Share

5

Author: Ria Abdullah
last update Last Updated: 2025-01-22 09:20:18

"Aku tahu, posisiku sebagai yang kedua selalu akan membuat diri ini dinilai sebagai perebut yang tidak tahu adab dan norma..."

"Nah kau tahu diri, Lon**!" teriak Mbak Dwi.

"... aku tahu sebutan pelakor itu amat menjijikkan! tapi aku dan suamiku ... kami bersepakat tidak ada aturan baku atau hukum manapun yang akan memenjarakan luasnya cinta dan perasaan kami." Mereka yang mendengar, Mbak Dwi, anak anak, juga ibu mertua dan Adik perempuan Mas Har terdiam.

" .... buku nikah hanya dokumen yang bisa dimanipulasi siapa saja, bahkan aku bisa mencetaknya jadi lima! Tapi aku tak mau seperti itu. Kuputuskan jalani hidup ini apa adanya, hanya sebagai istri dan cinta Mas Har. Jadi, andai tak punya buku nikah pun, kenyataannya aku adalah istri Mas Haryadi!"

"Dasar jalang bermulut rendahan!" desis Mbak Dwi, " ... aku heran mengapa Mas Har sampai berselera pada wanita yang sama sekali tak berkelas ini," ujarnya sambil merendahkan cara dia menatapku. Dia mendelik sambil tersenyum sinis, amat amat mengejek diri ini.

"Rendahan katamu? dengan menghina orang pun, kau juga menunjukkan dirimu pun tak kalah rendahnya. Mungkin jawabannya mengapa Mas Har menduakan, ya karena kau sangat sombong dan arogan!"

"Tutup mulutmu Anj***!" Anak perempuan Mas Har langsung berteriak dengan mata melotot padaku. Aku hanya tertawa sinis padanya.

"Kasihan sekali kau, Nak. Didikan ibumu tak berhasil membuatmu jadi gadis yang bijak menilai sesuatu dan tidak mudah ikut campur atas hal yang bukan urusanmu," balasku tertawa.

"Bagaimana aku tak murka, kau merebut Papa!" teriaknya. "Kau merebut Papa bukan dari kami saja, tapi dari dunia ini!"

"Tidak ada seorangpun di dunia ini yang menginginkan suaminya meninggal lebih cepat!"

"Tapi kamu dan anakmu adalah sumber kesialannya," jawab Mbak Dwi menimpali kerendahan moral putrinya.

Aku paham bahwa dalam situasi sedih ini semua orang tidak bisa berpikir jernih atau mengendalikan ucapannya.

Aku yang sudah tak kuasa menahan sedih dan emosi, juga penghinaan bertubi tubi akhirnya luruh juga tangisanku, untuk sekali lagi, aku tak kuasa menahan guguan suara kepedihan dan hancurnya jiwa ini.

Aku menangis dan meratap di depan pusara suami.

"Aku hanya datang melayat ... Tapi kalian melarang kami, kalian menyeret kami layaknya anjing dan memukuli kami. Anakku hanya ingin memeluk ayahnya tapi yang dia dapatkan malah luka yang berdarah." Kukemas anakku dan menyeka darah yang masih mengalir.

Dengan penuh kesedihan, kugendong alisa, lalu kupungut jilbab yang sudah kotor berserak dengan daun kering dan tanah kubur yang masih merah. Kupakai jilbabku sekalipun kain itu sudah kotor.

Biarlah.

"Mungkin benar aku kotor, aku terlihat lusuh, miskin dan rendah. Aku murahan karena hanya dinikahi secara agama, baik tak mengapa, cukup aku dan Allah saja yang tahu sejauh mana dosa dan baik buruknya diri ini." Kulangkahkan kaki sambil mengemas air mata dan menggendong Alisa.

Putriku terkulai di pelukanku sementara plastis kresek berisi pecahan gelang kaca dari ayahnya masih dia genggam erat erat di tangan. Di luar area pemakaman masih ada beberapa mobil dan orang yang belum.beranjak.karena terlihat mengobrol, kuturunkan jilbab untuk menutupi wajahku dan kepala putriku yang terluka agar tak jadi bahan perhatian dan pertanyaan.

