Reyhan segera berlari keluar dari ruang kerjanya dan masuk ke kamar di mana Aisya sedang menangis sesegukan.
"Kenapa, sayang?" Kata Reyhan saat dia sudah duduk di samping Aisya.
"Abang kenapa tinggalin, aku." Ucapnya masih sambil menangis.
"Abang gak ke mana-mana kok, Sayang." Reyhan merengkuh tubuh Aisya dan memeluknya.
"Tapi, tadi Abang gak ada di kamar."
"Iya, Abang tadi ke ruang kerja sebentar. Udah jangan nangis lagi, donk. Nanti cantiknya ilang." Ucap Reyhan seraya menghapus air mata di pipi Aisya.
"Jadi, Aisya jelek gitu." Sungut Aisya
"Istri Abang cantik, selalu cantik. Udah jangan nangis lagi, oke." Bujuk Reyhan.
"Hmm, Aisya pengen ke tempat Bunda."
"Iya, besok kita ke tempat, bunda. Sekarang Bobo lagi," bujuk Reyhan.
"Tapi janji, besok kita ke sana."
"Iya, Sayang. Tidur lagi, ya."
"Iya, tapi peluk. Abang jangan pergi-pergi lagi."
"Iya, Abang gak ke mana-mana. Abang d
Aisya duduk di sofa yang ada di kamar sambil memakan keripik kentang, tadinya Aisya dan Reyhan ingin pulang ke rumah orang tua Reyhan, tetapi tiba-tiba saja hujan turun dengan deras. Reyhan yang baru keluar dari kamar mandi menoleh ke arah istrinya yang sedang sibuk mengunyah keripik kentang."Kamu, udah gak merasa mual-mual lagi, Yang?" Kata Reyhan, sebab selama berada di rumah orang tuanya Aisya sama sekali tidak ada mual dan muntah."Gak, Bang. Malahan aku lapar terus ini." Sahut Aisya."Baguslah, yank. Kamu mau makan apa, yank?""Aku mau bakso, Bang." Waduh, pagi-pagi begini mana ada yang buka tukang bakso, batin Reyhan."Yang lain aja, Sayang. Ini masih pagi belum ada yang buka tukang Baksonya.""Hmm, Aisya mau makan nasi goreng aja, deh. Tapi yang bikin Abang.""Abangkan, gak bisa masak, yank.""Yah, padahal Dedeknya pengen makan nasi goreng buatan, Papanya." Ucap Aisya lesu.Tak tega melihat wajah istrinya yang
Aisya berlari mengikuti Reyhan yang sedang menarik koper miliknya. Hari ini mereka akan berangkat ke Surabaya."Pelan-pelan dong, yank! Gak usah lari-lari." Ucap Reyhan, saat suaminya itu menoleh ke arah belakang."Abisnya, Abang jalannya cepat betul, kaya kereta aja." Kata Aisya cemberut, Reyhan yang melihat wajah Aisya cemberut jadi gemes dan mencubit pipi istrinya dan menciumnya bertubi-tubi."Hei-hei... kalian ini!! Mau berangkat sekarang apa mau mesra-mesraan dulu?" Sontak Reyhan berhenti menciumi wajah Aisya, dan menatap Mami Rasti yang sedang berdiri di samping mereka. Aisya menundukan wajahnya yang sudah memerah."Ya, mau berangkat sekaranglah, Mi." Jawab Reyhan."Ayok, sarapan dulu....!" Mami Rasti merangkul Aisya."Kalian hati-hati di sana, ya. Kalo udah nyampe jangan lupa kabarin, Mami." Ucap Mami Rasti, saat Reyhan dan Aisya berpamitan."Iya, Mami. Kita berangkat dulu ya Mi, Pi." Reyhan dan Aisya bergantian mencium punggung ta
Pagi ini Aisya dan Reyhan sedang jalan pagi di kompleks perumahan, kata orang-orang jalan di pagi hari saat hamil besar bisa memudahkan proses persalinan nanti. Apalagi saat ini usia kehamilan Aisya sudah memasuki usia delapan bulan, hanya menunggu beberapa minggu saja mereka akan segera menimang bayi mungil mereka."Bang, pengen itu!" Aisya menunjuk salah satu pedagang makanan. Biasanya saat pagi begini di komplek perumahan mereka banyak yang berjualan sarapan."Ayok, kita kesana." Ajak Reyhan sambil menuntun tangan Aisya ke tempat yang di tunjuk oleh Aisya.Reyhan mengambil satu kursi plastik dan menyuruh Aisya untuk duduk, kan kasian kalau bumil berdiri."Kamu tunggu di sini ya, Abang mau pesan dulu.""Iya, Bang.""Mang, lontong sayurnya dua, ya!" Pesan Reyhan pada Mamang penjual lontong sayur."Oh, iya mas. Tunggu sebentar, ya." Ucap Mamang tersebut, sebab dia bersama sang istri masih sibuk melayani pembeli."Iya, Mang." Sahut Reyh
