Tengah malam gue dan istri baru sampai rumah, sesuai rencana kita pulang ke pesantren. Rasanya badan ini pegel semua tapi rasa bahagia mampu mengalahkan rasa capeknya. Abi dan umi masih terjaga, seperti biasa umi sedang memijit abi di ruang tengah. Sepertinya Salma dan Bang Arkan belum pulang dari rumah sakit.
"Istirahat sana Lin, pasti capek dan ngantuk kan?" Ucap umi ketika kami berdua ikut duduk bersama mereka.
"Ralin saja nih yang disuruh istirahat, padahal Nazril yang paling capek lho Umi, enggak di pesawat enggak di taksi nahan orang tidur terus!"
"Haha Mas Nazril ih, malu-maluin! Enggak ikhlas?" Sahut Ralin.
"Ikhlas banget, cuma pegelnya tetep, kayaknya enak dipijit seperti abi."
"Kamu mau minta pijit saja pakai muter-muter Ril!" Sahut abi.
"Hehe biar efek dramanya lebih terasa Bi!"
"Uripmu kok kakehan drama, Ril!" Ujar Umi.
"Ya sudah sana kalian istirahat, Abi sama Umi juga mau tidur." Titah umi.
"I
"Kamu kenapa sih Beb? Kok lesu banget kayaknya?" "Enggak apa-apa Gis! Lagi capek saja, banyak kerjaan." "Cerita deh sama aku, kamu pucet banget. Jangan-jangan lagi ngidam??" "Ngidam apaan Gis! belum!" "Terus??" Aku menarik nafas, Gisel memang enggak bisa dibohongi. "Aku lagi bingung banget ini Gis! Papa minta aku dan Mas Nazril tinggal di rumahnya walapun berapa hari sekali." "Masalahnya dimana? Enggak apa-apa kan cuma nginep doang." "Ya enggak tahu, rasanya enggak enak saja Gis di sana. Aku enggak mau ganggu keluarga papa." "Ya elah, kamu juga keluarganya kali Lin! Kamu khawatir sama Lya dan Nazril ya?" Aku hanya tersenyum, karena tebakan Gisel benar. "Kamu kenapa jadi enggak percaya sama Agus? Dia itu sudah mentok ke kamu, aku saja percaya sama dia." "Bukan begitu Gis, tapi bagaimana ya! Susah jelasinnya." "Kalau menurut aku, sesekali coba deh kamu menginap di sana. Siapa tahu hubungan
Pagi harinya aku pulang bersama Mas Nazril, dia mendapat dispensasi libur satu hari karena pingsan kemarin, besok pagi dia harus kembali pulih karena besok adalah jadwal operasi. "Nanti siang aku harus ke rumah sakit lagi." Ucapnya ketika memasuki rumah. "Bukannya dapat libur sehari Mas?" "Iya tapi ada yang harus diselesaikan, enggak enak kalau harus limpahin semua tugas ke Mbak Wuri dan Edo." "Mereka pasti ngerti Mas, kamu lagi sakit kan?" "Habis operasi ini kita ambil cuti ya, biar bisa ganti waktu kita yang banyak tersita oleh persiapan operasi." "Aku bukannya protes karena waktumu lebih banyak untuk kerjaanmu Mas, cuma aku khawatir sama kesehatan kamu." "Iya Lin, Makasih. Tapi aku beneran harus kesana nanti siang." "Terserah kamu Mas!" "Lin!" Dia memegang tanganku. "Aku mau bantuin Bik Lasmi masak." Aku memilih turun ke dapur, menghindarinya sebentar. Aku takut terbawa perasaan dan membuat ak
