisya, ia segera duduk di tepi tempat tidur dengan kaki menjuntai ke bawah.
"Sudah, ayuk cepatan mandi, terus siap-siap Bunda mau siapin sarapan dulu" kata Bu Dewi, sambil berlalu keluar dari kamar anak bungsunya tersebut.
Aisya, segera bangkit dari duduknya dan berjalan ke kamar mandi untuk mandi. Tak membutuhkan waktu lama Aisya sudah selesai dengan ritual mandi kilatnya, ia mah kalau mandi cukup sebentar saja. Ia berjalan menuju lemari pakaian untuk mengambil seragam Sekolah, dan memakainya. Setelah selesai, ia menyisir rambut dan mengikat rambutnya seperti ekor Kuda, dan menaburkan sedikt bedak Bayi di wajahnya.
Dia mah, gak perlu dandan, gak dandan aja udah cantik apalagi kalau dia dandan, ya walaupun dia agak sedikit bar-bar, ingat ya sedikit titik gak pake titid eh, ASTAGFIRULLAH.
Setelah selesai semua, ia berjalan ke luar dari kamarnya menuju ruang makan untuk sarapan bersama. Ia menyapa semua Keluarganya.
"Pagi, semua" sapanya
"Eeh, Bang Dimas mana?" Tanyanya karena tidak melihat Abang kesayangannya di ruang makan.
"Masih, di kamarnya mungkin" jawab Bang Andra yang sudah duduk manis di kursi makan.
"Bang Dimas, antarin Aisya dong" teriaknya yang membuat Dimas segera keluar dari kamarnya.
"Apaan sih, Dek. Teriak-teriak" kata Dimas, kakak sulungnya Aisya
"Antarin, Bang. Aisya dah mau telat ini" ucapnya
"Makanya, jangan begadang terus, jadi kesiangankan bangunnya" kata Bang Dimas.
"Bang Andra, tuh. Yang ngajakin Aisya begadang nonton bola" cicitnya sambil menunjuk Bang Andra dengan mulutnya yang dimonyong-monyongkan.
"Eeh, kok bawa-bawa nama gue sih, Dek. Kan lo sendiri yang mau nonton" cerocos Bang Andra yang gak mau di salahkan.
"Iih, tapikan Abang yang ngajakin" sungut Aisya
"Sudah-sudah, cepat selesaikan sarapannya, Sya. Nanti kamu telat berangkatnya." Ujar Bu Dewi menghentikan perdebatan kakak beradik tersebut.
Aisya, segera melahap sarapannya yaitu sehelai roti tawar yang sudah diolesi dengan selai strowberi kesukaannya, dan meminum segelas susu hangat.
"Ayokk, Bang. Cepatan antarin Aisya dah telat ini". Ujarnya pada Bang Dimas
"Iya, iya bentar Abang ambil kunci Motornya dulu di kamar" jawab Dimas seraya berjalan menuju kamar untuk mengambil kunci.
Aisya, berpamitan dengan Bunda, Ayah, serta Bang Andra yang masih asyik nangkring duduk di kursi makan. Setelah mengucapkan Salam, ia berlari keluar rumah dan menunggu Bang Dimas mengeluarkan Motor Sportnya dari garasi.
"Ayokk" seru Dimas, Aisya pun menghampiri Abangnya tersebut dan menerima helm yang disodorkan oleh Bang Dimas dan segera memakainya, lalu naik ke atas motor. Dimas pun segera menjalankan Motor sportnya menuju Sekolah Aisya.
======
Lima belas menit berlalu, Mereka sampai di depan gerbang Sekolah, Bang Dimas segera menghentikan laju Motornya. Aisya turun dari atas Motor Abangnya, ia melepas helm dan memberikannya pada Bang Dimas. Ia menyalami dan mencium tangan Dimas lalu berucap " Nanti, pulangnya jemputin ya, Bang" ucapnya pada Abang kesayangannya itu.
"Iya, nanti kabarin aja kalo dah pulang. Belajar yang bener ya" ucapnya
"Siap, Boss." Jawab Aisya dengan tangan di atas jidat seperti memberi hormat.
