Wanita tua ini seketika menangis terisak-isak mengetahui siapa yang datang bertamu. Pak Rahmat menarik memegang tangan wanita tersebut dan menciumnya, lalu diikuti oleh Bu Rahmat dan yang lain."Mbakyu, apa kabarmu?" tanya Pak Rahmat sembari mengusap air mata."Alhamdulillah sehat. Kok tau rumahku? Lah ini yang cantik dan ganteng ini siapa?" Wanita tua ini yang tak lain, Bu Darmo--kakak Pak Rahmat--sembari mengelus bahu pasutri muda di hadapannya."Bude, masak lupa sama aku, Karmila? Ini suamiku, Bang Nadio," jawab Karmila sembari memegang tangan Bude Darmo."Saya Nadio, Bude," ucap si pria jangkung seraya mendekat lalu merangkul bahu wanita yang terlihat pendek di sampingnya.Akhirnya semua anggota keluarga yang lama terpisah ini masuk dan duduk di ruang tamu. Mereka bercengkerama saling menanyakan kabar masing-masing dan mengingat nostalgia saat masih bersama dulu. Akhirnya diketahui jika Bude Darmo sudah 15 tahun tinggal di kota ini. Pakde Darmo terpaksa pindah kerja. Bude Darmo da
Karmila agak kurang sehat pagi ini. Dia meminta suaminya untuk mengantarkan ke rumah sakit. Andai tak terpapar virus jahat ini, dia lebih suka berobat ke dokter umum saja. Ada dua dokter buka praktik tak jauh dari rumahnya. Kulitnya yang kuning langsat terlihat pucat dengan wajah merona memerah. Nadio sedang mematut depan cermin saat terdengar benda jatuh dari dalam toilet. Seketika pria ini gegas lari ke toilet."Sayang, buka pintunya! Sayaang?"Nadio mengetuk pintu beberapa kali, tetapi tak terbuka juga. Saat tubuh pria ini sudah bersiap mendobraknya, tiba-tiba pintu terbuka. Karmila keluar dengan langkah sempoyongan. Kemudian, dia ambruk dalam pelukan sang suami. Nadio segera membopong tubuh Karmila ke atas ranjang. Baru kemudian, pria tersebut menelepon pihak rumah sakit agar bisa mengirim tim medis ke rumah. Kondisi Karmila tampak tak berdaya di atas ranjang dengan sesekali memegang kepala. "Sayang, tadi jatuh?" tanya Nadio sembari menatap mesra.Karmila seketika mengangguk sem
Pukul 09.00 pagiSemalam kondisi Karmila tak stabil, akhirnya Nadio menghubungi dokter untuk memeriksa hari ini. Orang tuanya hanya diberitahu bahwa Karmila ingin istirahat, tak ingin diganggu siapa pun. Meski, pada awalnya Bu Rahmat sempat curiga, tetapi akhirnya mau mengerti.Pagi ini dokter yang ditunggu akhirnya datang juga. Tentu saja, Bu Rahmat dibuat penasaran dengan dengan penyakit yang diderita oleh putrinya. Secara semalam, dia tak boleh menemui Karmila.Untuk antisipasi, Nadio telah menelepon dokter tersebut agar merahasiakan penyakit yang diderita oleh Karmila pada siapa pun terutama kedua mertuanya. Nadio tak mau penyakit yang diderita Karmila membuat beban pikiran mereka. Dokter datang dan disambut oleh Bu Rahmat yang kemudian diantar ke kamar atas."Selamat pagi Bu Karmila!""Selamat pagi, Dok. Silakan masuk!"Pak Dokter segera masuk diikuti Bu Rahmat. Sementara itu, Nadio datang dari bawah sembari membawa jus alpokat kesukaan Karmila."Selamat pagi. Wah, Dokter udah sa
Untuk kesekian kalinya, Karmila mendapat telepon dari anak Bude Darmo. Wanita berambut ikal tersebut memilih mengabaikannya. Anak Bude Darmo ternyata nekat mengirim sebuah pesan.[Dasar gak punya hati. Ditelepon bukannya diangkat. Bude kamu sakit parah.]Karmila hanya membaca dan tak ingin membalas. Dia segera menelepon Nadio untuk meminta ke rumah Bu Darmo untuk mengecek keadaannya, sepulang dari menebus resep di apotek."Sayang, gak usah dipikirin. Abang udah otewe ke sana. Silent aja deringnya. Biar lebih tenang, minta tolong baby sitter panggilin Ibu buat temani," saran Nadio dari seberang telepon."Gak perlu, Honey. Aku lagi mual-mual habis minum obat. Entar Ibu tambah panik.""Yodah, kalo gitu. Buat tiduran aja. Mau titip apa?""Gak usah, Honey. Masih mampir Bude Darmo juga, kan. Hati-hati di jalan.""Terima kasih, Sayang."Hubungan telepon pun berakhir. Akhirnya, Karmila bisa tidur, setelah beberapa ke toilet karena mual.°°°°°°°°°°°°Pukul 10 pagiKarmila terlihat lebih segar