"Maaf ya Lin! Aku enggak tahu kalau Lya juga akan kesana." Setelah makan di rumah Bang Iky tadi dia mengajakku pulang duluan dan saat ini dia menepikan mobilnya di pinngir jalan enggak jauh dari rumah mama. "Tadi siang kamu ingin bicara kan?" Tanyanya lagi, satu tanganya sudah menggenggam tanganku. "Apa masih penting?" "Penting sekali!" "Aku nungguin kamu pulang Mas! Aku khawatir banget, kamu paksain pergi disaat sakit." "Rencana dari rumah Bang Iky aku mau langsung pulang Lin, tapi tiba-tiba Lya datang aku enggak enak kalau langsung pulang." Aku tertawa pelan, tertawa miris tepatnya. Suamiku lebih mementingkan perasaan orang lain daripada istrinya yang khawatir di rumah. "Kemarin aku merasa bersalah sekali karena kamu sakit sampai pingsan tapi aku enggak ada buat ngurusin kamu, aku sama sekali tidak tahu, suamiku sendiri pun tidak berniat mengabariku." "Maaf hpku mati." "Hari ini, aku khawatir sekali de
"Saya terima nikahnya Kamelya Ramadhani Nasution dengan mas kawin tersebut di bayar tunai!" "Saaaahh!!!" Bersamaan dengan riuh kata sah air mataku menetes. Mama memelukku memberi kekuatan. Aku tidak pernah membayangkan hari ini terjadi, hari dimana kakakku menjadi maduku sendiri. Mas Nazril terus menatapku, keputusan ini sudah kita sepakati. Ternyata Kak Lya sudah lama bercerai dengan kak Angga dan papa lagi-lagi punya keputusan yang tidak bisa di bantah. Papa ingin Mas Nazril menikahi Kak Lya atas permintaan Kak Lya. Aku salah, yang awalnya aku kira papa akan berubah ternyata malah semakin menyakiti hatiku. Dan Mas Nazril, orang terkhir yang aku harapkan akan menolak ide papa dan Kak Lya ternyata juga menerimanya. Aku sudah punya keputusan, setelah anakku lahir aku akan mengajukan gugatan cerai. Aku memang sangat mencintainya tapi aku enggak bisa hidup seperti ini. "Dok.. dokter.. dr.Ralin!!" Ak
Nazril Point Of View Habis sholat maghrib gue masih berdiam diri di kantin rumah sakit. Gue bingung banget mau kemana, gue pengen banget pulang kerumah Mama Rani gue kangen banget sama Ralin tapi rasanya berat. Gue heran sama diri gue sendiri kenapa susah banget menurunkan ego. "Mau sampai kapan lo diem-dieman begini?" "Gue enggak tahu Do!" "Bertahun-tahun gue kenal sama lo baru kali ini gue tahu lo itu gengsian. Enggak kasihan lo sama Ralin sejak kemarin lo nyuekin dia?" "Gue enggak nyuekin!" "Kenapa lo mendadak jadi kampret banget sih Gus? Kalau gue jadi Ralin ya sudah pasti bakal mikir macem-macem sama lo yang akrab lagi dengan mantan!" "Gue kerja kan? Lo lihat sendiri selama ini bagaimana sikap gue ke Lya, bagaimana gue selalu menghindar dari Lya!" "Iya gue yang lihat tapi bukan Ralin! Yang Ralin lihat itu adalah lo yang akrab lagi sama Lya, lo yang pingsan dijagain Lya dan lo y
Ralin Point Of View "Tahu enggak Mas, karena terlalu banyak mikirin kamu dan Kak Lya kemarin aku mimpi kamu nikahin dia." "Mana bisa Lin? Kan enggak boleh nikahin kakak adik bersamaan!" Aku menenggelamkan wajahku di dadanya, sehabis shubuh kita kembali menarik selimut untuk sekedar mengobrol sebelum berangkat kerja. "Ya bisa saja orang cuma mimpi, tahu enggak aku tidur dimana pas mimpi itu?" "Di mana?" "Waktu kamu dipanggil ke depan itu buat nerima hadiah!" "Di aula? Pas banyak orang?" "Hehe, iya Mas! "Kamu duduk sampingan sama siapa? Kok bisa sih tidur di tempat umum begitu?" "Reza, Diah dan Putri. Aku sekarang jadingantukanbanget Mas!" "Apaaaaa??? Reza lihat kamu tidur dong?" Ya ampun pagi-pagi sudah teriak mana lucu banget wajahnya. "Ya enggak tahu aku Mas orang tidur kan enggak sadar, tapi aku kan di tengah Putri sama Diah!"
