Darell baru saja mendapatkan pesan dari Kai. Perempuan itu memberikan informasi mengenai tanggal pernikahan Elaine.
“Dua bulan kurang,” gumamnya. “Gimana caranya gue buat yakinin Elaine?” Darell bertanya pada dirinya sendiri.
Beberapa hari lalu dia menghubungi Kyla. Ternyata perempuanitu sudah gila, dia bahkan rela untuk dijadikan yang kedua oleh Tirta. Memangnya apa, sih, yang dimiliki oleh Tirta? Bukannya Darell sombong, tapi jika dibandingkan dengan dirinya Tirta bukanlah siapa-siapa.
Ponsel Darell berbunyi, dia melirik ke arah gawai itu. Hasyakyla. Nama itu tertera pada layar ponselnya. Darell menautkan alisnya. Ada apa perempuan itu menelfonnya malam-malam?
Meraih gawai yang disimpan di atas nakas. Lalu Darell langsung mengangkat panggilan itu.
“Hai,” sapa Kyla dari seberang sana.
Dengan malas Darell hanya membalas sapaan perempuan itu dengan sebuah dehaman kecil.
“Gimana? Udah bisa bikin
Ponsel Tirta berdering, dia berdecak kesal. Pasti Elaine. Kenapa perempuan itu semakin hari semakin menyebalkan? Tirta langsung meraih benda pipih yang dia simpan di atas nakas. Seketika dia membulatkan matanya, saat mengetahui siapa yang meneleponnya.“Mama?” gumamnya. Tirta menjilat bibirnya yang tiba-tiba terasa kering.Laki-laki itu menghembuskan napas kasar. Untung saja Kyla sedang berada di kamar mandi. Mungkin akan aman jika dia mengangkat panggilan dari ibunya. Tak menunggu lama, Tirta langsung menggeser ikon ponsel berwarna hijau pada layarnya.“Halo, Ma?” sapa Tirta pada ibunya.“Halo, Tirta,” timpal Risa dari seberang sana.“Tirta, kayaknya waterheater-nya eror, deh.”Baru saja beberapa detik Tirta mengangkat panggilannya. Tiba-tiba Kyla sudah keluar dari kamar mandi. Laki-laki itu tersentak. Dia langsung menempelkan telunjuknya pada bibir. Memberikan kode agar Kyla diam.Pere
“Elaine, kamu jangan terlalu capek. Udah biar Mama sama Elsa aja yang prepare. Kamu diem aja, calon pengantin nggak boleh kecapekan,” ucap Lena.“Tapi, Ma ….”“Udah, kamu di kamar saja. Tanya besok Tirta datang jam berapa?” kata Lena lagi.Elaine hanya mengangguk, kemudian langsung pergi menuju kamarnya.Tidak terasa, ternyata sudah tiga hari lagi mereka; Elaine dan Tirta akan menikah. Gadis itu menatap dirinya di pantulan cermin. Tiba-tiba entah kenapa hatinya ragu sekarang. Apa dia bisa menikah dengan Tirta? Dia menatap ke arah cincin yang melingkar di jari manis tangan kirinya. Itu cincin tunangan pemberian dari sang calon suami.Jika ditanya, apa hal yang membuat Elaine ragu. Tentu saja karena sikap Tirta yang perlahan berubah. Apalagi sekarang Kyla juga jarang membalas pesannya, dan terkesan sangat ketus pada Elaine. Oleh karena itu, Elaine tak pernah bertanya lagi pada teman sekantor calon suaminya.