Kuturunkan jilbabku sampai benar benar menutupi wajah selagi aku mengikuti langkah Jaka.

Di momen itulah air mata yang sejak tadi tak mau kering luruh kembali, aku tergugu dalam tiap langkahku, aku menangis iba pada takdir dan menyesali apa yang terjadi mengapa tak sempat menikah ulang sebelum Mas Har pergi.

Di titik ini aku merasa rendah dan tak pantas ada di dunia. Di titik ini harga diriku sebagai wanita ternyata sudah tidak ada.

Aku berjalan dengan wajah tertunduk, sementara air mata jatuh membasahi jilbabku. Aku bukan saja kehilagan suami, tapi aku kehilangan hidupku sepenuhnya.

Related chapters

  • AIB YANG TERUNGKAP DI HARI PEMAKAMAN SUAMIKU   6

    Kubawa anakku ke rumah sakit, dia langsung ditangani petugas medis di ruang rawat darurat, lukanya dibersihkan dan diberi jahitan sementara putriku masih merintih menahan sakitnya."Ah, Tuhan, ini baru permulaan petaka, berikutnya aku tahu bahwa keluarga Mas Haryadi tak akan membuatku hidup tenang. Mungkin mereka akan mempersulit putriku juga. Ah, Tuhan, aku mohon bantuanmu," gumamku sambil menahan air mataku.Memang mengatas namakan cinta untuk jadi istri kedua tidaklah baik dan bukan alasan yang tepat di mata masyarakat dan orang orang di lingkungan kita. Bagi mereka yang kedua tetaplah perusak dan benalu yang menghancurkan kebahagiaan orang lain.Aku bukannya cari pembenaran dengan mengatakan bahwa selama Mas Har menikah denganku dia sama sekali tak pernah bermasalah dengan istrinya karena begitu rapatnya kami menyembunyikan rahasia, tapi, aku benar benar melihat bahwa tak ada satu hukum dunia pun yang bisa membatasi cintaku pada Mas Har. Ya, hanya dia dan satu satunya dia orang ya

    Last Updated : 2025-01-25
  • AIB YANG TERUNGKAP DI HARI PEMAKAMAN SUAMIKU   7

    Apalagi yang mereka inginkan dengan datang kemari dengan wajah sombong dan muka garang. Apa tidak puas mereka mengusikku pagi tadi, menghajarmu di kuburan Mas Haryadi. Tidak bisakah kami semua yang sedang berduka tidak saling mengusik.Tok tok ....Sudah kuduga, ketukan itu akan terdengar cepat. Kuhampiri bufet, kutatap penampilanku di pantulan kaca. Wajahku pucat, mataku sembab dan ada bekas cakaran di pelipis dan pipi kiri. "Aku harap tidak ada teriakan lagi, putriku yang sakit sedang tertidur," gumamku sambil melangkah dengan berat hati menuju ke pintu.Kubuka pintu dan ku temui ketiga orang yang masih menatapku dengan penuh dendam dan kebencian, di belakang mereka ada Jaka yang terlihat menunjukkan wajah tidak enak padaku namun dia sendiri tidak berdaya."Jadi ini rumah tempat kamu dan Hariyadi menyembunyikan hubungan rahasia kalian?" Tanya Mbak Mbak dwiana, masuk merangsek sambil mendorongku, anaknya pun ikut masuk ke dalam dan mengedarkan pandangan mereka."Kumuh sekali tempat

    Last Updated : 2025-01-25
  • AIB YANG TERUNGKAP DI HARI PEMAKAMAN SUAMIKU   8. kurang apa

