Satu bulan sebelumnya. —— Sunset in Hawai. Patah hati merupakan side menu yang Tuhan berikan pada pentingnya kotak makan siang dalam hidup setiap manusia. Katanya empat sehat lima sempurna. Terlalu banyak manisan tentu tidak baik. Maria sudah tau. Ia bukanlah remaja idiot yang mengelu-elukan cinta sedemikian rupa. Maria lebih dari sekedar paham tentang teori bahwa manusia yang berani jatuh cinta harus berani pula hancur karena cinta. Karena bukan idiot. Maria tentu sudah menyiapkan hatinya kalau-kalau hal semacam itu terjadi padanya. Tepatnya, Maria sudah bersiap saat gilirannya untuk patah hati tiba. Dan itu terjadi sekarang, atau mungkin dua bulan lalu saat ia memergoki kekasihnya bercumbu dengan wanita yang entah itu siapa, Maria tidak terlalu peduli dengan identitas pecun yang berhasil digaet mantan kekasihnya. Ia hanya menganggap jika
—— Matahari yang bersanding dengan langit Waikiki memang terkenal tak pernah mengecewakan. Cerah tanpa awan, sangat baik untuk para turis yang ingin tanning, apalagi anginnya yang sejuk, dan juga suasananya menenangkan. Ditambah dengan ombak yang tak malu-malu derdebur kencang. Membuat jiwa para peselancar bergejolak ingin segera terjun bersama adrenalin kedalam air melawan ombak. Begitu juga dengan Maria. Wanita yang memakai baju renang berwarna biru motif bunga-bunga itu tentu tak ingin menyianyiakan kesempatan yang bagus ini hanya untuk tidur dan menonton siaran drama di televisi. Terlalu membosankan. Ia pergi dari rumah sejauh ini memang untuk melarikan diri, namun Maria juga tidak mungkin mengabaikan keinginan untuk mencebur ke air saat matahari terik. Maka dari itu Maria menyewa satu slot sesi berselancar pagi ini, dan gadis yang tengah mengikuti pemanasan dengan orang lainnya itu melakukannya dengan baik, tidak terlalu berminat untuk ci
—— Hawai sudah sore. Hari ini adalah hari terakhir Maria berada di Hawai kalau menurut jadwal yang sudah ia susun sebelumnya, setelah menghabiskan tiga hari untuk memanjakan ketenangan jiwa dengan keindahan alam, hari ini Maria menggunakan waktu yang tersisa untuk menjelajahi jalanan serta pernak-pernik khas Hawaian. Meski ini bukan pertama kalinya Maria kemari dan sudah pernah membawa pulang sekarung oleh-oleh khas, namun namanya wanita, pasti ada saja, entah itu cuma lihat-lihat atau memang benar punya niat membeli souvenir untuk buah tangan, yang namanya berkeliliing toko itu wajib. Maria sendiri masuk dalam golongan wanita kebanyakan, menyukai perbelanjaan, maka meski tidak butuh dan meski orang rumah tidak mengharapkan oleh-oleh apapun ia masih mau berkeliling untuk mencari goods yang indah untuk dibawa pulang. Tiga kantong besar sudah ada ditangan kanan gadis yang menggunaka
“Hai, Rapunzel,” suara manis yang dibuat setengah berteriak itu terdengar jelas di telinga ketika Maria baru mendaratkan bokongnya di salah satu kursi di depan bar table. Maria tidak percaya pada sebuah kata yang orang-orang sering bilang dengan kebetulan. Presentase pertemuan antara jumlah manusia dibumi dengan masa yang ada tidak memungkinkan untuk dua orang bisa bertemu secara tidak sengaja. Dan sekarang? Lihat siapa laki-laki yang menggunakan kemeja putih yang dua kancing paling atasnya itu dibiarkan terbuka, membuat dada yang kemarin sore Maria lihat nyata diterpa cahaya senja kian mengintip tanpa malu. Edgar disini. Mungkin dia memang benar-benar TKI yang dikirim ke Hawai, namun apakah boleh seseorang merangkap pekerjaan sebanyak ini dalam satu hari? Tadi siang Maria menemui Edgar di kelas berselancar, sorenya Edgar digerai tat
