Rossa sampai di rumah sakit dan bertemu dengan Haris. Indra kala itu sedang memeriksa kondisi pasien yang lain."Jadi, apa sih yang sebenarnya terjadi pada Alina?" tanya Rossa penasaran. Haris akhirnya menceritakan pada gadis itu mengenai penglihatannya. Namun, pemuda itu hanya menceritakan kejadian yang menimpa keluarga Alina dan juga kejadian saat Alina membunuh Mbak Iyam dan hampir membunuh Tante Maya. Pemuda itu tak menceritakan kejadian lainnya. Biarlah kejadian-kejadian mengerikan itu hanya dia dan Indra yang tau."Jadi, Alina dalam pengaruh jin jahat saat melakukan itu? Ia kerasukan? Terus kenapa dibawa ke sini? Kenapa nggak ke pak ustaz buat di ruqyah gitu," ucap Rossa mencoba protes."Besok Alina mau dibawa ke pesantren buat ruqyah. Masalahnya pihak kepolisian yang mengarahkan Alina harus berada dalam perawatan di sini terkait dengan kondisi kejiwaannya. Polisi mana mau percaya dengan hal yang nggak logis seperti tadi, iya kan?" "Iya juga ya, ya udah yuk antar aku ke ruanga
Haris, kenapa kau menolongku?" Alina masih sadar hanya mulai melemah."Kau tak boleh mati, itu semua bukan salahmu, aku akan memberitahukan kebenarannya, kau tak boleh mati, Alina," ucap Haris seraya membopong gadis itu.Haris membopong Alina yang tak berdaya, tapi detak jantungnya masih terasa berdetak."Kamu harus kuat, Lin, kamu harus kuat," bisik Haris saat membopongnya."Suster, tolong teman saya!" Haris dan Rossa berteriak memanggil suster yang berada di ruang instalasi gawat darurat. Setelah dua orang suster datang, pemuda itu membaringkan Alina di atas ranjang setelah sampai di depan ruang instalasi darurat.Gadis itu segera ditangani oleh dokter. Haris bergegas menghubungi Indra agar segera menghampiri Alina di rumah sakit tersebut. Ia dan Rossa menatap sang gadis dengan cemas. Untung saja Rossa membawa pembalut wanita yang bisa ia gunakan untuk menekan luka pada pergelangan Alina yang tersayat."Bagaimana keadaan Alina, Ris?" tanya Indra setelah sampai di rumah sakit terseb
"Kenapa kamu harus menolongku, aku 'kan gadis yang jahat dan menakutkan seperti yang kamu bilang," lirih Alina seraya mengusap rambut Haris. Haris tiba-tiba bergerak, gadis itu langsung berpura-pura menutup kedua matanya."Perasaan tadi ada yang ngomong, kirain aku si Alina sudah sadar, hmmm… mimpi kayaknya nih aku," Haris meregangkan tubuhnya.Lalu, ia menegakkan lagi tubuhnya dan menatap ke arah gadis itu. Entah kenapa Haris malah ingin sekali menatap wajah gadis yang terbaring di hadapannya kala itu."Untung saja kamu selamat, kalau enggak saya bakal sedih banget kehilangan gadis manis dan cantik kayak kamu," ucap Haris seraya mencolek hidung Alina dengan telunjuknya.Perut pria itu berbunyi tiba-tiba, membuatnya langsung merasakan lapar dan memutuskan untuk pergi ke luar ruang perawatan Alina menuju kantin rumah sakit."Aku dibilang cantik sama Haris, aaarrgghh … gemes banget, apa ini keajaibanbuat aku, ya? Tuhan masih baik banget sama aku," ucap Alina membanting-banting kedua ka