Reyhan mondar mandir dengan gelisah di depan sebuah ruangan, penampilannya terlihat kacau dengan pakaian yang penuh oleh noda darah. Sudah 30 menit yang lalu Aisya berada di dalam ruangan tersebut. Reyhan juga sudah menghubungi kedua orang tua beserta kedua mertuanya.Pak Ali dan Bunda Dewi sudah sampai di rumah sakit, dengan tergopoh-gopoh Bunda Dewi berlari menghampiri menantunya yang terlihat kacau itu."Bagaimana keadaan Aisya, Rey?" Tanya Bunda Dewi dengan bercucuran air mata. Setelah menerima kabar dari Reyhan bahwa Aisya menjadi korban tabrak lari, Bunda Dewi tak henti menangis."Belum tau, Bun. Reyhan juga masih menunggu kabar selanjutnya dari Dokter.""Ya Allah, Aisya...."ucap Bunda Dewi, ia terus menangis."Sabar, Bun. Kita berdoa saja semoga Aisya tidak kenapa-kenapa, dia anak yang kuat." Ucap Pak Ali lalu memeluk Bunda Dewi, dan menenangkan istrinya itu."Maafin Reyhan yah, bun. Gak bisa jagain Aisya." Ucap Reyhan pelan."Ini bukan salah kamu,
Putra Aisya dan Reyhan yang bernama Rasya kini usianya sudah menginjak tiga tahun. Saat ini Aisya sedang sibuk di dapur rumahnya membuat sarapan untuk anak dan suami tercintanya. Aisya membuat nasi goreng dengan tambahan telor ceplok setengah mateng, kesukaan Rasya. Anak Reyhan dan Aisya itu sangat menyukai olahan telor ceplok yang kuning telurnya setengah mateng.Usai membuat sarapan Aisya membangunkan suami dan anaknya."Abang, bangun...!" Aisya menepuk-nepuk lengan suaminya."Emm, cium dulu!" Ucap Reyhan dengan suara serak khas bangun tidur."Iss, manja banget deh. Buruan bangun ntar telat lagi ke kantornya.""Makanya cepatan cium dulu!"CupAisya mencium pipi suaminya."Bukan cium pipi, sayang. Tapi ini!" Reyhan manyun sambil menunjuk bibirnya."Gak, gak. Buruan mandi, atau gak ada cium sama sekali.""Dasar galak." Gerutu Reyhan, sambil menyingkap selimutnya, lalu duduk."Ngomong apa barusan?" Aisya melotot galak ke
Aisya Putri Mahendra, itulah nama yang diberikan oleh kedua orang tuaku, umurku 17 Tahun. Aku mempunyai dua saudara laki-laki yang bernama Dimas Putra Mahendra, dan Andra Putra Mahendra.Jam menunjukan pukul 6.30 pagi, yang mana Aisya masih nyenyak bergelung dengan selimutnya di atas tempat tidur. Tiba-tiba terdengar suara teriakan sang Bunda "Aisya, bangunn..."Aisya, tidak memperdulikan teriakan sang Bunda, ia kembali merapatkan selimutnya, sambil bilang "Apa sih, Bun. Aisya masih ngantuk" katanya karena terus mendengar Bundanya yang tak berhenti ngoceh untuk membangunkannya."Cepatan bangun, nanti kamu telat berangkat Sekolahnya" kata Bu Dewi, sambil mengoyang-goyangkan badan Aisya agar anak tersebut segera bangun."Sebentar lagi, Bun. Lima menit lagi" tawar Aisya"Gak ada tawar menawar. Bunda, gak mau tahu pokoknya cepatan bangun" cicit Bu Dewi. Yang mana membuat Aisya segera membuka selimutnya dan duduk."Udah jam berapa, Bun" tany
