Warning! Area 18+ (ada adegan kekerasan dalam bab ini) Pria itu menguarkan aura keganasan yang penuh dengan kemarahan. Seolah-olah dirinya menjadi sosok Dewa Pembalasan bagi mangsa yang sedang merintih dan menjerit kesakitan. Tanpa mengenal kata belas kasihan, ia menyiksa pria yang telah membuat wanitanya nyaris tertimpa kemalangan.Tuan Aroon menindas telapak tangannya menggunakan kaki kursi yang ia duduki. Telapak yang sebelumnya disiksa dengan disayat-sayat itu terlihat semakin mengerikan berada di bawah tindasan kaki besi kursi. Darah segar tampak merembes melewati pori-pori. Kepala sang mangsa ditekan kuat-kuat oleh satu kaki pria yang sedang dirajai aura keji tersebut. "Bunuh saja aku!" erang pria mengenaskan tersebut seraya meringis menahan kesakitan. Kematian terasa lebih baik menurutnya daripada disiksa begitu kejam. Tuan Aroon melepas kakinya dengan kasar lalu menunduk dan mencengkeram rambut pria itu. Sehingga kini wajah keduanya saling berhadapan. "Kematian terlalu inda
Mendengar suara bising di sekitarnya, wanita yang terpejam lemah itu perlahan membuka matanya lalu bersuara lirih, "Tuan Aroon ...."Wanita itu bukan sepenuhnya tak sadarkan diri, hanya saja kondisinya yang sangat lemah membuatnya susah payah bergerak meski hanya membuka kelopak mata. Mendengar suara lemah sang wanita, dengan gerakan cepat Tuan Aroon mengambil posisi di samping wanitanya berbaring. Tangannya membelai rambut sang wanita yang tampak kusut. "Iya, Sayang. Aku di sini," ucapnya dengan suara teduh. Sang wanita menggapai tangannya. Dirasakan oleh sang pria, kulit itu hangat dan lemah. "Apa yang sedang terjadi di luar sana? Mengapa lagi-lagi saya jatuh ke lubang ketidakberuntungan? Mereka kembali membicarakan saya. Oh, tidak, bahkan mereka tak henti-hentinya membicarakan keburukan saya. Mereka bilang yang terjadi malam ini adalah karma karena saya telah merebut hak orang lain," ucapnya tanpa jeda. Suaranya terdengar memilukan di telinga dua pria dalam ruangan tersebut. Mes
Cahaya kuning menyelinap, menembus tirai putih tipis yang membingkai jendela besar ruangan di mana sepasang sejoli berada dalam satu ranjang. Sinar matahari tampak menyapa dengan sinar hangatnya, membelai dua insan yang masih terpejam. Wanita berwajah pucat yang menutupi kecantikannya itu beberapa kali mengerjapkan mata. Tangannya sembari berada di atas wajah, menangkal cahaya yang menyilaukan netra. Perlahan ia bangkit lalu menyandarkan punggung di sandaran ranjang seraya sesekali menguap. Tubuhnya terasa tidak berat lagi, ia merasa lebih baik pagi ini. Bersandar beberapa detik, kini manik indahnya bergerak turun, memandang seorang pria yang menemani tidur nyenyaknya. Pria itu masih terlihat pulas, tak merasa terganggu dengan cahaya hangat yang menyilaukan. Alessandra mengambil napas panjang lalu mengeluarkannya perlahan. Ada kelegaan tersendiri di dasar hati, memiliki seseorang yang selalu ada di saat ia membutuhkan dukungan. Iya, Tuan Aroon memiliki tempat tersendiri di hatinya
Perpaduan dua aroma menyegarkan masuk pada indra penciuman, membawa misi menghadirkan dunia fantasi. Sensasinya mampu menenggelamkan diri dalam ilusi. Dengan mata terpejam, wanita berbalut busa melimpah itu melihat dirinya layaknya sang putri. Berbusana gaun klasik putih serta mahkota di puncak kepala. Sang putri tampak ceria mengitari nan menikmati hamparan bunga dandelion. Tawa lepas mengiringi langkahnya yang sedikit berlari. Tiba-tiba langkahnya terhenti, tangannya menjulur menggapai setangkai bunga berkelopak rapuh tersebut, memerhatikannya seksama. "Ada satu kemiripan di antara kita. Kau dianggap hama, sedangkan aku sampah. Semua orang sedang mencemoohku sekarang. Membicarakan kejelekanku dan menganggapku penuh kebohongan." Wajah sang putri tampak muram, terselip senyum getir di bibirnya yang ranum. Sang putri tersentak, tak ingin terbius lama dengan kegetiran ini, bibirnya meniup kelopak putih itu sehingga ... Wushh .... Serpihan kelopak tipis melayang-layang terbawa angin
