“Kamu dari ruangan Pak Neil?” tanya Yanti ketika melihat Adriana baru duduk di kursinya.Adriana menganggukkan kepalanya. “Kenapa?”Yanti menggeleng kaku. Ia melirik pandangan karyawan lain yang semakin terlihat kesal pada Adriana. Entah kenapa Yanti heran karena Adriana belum peka akan keadaannya saat ini.“S-Setelah ini kamu ada kerjaan lain gak?” tanya Yanti berusaha terlihat seperti biasa meski pun raut wajahnya tidak memperlihatkan hal seperti itu.Adriana menggelengkan kepala. “Tadi kerjaan terakhirku. Memang kenapa? Apa kamu butuh bantuan?” tanyanya sambil menaikkan alis.Yanti menganggukkan kepala. Ia menyerahkan sebuah dokumen kepada Adriana. “Periksalah itu ya. Tidak banyak kok, hanya memeriksa yang salahnya saja dan ditandai pakai stabilo.”Adriana tersenyum lalu mengangguk. Ia senang karena memiliki pekerjaan tambahan, setidaknya ia bisa menyibukkan diri agar tak terlalu memikirkan pandangan aneh para rekan lain yang mengarah pad
Pagi ini Adriana berangkat kerja seperti biasa. Setelah berdandan rapi, ia segera keluar dari kosan dan berjalan melewati trotoar sampai akhirnya berhenti di sebuah pemberhentian bus. Saat Adriana sampai di pemberhentian bus, tidak lama bus langsung datang, Adriana ikut masuk dengan yang lainnya sampai di pemberhentian selanjutnya. Hanya memerlukan waktu beberapa menit hingga akhirnya Adriana sampai di kantor tempatnya bekerja. Yanti yang baru saja datang langsung melambaikan tangan antusias kepada Adriana. "Adriana!" panggil Yanti. Adriana langsung tersenyum saat melihat Yanti yang melambaikan tangan kepadanya, ia pun menghampiri Yanti yang langsung menggandeng Adriana masuk ke dalam kantor. Hari ini di kantor terlihat seperti biasanya, karyawan lain menatap Adriana dengan tatapan yang tidak bisa ditebak apa maksudnya. Adriana merasa risih, tapi ia mencoba tidak memperdulikan mereka semua. Yanti yang memang tahu beberapa karyawan tidak menyukai Adriana, sebab Neil melemparkan pe
Masih di apartemennya, Neil terus memikirkan Adriana. Bahkan otaknya tidak berhenti memikirkan gadis itu sedang apa atau apakah ia baik-baik saja. Dengan penuh Tekad Neil langsung berdiri dari duduknya, ia meraih ponsel dan langsung keluar dari apartemen nyamannya itu.Neil bertekad akan menjemput Adriana, Neil tidak peduli jika pun Adriana sudah pulang. Yang terpenting ia harus memastikan terlebih dahulu jika Adriana sudah pulang atau belum. Entah kenapa Neil merasa ia harus menjemput gadis itu. Feeling yang aneh!"Aku harus memastikannya terlebih dahulu, jika pun dia sudah pulang, itu hal yang bagus," gumam Neil sambil berjalan ke arah mobilnya.Neil pun segera masuk ke dalam mobil, setelah itu ia langsung mengendarainya menuju ke kampus Adriana. Melajukan mobil dengan cepat membelah malam, Neil fokus memikirkan kemungkinan apa yang terjadi pada gadis itu.Saat sampai di kampus Adriana, Neil melihat sudah tidak ada satu pun orang di kampus itu. Neil juga sengaja membawa mobilnya ke
Semenjak malam itu, hubungan Neil dan Adriana semakin dekat, tapi tetap tidak melampaui batasnya sebagai atasan dan bawahan. Hanya saja sekarang Adriana selalu membalas chat dari Neil, Adriana juga tidak menolak tawaran baik Neil yang selalu mengantar dan menjemputnya. Baik ke kantor mau pun ke kampus.Hari ini Adriana baru saja ke luar dari kosannya, dan saat ke luar dari pagar area kos mobil Neil sudah terparkir di depan pagar kosan..Adriana yang memang sudah terbiasa beberapa hari ini diantar jemput olehnya langsung masuk ke dalam mobil biru elektrik tersebut. Sebenarnya Adriana merasa tidak enak hati diantar jemput terus oleh Neil, tapi Neil yang terus memaksanya membuat Adriana mau tak mau menerima tawaran baik dari pria yang juga adalah atasannya itu.Namun begitu, Adriana tentu tidak mau sampai karyawan lain tahu soal antar jemput yang dilakukan oleh Neil, sehingga ia terus mewanti-wanti bosnya untuk tak sampai menggembar-gemborkan hal tersebut."Maaf membuat Bapak menunggu l