Aisya, dan Nisa berjalan menuju kantin sekolah, mereka memesan dua porsi mie Ayam dan dua gelas es jeruk. Saat asyik menikmati makanan mereka, dari arah belakang terdengar suara."Hai, boleh gabung, gak." Kata seorang lelaki dari arah belakang, Aisya menoleh dan melihat Reno yang membawa makanan, Reno segera duduk di depan Aisya."Silahkan" jawab keduanya."Terima kasih" kata Reno, sambil memandang Aisya dengan mata berbinar." Makin cantik aja lo, Sya" kata Reno tanpa mengalihkan pandangannya dari Aisya.Aisya, yang merasa terus dipandang oleh Reno merasa risih, ia memutar bola matanya dengan jengah."Lo, kesini mau makan, apa mau gombalin Aisya,sih." Kata Nisa"Ya, mau dua-duanya. Sayang banget kan pemandangan indah yang berada didepan mata, untuk dilewatkan" kata Reno"Geli, gue dengarnya" cibir Nisa"Yey, lo mah sirik aja, Aisyanya aja santai-santai aja dianya" kata Reno, t
"Sya, cepatan dong" kata Bang Andra memanggil Aisya, karena Aisya yang tak kunjung keluar kamar. Ya, mereka mau pergi ke acara nikahan mantannya si Andra. Akhirnya Aisya, menerima tawaran Abangnya kemaren karena gak tega dia melihat muka Abangnya yang memelas. Jadi dengan berat hati dia iyain aja deh. "Bentar, Bang. Sabar napa" sahut Aisya, yang baru saja selesai mandi. "Cepatan, Abang tunggu di bawah, ya" katanya lalu ia berjalan ke ruang tamu di rumahnya meninggalkan kamar Aisya tanpa menunggu jawaban dari adiknya Aisya, keluar dari kamarnya dan menghampiri Bang Andra, di sana ada Bunda dan Ayahnya yang sedang duduk-duduk santai. "Hmm, cantiknya anak, Bunda." Puji bu Dewi pada Aisya yang nampak terlihat sangt cantik. "Iya dong, Anak siapa dulu??." Jawab Aisya "Anaknya Bunda dong" kata Bu Dewi yang membuat Pak Ali, ayahnya Aisya sewot "Anak, ayah juga kali, Bun. Kan bikin-biki
Putra Aisya dan Reyhan yang bernama Rasya kini usianya sudah menginjak tiga tahun. Saat ini Aisya sedang sibuk di dapur rumahnya membuat sarapan untuk anak dan suami tercintanya. Aisya membuat nasi goreng dengan tambahan telor ceplok setengah mateng, kesukaan Rasya. Anak Reyhan dan Aisya itu sangat menyukai olahan telor ceplok yang kuning telurnya setengah mateng.Usai membuat sarapan Aisya membangunkan suami dan anaknya."Abang, bangun...!" Aisya menepuk-nepuk lengan suaminya."Emm, cium dulu!" Ucap Reyhan dengan suara serak khas bangun tidur."Iss, manja banget deh. Buruan bangun ntar telat lagi ke kantornya.""Makanya cepatan cium dulu!"CupAisya mencium pipi suaminya."Bukan cium pipi, sayang. Tapi ini!" Reyhan manyun sambil menunjuk bibirnya."Gak, gak. Buruan mandi, atau gak ada cium sama sekali.""Dasar galak." Gerutu Reyhan, sambil menyingkap selimutnya, lalu duduk."Ngomong apa barusan?" Aisya melotot galak ke
Reyhan mondar mandir dengan gelisah di depan sebuah ruangan, penampilannya terlihat kacau dengan pakaian yang penuh oleh noda darah. Sudah 30 menit yang lalu Aisya berada di dalam ruangan tersebut. Reyhan juga sudah menghubungi kedua orang tua beserta kedua mertuanya.Pak Ali dan Bunda Dewi sudah sampai di rumah sakit, dengan tergopoh-gopoh Bunda Dewi berlari menghampiri menantunya yang terlihat kacau itu."Bagaimana keadaan Aisya, Rey?" Tanya Bunda Dewi dengan bercucuran air mata. Setelah menerima kabar dari Reyhan bahwa Aisya menjadi korban tabrak lari, Bunda Dewi tak henti menangis."Belum tau, Bun. Reyhan juga masih menunggu kabar selanjutnya dari Dokter.""Ya Allah, Aisya...."ucap Bunda Dewi, ia terus menangis."Sabar, Bun. Kita berdoa saja semoga Aisya tidak kenapa-kenapa, dia anak yang kuat." Ucap Pak Ali lalu memeluk Bunda Dewi, dan menenangkan istrinya itu."Maafin Reyhan yah, bun. Gak bisa jagain Aisya." Ucap Reyhan pelan."Ini bukan salah kamu,