Keesokan harinya, sepulang sekolah Rossa mengajak Aldo untuk bersama-sama menjenguk Alina."Hmmm beli buah apa bunga ya? Menurut kamu beli apa nih enaknya?" Rossa menoleh pada Aldo."Buah aja yang bisa dimakan, tapi bunga juga boleh biar romantis," ucap Aldo."Ya udah, buah aja lah masa iya Alina mau makan bunga," gumam Rossa."Nah, itu tahu!" "Mana uangnya, Do, sini aku beliin," pinta Rossa."Lah, kirain yang mau beli kamu, ujung-ujungnya aku juga, huuuu…!" Aldo menyerahkan selembar uang ratusan ribu ke tangan Rossa. Mereka membeli buah apel dan jeruk lalu melangkah menuju rumah sakit tempat Alina dirawat.Sesampainya di halaman parkir rumah sakit, Aldo melihat sosok Haris yang terlihat keren dengan kaus putih dan celana jeans."Hmmm… saingan aku buat dapetin Alina nambah lagi gara-gara tuh orang," gumam Aldo.***Aldo melihat ke arah depan lift yang sudah padat dengan para pen
"Baiklah. Oh iya nih ya kondisi Alina ini udah stabil, besok sudah boleh pulang. Biar dia habisin infus dulu ya, tapi jangan boleh beraktivitas berat dulu. Saya takut lukanya terbuka lagi, kan cukup dalam juga soalnya," ucap Dokter Tia."Syukurlah, akhirnya bisa pulang," ucap Alina tersenyum senang."Saya resepkan beberapa obat untuk di minum di rumah ya," ucap Dokter Tia menuliskan resep yang diserahkan pada suster di sampingnya."Iya, makasih banyak dokter," ucap Alina."Saya permisi dulu." Dokter Tia lalu pamit keluar ruangan."Maaf ini penanggung jawabnya Dokter Indra, kan? Nanti tolong Dokter ke bagian administrasi, biar diurus semuanya, nanti juga ada obat yang harus ditebus, saya keluar dulu ya, nanti saya kembali untuk melepas infus nona Alina," ucap Suster yang memiliki tanda pengenal bernama Ira."Oke suster, makasih ya," ucap Indra."Sus, tunggu sebentar," Haris menahan langkah suster tersebut saat hendak kelu
Sesampai di depan dispenser samping ruangan suster, Haris tak sengaja mencuri dengar. Ia terperanjat dengan perbincangan yang sedang dibicarakan oleh para suster itu."Eh, kalian pada tau nggak pasien di kamar itu katanya ketemu suster Yuli?" ucap suster Tati pada temannya."Hah, yang bener kamu?""Iya, tadi dia bilang dia dibantu sama suster Yuli ke kamar mandi.""Ih, aku jadi merinding gini nih, suster Yuli bukannya sudah meninggal seminggu yang lalu," ucap suster satunya bergidik ngeri memeluk dirinya sendiri."Nah itu, kan aku jadi ngeri dengernya pas pasien itu bilang dibantuin sama suster Yuli," ucap Suster Tati.Haris yang mencuri dengar sampai tak sadar kalau air dalam galon dispenser itu ternyata habis. Akhirnya pemuda itu beranjak menuju para suster."Sus, maaf saya mau minta air panas, boleh?" pinta Haris."Memangnya air di dispenser itu habis, ya?" tanya Suster Tati.
