Setelah mengetahui Elaine tidak jadi menikah dengan laki-laki seperti Tirta. Tentu saja ada perasaan senang dari dalam hati Darell. Namun, di satu sisi, dia juga merasa gelisah. Pasalnya Elaine sangat sulit untuk dihubungi.
Tak hanya Darell dan keluarga Elaine saja. Para sahabat Elaine pun sibuk mencari di mana keberadaan gadis itu. Karena sekarang sudah enam jam gadis itu menghilang.
Darell mendesah, dia tidak mendapati Elaine di kosannya. Pikirnya gadis itu akan pulang ke kosannya di Jakarta. Tapi ternyata Darell salah perhitungan. Kini dia merenung, mencoba berpikir di mana keberadaan gadis itu.
Beberapa menit lalu Elsa mengabari bahwa dia belum juga mendapatkan kabar dari Elaine. Katanya, jika sampai 2x24 jam Elaine juga tidak ada kabar. Pihak keluarganya akan meminta bantuan pada polisi. Namun Darell berkata pada Elsa, bahwa dia pasti akan menemukan Elaine sebelum 2x24 jam.
“Tapi gue harus cari dia kemana lagi?” ucapnya resah.
Dare
Kesabaran Darell sudah habis, sudah hampir satu minggu pasca kejadian itu. Veni sama sekali belum menghubunginya lagi. Terakhir Veni memberi tahu, kalau Elaine sudah sedikit membaik, dia sudah tidak terlalu kalut dengan emosinya. Tapi … Darell sudah tidak bisa lagi menunggu. Dia harus segera bertemu dengan Elaine.Diraihnya ponsel milik Darell yang sedang tergeletak di atas meja kerjanya. Dia langsung mencari kontak Veni dan segera meneleponnya. Terdengar nada sambung dari panggilan tersebut, sampai akhirnya sang pemilik ponsel mengangkat panggilan dari Darell.“Elaine di mana?” tanaya Darell tanpa berbasa-basi. “Gue udah nggak bisa nunggu. Ini udah satu minggu, Ven,” imbuhnya.Terdengar desahan kasar dari Veni. “Oke, gue kirim alamat rumah gue. Tapi gue mohon sama lo, kalau Elaine nggak mau jangan paksa. Nanti lo sendiri yang rugi,” ucap Veni mengingatkan.“Iya.” Darell hanya menanggapi dengan satu k
Sesuai dengan janji Elaine, dia mengirimkan pesan pada Darell. Dia memberi kabar, bahwa dirinya sudah berada di rumah. Ya, sebelum dia kembali ke kosannya di Jakarta, dia harus kembali ke rumahnya terlebih dahulu.Kedua orang tuanya menyambut Elaine dengan hangat. Teutama Robby, dia beberapa kali meminta maaf. Tentu saja Elaine memaafkan dan meminta kedua orang tuanya untuk tidak membahas masalah itu lagi. Karena itu hanya membuat luka Elaine yang sedikit demi sedikit dia obati terbuka kembali.Saat sedang mengecek semua pesan yang sengaja tak Elaine baca, hampir satu minggu lamanua. Dia akhirnya menemukan sebuah pesan baru dari nomor yang tak dikenal. Elaine langsung membuka pesan itu.Ternyata pesan itu berisikan permohonan maaf dari orang yang sudah menyakiti hati Elaine. Dia menggunakan nomor barunya untuk mengirim pesan pada Elaine, karena nomor lamanya sudah Elaine blokir hari itu.“Basi,” kata Elaine. Kemudian memblokir lagi nomor terse
Tujuan Darell sekarang adalah menuju ruangan tim marketing. Dia ingin melihat Elaine dan memantaunya dari jauh. Ternyata Elaine baru saja keluar dari ruangannya bersama dengan rekan kerjanya. Darell membuntutinya dari belakang.“Mau di mana makan singanya?” tanya seorang perempuan bermata sipit, dia adalah Celine.Darell bisa dengan jelas mendengar perbincangan tiga gadis itu.“Gue lagi pengin batagor. Len, lo gimana?” tanya Aya.“Ayok, ke sana aja,” jawab Elaine cepat. Kemudian mereka mengantre di depan lift.Karena tak ingin ketahuan, Darell memilih untuk menuju tangga darurat. Dia mencoba menuruni tangga dari lantai empat dan menuju ke tempat batagor yang ada di seberang dan tak jauh dari gedung perusahaannya.Sesampainya di sana, Darell langsung memesan batagor. Jujur saja perutnya juga sudah meminta diberi jatah. Setelah itu dia langsung duduk di tempat yang tidak terlalu mencolok.“Terny