    "Kurang puas atau seperti apa lagi kau ingin menyebut diri ini? Kalian sudah menghinaku sedemikian rupa, lalu apa lagi yang kalian inginkan? jika kalian cari harta dan uang maka aku tidak memilikinya.""Iya, karena kau rendahan dan bodoh," jawab Mbak Dwi sambil tertawa sinis dan mengajak anaknya pergi. Iya, mereka pergi begitu saja setelah merundung dan mengundang emosiku. Mungkin aku harusnya paham, bahwa dengan cara demikianlah Mbak Dwi bisa mengungkapkan perasaan marahnya padaku. Mungkin dengan cara itu dia bisa lega dari kesedihan dan kekecewaan yang mengejutkan. Aku tidak berusaha mencari pembenaran versi diriku atau pembelaan orang lain. Posisi istri kedua yang dinikahi siri membuat statusku tidak terhormat dan pernikahanku seolah pernikahan yang dilakukan untuk menghalalkan zina saja. Padahal tidaklah demikian.Sekarang aku tahu bahwa langkah yang kuambil seperti telah mencoreng arang di wajahku sendiri. Aku tidak bisa menyalahkan perasaan cinta yang saat itu menggebu dan mem

    Last Updated : 2025-01-26
  • AIB YANG TERUNGKAP DI HARI PEMAKAMAN SUAMIKU   9

    Karena sudah tidak punya suami yang akan membekali hidupku dengan nafkah dan kasih sayang, juga dukungan secara mental kuputuskan untuk bangkit dan mencoba berdiri diatas kaki sendiri seperti yang pernah kulakukan di masa lalu ketika aku masih belum menikah dan membiayai kehidupan keluargaku.Mulai hari ini aku putuskan untuk menggelar dagangan karena aku harus melanjutkan hidup dan meneruskan biaya pendidikan Alisa, dia akan masuk SD dan tentu saja kebutuhannya akan sangat banyak. Setelah usai mandi dan membersihkan rumah, kukemas makanan dan minuman yang akan kujual di lapak nanti. Kuletakkan tumpukan bermacam-macam kue yang sudah dibungkus plastik mika di dalam sebuah box segi empat. Lalu menutupnya dengan rapat. "Alisa, mau ikut Bunda jualan tidak?" tawarku."Enggak Bund, aku sama Samar saja," jawabnya menyebut nama anak tetanggaku, Mbak Yuli."Tapi, apa itu tidak akan merepotkan ibunya Samar?""Enggak.kok, saya gak repot, malah saya senang jika bisa membantu menjaga Alisa." Ti

    Last Updated : 2025-01-27
  • AIB YANG TERUNGKAP DI HARI PEMAKAMAN SUAMIKU   1. hari berduka

    "Bu, itu Bu .... Alisa mau cium wajah Ayah, mau peluk Bu, nanti Ayah dibungkus dan dibawa pergi.""Nanti ya Sayang, sebentar." Kubisikkan kalimat itu untuk menenangkan Alisa putriku tapi dia berontak."Alisa juga anak Ayah, Ayah sayang sama Alisa, Ayah janji gak akan pergi lebih cepat seperti ini." Pecah tangis anakku yang sungguh merasakan bahwa ayahnya adalah tumpuan dan cinta pertamanya.Buliran bening itu mengalir dari netra Alisa, bibirnya bergetar, ingin maju tapi dia ragu, aku tahu apa yang dirasakannya dalam suasana mendung dan sendu itu. Putriku hanya ingin memeluk ayahnya sementara aku tak berdaya di depan istri dan keluarga utama Mas Haryadi. Diri ini tak berani tampil untuk bersimpuh terakhir kalinya di hadapan pria yang telah kucintai selama tujuh tahun terakhir, karena, aku hanya istri simpanannya.***Senin 17 januari Aku tak mengira bahwa itu adalah hari terakhir perjumpaan kami dengannya. Hari itu Mas Haryadi menginap, menghabiskan malam panjang dengan bermain ber

    Last Updated : 2025-01-22
  • AIB YANG TERUNGKAP DI HARI PEMAKAMAN SUAMIKU   2. ingin memeluk suamiku

