“Len, lo kenapa? Kesambet apa?” tanya seorang perempuan dari seberang telepon. Elaine langsung tersentak, dia membelalakan matanya. Sejurus kemudian dia melihat nama yang tertera pada layar ponselnya.
Grace.
“Halo, Len?” panggil Grace bingung, karena dia tak mendapatkan sahutan dari sahabatnya.
Elaine buru-buru menempelkan benda pipih itu pada telinganya. “Sorry, Grace, gue kira Tirta,” sesal Elaine.
“Kenapa lagi? Lo lagi berantem sama dia?” tanya Grace.
Jujur saja Grace sudah jenuh jika harus mendengar cerita sahabatnya yang selalu bertengkar dengan tunangannya itu. Tapi … kalau dibiarkan dia tidak tega. Apalagi dia tahu betul Elaine terpaksa melakukan hubungan ini. Jadi Grace tak mungkin meninggalkan Elaine, walau sebenarnya dia sudah sangat kesal.
“Ya begitulah,” jawab Elaine sambil menghela napas berat.
“Kenapa? Masalah apalagi? Dia masih terlalu posesif dan
Hai~ mayuu di sini. Gimana opening season 2-nya nih, kak? Kalian Team Darell apa Team Tirta? Terus apa harapan kalian buat Elaine? hehe. Pantengin terus, ya. Sekalian mampir ke karyaku yang lain "My Dominant CEO".
Bosan. Seharusnya Darell tadi menolak acara makan malam ini. Ya, sekarang dia sedang bersama kedua orang tua dan juga kakaknya. Mereka sedang menghadiri jamuan makan malam bersama rekan bisnis sang ayah. Sejujurnya, Darell tidak terlalu tertarik dengan hal-hal seperti ini.Di sela-sela obrolan ringan antara kedua keluarga itu, Darell mencoba melirik ponselnya. Sudah beberapa jam dia tidak memainkan benda pipih itu. Waw, ternyata sudah banyak sekali pesan yang masuk. Tapi dari sekian banyak pesan, dia mencoba melihat pesan dari Elaine. Ternyata gadis itu tidak membaca pesannya sama sekali.Darell merasa sedikit kesal. Kemudian dia melihat ada beberapa belas pesan di grup tiga sekawannya; Darell, Valen, dan Kale. Dia langsung membaca pesan tersebut. Seketiak dia mendekatkan diri pada ibunya.“Ma, aku harus pergi.”Ibunya itu mengerutkan kening dan sedikit mendekat pada sang anak. “Ada apa?” tanyanya.“Sesuatu yang mendes
Sinar matahari menerobos jendela kamar. Elaine mengerang dan merasakan silau pada matanya. Dia mencoba merentangkan tangan dan kakinya, kemudian mengucek sebelah matanya. Ah, kenapa kepalanya masih terasa sangat pusing? Oh iya, Elaine ingat semalam dia mabuk padahal cuman meneguk dua gelas wiski. Sungguh noob sekali Elaine ini. Kemudian kedua mata gadis itu mulai terbuka secara perlahan. Namun tiba-tiba dua terperanjat sampai terlonjak dan beralih dengan posisi duduk. “Gue di mana?” gumamnya. Kamar ini bukanlah kamar kosnya, dan kamar ini bukan juga kamar apartemen Grace. Elaine masih mencoba memindai tempat itu dan mengingat kejadian semalam. Tapi dia tak ingat apa pun. Dan tempat siapa ini? Apa semalam Elaine di culik seorang om-om? Elaine langsung mengecek pakaiannya sendiri. Kemudian dia menghela napas lega ketika mendapati pakaiannya masih sama, utuh, dan tak ada yang berubah sedikit pun. “Terus ini di mana?” tanya Elaine. Kemudian dia me
