Ralin Point Of View.
"Itu Nazril kenapa Lin? Kok kaya lesu begitu?"
Aku hanya tersenyum geli mendengar pertanyaan mama. Malu sama mama kalau harus kasih tahu alasanya.
"Capek mungkin. Ralin ke kamar dulu ya Ma!"
Aku bergegas menyusul Mas Nazril yang sudah naik ke kamar. Kita baru pulang dari jaga siang. Tapi sebelumnya aku belok ke dapur dulu untuk membuatkannya kopi hitam.
Seminggu sudah aku menyandang status sebagai istri seorang Ahmad Nazril. Sejauh ini hanya bahagia dan senang yang aku rasakan. Mas Nazril sosok suami yang sangat baik untukku. Sudahlah ya enggak usah diceritain lagi bagaimana baiknya dia.
Dia sedang mandi ketika aku masuk. Aku membereskan baju kotornya dan merapikan tempat tidur.
"Ini kopinya Mas, aku gantian mandi ya!" Kataku saat dia keluar dari kamar mandi.
"Jangan wangi-wangi mandinya!" Katanya dengan lesu.
Aku merapatkan bibir menahan tawa dan segera masuk
"Kok enggak diangkat Mas?" "Kalau sampai tiga kali baru aku angkat. Tengah malam gini ngapain hubungi suami orang, kalau darurat pasti telepon lagi." "Iya-iya Mas, enggak usah sambil nangis begitu jawabnya." Aku tertawa geli melihat ekspresinya, mungkin dia kira aku akan marah. "Aku khawatir kamu salah paham Lin, baru kita bahas eh sudah nongol saja orangnya." "Baru juga aku katakan kan Mas, aku percaya sama kamu!" "Kok kamu manis sih Lin??" "Idih, enggak jadi ah! Aku mau ke bawah dulu!" Obrolan kami terputus karena bunyi ponsel Mas Nazril dan lagi-lagi dari Kak Lya. "Telepon lagi tuh Mas!" "Kamu yang angkat saja!" Katanya sambil menyerahkan ponsel padaku. Dengan sedikit ragu aku mengangkat telepon Kak Lya. "Assalamualaikum!" "Waalaikumsalam, Ralin?" "Iya Kak, ada apa?" "Oh, maaf ganggu Lin malam-malam. Cuma mau kasih tahu teman seangkatan ada yang meninggal.
Siang ini aku mengantar umi dan abi menghadiri acara pernikahan saudara. Aku sendiri yang menyetir mobilnya, karena tadi malam Mas Nazril berangkat ke Singapura bersama Prof. Danu. "Kalau capek gantian Abi Lin!" Ucap Abi. "Enggak usah Bi, sudah dekat kan?" "Habis perempatan itu, kiri jalan." "Iya Bi!" "Besok jadi kamu nyusul Nazril?" Tanya umi. "Insyaallah Umi, mau kasih kejutan ceritanya." Besok pagi setelah turun jaga aku akan berangkat ke Singapura. Rencananya mau kasih kejutan untuk Mas Nazril, agak mendadak juga sih, kemarin aku iseng tanya sama Mas Edo bisa enggak tukar jadwal. Dan setelah tahu alasanku, dia malah dengan senang hati tukar jadwal denganku. Malahan lebih semangat dariku. "Jadi Nazril belum tahu Nak?" "Hehe belum Umi." "Wah pasti besar kepala itu anak!" Sahut abi. "Kayaknya tiap hari besar kepala itu anak kamu Mas!" "Giliran yang jelek-jelek anakku ya Rin!" Umi
Sore ini gue dan Ralin pindahan ke hotel yang menjadi paket honeymoon dari Prof. Danu. Gue merasa bibir gue kering banget karena sejak kedatangan Ralin tadi gue enggak bisa berhenti senyum. Indahnya hidup gue, alhamdulillah.Rasanya damai banget di sini berdua dengan Ralin, jauh dari Semarang jauh dari hiruk pikuk kerjaan. Dan yang pasti jauh dari Lya. Gue masih kepikiran dengan Lya, gue bukan mau kepedean atau apa. Tapi kalau boleh jujur gue khawatir banget dengan perasaan Ralin, entah kenapa gue merasa Lya dan Angga belum beres hubungannya, awas saja kalau mereka bikin gue repot lagi.Gue juga lagi kepikiran omongan Prof. Danu kemarin. Rumah sakit kita mendapat satu kehormatan katanya karena dipilih oleh salah satu pejabat tinggi BUMN yang mau operasi transplatasi ginjal. Operasinya akan melibatkan beberapa pihak kedokteran ginjal termasuk residen dan tim dari rumah sakit tempat gue dan Ralin kerja secara orang penting yang mau operasi, padahal menurut gue e
