Malam itu, arloji bertali kanvas hitam di tangan Alina menunjukkan pukul sembilan malam."Indah, anterin aku yuk bersihin muka," ajak Alina pada kawan barunya itu."Ayuk, sekalian aku mau pipis," jawab Indah.Keduanya lantas berjalan dan memasuki toilet bersama tiga anak perempuan lainnya. Saat Alina menyelesaikan hajatnya, terdengar sayup-sayup suara anak perempuan yang menangis."Duh, nggak ada apa-apa aku harus yakin kalau enggak ada apa-apa. Tapi, iitu nangisnya dari mana ya?" gumamnya sambil menyiramkan air pada kloset jongkok di hadapannya.Tiba-tiba, Alina melihat kepala manusia dengan rambut hitam berantakan keluar dari dalam kloset. Sedikit demi sedikit memperlihatkan wajahnya. Wajahnya yang rata, tanpa mata, hidung, mulut dan segalanya makin menambah keseraman saat melihat kepala hantu itu keluar dari lubang kloset."Astagfirullah." Alina langsung ketakutan dan berusaha membuka kunci toiletnya berkali-kali, tetapi sulit untuk terbuka.Cekrek.Seorang santriwati membuka pintu
"Astagfirullahalazim."Alina langsung ketakutan dan gemetar. Ia mundur beberapa langkah nyali nya ciut juga kala melihat penampakan tersebut. Terlihat bagian leher seragam sekolah pesantren hantu itu penuh darah. Bau busuk menyeruak bercampur dengan anyir darah yang menusuk ke dalam hidung, membuat mual menyeruak ke dalam tubuh yang isinya ingin memberontak minta di keluarkan."Ma-maaf, sa-saya nggak bermaksud mengganggu kamu."Alina mencoba kembali lagi ke atas tempat tidurnya dan bersembunyi di balik selimut hijau motif bunga. Gadis itu merebahkan tubuhnya sambil mencoba untuk terlelap. Sesuatu menggelinding seperti bola menuju ke arah ranjang. Sesuatu itu yang sempat terantuk kaki ranjang."Aduh, apa itu?" tanya Alina pada diri sendiri.Seketika gadis itu membuka matanya dan langsung membuatnya terbelalak. Sesuatu yang menggelinding itu adalah kepala perempuan yang sedang menatapnya sambil tersenyum menyeringai. Wajahnya pucat pasi den
Ucapan panjang lebar Rossa malah membuat Alina terdiam, karena ia melihat sosok mengerikan baru saja mengintip dari balik pintu menuju ke kamar mandi."Lin, aku lagi ngomong sama kamu, dijawab apa?" seru Rossa dari seberang sana."I-iya-iya, Ros, aku tadi hanya … ada banyak hantu tau di sini, aku takut deh semenjak bisa lihat mereka," bisik Alina."Kan ada Haris, kamu minta tolong lah sama dia, minta ajarin biar nggak takut lihat hantu," ucap Rossa."Aku nggak kuat, aku mau minta tutup penglihatan aku aja deh pas diruqyah nanti," ucap Alina."Ya udah, kamu banyak berdoa aja sama belajar Al quran sama Haris tuh, aku juga nanti mau belajar baca tulis Al quran juga pas di sana." "Ya udah, pokoknya cepet sampai sini, ya. Aku tungguin kamu banget, nih," ucap Alina lalu ia menutup sambungan teleponnya dengan Rossa.Ia kembali melihat sosok gadis berwajah rusak dan bersimbah darah kembali mengintip di tempat yang sama sampai m