Aisya, berlari menuju gerbang Sekolahnya yang sudah mau ditutup oleh penjaga Sekolah, yaitu Pak Parman. Ia berteriak " stoop, Pak. Jangan ditutup dulu" teriaknya dan membuat Pak Parman, menghentikan aktivitas menutup gerbangnya menjadi menolehkan pandangannya ke arah Aisya.
"Eh, Neng Aisya. Tumben telat, Neng." Ujar Pak Parman
"Iya, Pak. Saya kesiangan bangunnya" jawab Aisya.
"Oh, ya sudah cepatan masuk, Neng. Bentar lagi pelajaran dah mau dimulai" seru Pak Parman menyuruh Aisya masuk.
"Ya, Pak. Aisya masuk dulu, terima kasih, Pak."
"Sama-sama, Neng." Jawab Pak Parman.
Aisya, berlari menuju kelasnya, ia tiba di depan kelas dan segera masuk. Ia bersyukur karena Guru yang bertugas menyampaikan materi pelajaran di kelasnya belum datang. Ia berjalan menuju kursi tempat duduknya di sana sudah ada Nisa sahabat sekaligus teman sebangkunya. Ia meletakan tasnya di di laci meja.
"Tumben banget, lo telat, Sya." Cicit Nisa
"Ya sorry, abisnya gue bangun kesiangan gegara begadang nonton bola sama, Bang Andra" jawab Aisya.
"Beruntung, lo datang sebelum Pak Seno datang, kalo gak abis lo disuruh sikatin kamar mandi" cerocos Nisa.
"Iya, beruntung banget gue masih bisa terselamatkan dari kekejaman, Pak Seno"
"Eeh, lo dah ngerjain PR yang dari Pak Seno, belum" tanya Nisa
"Udah dong, gini-gini gue masih ingat itu tugas" jawabnya
Tak berapa lama, suara salam terdengar dari ambang pintu, semua murid dengan cepat kembali duduk di kursi masing-masing. Suasana kelas kembali sunyi, tiba-tiba terdengar suara bariton dari depan kelas mereka.
"Segera, kumpulkan tugas yang saya berikan kemaren" kata Pak Seno.
Semua murid mengeluarkan buku tugas mereka, dan memberikannya pada Ketua Kelas yang bertugas mengambil dan mengumpulkannya pada Pak Seno.
Setelah, selesai mengumpulkan tugas mereka, Pak Seno memulai pelajarannya, semua murid memperhatikan, dan mendengarkan pelajaran yang dijelaskan oleh Pak Seno. Kecuali Aisya yang tengah asyik berlayar di alam mimpinya. Pak Seno menghentikan pelajarnnya dan berjalan menuju tempat duduk Aisya.
"Sya, bangun, Sya."ucap Nisa, ia berusaha membangunkan sahabatnya tersebut, ia goyang-goyangkan badan Aisya, dan menarik-narik lengan Aisya agar temannya itu segera bangun.
"Bangun, Sya." Ia masih berusah membangunkan, tetapi Aisya hanya mengeliatkan badannya dan bergumam "hmm"
Astaga, Nisa sudah ketar ketir melihat Pak Seno yang sudah berdiri di samping tempat duduk mereka. Sekali lagi Nisa membangunkannya.
"Sya, cepatan bangun" ujarnya di telinga Aisya. Aisya bangun dan mengucek-ngucek matanya.
"Apaan sih, Nis. Ganggu orang tidur aja deh." Sungutnya
"Ehmm" dia menoleh kearah sumber suara dan ia kaget mendapati Gurunya yang berdiri di sampingnya. Aisya jadi kikuk sendiri.
"Maaf, Pak. Saya ketiduran" ucapnya kikuk
"Kenapa, kamu sampai ketiduran di kelas?"tanya Pak Seno.
"Saya mengantuk, Pak" jawabnya. Astaga jawabannya bikin Nisa istigfar.
"Jangan, diulangi lagi"
"Sekarang, kerjakan soal nomor 5 dan 6 di papan tulis" perintah Pak Seno.
Aisya, segera berdiri dan mengerjakan soal yang diberikan oleh Pak Seno, untung aja dia ini memiliki otak yang cerdas coba kalo gak, alamat nyikat kamar mandi Sekolah sudah dia. Ia sudah selesai mengerjakan soalnya dan di suruh duduk kembali oleh Pak Seno.