Malam kedua di Singapura hanya kita habiskan di kamar untuk istirahat karena seharian tadi gue dan Ralin mengunjungi banyak tempat wisata di sini. Banyak hal yang gue lakukan bersamanya dan tentunya banyak kebahagiaan yang kami rasakan.Saat ini, selepas selesai isya gue dan Ralin memilih menonton film. Gue tiduran di pangkuannya dan dia sibuk nonton sambil nyemil buah kesukaanya. Gue harus berbesar hati mengalah pada pilihan filmnya yang isinya cowok-cowok cantik yang hobi perawatan, gue harus cari tahu siapa yang meracuni pikiran Ralin sampai dia jadi suka nonton drama korea, padahal sebelumnya dia lebih suka hollywood."Eh Mas, video call orang rumah yuk! Bagaimana kabar Mbak Syifa, sudah lahir belum anaknya.""Iya ya, pakai hp kamu. Paketku habis!""Subhanallah, bagaimana ceritanya penjual pulsa sampai enggak punya paket data begitu?""Ya kemarin spam chat ke kamu, enggak ada balasan.""Haha, enggak usah lebay deh!"Ralin be
Tengah malam gue dan istri baru sampai rumah, sesuai rencana kita pulang ke pesantren. Rasanya badan ini pegel semua tapi rasa bahagia mampu mengalahkan rasa capeknya. Abi dan umi masih terjaga, seperti biasa umi sedang memijit abi di ruang tengah. Sepertinya Salma dan Bang Arkan belum pulang dari rumah sakit."Istirahat sana Lin, pasti capek dan ngantuk kan?" Ucap umi ketika kami berdua ikut duduk bersama mereka."Ralin saja nih yang disuruh istirahat, padahal Nazril yang paling capek lho Umi, enggak di pesawat enggak di taksi nahan orang tidur terus!""Haha Mas Nazril ih, malu-maluin! Enggak ikhlas?" Sahut Ralin."Ikhlas banget, cuma pegelnya tetep, kayaknya enak dipijit seperti abi.""Kamu mau minta pijit saja pakai muter-muter Ril!" Sahut abi."Hehe biar efek dramanya lebih terasa Bi!""Uripmu kok kakehan drama,Ril!" Ujar Umi."Ya sudah sana kalian istirahat, Abi sama Umi juga mau tidur." Titah umi."I
"Kamu kenapa sih Beb? Kok lesu banget kayaknya?" "Enggak apa-apa Gis! Lagi capek saja, banyak kerjaan." "Cerita deh sama aku, kamu pucet banget. Jangan-jangan lagi ngidam??" "Ngidam apaan Gis! belum!" "Terus??" Aku menarik nafas, Gisel memang enggak bisa dibohongi. "Aku lagi bingung banget ini Gis! Papa minta aku dan Mas Nazril tinggal di rumahnya walapun berapa hari sekali." "Masalahnya dimana? Enggak apa-apa kan cuma nginep doang." "Ya enggak tahu, rasanya enggak enak saja Gis di sana. Aku enggak mau ganggu keluarga papa." "Ya elah, kamu juga keluarganya kali Lin! Kamu khawatir sama Lya dan Nazril ya?" Aku hanya tersenyum, karena tebakan Gisel benar. "Kamu kenapa jadi enggak percaya sama Agus? Dia itu sudah mentok ke kamu, aku saja percaya sama dia." "Bukan begitu Gis, tapi bagaimana ya! Susah jelasinnya." "Kalau menurut aku, sesekali coba deh kamu menginap di sana. Siapa tahu hubungan