    Melihat putriku menangis tentu keluarga Mas Haryadi heran bercampur tidak suka, aku pun panas dingin dibuatnya. Mereka menatap putriku seperti anak gila yang salah alamat, menangisi orang yang tidak dikenalnya sementara mereka juga tidak tahu bahwa darah yang mengalir dalam tubuh anakku juga darah Mas Haryadi."Siapa kamu!" tanya Mbak Dwiana dengan mata mendelik, dirinya yang cantik dengan bola mata besar nampak menakutkan dengan ekspresi demikian. Dia melotot pada anakku dengan kasar. Mungkin karena pengaruh kesedihan wanita itu tidak bisa mengendalikan dirinya."Ini ayahku Tante, ayah Alisa," jawab anakku sesenggukan. Dibelainya wajah pucat Mas Haryadi dengan penuh kasih."Mana mungkin! Mana ibu kamu?!" tanya seorang wanita, yang kuasumsikan sebagai adik suamiku. Dia nampak syok juga penasaran sekali "Dia ada, di situ," ucap anakku sambil menunjuk diri ini dengan polosnya. Kini semua orang tertuju padaku, menatap diri ini dari atas ke bawah dengan roman penuh pertanyaan, mereka m

    Last Updated : 2025-01-22
  • AIB YANG TERUNGKAP DI HARI PEMAKAMAN SUAMIKU   3.

    Sampai jenazah di berangkatkan kami tidak diizinkan untuk mendekat, jangankan bisa memeluk peti jenasah yang telah dikarang bunga, menatap dari kejauhan saja tidak bisa. Kami hanya boleh berdiri di radius seratus meter dari rumah mewah itu. Terlihat peti jenazah di naikkan ke mobil besar berwarna putih, lalu sirine mobil tersebut mulai menggaung memecah suara keramaian tempat itu. Tak banyak yang bisa kulakukan selain hanya menyaksikan mobil itu melewati kami."Mari Mbak, saya antar ke pemakaman," ujar Jaka yang tetap setia dan baik kepada kami."Baik, ayo kita pergi," ajakku pada anakku yang telah lemas karena terus menangis. Patahan gelang gelang kaca itu tetap dirangkum ditangannya dan enggan ia lepaskan."Taruh diplastik aja ya," ujar Jaka yang merasa iba pada anakku. Pria itu membuka dashboard mobilnya dan mengeluarkan sebuah kantong plastik lalu menyerahkan kepada Alisa.Diletakkannya kepingan gelang yang sudah pecah itu ke dalamnya lalu anakku memegangnya erat-erat."Makasih O

    Last Updated : 2025-01-22
  • AIB YANG TERUNGKAP DI HARI PEMAKAMAN SUAMIKU   4.

    "Hentikan Dwiana! Kau mempermalukan mendiang dengan cara begitu, Nak, sabar dulu ...." Ibu mertua berusaha membujuk menantu pertamannya untuk tetap tenang.Aku yang sudah panik langsung mengambil putriku dan memeluknya, menyeka darah yang keluar dari dahinya dengan bagian depan gamisku yang panjang. Hatiku sangat hancur, perasaanku terluka dan luka yang sudah ada itu semakin seolah ditambahkan cuka. Putriku ingin segera kubawa ke rumah sakit tapi mbak Dwiana yang sudah menggila menghadang langkahku."Ibu ingin aku sabar? Bagaimana caranya ketika tiba-tiba seorang wanita membawa anak dan mengakui status mereka dihadapan jenazah suamiku Apa yang harus kulakukan?!" Kini wanita itu juga ikut menangis. "Coba berdiri di Posisiku sekali saja ibu, musibah kematian nya saja sudah begitu membuat diri ini tumbang kini ditambah lagi dengan kenyataan baru bahwa dia telah menduakanku dan diam-diam memiliki anak dengan wanita lain, sungguh itu adalah perbuatan yang tidak adil bagi kesetiaan ini!""