"Saya, tidak mau melihat ada murid yang ketiduran lagi di dalam kelas, saat pelajaran berlangsung. Hari ini masih saya maafkan, tapi untuk lain kali tidak ada lagi kata maaf."ucap Pak Seno sebelum mengakhiri pelajarannya.
Bersambung....
Semoga suka ya, maaf saya baru pemula jadi ditunggu kritik dan sarannya. Terima kasih
Aisya, dan Nisa berjalan menuju kantin sekolah, mereka memesan dua porsi mie Ayam dan dua gelas es jeruk. Saat asyik menikmati makanan mereka, dari arah belakang terdengar suara."Hai, boleh gabung, gak." Kata seorang lelaki dari arah belakang, Aisya menoleh dan melihat Reno yang membawa makanan, Reno segera duduk di depan Aisya."Silahkan" jawab keduanya."Terima kasih" kata Reno, sambil memandang Aisya dengan mata berbinar." Makin cantik aja lo, Sya" kata Reno tanpa mengalihkan pandangannya dari Aisya.Aisya, yang merasa terus dipandang oleh Reno merasa risih, ia memutar bola matanya dengan jengah."Lo, kesini mau makan, apa mau gombalin Aisya,sih." Kata Nisa"Ya, mau dua-duanya. Sayang banget kan pemandangan indah yang berada didepan mata, untuk dilewatkan" kata Reno"Geli, gue dengarnya" cibir Nisa"Yey, lo mah sirik aja, Aisyanya aja santai-santai aja dianya" kata Reno, t
"Sya, cepatan dong" kata Bang Andra memanggil Aisya, karena Aisya yang tak kunjung keluar kamar. Ya, mereka mau pergi ke acara nikahan mantannya si Andra. Akhirnya Aisya, menerima tawaran Abangnya kemaren karena gak tega dia melihat muka Abangnya yang memelas. Jadi dengan berat hati dia iyain aja deh. "Bentar, Bang. Sabar napa" sahut Aisya, yang baru saja selesai mandi. "Cepatan, Abang tunggu di bawah, ya" katanya lalu ia berjalan ke ruang tamu di rumahnya meninggalkan kamar Aisya tanpa menunggu jawaban dari adiknya Aisya, keluar dari kamarnya dan menghampiri Bang Andra, di sana ada Bunda dan Ayahnya yang sedang duduk-duduk santai. "Hmm, cantiknya anak, Bunda." Puji bu Dewi pada Aisya yang nampak terlihat sangt cantik. "Iya dong, Anak siapa dulu??." Jawab Aisya "Anaknya Bunda dong" kata Bu Dewi yang membuat Pak Ali, ayahnya Aisya sewot "Anak, ayah juga kali, Bun. Kan bikin-biki
Pagi ini Aisya masih disibukan dengan rutinitasnya seperti biasa, bersiap-siap untuk pergi sekolah. Hari ini ia mengendarai motornya sendiri. Ia memarkirkan Motornya di parkiran seperti biasa, ia menuju kelasnya di sana ia belum menemukan sahabatnya Nisa. Ia duduk dan menaruh tasnya di laci bawah meja."Door" suara Nisa yang berusaha membuat Aisya kaget, tapi Aisya biasa saja Nisa kan jadinya kesel."Biasa aja kali itu bibirnya" cibir Aisya karena Nisa mengerucutkan bibirnya."Ngomong-ngomong, setelah lulus nanti lo mau kuliah jurusan apa" kata Nisa pada Aisya sambil menatap sohibnya itu"Belum tahu gue" jawab Aisya"Iih, yang mau kuliahkan lo masa gak tau" protes Nisa"Iya, belum ada bayangan soalnya""Dasar somplak lo" kata Nisa seraya melempar Aisya dengan gulungan kertas."Apa gue nikah aja kali yah, abis lulus langsung nikah" ucapnya dengan tangan bertumpu didagu"Gila lo, di kira nikah enak apa" jawab Nisa