"Alessandra--" kata Tuan Aroon terputus. Telunjuk wanita dalam pangkuannya terulur ke bibir, memaksanya untuk berhenti berbicara. "Alessa. Panggil saja Alessa. Panggilan Alessandra diperuntukkan bagi yang hanya mengenal saya di layar kaca," ralat wanita dalam pangkuan tersebut seraya menatap intens sang pria. Sepertinya ia benar-benar mulai membuka diri atau bahkan hati pada Tuan Aroon. Alessa adalah nama panggilannya yang dikhususkan bagi orang terdekat, dan sekarang pria itu memperoleh hak spesial tersebut. Ya, Tuan Aroon telah berhasil masuk ke dalam list manusia spesial dalam hidup wanita dengan riasan tipis tersebut. Tak dipungkiri, rentetan kejadian dan perlakuan istimewa pria tersebut membuat hatinya begitu terharu dan tersentuh. Mendengar kalimatnya, Tuan Aroon tak bisa menahan rasa gemas terhadap wanita yang tampak sangat cantik pagi ini. Pria yang sedang berbunga hatinya tersebut terdengar mengeluarkan kekehan ringan. "Bukankah kau biasa dipanggil Ale?" tanyanya dengan s
Jika sudah diselimuti kabut gairah, maka apalah artinya elemen sekitarnya. Bahkan lantai pun dirasakan laksana kasur empuk bagi mereka sang pemabuk gairah. Keduanya terlihat seperti makhluk yang haus akan belaian. Tampak sama-sama membutuhkan. Sejoli beda usia tersebut saling memberi satu sama lain, mentransfer kehangatan juga tukar saliva bergantian. Entah berapa banyak di kulit wanita itu tercetak tanda kepemilikan. Hasil karya Tuan Aroon itu terlihat kontras dengan kulit putih wanitanya. Alessandra biasanya hanya menyerahkan diri, menerima dan pasrah dengan apa yang dilakukan sang pria, namun saat ini dirinya turut berkontribusi begitu agresif dan masif. Jemari lentiknya memberi sentuhan demi sentuhan di daerah-daerah sensitif sang pria, membuat prianya tersebut terbuai nyaris gila merasakan sensasi yang begitu panasnya menjalar ke seluruh aliran darah. Dia benar-benar hampir gila. Ah, wanitanya tersebut sungguh luar biasa! "Kau siap menerimanya?" rancau Tuan Aroon di saat bag
"Lain kali, kau jangan menggunakan celana model begini. Dia sangat jail, tidak membiarkan aku memberimu kebahagiaan." Tuan Aroon masih berbisik lembut, terdengar seksi. Alessandra mendorong dada Tuan Aroon sebagai pertahanan. Jika tidak ia lakukan, bisa-bisa keduanya kembali bergumul mesra hingga lupa daratan, akibatnya melupakan persoalan tentang mereka yang akan memberikan klarifikasi pada wartawan. Wanita berlesung pipi tersebut tak ingin itu terjadi. "Ini juga mengganggu. Bahkan saya sedikit tidak berkonsentrasi karenanya," sahutnya. Jemarinya menarik apron yang melekat di tubuh sang pria. Tuan Aroon terkekeh geli melihat wanitanya yang tampak menggemaskan. "Maafkan, Sayang. Kau tadi begitu luar biasa sampai aku tak bisa memikirkan yang lainnya. Apalagi melepas kain ini. Maafkan, ya," ucapnya lalu mencium kening Alessandra. Alessandra tersenyum kecil kemudian bangkit, hendak melangkah ke kamar untuk mempersiapkan diri. Sedangkan Tuan Aroon menaikkan celananya yang melorot sampa
Keduanya keluar dari bathroom setelah Alessandra selesai mencuci muka. Sekarang wajah wanita itu terlihat lebih segar dari sebelumnya. "Mana foundation?" tanya Tuan Aroon. Matanya sibuk mencari pada deretan make-up sang wanita. Saat ini kedua insan yang berstatus kekasih rahasia itu telah berada di depan meja rias. "Foundation? Anda juga ingin memoles wajah?" Alessandra tampak heran juga terkejut. Wanita yang sedang duduk itu mendongak, menatap Tuan Aroon yang berdiri di sampingnya. Alisnya nyaris bertaut. Melihat ekspresi sang wanita, Tuan Aroon mengeluarkan kekehan geli. "Tanpa make-up pun aku terlihat tampan, Alessa ... pertanyaanmu sungguh aneh.""Lalu?" Alessandra kembali mengerutkan kening. Masih tampak heran. Tuan Aroon sedikit membungkuk lalu membelai rambut sang wanita yang menjuntai sampai dada, membawanya kebelakang sehingga tampak leher jenjangnya. "Aku akan menutupi tanda cintaku ini dengan foundation. Memangnya kau mau orang-orang tahu hasil karyaku ini?" Bibir pria