“Len! Kenapa bengong terus? Itu dipanggil Mas Alvaro,” panggil Celine. Dia menyikut tangan Elaine, karena gadis itu sedari tadi diam saja ketika atasannya itu memanggilnya.“Eh?” Elaine langsung terperanjat, kemudian dia menoleh ke arah Alvaro. Laki-laki itu menatap Elaine dengan tangan yang bersilang di depan dadanya. “Iya, Mas? Maaf.” Gadis itu langsung beranjak dan menghampiri atasannya.“Ikut, saya!” perintah Varo. Tak ingin membuat atasannya itu marah, Elaine langsung mengikutinya.Mereka menuju sebuah ruangan kecil, kemudian Alvaro meminta Elaine duduk di hadapannya.“Kamu lagi mikirin apa? Kenapa akhir-akhir ini kamu selalu hilang fokus. Padahal di awal bekerja, kamu itu anak baru yang memiliki vibes positive yang tinggi. Tapi kenapa sekarang baru beberapa bulan, semangat kamu udah nggak seperti dulu,” ungkap Alvaro. Ternyata dia ingin berbicara empat mata dengan Elaine.Gadis itu h
Elaine berjalan dengan langkah gontai. Mood-nya pagi ini benar-benar ambyar. Pasalnya tadi pagi Risa –ibu Tirta- menghubunginya. Wanita itu menanyakan tentang kondisi Elaine dan Tirta yang sedang tidak baik-baik saja.‘Dasar pasti ngadu sama emaknya! Sejak kapan jadi pengadu gitu, sih?’ Tanpa sadar Elaine berdecih. Lalu dia memasakn wajah yang masam dan menyilangkan tangannya di dada.“Pagi-pagi udah badmood. Gimana mau kerja dengan baik?”Seseorang mengangetkan Elaine, buru-buru dia menoleh ke belakang. Betapa terkejutnya Elaine ketika melihat sosok laki-laki dengan berbalut jas rapi sedang berdiri di belakangnya.“Eh?”Mampus. Kenapa harus bertemu dengan Darell sepagi ini? Elaine mendesah, kacau sudah Rabu paginya ini.“Di depan atasan, kamu berani mendesah seperti itu? Sudah tidak tahan bekerja di sini?” sinis Darell.Elaine langsung membulatkan mata dan mengatupkan bibirnya. Di
“Tirta? Kok …?” Elaine terkejut ketika mendapari Tirta ada di hadapannya sekarang. Wait … ini bukan mimpi atau delusi, kan? “Kebetulan aku ada di Jakarta. Jadi aku mampir ke sini, dan mungkin malam ini aku menginap di sini aja, ya?” ucap Tirta. Karena dia sudah tak sungkan lagi dengan Elaine, laki-laki itu mencopot alas kakinya, dan langsung masuk ke kamar Elaine. “Kok kamu ada di sini, sih?” tanya Elaine. Dia yakin kalau sekarang dia sedang tidak berdelusi. Laki-laki yang baru saja melewatinya itu memang Tirta. “Kenapa? Kamu nggak senang?” tanya Tirta, melirik sinis ke arah Gladys. Gladys menutup pintu kosannya. Khawatir terjadi sebuah perang dan membuat heboh seisi kosan. “Bu-bukan gitu. Tapi Surabaya-Jakarta itu jauh, loh. Kok kamu bisa ada di sini? Kamu segaja ke sini? Dan … kenapa kamu nggak bilang?” cerca Elaine. Dia langsung menghampiri Tirta. Laki-laki itu menyimpan ranselnya dan langsung duduk lesehan, di atas karpet b
Panas. Menjengkelkan. Ah, kenapa juga Darell harus sampai datang ke sini dan melihat momen manis mereka berdua? Tapi kalau malam ini dia tidak datang menemui Elaine dan Tirta, dia akan kehilangan momennya.“Ah, sial! Gue nggak bisa menunggu lama lagi!”Darell langsung bangkit dari kursinya. Langkahnya kini menuntunnya mendekati tempat Tirta dan Elaine berada.“Wah, ada yang lagi malam mingguan, ya?” Nada sinis terdengar dari pertanyaan yang diajukan Darell.“Eh, salah ini masih Jum’at, jadi malam Sabtuan.” Darell buru-buru meralat ucapannya.Kini laki-laki itu berdiri tepat di samping Elaine dan Tirta. Dia melirik ke arah Elaine, gadis itu hanya diam, tidak bergerak sama sekali. Bahka