Di sinilah Aisya dan teman-temannya berada yaitu di kantor Polisi. Bu Dewi yang merima telpon dari pihak kantor Polisi langsung lemas saat mendengar anaknya berada di sana, ia memutuskan untuk menelpon suaminya Ayah Aisya, dan memberi tahu suaminya bahwa anak gadisnya berada di kantor Polisi. Pak Ali pun segera pulang dan menjemput istrinya untuk pergi ke kantor Polisi.Betapa kagetnya Bu Dewi yang melihat anaknya babak belur, ia langsung menangis histeris."Ya Allah, Aisya." Pekik Bu Dewi.Aisya dan kedua orang tuanya sudah berada di rumah setelah menyelesaikan urusan di kantor polisi, mereka memutuskan untuk langsung pulang ke rumah. Andra dan Dimas melihat Adiknya yang terlihat kusut, acak-acakan muka juga biru-biru. Mereka langsung mendekat dan bertanya."Ada apa ini? Kenapa mukamu, Dek? Abis berantem sama siapa? Tanya Dimas langsung."Biasa, bang." kata Aisya dengan santainya"Biasa apan
Aisya hari ini sudah kembali bersekolah lagi, tanda-tanda memar di wajahnya sudah menghilang. Ia melajukan motor kesayangannya menuju sekolah. Kini ia sudah berada di parkiran sekolahnya, ia melepas helm dan bercermin sebentar di spion motornya seraya merapikan rambutnya yang agak sedikt berantakan karena tertiup angin. "Aisya." Panggil Nisa, sahabatnya. Aisya menoleh seraya melambaikan tangannya pada Nisa yang sedang berlari ke arahnya. "Gimana, kabar lo?? Udah sehatkan ?" ucap Nisa setelah ia berada di samping Aisya. Aisya mengaku izin sakit kemaren padahal emang sakit benaran sih, abis main baku hantam. Eh emang ada ya, permainan baku hantam. Ah, ya sudahlah. "Iyalah, makanya gue ada di sini," sahut Aisya cuek. "Ah lo mah." Kata Nisa. Mereka berjalan beriringan menuju kelas. "Hai, Sya. Udah masuk nih, kangen gue," itu adalah suara Reno yang baru saja datang. "Apaan sih, lo. Gue gak kangen sama lo," jawabnya jutek
Di sinilah Aisya dan Reyhan duduk, di ruang tamu rumah Aisya dan di kelilingi oleh beberapa warga, mereka menuduh Aisya dan Reyhan telah berbuat mesum. Karena mereka hanya berdua saja di rumah, karena orang tua Aisya dan Abang-abangnya sedang tidak berada di rumah. Aisya sudah menjelaskan kalau dia hanya membantu Reyhan dan meminjamkan baju Abangnya sebab baju Reyhan basah terkena air hujan pas saat mengantarnya pulang. Tetapi para warga di sana tidak percaya dan tetap kekeh menuduh mereka berbuat yang tidak- tidak. "Saya, berani bersumpah. Bapak-bapak. Saya tidak mungkin melakukan hal sekeji itu," kata Aisya, ia tetap membela diri karena merasa tidak bersalah. Tetapi warga semakin gencar menuduhnya apalagi Pak Rudi semakin mengompori mereka dengan kata-kata yang menyudutkan Aisya. "Apa yang di katakan, Aisya semuanya benar. Saya hanya menumpang untuk meminjam baju dan berganti pakaian itu saja." Ujar Reyhan membenarkan perkataan Aisya. Tapi para warga
Reyhan duduk di tepi ranjang sambil meringis memegang sudut bibirnya yang berdarah, Aisya datang membawa kotak P3K. Ia mendekati Reyhan dan membantu mengobati luka suaminya itu dengan pelan. "Maafin, bang Andra ya, Bang." Ujarnya. Ia merasa tidak enak karena dia Reyhan sampai babak belur. "Hmm, gapapa, Sya. Mungkin kalo Abang jadi Andra akan melakukan hal yang sama," kata Reyhan sambil meringis menahan perih luka di sudut bibirnya. "Ya, sudah Abang istirahat saja di kamar, Aisya mau keluar sebentar," ujarnya setelah selesai mengobati Reyhan. Reyhan hanya menganggukkan kepala, dan berbaring di ranjang Aisya. "Bunda, sedang apa?" Tanyanya, kini ia berada di dapur untuk membuang air bekas membersihkan luka Reyhan. "Bunda, lagi masak Ayam kecap sama tumis kangkung," "Reyhan, bagaimana keadaan Reyhan?" Bu Dewi menanyakan keadaan menantunya. "Aisya, suruh Bang Reyhan istirahat di kamar, kayanya lukanya masih saki