Pagi harinya aku pulang bersama Mas Nazril, dia mendapat dispensasi libur satu hari karena pingsan kemarin, besok pagi dia harus kembali pulih karena besok adalah jadwal operasi. "Nanti siang aku harus ke rumah sakit lagi." Ucapnya ketika memasuki rumah. "Bukannya dapat libur sehari Mas?" "Iya tapi ada yang harus diselesaikan, enggak enak kalau harus limpahin semua tugas ke Mbak Wuri dan Edo." "Mereka pasti ngerti Mas, kamu lagi sakit kan?" "Habis operasi ini kita ambil cuti ya, biar bisa ganti waktu kita yang banyak tersita oleh persiapan operasi." "Aku bukannya protes karena waktumu lebih banyak untuk kerjaanmu Mas, cuma aku khawatir sama kesehatan kamu." "Iya Lin, Makasih. Tapi aku beneran harus kesana nanti siang." "Terserah kamu Mas!" "Lin!" Dia memegang tanganku. "Aku mau bantuin Bik Lasmi masak." Aku memilih turun ke dapur, menghindarinya sebentar. Aku takut terbawa perasaan dan membuat ak
"Maaf ya Lin! Aku enggak tahu kalau Lya juga akan kesana." Setelah makan di rumah Bang Iky tadi dia mengajakku pulang duluan dan saat ini dia menepikan mobilnya di pinngir jalan enggak jauh dari rumah mama. "Tadi siang kamu ingin bicara kan?" Tanyanya lagi, satu tanganya sudah menggenggam tanganku. "Apa masih penting?" "Penting sekali!" "Aku nungguin kamu pulang Mas! Aku khawatir banget, kamu paksain pergi disaat sakit." "Rencana dari rumah Bang Iky aku mau langsung pulang Lin, tapi tiba-tiba Lya datang aku enggak enak kalau langsung pulang." Aku tertawa pelan, tertawa miris tepatnya. Suamiku lebih mementingkan perasaan orang lain daripada istrinya yang khawatir di rumah. "Kemarin aku merasa bersalah sekali karena kamu sakit sampai pingsan tapi aku enggak ada buat ngurusin kamu, aku sama sekali tidak tahu, suamiku sendiri pun tidak berniat mengabariku." "Maaf hpku mati." "Hari ini, aku khawatir sekali de
Siang ini kesibukan pesantren lebih terasa karena malam nanti adalah malam inti dari acara wisuda santri. Jika biasanya acara santri putri diadakan di siang hari, tahun ini abi dan seluruh keluarga juga pengurus pesantren sepakat untuk mengadakannya dimalam hari dimulai sehabis maghrib. Banyak wali santri yang sudah berdatangan dari berbagai daerah, penginapan-penginapan yang sengaja disiapkan oleh para santri sudah banyak yang penuh. Kebahagiaan santri salah satunya ya saat-saat seperti ini, jadi kangennyantri.Padahal dari semua saudara, gue yang paling bandel. Gue hanya nyantri dari MI sampai Mts selebihnya gue dirumah ini, ngaji sama simbah dan abi. "Yang ikut wisuda banyak juga ya Mas, berarti habis ini berkurang banyak ya?" Tanya Ralin. "Ya enggak mesti langsung pada pamit Lin, biasanya kalau yang enggak kuliah atau nikah masih pada disini nerusin ngaji, itu kemarin juga santri baru alhamdulillah sudah masuk banyak cuma kan b
Nazril Point Of View. “Lin, lapar!” Ucap gue dengan ekspresi yang semenyedihkan mungkin karena gue tahu istri gue yang cantik ini bakalan ngomel-ngomel kalau gue makan selarut ini. Dan benar saja, Ralin malah merapatkan selimutnya. Gue yakin bukan karena dia enggak mau melayani gue, tapi karena dia sayang sama gue. Sekarang sudah hampir jam satu, tadi gue dan Ralin habis ngobrol banyak. Kita memang punya satu waktu khusus untuk ngobrol berdua yang biasa kita sebut dengan sesi kejujuran dan itu harus kita lakukan. Gue kenal Ralin, dia adalah tipe orang yang susah untuk cerita tentang kesedihannya, memilih memendamnya sendiri. Makanya gue sengaja membuat acara sesi kejujuran itu, awalnya hanya iseng tapi semakin lama menjadi sebuah keharusan karena dari situ gue bisa tahu banyak hal tentang perasaan Ralin. Intinya dibuat nyaman dulu baru dia mau cerita. “Masakin nasi goreng dong Lin!” Gue masih berusaha ke