"Kalau menurutku harusnya ada sih, Ndah. Tapinya pakai bahan cd kamu, mau?" goda Alina."Ah, Alina mah ... kan aku cuma nanya, cuma nawar juga, kali aja boleh ditawar gitu hehehe, yang lima puluh ribu, deh," pinta Indah"Nggak ada, Ndah, udah ini aja sih, tenang aja aku yang beliin, kan." Alina mengambil tas rajut berwarna hijau itu yang kebetulan pas sekali karena stok tas itu tinggal dua buah."Kalau itu sih ya saya mau, hehehe. Tapi nanti ditotal nggak sama semua yang kamu beliin buat saya tadi?" tanya Indah mulai takut."Coba lihat wajah aku baik-baik, ada gitu tampang ku itu kayak debt collector atau rentenir?" tanya Alina mulai menunjukkan dengan nada kesal pada Indah."Hehehe, nggak ada, Lin, nggak ada. Malahan wajah kamu mah kayak bidadari yang jatuh dari surga, tapi … pas jatuh sempet kepleset hihihi," sahut Indah.Alina memandang Indah dengan tatapan sinis sampai membuat Indah tertunduk malu. "Sinis
Malam itu, Alina sudah bersiap untuk melakukan pembersihan tubuhnya dari jin jahat yang dikirim untuk memusnahkan seluruh anggota keluarganya. Sayangnya, Pak Kiai harus bergegas ke desa di kota sebelah karena ada yang membutuhkan bantuannya segera. Kepergian pemilik pesantren itu memakan waktu sekitar tiga hari."Nggak apa-apa kan, Lin?" tanya Haris yang malam itu menemaninya bersama Indah dan santri lainnya."Nggak apa-apa, aku masih kuat kok. Doain aja nggak akan terjadi apa-apa di sekitarku," ucap Alina."Mudah-mudahan sih enggak ada apa-apa, toh buktinya kamu udah terbiasa sama dering ponsel.""Iya bener. Semua ini berkat Kak Indra." Alina menunjukkan ponselnya ke hadapan Haris. Di sudut samping kamar para santriwati, Marisa memperhatikan kedekatan Haris dan Alina dengan tatapan sinis."Aku ngantuk nih, balik aja yuk!" ajak Indah.Alina lantas bangkit dan pamit pada Haris. Namun, sandal yang ia pakai tak sengaja men
Sesudah menuntut ilmu di kelas, Ayu membawa sebuah brosur ke hadapan Alina dan Indah."Ada pasar malam, nih. Gimana kalau kita minta izin buat jualan di sini?" tanya Ayu."Jualan apaan?" tanya Indah."Kita jualan makanan sama minuman, lumayan tau buat nambah pemasukan pesantren," sahut Ayu."Iya tuh, kayaknya banyak juga anak-anak yang bisa buat prakarya tas anyaman, keset topi yang bagus-bagus," sahut Marisa yang ikut menimpali."Ya udah aku bilang sama Ibu Ustazah ya buat minta izin," ucap Indah.Sore itu setelah mendapat izin dari Ibu Ustazah, Alina mengikuti rombongan santriwati dan santriwan At Taqwa menuju ke pasar malam. Ternyata ada Haris juga yang ikut untuk membantu berjualan buah segar hasil kebun pesantren."Lucu - lucu banget sih nih kausnya aku mau beli ah buat kalian," ucap Alina."Buat kalian siapa?" tanya Indah."Ya, buat kalian lah teman-teman baru aku," sahut gadis itu seraya menghitu
Keesokan harinya, Indra memilih pamit karena harus berada di rumah sakit kota dengan segera."Kak Indra nggak capek apa?" Alina terlihat khawatir dengan kondisi Indra."Enggak kok, semalam juga aku tidur cukup, pas pulang ke sini juga si Haris yang bawa mobil," sahut Indra."Nanti kalau udah sampai rumah, hubungi aku ya, Kak," pinta Alina."Tenang aja, kamu baik-baik ya di sini." Indra mengusap kepala Alina yang sudah memakai penutup kepala itu meski hijabnya belum sempurna."Iya, Kak." Haris melihat perlakuan sang kakak yang sangat menunjukkan kalau dia menyukai gadis yang juga ia sukai itu. Namun, dia hanya terdiam dan berusaha tak menunjukkan kalau dia cemburu. Indra akhirnya pamit dan menitipkan Alina pada Haris. Indah mengajak Alina dan Rossa untuk menyiapkan kue yang akan mereka buat dan dijual di pasar tradisional nanti. Sore itu, para santri tiba di pameran kembali. Mereka berada di pasar tr