Darell hanya bisa bergeming, perasaannya kini tidak enak. Dia merasa bersalah pada Elaine. Harusnya dia menahan sedikit egonya. Harusnya dia tidak mengganggu mereka berdua. Harusnya dia tak mengungkit masalah pekerjaannya. Dan lihat, kini Elaine malah terluka akibat keegoisannya.‘Bodoh!’Darell memaki dirinya sendiri. Apalagi ketika tahu Elaine berbohong pada Tirta. Tapi jika dipikir ulang, semua ini bukan hanya kesalahannya saja. Tirtalah yang membuat Elaine marah dan pergi meninggalkan mereka.“Cih! Jaga mulut lo, Tir,” hardik Darell. Kalau saja Tirta tak menyinggung bagaimana hubungan Darell dan Elaine dulu, mungkin tidak akan seperti ini.Iya, Darell akui, dulu dia hanya bermain-main dengan wanita, tak terkecuali Elaine. Tapi setelah tahu bagaimana rasanya ditinggal secara tiba-tiba oleh Elaine, dia sadar. Elaine itu adalah perempuan yang mampu menghilangkan rasa sedihnya, yang sudah berakar bertahun-tahun. Bahkan mantan pacar
Elaine membeku di tempat. Kenapa ada laki-laki itu di sini? Apa dia membuntuti Elaine? Dan … kenapa wajahnya lebam?“Kenapa lo ada di sini?” tanya Elaine.“Karena gue mau minta maaf sama lo,” ucap laki-laki itu.Elaine menggeleng. “Maksudnya, kenapa lo bisa tahu gue bakal ke sini? Apa lo ngebuntutin gue?” Dia meralat pertanyaannya.“Feeling. Lo nggak akan mungkin balik ke kosan lo. Dan pasti tujuan lo cuman ke apartemen Grace. Jadi gue ke sini,” jawabnya.Gadis itu menghela napasnya. “Mending lo balik, Rell,” titah Elaine halus. Baru saja dia terhibur dan sedikit melupakan yang baru saja dia alami. Tapi sekarang malah harus bertemu dengan si sumber masalah.“Nggak, sebelum kita ngobrol.” Darell membantah perintah Elaine.“Apa yang mau diobrolin? Udahlah, wasting time banget. Mending gue istirahat, gue capek.” Elaine berusaha untuk tidak menggubr
Elaine paham betul dengan maksud dari ucapan Darell. Makanya dia langsung menoleh dan mengalihkan pandangannya ke arah lain. “Hahaha. Kenapa, Sayang?” Darell terkekeh sampe bahunya bergetar. “Nggak papa,” jawab Elaine sekenanya. Merapatkan bibirnya dan masih enggan untuk menatap Darell. Jujur saja, Elaine merasa malu saat Darell berkata demikian. Dia mengingat kejadian bertahun-tahun silam, ketika dirinya pertama kali bertemu dengan Darell. Elaine memang gila saat itu. “Kamu nyesel nggak, Len?” tanya Darell. “Nyesel apa?” sahut Elaine sambil menoleh. Darell terlihat tersenyum senang, ternyata umpannya ditangkap dengan baik oleh Elaine. Dia sengaja bertanya seperti itu agar bisa melihat wajah istrinya yang sedang memerah karena malu. “Nyesel ngajak aku tidur dan kasih aku sesuatu yang berharga dihidup kamu. Padahal dulu kamu nggak kenal aku sama sekali,” kata Darell. Elaine memejamkan matanya dan langsung mengigit bibir bawahnya
Elaine tersentak, matanya tiba-tiba membulat maksimal, saat dia melihat sosok laki-laki yang sudah lama tak ia lihat. Kenapa dia bisa ada di sini? Mau apa dia ke sini? Pertanyaan itu berkecamuk dalam benak Elaine.“Tenang, di sini gue bukan mau ngacauin acara spesial lo, kok,” ucap laki-laki itu, seolah tahu apa yang sedang dipikirkan oleh Elaine. Dia adalah Tirta, yang tiba-tiba muncul setelah sekian lama menghilang.Berbeda dengan Elaine yang terkejut. Darell hanya menatap sinis laki-laki itu. Sampai Tirta berani mengacau di hari bahagianya, dia tak akan segan membunuh laki-laki itu di sini, sekarang juga.“Gue ke sini cuman mau ngucapin selamat doang. Ya, walau gue sadar diri gue nggak lo undang, Len. Tapi nggak salah, kan, kalau gue datang ke sini dan kasih selamat sama lo,” ungkapnya.“Padahal lo nggak usah repot-repot ke sini,” sambar Elsa. Dia juga sama terkejutnya dengan Elaine. Khawatir laki-laki itu akan berla