    Last Updated : 2025-01-22

Latest chapter

  • AIB YANG TERUNGKAP DI HARI PEMAKAMAN SUAMIKU   9

    Karena sudah tidak punya suami yang akan membekali hidupku dengan nafkah dan kasih sayang, juga dukungan secara mental kuputuskan untuk bangkit dan mencoba berdiri diatas kaki sendiri seperti yang pernah kulakukan di masa lalu ketika aku masih belum menikah dan membiayai kehidupan keluargaku.Mulai hari ini aku putuskan untuk menggelar dagangan karena aku harus melanjutkan hidup dan meneruskan biaya pendidikan Alisa, dia akan masuk SD dan tentu saja kebutuhannya akan sangat banyak. Setelah usai mandi dan membersihkan rumah, kukemas makanan dan minuman yang akan kujual di lapak nanti. Kuletakkan tumpukan bermacam-macam kue yang sudah dibungkus plastik mika di dalam sebuah box segi empat. Lalu menutupnya dengan rapat. "Alisa, mau ikut Bunda jualan tidak?" tawarku."Enggak Bund, aku sama Samar saja," jawabnya menyebut nama anak tetanggaku, Mbak Yuli."Tapi, apa itu tidak akan merepotkan ibunya Samar?""Enggak.kok, saya gak repot, malah saya senang jika bisa membantu menjaga Alisa." Ti

  • AIB YANG TERUNGKAP DI HARI PEMAKAMAN SUAMIKU   8. kurang apa

    "Kurang puas atau seperti apa lagi kau ingin menyebut diri ini? Kalian sudah menghinaku sedemikian rupa, lalu apa lagi yang kalian inginkan? jika kalian cari harta dan uang maka aku tidak memilikinya.""Iya, karena kau rendahan dan bodoh," jawab Mbak Dwi sambil tertawa sinis dan mengajak anaknya pergi. Iya, mereka pergi begitu saja setelah merundung dan mengundang emosiku. Mungkin aku harusnya paham, bahwa dengan cara demikianlah Mbak Dwi bisa mengungkapkan perasaan marahnya padaku. Mungkin dengan cara itu dia bisa lega dari kesedihan dan kekecewaan yang mengejutkan. Aku tidak berusaha mencari pembenaran versi diriku atau pembelaan orang lain. Posisi istri kedua yang dinikahi siri membuat statusku tidak terhormat dan pernikahanku seolah pernikahan yang dilakukan untuk menghalalkan zina saja. Padahal tidaklah demikian.Sekarang aku tahu bahwa langkah yang kuambil seperti telah mencoreng arang di wajahku sendiri. Aku tidak bisa menyalahkan perasaan cinta yang saat itu menggebu dan mem

  • AIB YANG TERUNGKAP DI HARI PEMAKAMAN SUAMIKU   7

    Apalagi yang mereka inginkan dengan datang kemari dengan wajah sombong dan muka garang. Apa tidak puas mereka mengusikku pagi tadi, menghajarmu di kuburan Mas Haryadi. Tidak bisakah kami semua yang sedang berduka tidak saling mengusik.Tok tok ....Sudah kuduga, ketukan itu akan terdengar cepat. Kuhampiri bufet, kutatap penampilanku di pantulan kaca. Wajahku pucat, mataku sembab dan ada bekas cakaran di pelipis dan pipi kiri. "Aku harap tidak ada teriakan lagi, putriku yang sakit sedang tertidur," gumamku sambil melangkah dengan berat hati menuju ke pintu.Kubuka pintu dan ku temui ketiga orang yang masih menatapku dengan penuh dendam dan kebencian, di belakang mereka ada Jaka yang terlihat menunjukkan wajah tidak enak padaku namun dia sendiri tidak berdaya."Jadi ini rumah tempat kamu dan Hariyadi menyembunyikan hubungan rahasia kalian?" Tanya Mbak Mbak dwiana, masuk merangsek sambil mendorongku, anaknya pun ikut masuk ke dalam dan mengedarkan pandangan mereka."Kumuh sekali tempat