Aisya terbangun dari tidurnya karena merasa perutnya lapar, ia melirik jam yang menempel di atas didinding, sudah jam 9.00 malam. Aisya mengedarkan pandangan tak ditemuinya Reyhan. Ia pun melangkah keluar dari kamar dan tetap sama, ia tak menemukan Reyhan.'Apa dia belum pulang sejak dari tadi' gumam Aisya.Aisya beranjak ke dapur, ia membuka lemari es yang berada didapur Apartement Reyhan, ternyata isinya kosong melompong, gak ada makanan yang bisa ia makan. Cacing-cacing di perutnya sudah pada protes minta jatah lagi. Reyhan juga kemana, jam segini belum pulang, gak tahu apa dia kalau istrinya lagi kelaparan dirumah.Aisya kembali masuk ke kamar, ia membuka tas kresek yang berisi jajanan yang dia dan Reyhan beli sewaktu di jalan tadi. Hmm makan ginian mana bakalan kenyang. Setelah habis memakan jajanannya, ia segera meneguk air mineral dalam kemasan yang sisa setengah.Ia memutuskan untuk menonton Tv saja, sambil menunggu Reyhan pulang
Putra Aisya dan Reyhan yang bernama Rasya kini usianya sudah menginjak tiga tahun. Saat ini Aisya sedang sibuk di dapur rumahnya membuat sarapan untuk anak dan suami tercintanya. Aisya membuat nasi goreng dengan tambahan telor ceplok setengah mateng, kesukaan Rasya. Anak Reyhan dan Aisya itu sangat menyukai olahan telor ceplok yang kuning telurnya setengah mateng.Usai membuat sarapan Aisya membangunkan suami dan anaknya."Abang, bangun...!" Aisya menepuk-nepuk lengan suaminya."Emm, cium dulu!" Ucap Reyhan dengan suara serak khas bangun tidur."Iss, manja banget deh. Buruan bangun ntar telat lagi ke kantornya.""Makanya cepatan cium dulu!"CupAisya mencium pipi suaminya."Bukan cium pipi, sayang. Tapi ini!" Reyhan manyun sambil menunjuk bibirnya."Gak, gak. Buruan mandi, atau gak ada cium sama sekali.""Dasar galak." Gerutu Reyhan, sambil menyingkap selimutnya, lalu duduk."Ngomong apa barusan?" Aisya melotot galak ke
Reyhan mondar mandir dengan gelisah di depan sebuah ruangan, penampilannya terlihat kacau dengan pakaian yang penuh oleh noda darah. Sudah 30 menit yang lalu Aisya berada di dalam ruangan tersebut. Reyhan juga sudah menghubungi kedua orang tua beserta kedua mertuanya.Pak Ali dan Bunda Dewi sudah sampai di rumah sakit, dengan tergopoh-gopoh Bunda Dewi berlari menghampiri menantunya yang terlihat kacau itu."Bagaimana keadaan Aisya, Rey?" Tanya Bunda Dewi dengan bercucuran air mata. Setelah menerima kabar dari Reyhan bahwa Aisya menjadi korban tabrak lari, Bunda Dewi tak henti menangis."Belum tau, Bun. Reyhan juga masih menunggu kabar selanjutnya dari Dokter.""Ya Allah, Aisya...."ucap Bunda Dewi, ia terus menangis."Sabar, Bun. Kita berdoa saja semoga Aisya tidak kenapa-kenapa, dia anak yang kuat." Ucap Pak Ali lalu memeluk Bunda Dewi, dan menenangkan istrinya itu."Maafin Reyhan yah, bun. Gak bisa jagain Aisya." Ucap Reyhan pelan."Ini bukan salah kamu,