“Kenapa, Len? Kok diem?” tanya Grace. “Jangan kaget tapi,” kata Elaine. Shani dan Grace langsung saling melempar pandang. “Dua minggu lagi,” ucapnya kemudian. “Hah?” Benar saja Grace dan Shani kompak memekik. “Wait, Len. Itu … maksudnya Darell baru ngelamar lo di acara perusahaannya minggu lalu, loh. Kok udah dua minggu lagi?” tanya Grace. “Iya, sorry memang dadakan. Tante Martha pengin cepet. Dia tahu gimana perjuangan gue sama Darell, dan dia nggak mau ada yang ganggu hubungan kita lagi. Makanya minta buat cepet.” Elaine menghela napas. “Bonyok gue juga kaget pas Tante Martha minta percepet. Awalnya Papa minta buat sekitar dua bulan lagi, karena kita belum ada persiapan apa pun. Tapi Tante Martha kekeuh pengin cepet. Sorry, ya,” ucap Elaine. “Parah. Kok ngeduluin Grace, sih? Padahal dia yang dilamar duluan, tapi lo yang nikah duluan,” kata Shani terkekeh. Grace hanya mendelik kesal. Sungguh Elaine adalah perempuan yan
Mata Elaine membulat, saat Darell memanggil namanya dan melontarkan pertanyaan yang membuatnya mematung seketika. Mimpi apa Elaine semalam? Kenapa Darell melamarnya secara tiba-tiba dan di tempat umum seperti ini? Sungguh, tidak ada tanda-tanda bahwa Darell akan melamarnya. Elaine tersentak saat merasakan ada tangan yang merangkulnya. Dia langsung menoleh dan mendapati Martha yang sedang menyadarkan Elaine dari keterkejutannya. Jantung Elaine kini berdetak dengan cepat, semburat merah pun muncul di pipinya. Apalagi saat dia melihat ke arah sekeliling dan mendapati beberapa pasang mata memperhatikan dirinya. Bagaimana ini? Apa yang harus Elaine katakan? Sungguh, ini adalah hal yang tak pernah terbayangkan oleh Elaine. Walau sebelumnya, memang Darell pernah melamarnya. “Elaine, jangan membuat Darell menunggu,” bisik Martha, saat seorang crew datang sembari membawa microphone untuk Elaine. “Ta-tapi, Tante aku—” “Jawab saja,” selanya sambil
“Ngapain ke sini?” tanya Elaine, saat dirinya dan Darell sampai di sebuah butik mewah.“Beli soto. Ya, beli baju, lah. Kenapa masih nanya, sih?” timpal Darell yang langsung menggenggam tangan Elaine dan menariknya ke dalam.Tak bertanya lagi, Elaine hanya mengikuti Darell. Walau dia masih penasaran, kenapa juga Darell membawanya ke butik mewah? Tak banyak pergerakan yang dilakukan Elaine sampai akhirnya Darell langsung menegurnya.“Kenapa diem aja? Pilih bajunya, dong,” kata Darell.Elaine menoleh dengan mata membulat. “Buat apa? Aku harus tahu dulu alasan kamu bawa aku ke sini. Baru aku bisa pilih baju,” balas Elaine.Ya … bagaimana Elaine akan memilih baju, jika dia saja tidak tahu harus menghadiri acara apa? Pasalnya butik tersebut menjual baju formal untuk perempuan; gaun, blazzer dan lain-lain, tentu saja dengan desain dan harga yang wah. Mungkin butuh beberapa bulan bagi Elaine untuk seke