Pantes aja tiap saya mau kemalingan tuh selalu ada yang kasih tau atau malingnya sudah sial duluan. Waktu gas saya bocor tiba-tiba kompornya rusak nggak nyala, seolah-olah ada yang selalu melindungi saya," ucap bapak itu."Kalau soal melindungi mah ya kita tetap harus percaya sama Allah, Pak. Hanya saja mungkin si anak ini sebagai perantara ya buat melindungi ayahnya," sahut Haris yang sebenarnya sudah menyimak sedari tadi.Penjual bubur ayam itu lantas menoleh pada pemuda tampan yang hadir di sampingnya itu."Apa Aden bisa lihat anak saya juga?" tanya Kang Asep."Kalau soal lihat hantu, dia lebih pro, Pak," sahut Rossa."Emang gue pemain game sampai dibilang pro! Istri bapak ke mana, kok sendirian?" tanya Haris."Sudah meninggal saat Lidia lahir," jawabnya."Oh, maafkan saya kalau begitu." "Enggak apa-apa, Den." "Mungkin anak itu akan tetep menemani Bapak sampai Bapak mungkin sudah menemukan pendampi
Bab 140 AfraidTeriakan Nyi Asih nyaring terdengar, rupanya Rossa menusuk bola mata Nyi Asih dengan tusuk konde di tangannya."Rossa!" seketika Alina merasa dapat menggerakkan tubuhnya."Lari, Lin! Cepat lari!" pekik Rossa.Dengan mata berkaca-kaca, Alina masih enggan beranjak. Dia ingin lari bersama Rossa."Kita lari bareng!" ajak Alina."Aaaarrgghh, kalian kurang ajar! Aku akan habisi kalian berdua!" Nyi Asih mencabut tusuk konde di bola matanya. Wanita iblis itu lalu bergerak menghampiri Alina dan Rossa. Ia bersiap menghunuskan tusuk konde tersebut ke Alina. Tetapi Rossa menepisnya. Ia mengorbankan tangan kanannya dan tertusuk tusuk konde tersebut."Rossa!" teriak Alina seraya memegangi tangan Rossa.Darah mengucur dengan deras dari lukanya."Lari, Lin! Kamu harus lari! Selamatkan dirimu!" pinta Rossa."Nggak, aku nggak akan pergi tanpa kamu," lirih Alina.Nyi Asih semakin tertawa puas. Ia beranjak menghampiri dan kini hendak mencekik Alina. Tiba-tiba, sosok pria hadir dan mengha
Bab 139 Afraid"Makhluk jadi-jadian, Do," bisik Indra."Aku juga tahu kalau itu mah. Jelasnya itu makhluk apa? Mana badannya gak lengkap gitu," bisik Aldo ketakutan.Indra dan Aldo yang sama-sama ketakutan akhirnya memutuskan untuk berteriak. Beberapa warga yang mendengar langsung menoleh dan menghampiri. Mereka lantas mengejar Ningsih.Anto terlihat kebingungan. Dia masih tak menyangka kalau yang dia pikirkan selama ini benar. Ningsih adalah makhluk yang meneror warga kampung selama ini. Hatinya sangat kalut. Namun, dia begitu mencintai Ningsih.Tubuh Anto gemetar hebat. Lemas dan tiada berdaya. Namun, lagi-lagi Anto menyerah. Dia tak bisa memburu sang istri. Dia tak akan meninggalkan sang istri, dia tak bisa.Malam itu, Anto menjerit dalam hati. Dia memaksa diri untuk mengejar sang istri. Dia mau melindunginya. Meskipun dia masih tetap ngeri dan ketakutan. Akan tetapi, Anto tetep nekat berlari."Ningsih, ingin rasanya aku pergi malam ini. Aku ingin pergi jauh dari tempat ini. Sung