Keesokan harinya, Darell langsung berangkat ke tempat pertemuan dengan Elsa. Akhirnya setelah berdiskusi lumayan panjang di telepon, Elsa mau untuk bertemu dan membicarakan langsung dengan Darell. Butuh waktu sekitar 3 sampai 4 jam untuk sampai di kota tentara. Darell menunggu Elsa di sebuah café. Untung saja Darell datang tepat waktu, sekitar pukul sepuluh. Tak lama kemudian dia melihat Elsa datang ke café tersebut. “Lo Darell?” tanya Elsa. Darell beranjak dari kursinya dan memperkenalkan dirinya. “Iya, gue Darell. Silakan duduk,” ucap Darell mempersilakan Elsa duduk di hadapannya. “Mau pesan apa?” tanya Darell mencoba berbasa-basi. “Apa aja.” Darell menganggukkan kepalanya. Kemudian dia langsung memesan dua kopi espresso untuk dirinya dan juga Elsa. Setelah kopi itu datang, Darell langsung memulai pembicaraan di antara mereka. “Sebelumnya, thanks udah mau dateng,” ucap Darell, penuh rasa terima kasih. “Nope. Gue cuman
Ariella menunggu Tantenya membukakan pintu kamar. Tak lama kemudian Elaine muncul dan langsung menyambut keponakannya itu dengan senyuman hangat.“Ariel udah pulang?” kata Elaine. Kemudian dia berjongkok sambil mengelus rambut keponakannya itu.“Iya. Tante lihat, deh, baguskan?” Ariella menunjukkan boneka teddy bear pemberian Darell tadi.Melihat boneka berwarna cokelat itu lalu memegangnya. “Mama beliin Ariel boneka?” tanyanya sembari menampilkan senyumannya. Menjukkan dirinya benar-benar tertarik dengan barang yang ditunjukkan keponakannya itu.Ariella menggeleng. Sedangkan Elaine merespon dengan mengerutkan keningnya.“Terus dari siapa? Biar Tante tebak. Apa Ariel dapat dari ibu guru di sekolah?” tanya Elaine lagi.Lagi-lagi Ariella menggeleng, kemudian dia tertawa kecil.Elaine memajukan bibirnya. “Nyerah, deh. Emang Ariel dapat ini dari siapa, Sayang?”“Dari
“Elaine mana?” tanya Lena, yang tidak mendapati anak bungsunya di mana pun. Wanita paruh baya itu nampak panik.Saat ini semua sudah berkumpul di hotel. Bersiap-siap untuk acara pernikahan Elaine dan Tirta yang akan diselenggarakan beberapa jam lagi. Namun, tiba-tiba saja Elaine menghilang.“Tadi dia izin ke toilet dulu karena sakit perut katanya, Bu. Tapi sampai sekarang belum kembali juga,” ucap Mas Adam, make-up artist, yang saat ini bertanggung jawab untuk merias wajah sang pengantin.“Kok, bisa belum kembali? Kenapa Mas izinin dia ke toilet, sih?” serang Lena dengan segala kepanikannya.“Ya, Bu, anak Ibu bilangnya kebelet. Masa saya tahan-tahan. Kalau cepirit gimana?” Mas Adam membela diri sambil mendelikkan matanya.“Ah!” Lena mendesah keras. Kemana anak bungsunya itu? Kenapa menghilang di hari yang penting ini?“Mama, tenang. Ayok kita cari bareng-bareng. Mungkin Elaine
Setelah melihat video panas itu, Elaine tidak bisa tidur semalaman. Dia terus memikirkan Tirta. Kenapa laki-laki itu dengan sangat teganya menduakan Elaine lagi? Dan ternyata, orang yang selama ini Elaine percaya untuk menjadi informan dia. Ternyata adalah orang yang berselingkuh dengan tunangannya.Kini langkah kaki Elaine menyusuri sebuah lorong hotel. Dia pergi dari hotel di mana dia akan melangsungkan pernikahan. Kemudian dia menuju ke sebuah hotel untuk menemui seseorang.305Elaine berhenti tepat di kamar dengan nomor 305. Dia mengetuk-ketuk pintunya beberapa kali. Jujur saja, dia hanya modal nekad ke tempat itu. Elaine tidak tahu apakah orang yang akan ditemuinya masih ada di dalam atau tidak.“Iya, tunggu!” seru seorang perempuan dari dalam. Lalu pintu kamar itu terbuka dan akhirnya mereka saling berhadapan.“Elaine!” pekik perempuan itu yang terkejut dengan kedatangan Elaine. Elaine benar-benar terlihat menyedihkan.