  • AIB YANG TERUNGKAP DI HARI PEMAKAMAN SUAMIKU   6

    Kubawa anakku ke rumah sakit, dia langsung ditangani petugas medis di ruang rawat darurat, lukanya dibersihkan dan diberi jahitan sementara putriku masih merintih menahan sakitnya."Ah, Tuhan, ini baru permulaan petaka, berikutnya aku tahu bahwa keluarga Mas Haryadi tak akan membuatku hidup tenang. Mungkin mereka akan mempersulit putriku juga. Ah, Tuhan, aku mohon bantuanmu," gumamku sambil menahan air mataku.Memang mengatas namakan cinta untuk jadi istri kedua tidaklah baik dan bukan alasan yang tepat di mata masyarakat dan orang orang di lingkungan kita. Bagi mereka yang kedua tetaplah perusak dan benalu yang menghancurkan kebahagiaan orang lain.Aku bukannya cari pembenaran dengan mengatakan bahwa selama Mas Har menikah denganku dia sama sekali tak pernah bermasalah dengan istrinya karena begitu rapatnya kami menyembunyikan rahasia, tapi, aku benar benar melihat bahwa tak ada satu hukum dunia pun yang bisa membatasi cintaku pada Mas Har. Ya, hanya dia dan satu satunya dia orang ya

  • AIB YANG TERUNGKAP DI HARI PEMAKAMAN SUAMIKU   5

    "Aku tahu, posisiku sebagai yang kedua selalu akan membuat diri ini dinilai sebagai perebut yang tidak tahu adab dan norma...""Nah kau tahu diri, Lon**!" teriak Mbak Dwi."... aku tahu sebutan pelakor itu amat menjijikkan! tapi aku dan suamiku ... kami bersepakat tidak ada aturan baku atau hukum manapun yang akan memenjarakan luasnya cinta dan perasaan kami." Mereka yang mendengar, Mbak Dwi, anak anak, juga ibu mertua dan Adik perempuan Mas Har terdiam." .... buku nikah hanya dokumen yang bisa dimanipulasi siapa saja, bahkan aku bisa mencetaknya jadi lima! Tapi aku tak mau seperti itu. Kuputuskan jalani hidup ini apa adanya, hanya sebagai istri dan cinta Mas Har. Jadi, andai tak punya buku nikah pun, kenyataannya aku adalah istri Mas Haryadi!""Dasar jalang bermulut rendahan!" desis Mbak Dwi, " ... aku heran mengapa Mas Har sampai berselera pada wanita yang sama sekali tak berkelas ini," ujarnya sambil merendahkan cara dia menatapku. Dia mendelik sambil tersenyum sinis, amat amat

  • AIB YANG TERUNGKAP DI HARI PEMAKAMAN SUAMIKU   4.

    "Hentikan Dwiana! Kau mempermalukan mendiang dengan cara begitu, Nak, sabar dulu ...." Ibu mertua berusaha membujuk menantu pertamannya untuk tetap tenang.Aku yang sudah panik langsung mengambil putriku dan memeluknya, menyeka darah yang keluar dari dahinya dengan bagian depan gamisku yang panjang. Hatiku sangat hancur, perasaanku terluka dan luka yang sudah ada itu semakin seolah ditambahkan cuka. Putriku ingin segera kubawa ke rumah sakit tapi mbak Dwiana yang sudah menggila menghadang langkahku."Ibu ingin aku sabar? Bagaimana caranya ketika tiba-tiba seorang wanita membawa anak dan mengakui status mereka dihadapan jenazah suamiku Apa yang harus kulakukan?!" Kini wanita itu juga ikut menangis. "Coba berdiri di Posisiku sekali saja ibu, musibah kematian nya saja sudah begitu membuat diri ini tumbang kini ditambah lagi dengan kenyataan baru bahwa dia telah menduakanku dan diam-diam memiliki anak dengan wanita lain, sungguh itu adalah perbuatan yang tidak adil bagi kesetiaan ini!""

  • AIB YANG TERUNGKAP DI HARI PEMAKAMAN SUAMIKU   3.