Ralin Point Of View “Terimakasih kesempatan yang diberikan kepada saya untuk berbicara. Yang pertama saya ingin mengucapkan syukur pada Allah karena begitu banyak hal baik dan berkesan dalam hidup saya hingga detik ini. Yang kedua terimakasih pada pihak rumah sakit yang telah memberikan kesempatan pada saya untuk bisa bergabung dalam operasi ini, suatu kehormatan dan ilmu berharga bagi saya.” “Selanjutnya saya sangat ingin berterimakasih pada seseorang yang telah memberikan kebahagiaan terbesar dalam hidup saya selain keluarga, seseorang yang menjadi alasan saya untuk terus menjadi pribadi yang lebih baik, seseorang yang menjadi alasan saya untuk segera pulang ke rumah, dan seseorang yang menjadi alasan saya untuk tetap kuat. Maaf jika masih belum bisa menjadi yang terbik, maaf jika masih terus membuatmu bersedih, terimakasih karena tetap bertahan di sampingku, terimakasih karena te
Nazril Point Of View Benar kata istri gue kalau setiap harinya kita lalui dengan perasaan syukur dan bahagia, waktu akan terasa cepat. Itulah yang gue rasakan, lima hari dalam seminggu gue kerja dirumah sakit kadang juga bisa keluar kota atau bahkan sesekali ke luar negeri dan setiap gue sampai rumah ada anak dan istri gue yang sudah menyambut. Melihat senyum mereka membuat capek gue seketika hilang, pelukan mereka membuat gue kembali semangat berjuang mencari nafkah buat mereka. Dan itu semua membuat waktu begitu cepat berlalu tanpa terasa Rey sudah berumur dua tahun. Sudah aktif banget lari kesana kemari. Kata umi Rey itu fotocopyan gue banget pas waktu kecil, anaknya enggak bisa diem apa-apa pengen dipegang, kalau bahasa jawanyaglidikbanget, kata umi dulu waktu gue kecil pernah minum air bekas cucian piring, mungkin itu kali ya rahasia ganteng gue?? Ha ha Gue sangat bersyukur Rey tumbuh sehat dan
Nazril Point Of View Benar kata istri gue kalau setiap harinya kita lalui dengan perasaan syukur dan bahagia, waktu akan terasa cepat. Itulah yang gue rasakan, lima hari dalam seminggu gue kerja dirumah sakit kadang juga bisa keluar kota atau bahkan sesekali ke luar negeri dan setiap gue sampai rumah ada anak dan istri gue yang sudah menyambut. Melihat senyum mereka membuat capek gue seketika hilang, pelukan mereka membuat gue kembali semangat berjuang mencari nafkah buat mereka. Dan itu semua membuat waktu begitu cepat berlalu tanpa terasa Rey sudah berumur dua tahun. Sudah aktif banget lari kesana kemari. Kata umi Rey itu fotocopyan gue banget pas waktu kecil, anaknya enggak bisa diem apa-apa pengen dipegang, kalau bahasa jawanyaglidikbanget, kata umi dulu waktu gue kecil pernah minum air bekas cucian piring, mungkin itu kali ya rahasia ganteng gue?? Ha ha Gue sangat bersyukur Rey tumbuh sehat dan