Gila! Sinting! Dan entah kata apa lagi yang mampu menafsirkan dengan padat dan jelas apa yang tengah dirasakan dua insan disana, kewarasan sudah diambang batas, logika yang dielu-elukan tak lagi menjadi tolak ukur perbuatan. Semuanya berantakan, bersama dengan decap basah yang terdengar memenuhi seluruh sudut ruangan. Maria benar-benar membawa Edgar ke dalam ruang tidur tempatnya menginap. Akal Maria memang sudah hilang, karena pikir saja, gadis mana yang mampu bercumbu dengan laki-laki lain sementara kemarin ia meratapi cinta yang baru saja patah? Dan lihat bagaimana berhasratnya Maria meremas surai coklat milik lelaki yang tengah menciumnya. Edgar begitu keras dan dominan. Edgar melerai tautan yang terjalin antara bibirnya dengan milik Maria, mencaritahu sebagaimana ekspresi wajah cantik Maria dibuatnya, karena dibandingkan apapun Edgar mengakui dengan sangat k
2 years later.-- Menjadi dewasa amat indah. Tak seperti orang lain yang mengerutu karena merasa dewasa datang terlalu cepat dan bahkan banyak yang berangan-angan agar bisa kembali pada masa kecil, Maria justru amat menikmati waktu yang ia lewati sampai usianya menginjak angka dua puluh delapan tahun ini. Menjadi dewasa. Memiliki tanggung jawab baru. Melewati semua tetek bengek drama remaja dan berubah menjadi seorang wanita yang tak terlalu memikirkan setiap hal yang ada. Dan yang paling penting. Menjadi seorang ibu. Benar. Putri tunggal dari keluarga Foster itu telah melahirkan seorang anak laki-laki sekitar satu tahun lalu.Tidak mudah. Tentu, tidak mudah sama sekali. Namun, Maria dapat melewatinya dengan baik. Menjalani kehamilan pertama yang sembunyi-sembunyi amat sulit, melahirkan,
-- “Woi, pemeran utama! Ngaret banget, ditungguin juga.” Seruan itu menjadi sambutan bagi wanita tinggi yang baru melewati pintu kaca, bayi laki-laki berumur satu tahun terlihat stylish digendongannya, Ares sudah dipakaikan beret dan juga sepatu coklat, tak ketinggalan juga ada empeng terselip di mulutnya. Maria lekas mendekat ke meja dimana ada dua wanita hamil disana. Melambai-lambai semangat. “Tanggerang traffic is so wonderful, u know?” balas Maria sembari duduk salah satu kursi yang kosong, kemudian mengatakan terima kasih pada supirnya yang membawakan tas milik Ares. Dua tante-tante itu langsung jejeritan tak tahan, menggeser kursi mereka agar bisa lebih dekat pada bintang utama, menjawil-jawil pipi baby Ares yang dari tadi diam dan hanya memandang dengan tatapan polosnya. Hingga kemudian, Jane mengambil alih bayi kece itu, didudu
-- “Darksky bukannya club Edgar ya? Katanya mau buka cabang? Katanya juga dia buka di salah satu hotel lo? Beneran? Sumpah, hah?” Rentetan pertanyaan itu datang dari mulut Jane yang masih membaca sesuatu di layar ponselnya. Mungkin Jane sedang membaca postingan seseorang di group alumni SMA. Maria tidak terlalu ingin tau, namun yang jelas Maria hanya tak suka dengan fakta bahwa nama Edgar kembali didengarnya setelah ia susah payah kabur dari pria itu tadi. Oke. Biar Maria jelaskan situasinya. Jane dan Lili ternyata masih ada di café yang sama karena ibu hamil itu tak membaca pesan yang Maria kirimkan, bahkan tidak berinisiatif menghubungi Maria saat mereka sadar kalau Maria menghilang lebih lama dari seharusnya. Teman macam apa! Saat Maria kembai kemari, dua ibu hamil itu tengah asyik memakan potongan cake, dan Ares juga disuapi sedikit-sedikit.