Divisi promosi saat ini sedang disibukkan dengan membuat konten promosi, untuk produk Teen-Aura dari Auraku, yang akan launching beberapa minggu lagi. Elaine ditugaskan Alvaro untuk mendatangi vendor percetakan. “Nggak papa kalau kamu sendiri, Len?” tanya Alvaro. Biasanya laki-laki itu selalu menemani Elaine. Tapi kali ini, dia memiliki tugas yang tidak kalah penting. “Nggak masalah.” Elaine menimpal. “Tapi tahu, kan, tempatnya?” tanya Alvaro lagi. “Tahu, kok,” jawab Elaine sambil mengangukkan kepalanya. “Oke, thanks. Sorry, ya, kamu kudu handle kerjaan Aya.” Alvaro meminta maaf sembari menepuk pundak Elaine. “Nggak masalah. Lagian Aya lagi sakit dan kerjaan saya sudah selesai.” Elaine langsung meraih tasnya. “Kalau gitu saya berangkat dulu,” pamit Elaine. “Hati-hati di jalan,” ucap Alvaro. Lalu dia pun langsung pergi menuju ruangan Sena, atasannya. Sambil menuju lobi, Elaine memegang gawainya. Dia sedang menunggu drive
“Hebat! Baru satu tahun tapi sudah bisa meluncurkan produk baru dan benar-benar pas sasaran!” puji seorang laki-laki berjas hitam kepada Darell.Saat ini Darell sedang menikmati makan siang bersama dengan rekan bisnisnya. Tak lupa ibu Darell pun ikut di sana. Bagaimanapun juga ibunya adalah pemilik perusahaan Auraku.“Nggak menyesal pensiun dini, ya, Bu Martha?” tanya laki-laki itu lagi.Wanita berumur akhir empat puluhan itu menarik kedua sudut bibirnya. “Anak kedua saya juga tak kalah hebatnya dari anak pertama saya, bukan?” ucap Martha.Tiga orang yang sedang bersama Darell dan Martha pun menganggukkan kepalanya.“Anak kalian memang dua-duanya cerdas. Bibit unggul! Sama seperti kedua orang tuanya. Boleh, nih, kalau Darell masih single kenalan sama anak saya,” kata laki-laki yang mengenakan jas berwarna abu.“Hahaha … Pak Bagas bisa saja. Darell memang masih single, tapi nggak ta
“Sorry, gue telat,” ucap Darell dengan raut wajah bersalah.Elaine hanya diam, tak segera menanggapi permintaan Darell. Darell tahu betul, pasti Elaine merasa kesal karena harus menunggunya selama dua jam. Wanita mana yang tahan untuk menunggu?“Sorry,” ulangnya dengan lirih.Elaine menghela napas, kemudian dia tersenyum kecut. Bagaimanapun dia tidak bisa menyembunyikan rasa kesal dan kecewanya.“Iya, nggak papa,” timpal Elaine.“Mau ke mana?” tanya Darell.Mendengar pertanyaan Darell, Elaine mendengus. “Mau pulang. Gue ada urusan lain,” katanya ketus. Jika perempuan sudah kesal, jangan harap mendapatkan pengampunan darinya hari itu juga.“Pulang? Jadi … kita nggak jadi makan malamnya?” tanya Darell lagi. Sumpah, dia tidak tahu harus bersikap seperti apa. Ini adalah kesalahannya.“Next time, ya. Gue harus balik.”“Kalau gitu,
“Siapa?”Hening. Orang di balik pintu itu tidak menjawab pertanyaannya. Karena penasaran, Elaine memmutuskan untuk membuka pintu kosannya. Mungkin saja ada tetangganya yang mau meninta bantuan atau meminjam sesuatu.Saat Elaine membuka pintu kamarnya lebar-lebar, dia terkejut dengan sosok yang kini berdiri tepat di hadapannya. Seorang laki-laki dengan berbalut jas berwarna navy berdiri dengan tegap di depan Elaine.“Darell? Ngapain ke sini?” tanya Elaine yang tak bisa menyembunyikam perasaan terkejutnya. Laki-laki itu nampak basah, walau tidak sebasah dirinya tadi.“Gue mau minta maaf,” jawab Darell cepat.Elaine merasa canggung sekarang. Tidak. Yang seharusnya meminta maaf adalah dirinya, bukan Darell.“Maafin gue,” sesal Darell.Elaine menjilat bibirnya yang mendadak terasa kering. “Masuk dulu. Nggak enak kalau berdiri di luar,” ajak Elaine. “Lagian, lo basah begitu,&
Kruuk~Sebuah suara yang tidak diharapkan tiba-tiba saja memecah keheningan mereka. Darell langsung memejamkan mata dan mengigit bibir bawahnya. Bisa-bisanya perutnya ini berbunyi disaat seperti ini.Elaine langsung menoleh ke arah Darell yang sedang menahan rasa malunya. Kemudian dia mencoba menahan tawanya. Lucu. Serius, melihat Darell menahan malu itu membuat Elaine ingin tertawa. Tapi dia takut kualat jika menertawakan orang yang sedang kelaparan.“Lo laper? Gue masakin makan malam dulu, ya,” kata Elaine.“Hah?” Darell langsung melihat ke arah Elaine. “Nggak usah, biar gue balik aja,” kilah Darell sembari menyembunyikan rasa malunya.Elaine beranjak dari duduknya. Kemudian dia menuju sebuah lemari, mengambil sebuah handuk dari dalam sana.“Lo ke kamar mandi dulu, gih. Keringin dulu baju dan badan lo, nanti masuk angin. Biar gue masakin sesuatu, tapi sorry kalau cuman ada mie instan. Cuman ada itu