Setelah mengetahui Elaine tidak jadi menikah dengan laki-laki seperti Tirta. Tentu saja ada perasaan senang dari dalam hati Darell. Namun, di satu sisi, dia juga merasa gelisah. Pasalnya Elaine sangat sulit untuk dihubungi.Tak hanya Darell dan keluarga Elaine saja. Para sahabat Elaine pun sibuk mencari di mana keberadaan gadis itu. Karena sekarang sudah enam jam gadis itu menghilang.Darell mendesah, dia tidak mendapati Elaine di kosannya. Pikirnya gadis itu akan pulang ke kosannya di Jakarta. Tapi ternyata Darell salah perhitungan. Kini dia merenung, mencoba berpikir di mana keberadaan gadis itu.Beberapa menit lalu Elsa mengabari bahwa dia belum juga mendapatkan kabar dari Elaine. Katanya, jika sampai 2x24 jam Elaine juga tidak ada kabar. Pihak keluarganya akan meminta bantuan pada polisi. Namun Darell berkata pada Elsa, bahwa dia pasti akan menemukan Elaine sebelum 2x24 jam.“Tapi gue harus cari dia kemana lagi?” ucapnya resah.Dare
Kesabaran Darell sudah habis, sudah hampir satu minggu pasca kejadian itu. Veni sama sekali belum menghubunginya lagi. Terakhir Veni memberi tahu, kalau Elaine sudah sedikit membaik, dia sudah tidak terlalu kalut dengan emosinya. Tapi … Darell sudah tidak bisa lagi menunggu. Dia harus segera bertemu dengan Elaine.Diraihnya ponsel milik Darell yang sedang tergeletak di atas meja kerjanya. Dia langsung mencari kontak Veni dan segera meneleponnya. Terdengar nada sambung dari panggilan tersebut, sampai akhirnya sang pemilik ponsel mengangkat panggilan dari Darell.“Elaine di mana?” tanaya Darell tanpa berbasa-basi. “Gue udah nggak bisa nunggu. Ini udah satu minggu, Ven,” imbuhnya.Terdengar desahan kasar dari Veni. “Oke, gue kirim alamat rumah gue. Tapi gue mohon sama lo, kalau Elaine nggak mau jangan paksa. Nanti lo sendiri yang rugi,” ucap Veni mengingatkan.“Iya.” Darell hanya menanggapi dengan satu k
Elaine paham betul dengan maksud dari ucapan Darell. Makanya dia langsung menoleh dan mengalihkan pandangannya ke arah lain. “Hahaha. Kenapa, Sayang?” Darell terkekeh sampe bahunya bergetar. “Nggak papa,” jawab Elaine sekenanya. Merapatkan bibirnya dan masih enggan untuk menatap Darell. Jujur saja, Elaine merasa malu saat Darell berkata demikian. Dia mengingat kejadian bertahun-tahun silam, ketika dirinya pertama kali bertemu dengan Darell. Elaine memang gila saat itu. “Kamu nyesel nggak, Len?” tanya Darell. “Nyesel apa?” sahut Elaine sambil menoleh. Darell terlihat tersenyum senang, ternyata umpannya ditangkap dengan baik oleh Elaine. Dia sengaja bertanya seperti itu agar bisa melihat wajah istrinya yang sedang memerah karena malu. “Nyesel ngajak aku tidur dan kasih aku sesuatu yang berharga dihidup kamu. Padahal dulu kamu nggak kenal aku sama sekali,” kata Darell. Elaine memejamkan matanya dan langsung mengigit bibir bawahnya
Elaine tersentak, matanya tiba-tiba membulat maksimal, saat dia melihat sosok laki-laki yang sudah lama tak ia lihat. Kenapa dia bisa ada di sini? Mau apa dia ke sini? Pertanyaan itu berkecamuk dalam benak Elaine.“Tenang, di sini gue bukan mau ngacauin acara spesial lo, kok,” ucap laki-laki itu, seolah tahu apa yang sedang dipikirkan oleh Elaine. Dia adalah Tirta, yang tiba-tiba muncul setelah sekian lama menghilang.Berbeda dengan Elaine yang terkejut. Darell hanya menatap sinis laki-laki itu. Sampai Tirta berani mengacau di hari bahagianya, dia tak akan segan membunuh laki-laki itu di sini, sekarang juga.“Gue ke sini cuman mau ngucapin selamat doang. Ya, walau gue sadar diri gue nggak lo undang, Len. Tapi nggak salah, kan, kalau gue datang ke sini dan kasih selamat sama lo,” ungkapnya.“Padahal lo nggak usah repot-repot ke sini,” sambar Elsa. Dia juga sama terkejutnya dengan Elaine. Khawatir laki-laki itu akan berla