Aloha, anyonghaseyo yorobun, Esteifa imida~A Modern Fairytale akhirnya tamat juga.Pertama-tama aku mau ngucapin terimakasih banget buat teman-teman semua yang sudah mau membaca kisah dari anak-anakku, mulai dari Jane-Theo dan berlanjut ke Maria-Edgar.Terimakasih karena sudah memberi support untuk author dengan memberi ulasan dan komentar positif, terimakasih juga karena sudah mau mengikuti kisah-kisah buatan author dengan sabar menunggu update-an, terimakasih mau bertahan di cerita yang koinnya mahal ini.Buat kakak-kakak dan teman-teman yang mengikuti aku dari lapak Oren sampe sini khususnya, thank yu so much, aku sayang banget sama kalian. Kakakku Laely sha, Rhicut, Puspa Wulandari, sazaa, You and I, ada Jendeuk, Lee jae Wook, Ruby Jane, banyak lagi tapi aku lupa nama akunnya maaf, pokoknya makasih buat semuanya;)Buat yang punya aplikasi baca tulis Oren (wtpd) boleh banget cari Esteifa biar tau updatean cerita-ceritaku, karena aku sering info
Dua belas tahun kemudian... -- Pagi itu datang seperti hari biasa.Bunyi alarm, kicau burung, dan juga teriakan ibu yang menyuruh anak-anaknya bangun.Seorang wanita berambut hitam pendek seleher sedang sibuk menata piring diatas meja makan. Ia memakai dress floral selutut dengan lengan sampai siku.Lalu terdengar bunyi langkah dari tangga, turunlah laki-laki yang mempunyai wajah rupawan warisan orangtuanya, dia tinggi dan menggunakan seragam SMA.Ares meletakan ransel sekolahnya dikursi, duduk, lalu mengeluarkan ponsel dari saku. Anak laki-laki yang dahinya ditutupi plaster kecil itu mendecak sembari memejamkan mata.“Mommy jangan cium-cium aku ih,” eluh Ares sebal ketika ibunya, wanita bersurai pendek yang cantiknya suka disalahi sebagai kakak Ares itu tak sungkan mengecup dua pipi dan juga kening putranya.Ibu Ares balas mendecak, tak sungkan mengacak pelan rambut hitam lebat milik Ares yang sudah ditata baik-baik.“Haduh, anakk
“Saya dengar kamu sudah menikahi Maria?”Edgar tertendang keluar saat Maria didatangi teman kentalnya.Oleh karena itu, saat ia sedang terduduk didepan ruangan, kemudian berjalan berniat mengunjungi cafetaria Edgar bertemu ibu mertuanya. Mengatakan kalau sang ayah mertua ingin bertemu.Emily sudah tau kalau Maria sudah bangun, Albert Foster juga sudah menemuinya, dan terjadilah reuni mengharukan antara anak dan bapak itu.Edgar sendiri lebih banyak diam saat Albert mendatangi Maria, ia hanya mendengarkan percakapan rindu mereka sebelum keluar dari ruangan memberi keleluasaan untuk berbincang.Dan sekarang. Ayah mertua Edgar memanggilnya.Oke. Bahkan untuk menyematkan sebutan ayah mertua saja terdengar sedikit canggung.Edgar berdehem, lelaki itu menegakan punggung. Mengangguk kepada pria paruh baya yang duduk di brankar itu.“Maaf kalau saya menikahi Maria tanpa menunggu bapak bangun,” jawab Edgar dengan suara yan
“Sini foto dulu,” ujar wanita berambut pendek itu semangat, tangannya mengangkat ponsel tinggi-tinggi, berpose mendempel pada Maria yang memasang wajah sebal dari tadi.Jane memekik semangat melihat hasil foto yang ia dapatkan, wajah pucat Maria dan kusut rambut sultan satu itu amat sulit didapatkan.“Ntar kalo lo ulang tahun jadi ada bahan buat pasang muka aib,” ujar Jane kemudian.“Serah lo!” sahut Maria tak peduli.Ia tau kehadiran Jane di rumah sakit sepagi ini jelas karena sahabatnya itu khawatir akan keadaannya, namun setelah datang, Maria juga tau sekali kenapa Jane tak mengeluarkan raut wajah sedih atau eskpresi simpati, karena jika Jane melakukan hal itu wanita itu tau suasana hati Maria akan kembali buruk, oleh karena itu, tingkah konyol wanita yang hamil besar itu amat dibutuhkan saat ini.“Mana liat,” ujar Maria kemudian, memeriksa hasil jepretan yang Jane ambil. “Awas kalo lo uplod IG t
Tidak ada yang mudah, semua orang pun tau itu dari awal. Dalam hidup manusia selalu diwanti-wanti untuk waspada, karena hidup tak selalu baik-baik saja, banyak haling rintang, dan benar memang kalau itu semua melelahkan. Namun, bukankah karena lelah itu, manusia jadi lebih menghargai kehidupan.Maria sadar betul dengan apa yang dinamakan hubungan timbal balik. Apa yang kamu tanam itulah yang kamu tuai. Keduanya mirip.Sama-sama mengharuskan manusia untuk bercermin. Berkata bahwa, jangan mengharapkan apa yang lebih baik kalau dirimu sendiri saja belum sebaik itu.Dan tentu. Orang-orang mempunyai sifat tersendiri, ada yang terlahir dengan hati hangat dan juga ada yang memang dasarnya memiliki hati yang dingin. Tetapi hidup itu adalah perubahan, sifat manusia tak akan selalu sama.Berdasarkan hal-hal itu, Maria selalu bertanya-tanya, kenapa ia mendapatkan hal sebaik ini dalam hidup. Ia menanam hal sebaik apa hingga menuai keajaiban seperti Ares, suami yang bijaksana