Pagi ini Aisya dan Reyhan sedang jalan pagi di kompleks perumahan, kata orang-orang jalan di pagi hari saat hamil besar bisa memudahkan proses persalinan nanti. Apalagi saat ini usia kehamilan Aisya sudah memasuki usia delapan bulan, hanya menunggu beberapa minggu saja mereka akan segera menimang bayi mungil mereka."Bang, pengen itu!" Aisya menunjuk salah satu pedagang makanan. Biasanya saat pagi begini di komplek perumahan mereka banyak yang berjualan sarapan."Ayok, kita kesana." Ajak Reyhan sambil menuntun tangan Aisya ke tempat yang di tunjuk oleh Aisya.Reyhan mengambil satu kursi plastik dan menyuruh Aisya untuk duduk, kan kasian kalau bumil berdiri."Kamu tunggu di sini ya, Abang mau pesan dulu.""Iya, Bang.""Mang, lontong sayurnya dua, ya!" Pesan Reyhan pada Mamang penjual lontong sayur."Oh, iya mas. Tunggu sebentar, ya." Ucap Mamang tersebut, sebab dia bersama sang istri masih sibuk melayani pembeli."Iya, Mang." Sahut Reyh
Aisya berlari mengikuti Reyhan yang sedang menarik koper miliknya. Hari ini mereka akan berangkat ke Surabaya."Pelan-pelan dong, yank! Gak usah lari-lari." Ucap Reyhan, saat suaminya itu menoleh ke arah belakang."Abisnya, Abang jalannya cepat betul, kaya kereta aja." Kata Aisya cemberut, Reyhan yang melihat wajah Aisya cemberut jadi gemes dan mencubit pipi istrinya dan menciumnya bertubi-tubi."Hei-hei... kalian ini!! Mau berangkat sekarang apa mau mesra-mesraan dulu?" Sontak Reyhan berhenti menciumi wajah Aisya, dan menatap Mami Rasti yang sedang berdiri di samping mereka. Aisya menundukan wajahnya yang sudah memerah."Ya, mau berangkat sekaranglah, Mi." Jawab Reyhan."Ayok, sarapan dulu....!" Mami Rasti merangkul Aisya."Kalian hati-hati di sana, ya. Kalo udah nyampe jangan lupa kabarin, Mami." Ucap Mami Rasti, saat Reyhan dan Aisya berpamitan."Iya, Mami. Kita berangkat dulu ya Mi, Pi." Reyhan dan Aisya bergantian mencium punggung ta
Aisya duduk di sofa yang ada di kamar sambil memakan keripik kentang, tadinya Aisya dan Reyhan ingin pulang ke rumah orang tua Reyhan, tetapi tiba-tiba saja hujan turun dengan deras. Reyhan yang baru keluar dari kamar mandi menoleh ke arah istrinya yang sedang sibuk mengunyah keripik kentang."Kamu, udah gak merasa mual-mual lagi, Yang?" Kata Reyhan, sebab selama berada di rumah orang tuanya Aisya sama sekali tidak ada mual dan muntah."Gak, Bang. Malahan aku lapar terus ini." Sahut Aisya."Baguslah, yank. Kamu mau makan apa, yank?""Aku mau bakso, Bang." Waduh, pagi-pagi begini mana ada yang buka tukang bakso, batin Reyhan."Yang lain aja, Sayang. Ini masih pagi belum ada yang buka tukang Baksonya.""Hmm, Aisya mau makan nasi goreng aja, deh. Tapi yang bikin Abang.""Abangkan, gak bisa masak, yank.""Yah, padahal Dedeknya pengen makan nasi goreng buatan, Papanya." Ucap Aisya lesu.Tak tega melihat wajah istrinya yang