“Kenapa, Len? Kok diem?” tanya Grace. “Jangan kaget tapi,” kata Elaine. Shani dan Grace langsung saling melempar pandang. “Dua minggu lagi,” ucapnya kemudian. “Hah?” Benar saja Grace dan Shani kompak memekik. “Wait, Len. Itu … maksudnya Darell baru ngelamar lo di acara perusahaannya minggu lalu, loh. Kok udah dua minggu lagi?” tanya Grace. “Iya, sorry memang dadakan. Tante Martha pengin cepet. Dia tahu gimana perjuangan gue sama Darell, dan dia nggak mau ada yang ganggu hubungan kita lagi. Makanya minta buat cepet.” Elaine menghela napas. “Bonyok gue juga kaget pas Tante Martha minta percepet. Awalnya Papa minta buat sekitar dua bulan lagi, karena kita belum ada persiapan apa pun. Tapi Tante Martha kekeuh pengin cepet. Sorry, ya,” ucap Elaine. “Parah. Kok ngeduluin Grace, sih? Padahal dia yang dilamar duluan, tapi lo yang nikah duluan,” kata Shani terkekeh. Grace hanya mendelik kesal. Sungguh Elaine adalah perempuan yan
Mata Elaine membulat, saat Darell memanggil namanya dan melontarkan pertanyaan yang membuatnya mematung seketika. Mimpi apa Elaine semalam? Kenapa Darell melamarnya secara tiba-tiba dan di tempat umum seperti ini? Sungguh, tidak ada tanda-tanda bahwa Darell akan melamarnya. Elaine tersentak saat merasakan ada tangan yang merangkulnya. Dia langsung menoleh dan mendapati Martha yang sedang menyadarkan Elaine dari keterkejutannya. Jantung Elaine kini berdetak dengan cepat, semburat merah pun muncul di pipinya. Apalagi saat dia melihat ke arah sekeliling dan mendapati beberapa pasang mata memperhatikan dirinya. Bagaimana ini? Apa yang harus Elaine katakan? Sungguh, ini adalah hal yang tak pernah terbayangkan oleh Elaine. Walau sebelumnya, memang Darell pernah melamarnya. “Elaine, jangan membuat Darell menunggu,” bisik Martha, saat seorang crew datang sembari membawa microphone untuk Elaine. “Ta-tapi, Tante aku—” “Jawab saja,” selanya sambil
“Ngapain ke sini?” tanya Elaine, saat dirinya dan Darell sampai di sebuah butik mewah.“Beli soto. Ya, beli baju, lah. Kenapa masih nanya, sih?” timpal Darell yang langsung menggenggam tangan Elaine dan menariknya ke dalam.Tak bertanya lagi, Elaine hanya mengikuti Darell. Walau dia masih penasaran, kenapa juga Darell membawanya ke butik mewah? Tak banyak pergerakan yang dilakukan Elaine sampai akhirnya Darell langsung menegurnya.“Kenapa diem aja? Pilih bajunya, dong,” kata Darell.Elaine menoleh dengan mata membulat. “Buat apa? Aku harus tahu dulu alasan kamu bawa aku ke sini. Baru aku bisa pilih baju,” balas Elaine.Ya … bagaimana Elaine akan memilih baju, jika dia saja tidak tahu harus menghadiri acara apa? Pasalnya butik tersebut menjual baju formal untuk perempuan; gaun, blazzer dan lain-lain, tentu saja dengan desain dan harga yang wah. Mungkin butuh beberapa bulan bagi Elaine untuk seke