"Astaga! Ya Tuhan!" Alina merasa sesak napas saat mendapati dirinya sudah terbaring menatap langit-langit."Lin, kamu nggak apa-apa, kan?" tanya Haris."Aku tahu, aku kini tau bagaimana rasanya jika melihat kematian seseorang," ucap Alina seraya memeluk Haris."Kamu lihat ya kejadian tentang suster Yuli?" Alina menjawab dengan anggukan dan tangisan."Maaf kalau saya membuat kamu takut, begitulah kejadian pada saat saya meninggal," ucap hantu Yuli dengan wajah pucat menatap Alina dan Haris.Alina memberanikan diri untuk menoleh perlahan ke arah hantu tersebut."Apa kami bisa bantu kamu untuk mengungkapkan kebenaran?" tanya Alina dari balik kaus Haris yang ia tarik menutupi wajahnya."Bisa, tentu bisa. Kalian bisa temukan surat yang saya tinggalkan ada di lemari kabinet di ruangan Dokter Toni. Saya menunggu kesempatan ini untuk mendapatkan para manusia yang dapat menolong saya." "Apa isi suratnya?" tany
Sesampainya di halaman rumah sakit, kelima sekawan itu memutuskan untuk makan siang terlebih dahulu di sebuah rumah makan seafood yang ada di seberang rumah sakit."Aku mau ke toilet dulu," ucap Haris lalu bangkit dan menuju ke kamar mandi.Rossa dan Aldo terlihat memilih ikan segar yang hendak mereka santap siang itu. Indra menatap ke arah Alina yang masih tampak terlihat risau. Indra melihat gadis itu memilin kausnya dengan gugup. "Kamu kenapa, Lin?" tanya Indra."Aku takut, Kak.""Kenapa harus takut?" tanya Haris lagi."Aku takut karena sudah mencelakai Tante Maya," jawabnya dengan wajah cemas."Sudahlah, Tante Maya juga pasti akan mengerti sama apa yang terjadi dengan kamu." Indra mengusap rambut gadis itu."Tapi aku benar-benar takut kalau nantinya Tante Maya nggak maafin aku, Kak.""Dalam menjalani hidup, ada kalanya kita melakukan salah yang bahkan terkadang dapat membuat orang merasa sakit hati
Bab 140 AfraidTeriakan Nyi Asih nyaring terdengar, rupanya Rossa menusuk bola mata Nyi Asih dengan tusuk konde di tangannya."Rossa!" seketika Alina merasa dapat menggerakkan tubuhnya."Lari, Lin! Cepat lari!" pekik Rossa.Dengan mata berkaca-kaca, Alina masih enggan beranjak. Dia ingin lari bersama Rossa."Kita lari bareng!" ajak Alina."Aaaarrgghh, kalian kurang ajar! Aku akan habisi kalian berdua!" Nyi Asih mencabut tusuk konde di bola matanya. Wanita iblis itu lalu bergerak menghampiri Alina dan Rossa. Ia bersiap menghunuskan tusuk konde tersebut ke Alina. Tetapi Rossa menepisnya. Ia mengorbankan tangan kanannya dan tertusuk tusuk konde tersebut."Rossa!" teriak Alina seraya memegangi tangan Rossa.Darah mengucur dengan deras dari lukanya."Lari, Lin! Kamu harus lari! Selamatkan dirimu!" pinta Rossa."Nggak, aku nggak akan pergi tanpa kamu," lirih Alina.Nyi Asih semakin tertawa puas. Ia beranjak menghampiri dan kini hendak mencekik Alina. Tiba-tiba, sosok pria hadir dan mengha
Bab 139 Afraid"Makhluk jadi-jadian, Do," bisik Indra."Aku juga tahu kalau itu mah. Jelasnya itu makhluk apa? Mana badannya gak lengkap gitu," bisik Aldo ketakutan.Indra dan Aldo yang sama-sama ketakutan akhirnya memutuskan untuk berteriak. Beberapa warga yang mendengar langsung menoleh dan menghampiri. Mereka lantas mengejar Ningsih.Anto terlihat kebingungan. Dia masih tak menyangka kalau yang dia pikirkan selama ini benar. Ningsih adalah makhluk yang meneror warga kampung selama ini. Hatinya sangat kalut. Namun, dia begitu mencintai Ningsih.Tubuh Anto gemetar hebat. Lemas dan tiada berdaya. Namun, lagi-lagi Anto menyerah. Dia tak bisa memburu sang istri. Dia tak akan meninggalkan sang istri, dia tak bisa.Malam itu, Anto menjerit dalam hati. Dia memaksa diri untuk mengejar sang istri. Dia mau melindunginya. Meskipun dia masih tetap ngeri dan ketakutan. Akan tetapi, Anto tetep nekat berlari."Ningsih, ingin rasanya aku pergi malam ini. Aku ingin pergi jauh dari tempat ini. Sung