Pagi ini Aisya dan Reyhan sedang jalan pagi di kompleks perumahan, kata orang-orang jalan di pagi hari saat hamil besar bisa memudahkan proses persalinan nanti. Apalagi saat ini usia kehamilan Aisya sudah memasuki usia delapan bulan, hanya menunggu beberapa minggu saja mereka akan segera menimang bayi mungil mereka."Bang, pengen itu!" Aisya menunjuk salah satu pedagang makanan. Biasanya saat pagi begini di komplek perumahan mereka banyak yang berjualan sarapan."Ayok, kita kesana." Ajak Reyhan sambil menuntun tangan Aisya ke tempat yang di tunjuk oleh Aisya.Reyhan mengambil satu kursi plastik dan menyuruh Aisya untuk duduk, kan kasian kalau bumil berdiri."Kamu tunggu di sini ya, Abang mau pesan dulu.""Iya, Bang.""Mang, lontong sayurnya dua, ya!" Pesan Reyhan pada Mamang penjual lontong sayur."Oh, iya mas. Tunggu sebentar, ya." Ucap Mamang tersebut, sebab dia bersama sang istri masih sibuk melayani pembeli."Iya, Mang." Sahut Reyh
Aisya berlari mengikuti Reyhan yang sedang menarik koper miliknya. Hari ini mereka akan berangkat ke Surabaya."Pelan-pelan dong, yank! Gak usah lari-lari." Ucap Reyhan, saat suaminya itu menoleh ke arah belakang."Abisnya, Abang jalannya cepat betul, kaya kereta aja." Kata Aisya cemberut, Reyhan yang melihat wajah Aisya cemberut jadi gemes dan mencubit pipi istrinya dan menciumnya bertubi-tubi."Hei-hei... kalian ini!! Mau berangkat sekarang apa mau mesra-mesraan dulu?" Sontak Reyhan berhenti menciumi wajah Aisya, dan menatap Mami Rasti yang sedang berdiri di samping mereka. Aisya menundukan wajahnya yang sudah memerah."Ya, mau berangkat sekaranglah, Mi." Jawab Reyhan."Ayok, sarapan dulu....!" Mami Rasti merangkul Aisya."Kalian hati-hati di sana, ya. Kalo udah nyampe jangan lupa kabarin, Mami." Ucap Mami Rasti, saat Reyhan dan Aisya berpamitan."Iya, Mami. Kita berangkat dulu ya Mi, Pi." Reyhan dan Aisya bergantian mencium punggung ta
Aisya duduk di sofa yang ada di kamar sambil memakan keripik kentang, tadinya Aisya dan Reyhan ingin pulang ke rumah orang tua Reyhan, tetapi tiba-tiba saja hujan turun dengan deras. Reyhan yang baru keluar dari kamar mandi menoleh ke arah istrinya yang sedang sibuk mengunyah keripik kentang."Kamu, udah gak merasa mual-mual lagi, Yang?" Kata Reyhan, sebab selama berada di rumah orang tuanya Aisya sama sekali tidak ada mual dan muntah."Gak, Bang. Malahan aku lapar terus ini." Sahut Aisya."Baguslah, yank. Kamu mau makan apa, yank?""Aku mau bakso, Bang." Waduh, pagi-pagi begini mana ada yang buka tukang bakso, batin Reyhan."Yang lain aja, Sayang. Ini masih pagi belum ada yang buka tukang Baksonya.""Hmm, Aisya mau makan nasi goreng aja, deh. Tapi yang bikin Abang.""Abangkan, gak bisa masak, yank.""Yah, padahal Dedeknya pengen makan nasi goreng buatan, Papanya." Ucap Aisya lesu.Tak tega melihat wajah istrinya yang