“A-anu, apa kamu sedang sibuk?”Darell mematung beberapa detik, ketika melihat Elaine ada di hadapannya. Kemudian dia menggeleng dengan cepat. “Oh, nggak. Kenapa?” tanya Darell.“Boleh kita bicara sebentar?” tanya Elaine dengan sedikit canggung.“Boleh, kok. Masuk aja,” ajak Darell. Dia mempersilakan Elaine untuk memasuki kamarnya. Di sana mereka berdua duduk bersebelahan di sebuah sofa kecil. Darell melihat gadis itu sedang meremas jarinya, sepertinya dia sedang merasa gugup.“Ada apa?” tanya Darell dengan nada yang sangat lembut. Mencoba memberikan kenyamanan pada Elaine. Walau sebenarnya jantungnya ini sedari tadi berdegup dengan kencang.Jujur saja, Darell ingin memeluk gadis itu sekarang juga, mencurahkan segala kerinduan dan rasa kekhawatirnya selama ini. Namun, melihat kondisi Elaine yang seperti itu, dia mengurungkan niatnya.“Mmm … anu itu ….” Ada
Semua terasa cepat, sampai-sampai Darell masih belum begitu paham dengan situasi yang sedang berkecamuk di ruang keluarga kediaman Bumantara.‘Kenapa Elaine ada di sini? Kenapa Mama terlihat sangat marah? Dan kenapa ada Varell di sini? Apa semua ini rencanyanya?’ Semua pertanyaan itu terus berputar di kepala Darell.Mata Darell melihat ke arah amplop cokelat yang baru saja ditaruh oleh Varell tepat di depan Tio Admar. Merasa penasaran dengan isi amplop itu. Apalagi saat dia melihat ekspresi Tio yang terkejut saat membuka amplop tersebut. Tak hanya Tio, tapi Chelsea dan Clarisa pun merasa terkejut dengan apa yang dilihatnya. Bahkan Chelsea menangis saat melihat isi dari amplop tersebut.Merasa penasaran, Darell langsung menghampiri Tio dan menyambar beberapa lembar kertas yang sedang dipegang oleh laki-laki itu. Tak ada perlawanan dari Tio, mungkin karena saking terkejutnya dia.Darell langsung membaca, membuka lembar demi lembar dokumen yang s
Bagai disambar petir, Pandu benar-benar terkejut dengan kedatangan sosok Elaine di rumahnya. Sontak laki-laki itu berdiri dari sofa yang sedang didudukinya. Matanya membelalak dan mulutnya sedikit menganga, saking terkejutnya. ‘Kenapa gadis itu ada di sini?’ batin Pandu. Melihat Elaine muncul dengan tiba-tiba di kediaman Bumantara, membuat Darell langsung berlari ke arahnya. Ia langsung mengecek kondisi Elaine. “Kamu baik-baik saja?” tanya Darell dengan nada khawatir. Belum juga Elaine menjawab pertanyaan Darell, Martha sudah langsung memberang. “Maksudmu gadis ini, kan?” tanyanya. Keluarga Admar hanya diam saja, mereka menoton pertengkaran antara Martha dan Pandu. Namun, bukan berarti mereka senang dan menikmatinya. Melainkan Tio dan Chelsea terlihat sangat gusar. “Ke-kenapa dia ada di sini?” tanya Pandu dengan terbata-bata. “Seenaknya kamu mengancam anakmu sendiri dengan melibatkan orang lain, yang tidak bersalah sama sekali!
Tidak. Tidak bisa! Elaine tidak ingin sampai Darell menuruti permintaan ayahnya dan menikah dengan Chelsea. Bagaimanapun rasa sayang dan cintanya pada Darell sangat besar. Apalagi saat mengetahui perjuangan Darell untuk mempertahankannya.“Gue nggak bisa diem aja,” gumam Elaine. Dia mencoba memikirkan cara bagaimana dia bisa keluar dari sini, menemui Pandu dan menenatng usahanya.Elaine tidak bisa membiarkan Darell berjuang sendirian. Dia rasa, dirinya juga harus berusaha mempertahankan hubungan mereka berdua. Tapi bagaimana? Elaine medesah saat otaknya terasa tumpul, tak bisa memikirkan apa pun.***Keesokan harinya.Darell terlihat sangat kacau sekali. Kemarin, dia seharian mencari keberadaan Elaine tapi ia tak kunjung menemukannya. Perasaan khawatir semakin mencuat dari dalam diri Darell, ketika dia mengingat bahwa hari ini adalah tenggat waktu untuknya.Tok. Tok. Tok.Darell langsung menoleh