Ralin Point Of View Aku merasa hari-hariku terlewati begitu cepat, kata orang kalau kita sedang bahagia waktu akan terasa lebih cepat kan? Itulah yang aku rasakan. Bulan lalu aku memutuskan untukresigndari rumah sakit, sejak awal aku memaksakan diri tapi lama-kelamaan aku menikmati profesiku itu. Dan sekarang aku dihadapkan lagi dengan kebimbangan. Mas Nazril tidak pernah memaksaku berhenti kerja, sudah aku bilang kan dia tipe suami yang super baik. Tapi dari situ aku tersadar bahwa aku mengorbankan banyak waktuku sebagi istri demi pekerjaan. Untuk keuangan, aku tidak akan pernah mempermasalahkannya, berapapun aku akan selalu bersyukur. Walaupun nantinya aku tidak akan lagi mendapatkan pemasukan sendiri, tapi sebagai gantinya aku punya banyak waktu untuk menjalani kewajiban sebagai seorang istri. Aku selalu kagum dengan wanita yang bekerja di luar sana yang juga bisa mengatur waktunya untuk keluarga. Mereka w
"Seperti yang sudah saya sampaikan Ril,PlacentaPrevia.Memang dari waktu itu plasentanya tidak bergerak naik dan ini posisi anak kamu sungsang. Jadi ya kamu tau sendiri jalan satu-satunya adalah operasi!" Ujar dr. Farah. Ya Allah..... Gue menghela nafas panjang. Dalam keadaan kaya gini gue harus kuat karena gue yang paling bertanggung jawab mengambil keputusan. "Sekarang saya mau tanya sama kamu, mau di operasi di sini atau di tempat lain? Kalau operasi di sini bisa malam ini juga kita laksanakan asal semua persiapannya beres. Tapi saya kasih tahu dulu, ini tim yang akan ikut operasi." Dr. Farah menunjukkan nama-nama petugas yang akan mengoperasi Ralin. Gue beneran dilema ini. Astaghfirullah.... "Kalau diganti saya bagaimana Dok?" Dr. Farah tersenyum penuh arti. "Saya tahu kekhawatiran kamu, banyak kok yang menolak dioperasi teman sendiri karena mungkin malu begitu juga Ralin, dia pernah cerita sama sa
Siang ini kesibukan pesantren lebih terasa karena malam nanti adalah malam inti dari acara wisuda santri. Jika biasanya acara santri putri diadakan di siang hari, tahun ini abi dan seluruh keluarga juga pengurus pesantren sepakat untuk mengadakannya dimalam hari dimulai sehabis maghrib. Banyak wali santri yang sudah berdatangan dari berbagai daerah, penginapan-penginapan yang sengaja disiapkan oleh para santri sudah banyak yang penuh. Kebahagiaan santri salah satunya ya saat-saat seperti ini, jadi kangennyantri.Padahal dari semua saudara, gue yang paling bandel. Gue hanya nyantri dari MI sampai Mts selebihnya gue dirumah ini, ngaji sama simbah dan abi. "Yang ikut wisuda banyak juga ya Mas, berarti habis ini berkurang banyak ya?" Tanya Ralin. "Ya enggak mesti langsung pada pamit Lin, biasanya kalau yang enggak kuliah atau nikah masih pada disini nerusin ngaji, itu kemarin juga santri baru alhamdulillah sudah masuk banyak cuma kan b
Nazril Point Of View. “Lin, lapar!” Ucap gue dengan ekspresi yang semenyedihkan mungkin karena gue tahu istri gue yang cantik ini bakalan ngomel-ngomel kalau gue makan selarut ini. Dan benar saja, Ralin malah merapatkan selimutnya. Gue yakin bukan karena dia enggak mau melayani gue, tapi karena dia sayang sama gue. Sekarang sudah hampir jam satu, tadi gue dan Ralin habis ngobrol banyak. Kita memang punya satu waktu khusus untuk ngobrol berdua yang biasa kita sebut dengan sesi kejujuran dan itu harus kita lakukan. Gue kenal Ralin, dia adalah tipe orang yang susah untuk cerita tentang kesedihannya, memilih memendamnya sendiri. Makanya gue sengaja membuat acara sesi kejujuran itu, awalnya hanya iseng tapi semakin lama menjadi sebuah keharusan karena dari situ gue bisa tahu banyak hal tentang perasaan Ralin. Intinya dibuat nyaman dulu baru dia mau cerita. “Masakin nasi goreng dong Lin!” Gue masih berusaha ke
