“Padahal nggak usah diantar pulang begini. Gue jadi ngerepotin, kan.”
Mobil Erempat milik Alvaro baru saja terparkir di depan kos-kosan milik Elaine. Seharian ini mereka menghabiskan waktu mengunjungi outlet-outlet Auraku yang tersebar di mall-mall di Jakarta. Memang sebulan sekali, divisi promosi dan marketing selalu survei ke sana. Dan untuk kesempatan kali ini, Elaine yang menemani Alvaro kunjungan.
“Sekalian. Masa gue ninggalin lo gitu aja. Btw, gimana sama cowok lo? Udah baikan?” tanya Alvaro.
Elaine mengangguk. Sebenarnya dibilang baikan sih, udah. Tapi perasaan Elaine masih sedikit janggal. Sehari sebelum mereka pulang ke tanah rantau, mereka berdua sempat bertengkar. Memang keesokan harinya kondisi mereka kembali seperti biasa. Namun, bagaimanapun dia masih tetap kesal pada Tirta.
“Serius? Tapi ekspresi lo seolah bilang nggak baik-baik aja,” ungkap Alvaro.
“Iya, serius, kok. Kemarin ketemu juga kita
Ternyata masih sama seperti dulu. Kamar Elaine di dominasi dengan warna biru muda. Darell kini duduk sembari memperhatikan setiap detail kamar Elaine. Dan saat kedua matanya menangkap sebuah objek berupa foto Elaine bersama dengan Tirta. Seketika hatinya langsung kesal. “Cih!” decihnya dan langsung mengalihkan pandangan. “Gue nggak ada apa-apa. Cuman air bening, kalau mau minum silakan, nggak juga gak masalah,” ucap Elaine ketus. Karena hatinya terasa panas, dia langsung menyambar air dalam gelas. Meminumnya sampai bener-benar kosong. Tak peduli jika Elaine menatap dirinya dengan tatapan aneh. “Len, dengerin gue,” ucap Darell, sesaat dia sudah menghabiskan air dalam gelas. Dia menatap wajah Elaine yang terlihat kesal dengan kehadiran Darell di hadapannya. “Mending lo batalin pernikahan lo sama Tirta.” Benar-benar to the point dan tidak berbasa-basi. Elaine mendengus dan memalingkan wajahnya. Lagi-lagi kalimat itu yang dia dengar. “Dari
Kenapa Darell bisa berbicara seperti itu? Memangnya dia tahu kehidupan Tirta di sana, sampai-sampai bisa mengatakan Tirta selingkuh? Elaine mendesah, kemudian menggelengkan kepalanya. “Rell, dari pada lo ngomong ngaco kayak gitu, mending lo balik,” ucap Elaine masih mencoba sabar. “Ngaco? Gue nggak ngaco, Len. Lo nggak tahu, kan, dia di sana gimana? Lo juga nggak tahu kalau dia selingkuh, kan?” tanya Darell sambil menatap Elaine. Perkataannya itu dia ucapkan dengan penuh penegasan. Gadis itu mengepalkan tangan dan mengigit bibir bawahnya. Kesal. Sepertinya dia sudah tak bisa menahan sabarnya. Ia langsung menatap Darell dengan tatapan yang menusuk. “Lo tahu apa, hah? Emangnya lo tahu dia di sana gimana? Yang tahu dia itu gue, bukan lo!” sentak Elaine. Gadis itu kemudian beranjak, dan membukakan pintu kamar kosnya. “Silakan sekarang lo balik dari sini!” titah Elaine. Jadi Darell diusir? Seorang Darell Satria Bumantara diusir oleh seorang perempu
Darell baru saja mendapatkan pesan dari Kai. Perempuan itu memberikan informasi mengenai tanggal pernikahan Elaine.“Dua bulan kurang,” gumamnya. “Gimana caranya gue buat yakinin Elaine?” Darell bertanya pada dirinya sendiri.Beberapa hari lalu dia menghubungi Kyla. Ternyata perempuanitu sudah gila, dia bahkan rela untuk dijadikan yang kedua oleh Tirta. Memangnya apa, sih, yang dimiliki oleh Tirta? Bukannya Darell sombong, tapi jika dibandingkan dengan dirinya Tirta bukanlah siapa-siapa.Ponsel Darell berbunyi, dia melirik ke arah gawai itu. Hasyakyla. Nama itu tertera pada layar ponselnya. Darell menautkan alisnya. Ada apa perempuan itu menelfonnya malam-malam?Meraih gawai yang disimpan di atas nakas. Lalu Darell langsung mengangkat panggilan itu.“Hai,” sapa Kyla dari seberang sana.Dengan malas Darell hanya membalas sapaan perempuan itu dengan sebuah dehaman kecil.“Gimana? Udah bisa bikin