Karmila merasa bahagia dengan pesta kejutannya yang diadakan oleh karyawan kantor. Nadio pun berinisiatif memesan minuman dan makanan kecil dari sebuah gerai kuliner dekat kantor. Jadilah pesta dadakan yang meriah dengan berbagai atraksi hiburan spontan dari beberapa karyawan. Seketika senyum mengembang dari bibir Karmila. Wanita yang kini semakin kurus, merasa tersanjung oleh semua itu. Akhirnya niat semula hanya sebentar untuk menyelesaikan pekerjaan, harus molor sampai berjam-jam.Pasutri tersebut sangat menikmatinya dan merasa bahagia. Beberapa kali Bu Rahmat menelepon ke ponsel Karmila. Dia menanyakan tentang keberadaan putri dan menantunya. Wanita separuh baya ini sangat khawatir dengan keadaan Karmila. Oleh karena pasutri muda ini pamit untuk mengambil hasil tes dan mampir sebentar ke kantor untuk menyelesaikan sedikit pekerjaan. Namun, mereka belum pulang sampai hari menjelang malam.Nadio yang mendengar pembicaraan Karmila dengan Bu Rahmat hanya tersenyum dan sesekali menjawa
Bu Rahmat sudah selesai mengolah bahan makanan lalu mengatur semua menu di atas meja makan. Pak Rahmat datang dari arah depan dengan menenteng sebuah kantong plastik hitam. Pria berkaca mata itu kemudian meletakkan kantong tersebut di atas meja. Dia pun duduk di salah satu kursinya. Bu Rahmat yang merasa penasaran lalu membuka bawaan sang suami. Begitu wanita tersebut melihat isinya, seketika tersenyum manis. "Wah masih hangat! Beli di mana ini Pak?""Tadi ada yang jual lewat depan. Pas kebetulan Bapak ngobrol dengan satpam.""Kalo gitu, Ibu bikin kopi dulu, Pak." Bu Rahmat kemudian melangkah ke kompor untuk merebus air. Saat Bu Rahmat merebus air, tiba-tiba Karmila datang dari arah belakang. Wanita berambut Ikal ini pun melihat keberadaan kantong plastik di atas meja. Dia penasaran segera membukanya. “Wah enaknya, pisang rebus. Dari mana, Pak?” tanyanya kepada pria separuh baya yang sedang duduk di sebelah.“Dari beli di depan barusan.”Kemudian Karmila mengambil satu dan mencicip
"Ah, akhirnya aku tahu, apa yang mesti kita berbuat. Agar persoalan ini segera teratasi.”Nadio setelah mengatakan hal tersebut lalu tertawa lebar, terlihat kelegaan di raut wajahnya. Sehingga Bude Darmo pun menjadi penasaran dibuatnya."Apa yang akan dilakukan Nak Nadio lakukan?" tanya Bude Darmo sambil mencondongkan tubuh. Namun, saat Nadio akan menjawab pertanyaan tersebut, anak tiri Bude Darmo keburu datang. Dia tanpa berucap salam lalu ikut bergabung bersama mereka yang ada di ruang tamu.Nadio yang melihat kedatangan anak tiri Bude Darmo ini merasa kebetulan. Pria ini bisa langsung membicarakan keberatan soal tindakan pria berkepala plontos dan bertubuh penuh tato ini. Semua mata tertuju ke arah Pendi. Pria berpenampilan preman ini tak merasa bersalah maupun canggung sedikit pun. Tingkahnya seketika membuat Bude Darmo geleng-geleng kepala.“Le, kasih salam kepada sodaramu yang lain,” saran Bude Darmo sembari bangkit dan menepuk pundak putranya“Ngapain, Buk? Kita ini sodara tu
Bude Darmo akhirnya keluar kamar dengan membawa botol bening yang di dalamnya berisi beberapa helai rambut. Dia mendekat lalu duduk dan membuka botol tersebut. Wanita tua tersebut mengeluarkan isinya. Kini, tampak beberapa helai rambut yang sebagian beruban. Nadio dan yang lain mengamati sejenak."Emang ini yang kita butuhkan. Tolong masukkan lagi, Bude Darmo," ujar Nadio dengan tersenyum lega. Ada ambisi tersendiri baginya untuk pembuktian DNA Pendi karena sikap arogan pria berkepala plontos tersebut. Dia merasa yakin bahwa pria tersebut bukan anak kandung Pakde Darmo. Oleh karena perilaku ibu dan anak ini bagai langit dan bumi.Sementara itu, Karmila sembari tersenyum mengeluarkan sebuah kantong plastik berklip."Surprise! Aku pun punya bukti otentik," ungkap Karmila dengan kedua mata berbinar-binar sambil mengangkat plastik.Dalam plastik tersebut terlihat beberapa potongan pendek rambut. Seketika semua pandangan tertuju memperlihatkan pada yang lain.“Lah, itu rambut siapa, Nduk?”