Bab 138 Afraid"Kita harus segera pergi dari sini, Lin. Tidakkah desa ini mengerikan jika ada kutukan seperti itu?" bisik Rossa pada Alina."Iya, kamu bener, Sa. Aku ingin segera pergi dari sini," sahut Alina."Tolong! Tolong! Tolong! Aaaaaaaaaa!" teriakan seorang wanita terdengar di kebun belakang dekat dengan arah Laras tadi berlari.Beberapa warga langsung datang mendekat. Mereka menemukan hal mengerikan lainnya. Rupanya, Laras yang tengah kerasukan baru saja menarik seorang wanita hamil dan membuatnya melahirkan. Laras merebut paksa bayinya lalu kabur."Apa yang terjadi dengan Laras?" pekik ibunya Laras."Dia pergi, Bu," jawab salah satu warga yang tengah membopong wanita korban yang baru saja kehilangan bayinya."Memangnya apa yang Laras lakukan?!" tanyanya lagi."Bu, dia bukan Laras yang kamu kenal. Dia sudah berubah seperti iblis," ujar kepala desa."Laras ditemukan, Pak Kades! Dekat sungai di sana. Katanya dia lagi makan ari-ari bayi dan menghisap darahnya," ucap salah satu w
Bab 137 AfraidTiba-tiba, saat pencarian tengah berlangsung tadi, terdengar bunyi gemerisik dari daun kering yang terinjak sesuatu. Cepat-cepat salah satu penduduk mengarahkan obor."Suara apa itu?" tanya Tarno."Babi, No!" sahut Andi."Biasa aja ngomong babinya jangan sengaja banget muncrat ke muka aku," sungut Tarno. Sontak saja Indra dan Aldo menahan tawa mereka. Rupanya memang ada seekor babi hutan yang merasa terganggu muncul di sekitar mereka. Dua babi hutan yang induk dan anak itu, melarikan diri karena merasa terancam akan kedatangan manusia."Ahh... hanya babi, biarkan ia pergi. Ayo, kita harus secepatnya membawa Laras ke rumahnya. Soalnya nanti biar Pak Ustaz yang kasih air untuk menenangkan," kata salah satu penduduk. Indra akhirnya mengerti setelah dijelaskan karena memang sudah biasa para penduduk yang kesurupan atau diganggu hal di luar nalar yang mistis, mereka akan minta air kepada Pak Ustaz atau Kyai setempat. Mereka yakin kalau ada yang sakit atau kerasukan roh jah
Bab 136 Afraid"Kamu kenapa, Istri?" tanya Indra cemas."A-aku, aku lihat–"Belum sempat Alina menjawab pertanyaan Indra seutuhnya, bus yang mereka kendarai menabrak sesuatu diikuti jeritan semua penumpang yang ada di dalamnya. Indra dengan sigap memegangi Alina. Ia melihat sekeliling dan mendapati para penumpang lainnya terhenyak di tempat duduknya. Lalu, seorang wanita berteriak ke arah jendela. "Ada yang ditabrak! Ada yang ditabrak!" serunya panik.Dua laki-laki di depan Indra dan Alina tadi segera melangkah turun dari dalam bus guna melihat siapa yang baru saja tertabrak. Beberapa penumpang lainnya mengikuti. Sementara itu, Indra tetap menemani Alina dan berusaha menenangkannya. Di depan bus tersebut langsung dipenuhi kerumunan orang yang penasaran dengan kejadian barusan. Setelah memberanikan diri, Alina mengajak Indra untuk turun. Saat itu lah mereka melihat seorang wanita tersungkur dengan darah tergenang dari tubuhnya. Tulang tangan serta kakinya patah. Perempuan ini pastil
Bab 135 AfraidLastri dirawat di rumah sakit tempat Indra bekerja. Kejadian yang berlangsung di rumah kepala desa, Kakek Anjas, menggemparkan Kampung Hijau. Semua penghuni rumahnya meninggal dunia. Hanya Lastri yang tersisa. Namun sayangnya, wanita itu mengalami gangguan jiwa."Sa, aku kok deg deg an, ya?" tanya Alina pada Rossa saat menemaninya untuk cek ke dokter kandungan."Namanya juga mau liat dedek bayi. Terus Kak Indra mana? Katanya dia mau nyusul, kan?" tanya Rossa. "Harusnya udah dateng."Tak lama kemudian, Indra yang masih mengenakan jas putih seorang dokter, berlari kecil menghampiri Alina. "Nah, berhubung Kak Indra udah datang, aku mau kasih makan siang ke Aldo, ya. Sekali lagi aku ucapkan selamat buat kalian. Yeaaayy bentar lagi ada yang panggil aku aunty cantik hihihi," ucal Rossa lalu pamit menemui Aldo.Alina dan Indra pun masuk ke ruang dokter ginekolog, rekan kerja dari Indra juga di Rumah Sakit Pelita. Indra dan Alina melihat sang jabang bayi yang berusia hampir