Ralin Point Of View “Terimakasih kesempatan yang diberikan kepada saya untuk berbicara. Yang pertama saya ingin mengucapkan syukur pada Allah karena begitu banyak hal baik dan berkesan dalam hidup saya hingga detik ini. Yang kedua terimakasih pada pihak rumah sakit yang telah memberikan kesempatan pada saya untuk bisa bergabung dalam operasi ini, suatu kehormatan dan ilmu berharga bagi saya.” “Selanjutnya saya sangat ingin berterimakasih pada seseorang yang telah memberikan kebahagiaan terbesar dalam hidup saya selain keluarga, seseorang yang menjadi alasan saya untuk terus menjadi pribadi yang lebih baik, seseorang yang menjadi alasan saya untuk segera pulang ke rumah, dan seseorang yang menjadi alasan saya untuk tetap kuat. Maaf jika masih belum bisa menjadi yang terbik, maaf jika masih terus membuatmu bersedih, terimakasih karena tetap bertahan di sampingku, terimakasih karena te
Nazril Point Of View Benar kata istri gue kalau setiap harinya kita lalui dengan perasaan syukur dan bahagia, waktu akan terasa cepat. Itulah yang gue rasakan, lima hari dalam seminggu gue kerja dirumah sakit kadang juga bisa keluar kota atau bahkan sesekali ke luar negeri dan setiap gue sampai rumah ada anak dan istri gue yang sudah menyambut. Melihat senyum mereka membuat capek gue seketika hilang, pelukan mereka membuat gue kembali semangat berjuang mencari nafkah buat mereka. Dan itu semua membuat waktu begitu cepat berlalu tanpa terasa Rey sudah berumur dua tahun. Sudah aktif banget lari kesana kemari. Kata umi Rey itu fotocopyan gue banget pas waktu kecil, anaknya enggak bisa diem apa-apa pengen dipegang, kalau bahasa jawanyaglidikbanget, kata umi dulu waktu gue kecil pernah minum air bekas cucian piring, mungkin itu kali ya rahasia ganteng gue?? Ha ha Gue sangat bersyukur Rey tumbuh sehat dan
Nazril Point Of View Benar kata istri gue kalau setiap harinya kita lalui dengan perasaan syukur dan bahagia, waktu akan terasa cepat. Itulah yang gue rasakan, lima hari dalam seminggu gue kerja dirumah sakit kadang juga bisa keluar kota atau bahkan sesekali ke luar negeri dan setiap gue sampai rumah ada anak dan istri gue yang sudah menyambut. Melihat senyum mereka membuat capek gue seketika hilang, pelukan mereka membuat gue kembali semangat berjuang mencari nafkah buat mereka. Dan itu semua membuat waktu begitu cepat berlalu tanpa terasa Rey sudah berumur dua tahun. Sudah aktif banget lari kesana kemari. Kata umi Rey itu fotocopyan gue banget pas waktu kecil, anaknya enggak bisa diem apa-apa pengen dipegang, kalau bahasa jawanyaglidikbanget, kata umi dulu waktu gue kecil pernah minum air bekas cucian piring, mungkin itu kali ya rahasia ganteng gue?? Ha ha Gue sangat bersyukur Rey tumbuh sehat dan