Reyhan segera berlari keluar dari ruang kerjanya dan masuk ke kamar di mana Aisya sedang menangis sesegukan."Kenapa, sayang?" Kata Reyhan saat dia sudah duduk di samping Aisya."Abang kenapa tinggalin, aku." Ucapnya masih sambil menangis."Abang gak ke mana-mana kok, Sayang." Reyhan merengkuh tubuh Aisya dan memeluknya."Tapi, tadi Abang gak ada di kamar.""Iya, Abang tadi ke ruang kerja sebentar. Udah jangan nangis lagi, donk. Nanti cantiknya ilang." Ucap Reyhan seraya menghapus air mata di pipi Aisya."Jadi, Aisya jelek gitu." Sungut Aisya"Istri Abang cantik, selalu cantik. Udah jangan nangis lagi, oke." Bujuk Reyhan."Hmm, Aisya pengen ke tempat Bunda.""Iya, besok kita ke tempat, bunda. Sekarang Bobo lagi," bujuk Reyhan."Tapi janji, besok kita ke sana.""Iya, Sayang. Tidur lagi, ya.""Iya, tapi peluk. Abang jangan pergi-pergi lagi.""Iya, Abang gak ke mana-mana. Abang d
"Sayang, bangun....!" Reyhan membangunkan Aisya."Hmm....!" Aisya hanya bergumam dan merapatkan selimutnya kembali."Ayok, bangun, yank. Udah siang lho."Aisya membuka matanya, tetapi tiba-tiba saja, perutnya terasa mual. Aisya ingin turun dari atas ranjang dan segera ke kamar mandi untuk memuntahkan isi perutnya. Tangan Reyhan menahan tubuh Aisya yang ingin segera turun dan....Hoek... hoek.... hoek....Aisya memuntahkan isi perutnya di atas ranjang, karena sudah tidak bisa menahan rasa mualnya. Aisya memuntahkan semua isi perutnya sampai terlihat lemas dan mukanya pucat."Ya Allah, Sayang. Kenapa muntah di sini, sih?" Ucap Reyhan yang terlihat jijik melihat bekas muntah Aisya.Aisya tidak menanggapi ucapan Reyhan, Aisya lemas rasanya dia sudah tidak punya tenaga untuk menjawab pertanyaan suaminya. Aisya turun dari atas ranjang dengan tertatih, tubuhnya lemas tetapi, ia ha
Setelah tiga hari di rumah sakit, Aisya hari ini sudah diperbolehkan Dokter untuk pulang. Reyhan mengemasi dan memasukan pakaian kotor Aisya selama berada di Rumah Sakit ke dalam koper."Abang, udah belum?" Tanya Aisya pada Reyhan."Bentar lagi selesai, kenapa?""Aisya mau ke kamar mandi, dulu.""Oh, ayok Abang bantu."Dengan sigap Reyhan membantu istrinya ke kamar mandi. Aisya bukan gak bisa ke kamar mandi sendiri, tapi kemaren pas dia mau buang air ke kamar mandi, hampir terpeleset, untung ada Reyhan yang dengan sigap menangkap tubuh istrinya yang hampir jatuh terpeleset. Kan bisa bahaya,buat keselamatan anaknya Maka sekarang dia meminta bantuan pada Reyhan.Reyhan menutup pintu kamar mandi, dan menunggu Aisya yang sedang buang air.Pintu terdengar diketok, Bu Dewi dan Pak Ali masuk ke ruang rawat Aisya dan mendapati menantunya yang sedang berdiri di depan pintu kamar mandi."Loh, Rey. Aisya mana?" Tanya Bu De
Reyhan sampai di rumah sakit, ia berlari memasuki rumah sakit sambil menggendong Aisya."Suster, tolong istri saya." Teriak Reyhan pada Suster yang berada di sana.Dengan sigap Suster tersebut menyuruh Reyhan membaringkan Aisya di sebuah brangkar, lalu mendorongnya menuju UGD. Saat sampai di depan pintu UGD, Reyhan ingin ikut masuk ke dalam tapi ditahan oleh perawat."Maaf, Pak. Bapak tidak bisa ikut masuk." Ucap perawat tersebut menahan tubuh Reyhan yang ingin ikut masuk."Tapi, Sus...?""Bapak berdoa saja semoga istri Bapak, baik-baik saja." Ucap Suster tersebut."Tolong istri saya Dokter." Kata Reyhan pada Dokter yang akan menangani Aisya. Sebelum pintu ruangan UGD itu ditutup.Reyhan segera menghubungi kedua orang tuanya dan mertuanya kalau mereka berada di rumah sakit. Ia takut terjadi apa-apa dengan istri kecilnya itu.Tak berapa lama, Pak Hadi dan Bu Rasti datang, mereka segera menghampiri Reyhan yang seda