Bab 134 AfraidPasca membantu proses melahirkan makhluk halus, kini rumah Alina sering didatangi makhluk halus lainnya untuk meminta tolong. Sampai suatu hari, Indra berpapasan dengan seorang pria paruh baya. Seorang pria tua dengan rambut yang disanggul. Dia tampak begitu gagah meski usianya mulai renta. la berdiri di salah satu rumah yang Indra dan Alina lewati saat sedang lari pagi. Pria itu bersama seorang lelaki tua lainnya yang ada di belakangnya. Dia tersenyum ke arah Alina dan Indra.Selama beberapa saat, Alina dan suaminya melihat si kakek. Ada sesuatu yang membuat Alina tiba-tiba memperhatikannya dengan sorot mata yang tidak biasa. Setelah mata mereka akhirnya bertemu satu sama lain, akhirnya Indra menundukkan kepala sekilas memberi hormat kepada dua orang pria renta itu."Nak Indra, kan? Sini mampir! Ada yang mau saya bicarakan!" seru salah satu kakek.Indra menoleh ke Alina yang mengangguk mengiyakan. Mereka menghampiri si kakek. Namanya Kakek Anjas dan Kakek Mara. Mereka
Bab 133 AfraidSatu bulan berlalu.Pukul satu dini hari, Alina tengah terlelap dalam tidurnya ketika sayup-sayup pintu rumahnya diketuk seseorang. Alina membangunkan Indra setelah membuka mata. Suara ketukan itu makin jelas terdengar. Saat Alina dan Indra keluar kamar, Rossa juga keluar dari kamarnya."Lin, kamu dengar juga ya kalau ada yang ketok-ketok?" tanya Rossa.Alina mengangguk. "Bangunin Aldo aja apa ya. kita suruh bukain," ucap Rossa."Kita aja yang liat." Indra melangkah menuju ke pintu utama."Suami, kalau rampok, gimana?" Alina menahan lengan Indra."Istri, mana ada rampok ketok rumah? Terus mereka ngucap salam, permisi bapak, ibu, mbak, mas, saya mau ngerampok, boleh?" Indra terkekeh."Nggak lucu, Suami! Aku tuh lagi takut gini tau," sahut Alina ketus.Alina dan Rossa lantas mengikuti Indra. Hanya Aldo yang tak tampak batang hidungnya karena sangat terlelap. Indra lantas mengintip dari balik tirai. Dia mendapati seorang pria dan wanita dengan perut buncit menahan sakit m
Bab 132 Afraid"Tuh kan nggak ada siapa-siapa, Kak. Balik ke dalam aja, yuk!" ajak Aldo."Kalau gitu anterin aku ambil buku di mobil!" titah Indra yang sebenarnya agak takut juga setelah tak menemukan apa pun di atap dapur dan halaman belakang rumah.Suara misterius itu pun menghilang dan tam terdengar lagi. Pasalnya Alina dan Rossa yang ketakutan memutuskan untuk membaca Al-Qur’an Surah yasin dan memohon perlindungan pada Allah. Suara misterius itu pun hilang. Mereka pun bisa tertidur lelap dan tenang malam itu. Malah Indra akhirnya memutuskan untuk tidur satu kamar dengan Aldo dikarenakan takut diganggu lagi oleh makhluk halus seperti tadi.***Keesokan harinya, Indra dan Aldo berangkat ke rumah sakit untuk menemui Tuan Dadang dan memulai bekerja di sana. Indra akhirnya berhasil mendapatkan pekerjaan untuk Aldo sebagai tenaga medis yang menangani kamar mayat. Meskipun takut, tetapi demi mendapatkan uang untuk menikahi Rossa, Aldo siap dipekerjakan di kamar mayat. Toh, Indra juga aka