"Lin! Mama duluan ya! Enggak enak sama Tante Sinta dan keluarga!" "Ya sudah deh Ma, duluan saja sama Om Yuda nanti Ralin nyusul!" "Jangan lama-lama enggak enak kalau datangnya belakangan!" "Iya Ma!" Aku masih sibuk menyiapkan segala keperluan Reyshaka dan Mas Nazril. Hari ini adalah hari resepsi pernikahan Gisel dan Mahesa. Mama dan Om Yuda sudah pamit duluan, tadi di grup keluarga Bang Arkan bilang sudah mau jalan. Tapi lihatlah dua jagoanku, masih asyik bermain air di kamar mandi! "Mas!! Sudah belum mandinya? Yang lain sudah pada berangkat!" Teriakku dari luar kamar mandi. "Sebentar!!" "Dari 10 menit yang lalu kamu juga bilang sebentar!" Dia tidak menghiraukanku, malah asyik bermain dengan Reyshaka di kamar mandi, anaknya juga terdengar senang sekali bermain air, dia teriak-teriak dan tertawa. Kalau seperti ini sudah pasti akan terlambat, untung kemarin kita hadir di acara pemberkatan Gisel dan Mahesa jadinya kalau ha
Hari ini di pesantren diadakan acara aqiqah anakku, tepat di hari ketujuh kelahirannya, Mas Nazril tetap menyembelih dua kambing walaupun anak kita masih di rumah sakit. Dua hari yang lalu alhamdulillah aku sudah boleh pulang dan setiap pagi aku selalu pergi ke rumah sakit mengantar ASI sekalian menjenguk Reyshaka. Acaranya hanya syukuran biasa dengan mengundang warga sekitar pesantren untuk ikut mendoakan anakku dan juga membagikan masakan aqiqahnya pada warga setempat. Karena hanya dua ekor kambing dan itu tidak mencukupi untuk warga pesantren, Mas Nazril membeli satu ekor sapi untuk disembelih dan dimasak untuk keluarga dan para santri. Sekali-kali menyenangkan hati para santri katanya, sebagai ucapan terimakasih juga karena selama ini para santri banyak membantu keluarga kita. "Lin, besok aku ada kerjaan ke Jakarta selama tiga hari." Kata Mas Nazril yang sibuk dengan laptopnya. "Berangkatnya hari ini Mas?" "Aaaaaa." Sebelum menjawab dia membuka mu
Ralin Point Of View Malam ini aku masih harus menahan diri untuk melihat anakku karena keadaan kami belum memungkinkan. Sejak dia lahir aku sama sekali belum bisa mennyentuhnya dan melihat wajahnya. Saat ini aku hanya tinggal berdua dengan Mas Nazril, dia masih tertidur. Kasihan sekali pasti capek banget sejak kemarin harus kesana kemari mengurusi aku. Mama, umi dan yang lainnya sudah pamit sejak tadi. Sebenarnya mama ingin tinggal tapi aku larang, beliau sejak kemarin juga banyak begadang menemani aku, mama orangnya enggak kuat kalau kurang tidur. Jika dipaksakan malah akan meriang berhari-hari. "Lin!" Aku menoleh ke arahnya, dia tersenyum lalu ke kamar mandi. "Aku sholat isya dulu ya!" Katanya setelah keluar dari kamar mandi. Sementara dia sholat aku sibuk membalas chat dari teman-teman yang mengucapkan selamat atas kelahiran anakku. Dan chat terbanyak datang dari Gisel, sejak kemarin dia terus
Gue masih mondar-mandir di depan ruang operasi, 5 menit yang lalu gue diusir sama dr. Alfaina keluar ruang operasi. Sejak Ralin mulai masuk gue sudah ikut sama dia, kasih dia dukungan tapi lama-kelamaan gue banyak omong jadilah gue diusir keluar dari kamar operasi. Ternyata bukan cuma Ralin yang jadi banyak omong kalau gugup, gue pun sama. Tadi gue gugup dan khawatir banget alhasil mulut gue enggak bisa diem. Rencana operasinya mundur jadi sore hari karena harus menaikkan hb Ralin dulu dan sejak semalam dia harus berjuang melawan rasa sakit. Alhamdulillah selain Bude Nilna masih ada dua lagi pendonor dariKangMadi dan saudara Mama Rani, jadi Ralin punya persedian 6 kantong darah. "Ril, duduklah! Tambah pusing Umi lihatnya!" Tegur Umi. "Iya Umi, gugup! Maaf!" "Ya semua juga gugup dan khawatir, kamu jangan bikin tambah puyeng!" Gue hanya nyengir, merasa bersalah. Saat ini gue ditemani mama dan umi, selain itu ada