    Sampai jenazah di berangkatkan kami tidak diizinkan untuk mendekat, jangankan bisa memeluk peti jenasah yang telah dikarang bunga, menatap dari kejauhan saja tidak bisa. Kami hanya boleh berdiri di radius seratus meter dari rumah mewah itu. Terlihat peti jenazah di naikkan ke mobil besar berwarna putih, lalu sirine mobil tersebut mulai menggaung memecah suara keramaian tempat itu. Tak banyak yang bisa kulakukan selain hanya menyaksikan mobil itu melewati kami."Mari Mbak, saya antar ke pemakaman," ujar Jaka yang tetap setia dan baik kepada kami."Baik, ayo kita pergi," ajakku pada anakku yang telah lemas karena terus menangis. Patahan gelang gelang kaca itu tetap dirangkum ditangannya dan enggan ia lepaskan."Taruh diplastik aja ya," ujar Jaka yang merasa iba pada anakku. Pria itu membuka dashboard mobilnya dan mengeluarkan sebuah kantong plastik lalu menyerahkan kepada Alisa.Diletakkannya kepingan gelang yang sudah pecah itu ke dalamnya lalu anakku memegangnya erat-erat."Makasih O

  • AIB YANG TERUNGKAP DI HARI PEMAKAMAN SUAMIKU   2. ingin memeluk suamiku

    Melihat putriku menangis tentu keluarga Mas Haryadi heran bercampur tidak suka, aku pun panas dingin dibuatnya. Mereka menatap putriku seperti anak gila yang salah alamat, menangisi orang yang tidak dikenalnya sementara mereka juga tidak tahu bahwa darah yang mengalir dalam tubuh anakku juga darah Mas Haryadi."Siapa kamu!" tanya Mbak Dwiana dengan mata mendelik, dirinya yang cantik dengan bola mata besar nampak menakutkan dengan ekspresi demikian. Dia melotot pada anakku dengan kasar. Mungkin karena pengaruh kesedihan wanita itu tidak bisa mengendalikan dirinya."Ini ayahku Tante, ayah Alisa," jawab anakku sesenggukan. Dibelainya wajah pucat Mas Haryadi dengan penuh kasih."Mana mungkin! Mana ibu kamu?!" tanya seorang wanita, yang kuasumsikan sebagai adik suamiku. Dia nampak syok juga penasaran sekali "Dia ada, di situ," ucap anakku sambil menunjuk diri ini dengan polosnya. Kini semua orang tertuju padaku, menatap diri ini dari atas ke bawah dengan roman penuh pertanyaan, mereka m

  • AIB YANG TERUNGKAP DI HARI PEMAKAMAN SUAMIKU   1. hari berduka

    "Bu, itu Bu .... Alisa mau cium wajah Ayah, mau peluk Bu, nanti Ayah dibungkus dan dibawa pergi.""Nanti ya Sayang, sebentar." Kubisikkan kalimat itu untuk menenangkan Alisa putriku tapi dia berontak."Alisa juga anak Ayah, Ayah sayang sama Alisa, Ayah janji gak akan pergi lebih cepat seperti ini." Pecah tangis anakku yang sungguh merasakan bahwa ayahnya adalah tumpuan dan cinta pertamanya.Buliran bening itu mengalir dari netra Alisa, bibirnya bergetar, ingin maju tapi dia ragu, aku tahu apa yang dirasakannya dalam suasana mendung dan sendu itu. Putriku hanya ingin memeluk ayahnya sementara aku tak berdaya di depan istri dan keluarga utama Mas Haryadi. Diri ini tak berani tampil untuk bersimpuh terakhir kalinya di hadapan pria yang telah kucintai selama tujuh tahun terakhir, karena, aku hanya istri simpanannya.***Senin 17 januari Aku tak mengira bahwa itu adalah hari terakhir perjumpaan kami dengannya. Hari itu Mas Haryadi menginap, menghabiskan malam panjang dengan bermain ber

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status