Ponsel Tirta berdering, dia berdecak kesal. Pasti Elaine. Kenapa perempuan itu semakin hari semakin menyebalkan? Tirta langsung meraih benda pipih yang dia simpan di atas nakas. Seketika dia membulatkan matanya, saat mengetahui siapa yang meneleponnya.“Mama?” gumamnya. Tirta menjilat bibirnya yang tiba-tiba terasa kering.Laki-laki itu menghembuskan napas kasar. Untung saja Kyla sedang berada di kamar mandi. Mungkin akan aman jika dia mengangkat panggilan dari ibunya. Tak menunggu lama, Tirta langsung menggeser ikon ponsel berwarna hijau pada layarnya.“Halo, Ma?” sapa Tirta pada ibunya.“Halo, Tirta,” timpal Risa dari seberang sana.“Tirta, kayaknya waterheater-nya eror, deh.”Baru saja beberapa detik Tirta mengangkat panggilannya. Tiba-tiba Kyla sudah keluar dari kamar mandi. Laki-laki itu tersentak. Dia langsung menempelkan telunjuknya pada bibir. Memberikan kode agar Kyla diam.Pere
“Elaine, kamu jangan terlalu capek. Udah biar Mama sama Elsa aja yang prepare. Kamu diem aja, calon pengantin nggak boleh kecapekan,” ucap Lena.“Tapi, Ma ….”“Udah, kamu di kamar saja. Tanya besok Tirta datang jam berapa?” kata Lena lagi.Elaine hanya mengangguk, kemudian langsung pergi menuju kamarnya.Tidak terasa, ternyata sudah tiga hari lagi mereka; Elaine dan Tirta akan menikah. Gadis itu menatap dirinya di pantulan cermin. Tiba-tiba entah kenapa hatinya ragu sekarang. Apa dia bisa menikah dengan Tirta? Dia menatap ke arah cincin yang melingkar di jari manis tangan kirinya. Itu cincin tunangan pemberian dari sang calon suami.Jika ditanya, apa hal yang membuat Elaine ragu. Tentu saja karena sikap Tirta yang perlahan berubah. Apalagi sekarang Kyla juga jarang membalas pesannya, dan terkesan sangat ketus pada Elaine. Oleh karena itu, Elaine tak pernah bertanya lagi pada teman sekantor calon suaminya.
Keesokan harinya, Darell langsung berangkat ke tempat pertemuan dengan Elsa. Akhirnya setelah berdiskusi lumayan panjang di telepon, Elsa mau untuk bertemu dan membicarakan langsung dengan Darell. Butuh waktu sekitar 3 sampai 4 jam untuk sampai di kota tentara. Darell menunggu Elsa di sebuah café. Untung saja Darell datang tepat waktu, sekitar pukul sepuluh. Tak lama kemudian dia melihat Elsa datang ke café tersebut. “Lo Darell?” tanya Elsa. Darell beranjak dari kursinya dan memperkenalkan dirinya. “Iya, gue Darell. Silakan duduk,” ucap Darell mempersilakan Elsa duduk di hadapannya. “Mau pesan apa?” tanya Darell mencoba berbasa-basi. “Apa aja.” Darell menganggukkan kepalanya. Kemudian dia langsung memesan dua kopi espresso untuk dirinya dan juga Elsa. Setelah kopi itu datang, Darell langsung memulai pembicaraan di antara mereka. “Sebelumnya, thanks udah mau dateng,” ucap Darell, penuh rasa terima kasih. “Nope. Gue cuman
Ariella menunggu Tantenya membukakan pintu kamar. Tak lama kemudian Elaine muncul dan langsung menyambut keponakannya itu dengan senyuman hangat.“Ariel udah pulang?” kata Elaine. Kemudian dia berjongkok sambil mengelus rambut keponakannya itu.“Iya. Tante lihat, deh, baguskan?” Ariella menunjukkan boneka teddy bear pemberian Darell tadi.Melihat boneka berwarna cokelat itu lalu memegangnya. “Mama beliin Ariel boneka?” tanyanya sembari menampilkan senyumannya. Menjukkan dirinya benar-benar tertarik dengan barang yang ditunjukkan keponakannya itu.Ariella menggeleng. Sedangkan Elaine merespon dengan mengerutkan keningnya.“Terus dari siapa? Biar Tante tebak. Apa Ariel dapat dari ibu guru di sekolah?” tanya Elaine lagi.Lagi-lagi Ariella menggeleng, kemudian dia tertawa kecil.Elaine memajukan bibirnya. “Nyerah, deh. Emang Ariel dapat ini dari siapa, Sayang?”“Dari
“Elaine mana?” tanya Lena, yang tidak mendapati anak bungsunya di mana pun. Wanita paruh baya itu nampak panik.Saat ini semua sudah berkumpul di hotel. Bersiap-siap untuk acara pernikahan Elaine dan Tirta yang akan diselenggarakan beberapa jam lagi. Namun, tiba-tiba saja Elaine menghilang.“Tadi dia izin ke toilet dulu karena sakit perut katanya, Bu. Tapi sampai sekarang belum kembali juga,” ucap Mas Adam, make-up artist, yang saat ini bertanggung jawab untuk merias wajah sang pengantin.“Kok, bisa belum kembali? Kenapa Mas izinin dia ke toilet, sih?” serang Lena dengan segala kepanikannya.“Ya, Bu, anak Ibu bilangnya kebelet. Masa saya tahan-tahan. Kalau cepirit gimana?” Mas Adam membela diri sambil mendelikkan matanya.“Ah!” Lena mendesah keras. Kemana anak bungsunya itu? Kenapa menghilang di hari yang penting ini?“Mama, tenang. Ayok kita cari bareng-bareng. Mungkin Elaine