"Hei! Siapa kamu sebenarnya? Wajahmu sepertinya tak asing?" Neil bertanya.Ia tak sakit hati karena kalah. Diakuinya permainan Dante memang hebat. Ia masih di bawahnya. Tapi perkataan Dante di kalimatnya tadi mengundang kerut di dahi Neil. Ada apa maksud pria tadi? Memiliki siapa?"Kamu tidak perlu tahu! Jauhi Adriana!" Sambil berkata begitu, Dante berjalan pergi keluar arena basket indoor tersebut tanpa menoleh lagi. Meninggalkan Neil yang semakin heran mendengar nama Adriana disebut."Jangan-jangan ...." *Dante baru saja masuk ke dalam mobilnya setelah mengalahkan Neil dalam pertandingan basket, Dante pikir Neil adalah pria yang hebat dan keren hingga bisa mendakati Adriana secara sukarela begitu. Tapi nyatanya Neil pria yang lemah.Dante rasa Neil tidak akan bisa menyainginya dan Dante yakin Neil juga tidak akan bisa melindungi Adriana.Sebelum menjalankan mobilnya, Dante mengirimi pesan ke orang suruhannya.'Cari tau lebih dalam soal pria bernama Neil itu, dan aku ingin kamu men
"Nona! Tuan Dante sedang berkelahi dengan seseorang!" lapor seorang suruhan yang diminta oleh Zoya memata-matai Dante."Apa? Siapa?" pekik Zoya kaget. Tidak biasanya pria itu berkelahi."Tidak tahu, Nona. Nanti akan saya selidiki juga," jawab sang mata-mata mencatat tugas barunya."Di mana itu? Katakan padaku!" Lalu pria itu menyebutkan alamat lapangan tersebut dan Zoya langsung ke sana tanpa membuang waktu. Ia cemas dengan kondisi Dante tentu saja.Tepat saat Zoya ke sana, mobil Dante tidak terparkir di sana, berarti Dante tidak datang ke sana. Zoya menghela nafas panjang, lalu ia mengalihkan pandangannya tidak sengaja ia melihat mobil Dante terparkir di ujung dekat pepohonan.Zoya mengerutkan keningnya, karena tidak biasanya Dante pergi ke sana. Apa ada yang Zoya tidak ketahui tentang Dante?Dari jauh terlihat beberapa orang tengah menenangkan 2 orang pria yang sepertinya tengah baku hantam. Zoya yang sepertinya menyadari jika itu Dante langsung berlari ke sana."Dante!" panggil Zo
Melihat Dante pergi, Zoya pun ikut pergi dari sana. Dia merasa senang karena barusan Adriana memarahi Dante, dan terlihat dari wajah Dante sepertinya Dante kesal dengan Adriana.Zoya terus mengikuti Dante yang masuk ke dalam mobilnya saat Zoya akan masuk dan langsung melajukan mobilnya."Sial!"Zoya menghela nafas. "Tenang Zoya, kamu akan mendapatkan Dante kembali, jadi jangan khawatir," gumam Zoya kepada dirinya sendiri.Melihat Dante yang sepertinya pergi tidak ke arah rumahnya membuat Zoya kesal. Jadi mau tak mau Zoya pun harus pulang ke rumahnya dan membiarkan Dante menenangkan pikirannya, sebelum nanti Zoya akan mendekati Dante kembali.Meskipun dengan perasaan kesal, tapi Zoya tetap berharap Dante akan kembali kepadanya dan mereka memulai cinta mereka kembali tanpa ada gangguan dari wanita lain.Zoya sampai di rumahnya ia bersenandung kecil, karena merasa begitu senang. Zoya seperti mendapatkan lampu hijau karena melihat ke
"Apa?" Pekik Zoya. Dante mengerutkan keningnya karena sepertinya Zoya sangat terkejut dengan jawaban darinya. "Kenapa? Memangnya kamu mengharapkan jawaban apa dariku?" tanya Dante. Dante menatap wajah Zoya yang sepertinya merasa kesal atas penolakan dari Dante. "Hubungan kita sudah berakhir, dan aku sudah tidak mau berhubungan denganmu lagi, aku harap kau mengerti dengan ucapanku," ucap Dante lagi. Mendengar perkataan Dante membuat Zoya merasa kesal, ia merasa terhina ditolak oleh Dante. Apalagi tolakan danta itu terkesan seperti tidak ingin bertemu dengan Zoya. "Apa karena wanita kampung itu?" tanya Zoya. "Wanita kampung kau bilang? Namanya Adriana, di mataku Adriana tidak seperti wanita kampung justru kamulah yang terlihat seperti wanita kampung, Zoya!" ucap Dante. Mendengar penghinaan dari Dante, membuat Zoya muak ia langsung pergi dari rumah Dante dengan perasaan kesal dan marah. Tapi kekesalan Zoya bukan untuk Dante melainkan untuk Adriana, Zoya pun membawa mobilnya ke ar