Bab 138 Afraid"Kita harus segera pergi dari sini, Lin. Tidakkah desa ini mengerikan jika ada kutukan seperti itu?" bisik Rossa pada Alina."Iya, kamu bener, Sa. Aku ingin segera pergi dari sini," sahut Alina."Tolong! Tolong! Tolong! Aaaaaaaaaa!" teriakan seorang wanita terdengar di kebun belakang dekat dengan arah Laras tadi berlari.Beberapa warga langsung datang mendekat. Mereka menemukan hal mengerikan lainnya. Rupanya, Laras yang tengah kerasukan baru saja menarik seorang wanita hamil dan membuatnya melahirkan. Laras merebut paksa bayinya lalu kabur."Apa yang terjadi dengan Laras?" pekik ibunya Laras."Dia pergi, Bu," jawab salah satu warga yang tengah membopong wanita korban yang baru saja kehilangan bayinya."Memangnya apa yang Laras lakukan?!" tanyanya lagi."Bu, dia bukan Laras yang kamu kenal. Dia sudah berubah seperti iblis," ujar kepala desa."Laras ditemukan, Pak Kades! Dekat sungai di sana. Katanya dia lagi makan ari-ari bayi dan menghisap darahnya," ucap salah satu w
Bab 137 AfraidTiba-tiba, saat pencarian tengah berlangsung tadi, terdengar bunyi gemerisik dari daun kering yang terinjak sesuatu. Cepat-cepat salah satu penduduk mengarahkan obor."Suara apa itu?" tanya Tarno."Babi, No!" sahut Andi."Biasa aja ngomong babinya jangan sengaja banget muncrat ke muka aku," sungut Tarno. Sontak saja Indra dan Aldo menahan tawa mereka. Rupanya memang ada seekor babi hutan yang merasa terganggu muncul di sekitar mereka. Dua babi hutan yang induk dan anak itu, melarikan diri karena merasa terancam akan kedatangan manusia."Ahh... hanya babi, biarkan ia pergi. Ayo, kita harus secepatnya membawa Laras ke rumahnya. Soalnya nanti biar Pak Ustaz yang kasih air untuk menenangkan," kata salah satu penduduk. Indra akhirnya mengerti setelah dijelaskan karena memang sudah biasa para penduduk yang kesurupan atau diganggu hal di luar nalar yang mistis, mereka akan minta air kepada Pak Ustaz atau Kyai setempat. Mereka yakin kalau ada yang sakit atau kerasukan roh jah
Bab 136 Afraid"Kamu kenapa, Istri?" tanya Indra cemas."A-aku, aku lihat–"Belum sempat Alina menjawab pertanyaan Indra seutuhnya, bus yang mereka kendarai menabrak sesuatu diikuti jeritan semua penumpang yang ada di dalamnya. Indra dengan sigap memegangi Alina. Ia melihat sekeliling dan mendapati para penumpang lainnya terhenyak di tempat duduknya. Lalu, seorang wanita berteriak ke arah jendela. "Ada yang ditabrak! Ada yang ditabrak!" serunya panik.Dua laki-laki di depan Indra dan Alina tadi segera melangkah turun dari dalam bus guna melihat siapa yang baru saja tertabrak. Beberapa penumpang lainnya mengikuti. Sementara itu, Indra tetap menemani Alina dan berusaha menenangkannya. Di depan bus tersebut langsung dipenuhi kerumunan orang yang penasaran dengan kejadian barusan. Setelah memberanikan diri, Alina mengajak Indra untuk turun. Saat itu lah mereka melihat seorang wanita tersungkur dengan darah tergenang dari tubuhnya. Tulang tangan serta kakinya patah. Perempuan ini pastil