Reyhan segera berlari keluar dari ruang kerjanya dan masuk ke kamar di mana Aisya sedang menangis sesegukan."Kenapa, sayang?" Kata Reyhan saat dia sudah duduk di samping Aisya."Abang kenapa tinggalin, aku." Ucapnya masih sambil menangis."Abang gak ke mana-mana kok, Sayang." Reyhan merengkuh tubuh Aisya dan memeluknya."Tapi, tadi Abang gak ada di kamar.""Iya, Abang tadi ke ruang kerja sebentar. Udah jangan nangis lagi, donk. Nanti cantiknya ilang." Ucap Reyhan seraya menghapus air mata di pipi Aisya."Jadi, Aisya jelek gitu." Sungut Aisya"Istri Abang cantik, selalu cantik. Udah jangan nangis lagi, oke." Bujuk Reyhan."Hmm, Aisya pengen ke tempat Bunda.""Iya, besok kita ke tempat, bunda. Sekarang Bobo lagi," bujuk Reyhan."Tapi janji, besok kita ke sana.""Iya, Sayang. Tidur lagi, ya.""Iya, tapi peluk. Abang jangan pergi-pergi lagi.""Iya, Abang gak ke mana-mana. Abang d
"Sayang, bangun....!" Reyhan membangunkan Aisya."Hmm....!" Aisya hanya bergumam dan merapatkan selimutnya kembali."Ayok, bangun, yank. Udah siang lho."Aisya membuka matanya, tetapi tiba-tiba saja, perutnya terasa mual. Aisya ingin turun dari atas ranjang dan segera ke kamar mandi untuk memuntahkan isi perutnya. Tangan Reyhan menahan tubuh Aisya yang ingin segera turun dan....Hoek... hoek.... hoek....Aisya memuntahkan isi perutnya di atas ranjang, karena sudah tidak bisa menahan rasa mualnya. Aisya memuntahkan semua isi perutnya sampai terlihat lemas dan mukanya pucat."Ya Allah, Sayang. Kenapa muntah di sini, sih?" Ucap Reyhan yang terlihat jijik melihat bekas muntah Aisya.Aisya tidak menanggapi ucapan Reyhan, Aisya lemas rasanya dia sudah tidak punya tenaga untuk menjawab pertanyaan suaminya. Aisya turun dari atas ranjang dengan tertatih, tubuhnya lemas tetapi, ia ha
Setelah tiga hari di rumah sakit, Aisya hari ini sudah diperbolehkan Dokter untuk pulang. Reyhan mengemasi dan memasukan pakaian kotor Aisya selama berada di Rumah Sakit ke dalam koper."Abang, udah belum?" Tanya Aisya pada Reyhan."Bentar lagi selesai, kenapa?""Aisya mau ke kamar mandi, dulu.""Oh, ayok Abang bantu."Dengan sigap Reyhan membantu istrinya ke kamar mandi. Aisya bukan gak bisa ke kamar mandi sendiri, tapi kemaren pas dia mau buang air ke kamar mandi, hampir terpeleset, untung ada Reyhan yang dengan sigap menangkap tubuh istrinya yang hampir jatuh terpeleset. Kan bisa bahaya,buat keselamatan anaknya Maka sekarang dia meminta bantuan pada Reyhan.Reyhan menutup pintu kamar mandi, dan menunggu Aisya yang sedang buang air.Pintu terdengar diketok, Bu Dewi dan Pak Ali masuk ke ruang rawat Aisya dan mendapati menantunya yang sedang berdiri di depan pintu kamar mandi."Loh, Rey. Aisya mana?" Tanya Bu De
Reyhan sampai di rumah sakit, ia berlari memasuki rumah sakit sambil menggendong Aisya."Suster, tolong istri saya." Teriak Reyhan pada Suster yang berada di sana.Dengan sigap Suster tersebut menyuruh Reyhan membaringkan Aisya di sebuah brangkar, lalu mendorongnya menuju UGD. Saat sampai di depan pintu UGD, Reyhan ingin ikut masuk ke dalam tapi ditahan oleh perawat."Maaf, Pak. Bapak tidak bisa ikut masuk." Ucap perawat tersebut menahan tubuh Reyhan yang ingin ikut masuk."Tapi, Sus...?""Bapak berdoa saja semoga istri Bapak, baik-baik saja." Ucap Suster tersebut."Tolong istri saya Dokter." Kata Reyhan pada Dokter yang akan menangani Aisya. Sebelum pintu ruangan UGD itu ditutup.Reyhan segera menghubungi kedua orang tuanya dan mertuanya kalau mereka berada di rumah sakit. Ia takut terjadi apa-apa dengan istri kecilnya itu.Tak berapa lama, Pak Hadi dan Bu Rasti datang, mereka segera menghampiri Reyhan yang seda