Begitu sampai di rumah sakit, Edgar tak menunda untuk berlari, meninggalkan motornya didepan rumah sakit begitu saja, tak menghiraukan apapun, dengan napasnya yang memburu pria yang badannya basah karena tersiram hujan itu menuju unit gawat darurat.Melihat dengan matanya tiga orang perempuan duduk di kursi tunggu di ruang perawatan gawat darurat itu.Edgar menarik napas dalam-dalam, berlari, ia meneguk ludah sebelum kemudian berdiri didepan pintu UGD.“Ed,” panggil Emily dengan suara bergetar saat Edgar terlihat hendak menerobos pintu itu. “Jangan masuk dulu, nggak boleh.”Emily menarik lengan atas Edgar, menarik mundur menantunya itu, keadaan Maria jauh dari kata baik, apalagi dengan pendarahan yang dialami, Emily tidak yakin Edgar akan bisa melihatnya. Bahkan ia sendiri tak mampu menahan tangis melihat keadaan Maria sedemikian rupa.Edgar mengangkat pandangan, menghembuskan napas berat, hatinya amat sesak, ia tak bisa menunggu lebih lama untuk melihat Maria, ia tak
Edgar baru saja selesai rapat, lelaki tampan yang menggunakan setelan jas tanpa dasi itu melangkah dengan langkah lebar menuju kantornya. Tak ingin pangeran kecilnya menunggu lebih lama, karena Edgar sudah meninggalkan Ares dalam durasi yang cukup untuk memebuat anak itu marah pada Edgar.Saat baru keluar dari lift, Edgar mengembangkan senyum ketika matanya melihat anak empat tahun duduk di kursi kerja Laras dengan gadget ditangan. Sekretaris baru Edgar yang dipasrahi untuk menjaga Ares mungkin sedang ada keperluan hingga meninggalkan anak itu sendirian.Edgar menunduk ketika sudah sampai di depan anaknya, mengalihkan atensi anak itu pada sang ayah sejenak sebelum kembali menunduk pada gadget ditangan.Huft. Sepertinya Maria benar, Ares tidak seharusnya dikasih mainan digital di usia sedini ini. Karena lihat, Ares yang biasanya tidak pernah mengabaikan Edgar kini anak itu malah lebih tertarik dengan cacing pemburu donat dan burger di layar pipih itu. Tidak boleh dibia
-- “Hai guys,” sapa Maria saat baru sampai disana. Berdiri di sisi meja sementara satu pasang orang yang duduk itu mendongak dengan cepat.Mata mereka kompak melebar melihat kehadiran Maria yang menyapa dengan ramah meski tau kalau sejatinya Maria tidak seramah itu.Jane yang baru berhasil sampai di samping Maria langsung menarik lengan sahabatnya, Maria diam saja, menolak diajak pergi, dan saat Jane menatap Sabina serta lelaki yang kemungkinan besar adalah pacarnya ini Jane justru memicing sekilas lalu berubah melebarkan mata,“Eh, anjas, beneran mantan lo,” celetuk Jane tanpa malu, keras pula.Maria tersenyum ramah sekali, tak keberatan dengan perkataan Jane. “Maaf ganggu, ya. Gue pengen nyapa. Gimana kabarnya kalian?”Lelaki yang mempunyai mata kebiruan itu ikut memicing. Berkata dengan Bahasa Indonesia yang lancar. “Maria,”Maria mengangguk. “Hai, Just.”“H-how are you?” tanya Justin kemudian, tak terlalu menyangka dengan kehadiran Maria yang tiba-ti
Mungkin sebagian besar orang akan menganggap kalau Maria adalah wanita paling bodoh yang pernah ada.Dengan menyia-nyiakan lelaki rare yang terbukti baik seperti Edgar, ingin melepas status resmi dan malah teringin berpisah. Meski sadar kalau perasaannya masih berpaut pada lelaki itu. Masih sayang. Tetapi malah membuat derita untuk diri sendiri dengan menambah masalah lain.Benar. Edgar sudah membuktikannya pada Maria.Lelaki itu mengirimkan potongan video pembuktian kalau Edgar tak pernah bersama Sabina dalam artian yang special, Edgar yang selalu pulang sendirian dan juga terpisah dari Sabina, tak pernah membuat gestur atau kontak fisik berlebih, bersentuhan saja tidak. Apalagi dengan fakta bahwa Edgar tak pernah pulang diatas jam sebelas malam. Satu bulan lalu lelaki itu senggang dan hampir tak pernah lembur, selalu pulang kantor tepat waktu.Dan Ardila juga mengatakan kalau usia kandungan Sabina sudah tiga minggu, ibu mertua Maria itu juga ikut mayakinkan kalau apa y