"Lin! Mama duluan ya! Enggak enak sama Tante Sinta dan keluarga!" "Ya sudah deh Ma, duluan saja sama Om Yuda nanti Ralin nyusul!" "Jangan lama-lama enggak enak kalau datangnya belakangan!" "Iya Ma!" Aku masih sibuk menyiapkan segala keperluan Reyshaka dan Mas Nazril. Hari ini adalah hari resepsi pernikahan Gisel dan Mahesa. Mama dan Om Yuda sudah pamit duluan, tadi di grup keluarga Bang Arkan bilang sudah mau jalan. Tapi lihatlah dua jagoanku, masih asyik bermain air di kamar mandi! "Mas!! Sudah belum mandinya? Yang lain sudah pada berangkat!" Teriakku dari luar kamar mandi. "Sebentar!!" "Dari 10 menit yang lalu kamu juga bilang sebentar!" Dia tidak menghiraukanku, malah asyik bermain dengan Reyshaka di kamar mandi, anaknya juga terdengar senang sekali bermain air, dia teriak-teriak dan tertawa. Kalau seperti ini sudah pasti akan terlambat, untung kemarin kita hadir di acara pemberkatan Gisel dan Mahesa jadinya kalau ha
Hari ini di pesantren diadakan acara aqiqah anakku, tepat di hari ketujuh kelahirannya, Mas Nazril tetap menyembelih dua kambing walaupun anak kita masih di rumah sakit. Dua hari yang lalu alhamdulillah aku sudah boleh pulang dan setiap pagi aku selalu pergi ke rumah sakit mengantar ASI sekalian menjenguk Reyshaka. Acaranya hanya syukuran biasa dengan mengundang warga sekitar pesantren untuk ikut mendoakan anakku dan juga membagikan masakan aqiqahnya pada warga setempat. Karena hanya dua ekor kambing dan itu tidak mencukupi untuk warga pesantren, Mas Nazril membeli satu ekor sapi untuk disembelih dan dimasak untuk keluarga dan para santri. Sekali-kali menyenangkan hati para santri katanya, sebagai ucapan terimakasih juga karena selama ini para santri banyak membantu keluarga kita. "Lin, besok aku ada kerjaan ke Jakarta selama tiga hari." Kata Mas Nazril yang sibuk dengan laptopnya. "Berangkatnya hari ini Mas?" "Aaaaaa." Sebelum menjawab dia membuka mu
Ralin Point Of View Malam ini aku masih harus menahan diri untuk melihat anakku karena keadaan kami belum memungkinkan. Sejak dia lahir aku sama sekali belum bisa mennyentuhnya dan melihat wajahnya. Saat ini aku hanya tinggal berdua dengan Mas Nazril, dia masih tertidur. Kasihan sekali pasti capek banget sejak kemarin harus kesana kemari mengurusi aku. Mama, umi dan yang lainnya sudah pamit sejak tadi. Sebenarnya mama ingin tinggal tapi aku larang, beliau sejak kemarin juga banyak begadang menemani aku, mama orangnya enggak kuat kalau kurang tidur. Jika dipaksakan malah akan meriang berhari-hari. "Lin!" Aku menoleh ke arahnya, dia tersenyum lalu ke kamar mandi. "Aku sholat isya dulu ya!" Katanya setelah keluar dari kamar mandi. Sementara dia sholat aku sibuk membalas chat dari teman-teman yang mengucapkan selamat atas kelahiran anakku. Dan chat terbanyak datang dari Gisel, sejak kemarin dia terus
Gue masih mondar-mandir di depan ruang operasi, 5 menit yang lalu gue diusir sama dr. Alfaina keluar ruang operasi. Sejak Ralin mulai masuk gue sudah ikut sama dia, kasih dia dukungan tapi lama-kelamaan gue banyak omong jadilah gue diusir keluar dari kamar operasi. Ternyata bukan cuma Ralin yang jadi banyak omong kalau gugup, gue pun sama. Tadi gue gugup dan khawatir banget alhasil mulut gue enggak bisa diem. Rencana operasinya mundur jadi sore hari karena harus menaikkan hb Ralin dulu dan sejak semalam dia harus berjuang melawan rasa sakit. Alhamdulillah selain Bude Nilna masih ada dua lagi pendonor dariKangMadi dan saudara Mama Rani, jadi Ralin punya persedian 6 kantong darah. "Ril, duduklah! Tambah pusing Umi lihatnya!" Tegur Umi. "Iya Umi, gugup! Maaf!" "Ya semua juga gugup dan khawatir, kamu jangan bikin tambah puyeng!" Gue hanya nyengir, merasa bersalah. Saat ini gue ditemani mama dan umi, selain itu ada