“A-anu, apa kamu sedang sibuk?”Darell mematung beberapa detik, ketika melihat Elaine ada di hadapannya. Kemudian dia menggeleng dengan cepat. “Oh, nggak. Kenapa?” tanya Darell.“Boleh kita bicara sebentar?” tanya Elaine dengan sedikit canggung.“Boleh, kok. Masuk aja,” ajak Darell. Dia mempersilakan Elaine untuk memasuki kamarnya. Di sana mereka berdua duduk bersebelahan di sebuah sofa kecil. Darell melihat gadis itu sedang meremas jarinya, sepertinya dia sedang merasa gugup.“Ada apa?” tanya Darell dengan nada yang sangat lembut. Mencoba memberikan kenyamanan pada Elaine. Walau sebenarnya jantungnya ini sedari tadi berdegup dengan kencang.Jujur saja, Darell ingin memeluk gadis itu sekarang juga, mencurahkan segala kerinduan dan rasa kekhawatirnya selama ini. Namun, melihat kondisi Elaine yang seperti itu, dia mengurungkan niatnya.“Mmm … anu itu ….” Ada
Semua terasa cepat, sampai-sampai Darell masih belum begitu paham dengan situasi yang sedang berkecamuk di ruang keluarga kediaman Bumantara.‘Kenapa Elaine ada di sini? Kenapa Mama terlihat sangat marah? Dan kenapa ada Varell di sini? Apa semua ini rencanyanya?’ Semua pertanyaan itu terus berputar di kepala Darell.Mata Darell melihat ke arah amplop cokelat yang baru saja ditaruh oleh Varell tepat di depan Tio Admar. Merasa penasaran dengan isi amplop itu. Apalagi saat dia melihat ekspresi Tio yang terkejut saat membuka amplop tersebut. Tak hanya Tio, tapi Chelsea dan Clarisa pun merasa terkejut dengan apa yang dilihatnya. Bahkan Chelsea menangis saat melihat isi dari amplop tersebut.Merasa penasaran, Darell langsung menghampiri Tio dan menyambar beberapa lembar kertas yang sedang dipegang oleh laki-laki itu. Tak ada perlawanan dari Tio, mungkin karena saking terkejutnya dia.Darell langsung membaca, membuka lembar demi lembar dokumen yang s
Bagai disambar petir, Pandu benar-benar terkejut dengan kedatangan sosok Elaine di rumahnya. Sontak laki-laki itu berdiri dari sofa yang sedang didudukinya. Matanya membelalak dan mulutnya sedikit menganga, saking terkejutnya. ‘Kenapa gadis itu ada di sini?’ batin Pandu. Melihat Elaine muncul dengan tiba-tiba di kediaman Bumantara, membuat Darell langsung berlari ke arahnya. Ia langsung mengecek kondisi Elaine. “Kamu baik-baik saja?” tanya Darell dengan nada khawatir. Belum juga Elaine menjawab pertanyaan Darell, Martha sudah langsung memberang. “Maksudmu gadis ini, kan?” tanyanya. Keluarga Admar hanya diam saja, mereka menoton pertengkaran antara Martha dan Pandu. Namun, bukan berarti mereka senang dan menikmatinya. Melainkan Tio dan Chelsea terlihat sangat gusar. “Ke-kenapa dia ada di sini?” tanya Pandu dengan terbata-bata. “Seenaknya kamu mengancam anakmu sendiri dengan melibatkan orang lain, yang tidak bersalah sama sekali!
Tidak. Tidak bisa! Elaine tidak ingin sampai Darell menuruti permintaan ayahnya dan menikah dengan Chelsea. Bagaimanapun rasa sayang dan cintanya pada Darell sangat besar. Apalagi saat mengetahui perjuangan Darell untuk mempertahankannya.“Gue nggak bisa diem aja,” gumam Elaine. Dia mencoba memikirkan cara bagaimana dia bisa keluar dari sini, menemui Pandu dan menenatng usahanya.Elaine tidak bisa membiarkan Darell berjuang sendirian. Dia rasa, dirinya juga harus berusaha mempertahankan hubungan mereka berdua. Tapi bagaimana? Elaine medesah saat otaknya terasa tumpul, tak bisa memikirkan apa pun.***Keesokan harinya.Darell terlihat sangat kacau sekali. Kemarin, dia seharian mencari keberadaan Elaine tapi ia tak kunjung menemukannya. Perasaan khawatir semakin mencuat dari dalam diri Darell, ketika dia mengingat bahwa hari ini adalah tenggat waktu untuknya.Tok. Tok. Tok.Darell langsung menoleh