Bab 135 AfraidLastri dirawat di rumah sakit tempat Indra bekerja. Kejadian yang berlangsung di rumah kepala desa, Kakek Anjas, menggemparkan Kampung Hijau. Semua penghuni rumahnya meninggal dunia. Hanya Lastri yang tersisa. Namun sayangnya, wanita itu mengalami gangguan jiwa."Sa, aku kok deg deg an, ya?" tanya Alina pada Rossa saat menemaninya untuk cek ke dokter kandungan."Namanya juga mau liat dedek bayi. Terus Kak Indra mana? Katanya dia mau nyusul, kan?" tanya Rossa. "Harusnya udah dateng."Tak lama kemudian, Indra yang masih mengenakan jas putih seorang dokter, berlari kecil menghampiri Alina. "Nah, berhubung Kak Indra udah datang, aku mau kasih makan siang ke Aldo, ya. Sekali lagi aku ucapkan selamat buat kalian. Yeaaayy bentar lagi ada yang panggil aku aunty cantik hihihi," ucal Rossa lalu pamit menemui Aldo.Alina dan Indra pun masuk ke ruang dokter ginekolog, rekan kerja dari Indra juga di Rumah Sakit Pelita. Indra dan Alina melihat sang jabang bayi yang berusia hampir
Bab 134 AfraidPasca membantu proses melahirkan makhluk halus, kini rumah Alina sering didatangi makhluk halus lainnya untuk meminta tolong. Sampai suatu hari, Indra berpapasan dengan seorang pria paruh baya. Seorang pria tua dengan rambut yang disanggul. Dia tampak begitu gagah meski usianya mulai renta. la berdiri di salah satu rumah yang Indra dan Alina lewati saat sedang lari pagi. Pria itu bersama seorang lelaki tua lainnya yang ada di belakangnya. Dia tersenyum ke arah Alina dan Indra.Selama beberapa saat, Alina dan suaminya melihat si kakek. Ada sesuatu yang membuat Alina tiba-tiba memperhatikannya dengan sorot mata yang tidak biasa. Setelah mata mereka akhirnya bertemu satu sama lain, akhirnya Indra menundukkan kepala sekilas memberi hormat kepada dua orang pria renta itu."Nak Indra, kan? Sini mampir! Ada yang mau saya bicarakan!" seru salah satu kakek.Indra menoleh ke Alina yang mengangguk mengiyakan. Mereka menghampiri si kakek. Namanya Kakek Anjas dan Kakek Mara. Mereka
Bab 133 AfraidSatu bulan berlalu.Pukul satu dini hari, Alina tengah terlelap dalam tidurnya ketika sayup-sayup pintu rumahnya diketuk seseorang. Alina membangunkan Indra setelah membuka mata. Suara ketukan itu makin jelas terdengar. Saat Alina dan Indra keluar kamar, Rossa juga keluar dari kamarnya."Lin, kamu dengar juga ya kalau ada yang ketok-ketok?" tanya Rossa.Alina mengangguk. "Bangunin Aldo aja apa ya. kita suruh bukain," ucap Rossa."Kita aja yang liat." Indra melangkah menuju ke pintu utama."Suami, kalau rampok, gimana?" Alina menahan lengan Indra."Istri, mana ada rampok ketok rumah? Terus mereka ngucap salam, permisi bapak, ibu, mbak, mas, saya mau ngerampok, boleh?" Indra terkekeh."Nggak lucu, Suami! Aku tuh lagi takut gini tau," sahut Alina ketus.Alina dan Rossa lantas mengikuti Indra. Hanya Aldo yang tak tampak batang hidungnya karena sangat terlelap. Indra lantas mengintip dari balik tirai. Dia mendapati seorang pria dan wanita dengan perut buncit menahan sakit m
Bab 132 Afraid"Tuh kan nggak ada siapa-siapa, Kak. Balik ke dalam aja, yuk!" ajak Aldo."Kalau gitu anterin aku ambil buku di mobil!" titah Indra yang sebenarnya agak takut juga setelah tak menemukan apa pun di atap dapur dan halaman belakang rumah.Suara misterius itu pun menghilang dan tam terdengar lagi. Pasalnya Alina dan Rossa yang ketakutan memutuskan untuk membaca Al-Qur’an Surah yasin dan memohon perlindungan pada Allah. Suara misterius itu pun hilang. Mereka pun bisa tertidur lelap dan tenang malam itu. Malah Indra akhirnya memutuskan untuk tidur satu kamar dengan Aldo dikarenakan takut diganggu lagi oleh makhluk halus seperti tadi.***Keesokan harinya, Indra dan Aldo berangkat ke rumah sakit untuk menemui Tuan Dadang dan memulai bekerja di sana. Indra akhirnya berhasil mendapatkan pekerjaan untuk Aldo sebagai tenaga medis yang menangani kamar mayat. Meskipun takut, tetapi demi mendapatkan uang untuk menikahi Rossa, Aldo siap dipekerjakan di kamar mayat. Toh, Indra juga aka