...
Anara ngedumel. Ia mengulang kata-kata Daver persis dengan gaya cowok itu. "Karena gue sayang sama lo, Ra. Gue kan sahabat lo. Hilih, bacot sia. Bosen gue denger omongan lo."
Bodo amat Anara gaspol.
"Lah, sayangnya gue udah lebih dari sahabat, dah," ucap Daver lirih, sudah bete.
"Apa lo bilang?" Anara mengarahkan tangannya ke belakang telinga sembari sedikit tertawa. "Ngelawak lo, Dav."
Anara tangkap Daver cuma bergurau karena cowok itu ngomong tanpa ekspresi dan sangat santai seperti tidak ada beban.
Daver mengacungkan dua jarinya membentuk tanda V. "Sumpah, gue beneran sayang sama lo. Makanya gue mau liat reaksi lo
"I want to see what happens if i don't give up."-Anara Emiley***Anara tidak tahu ke mana Daver membawanya pergi sampai cowok itu mendaratkan ninjanya ke suatu tempat yang tidak pernah ia kunjungi.Tempat ini hanya mendapat penerangan dari satu lentera besar. Sepi, namun dekat dari jalan raya sehingga terdengar suara kendaraan yang melewati Jakarta."Ayo, Ra."Sedikit orang di sini. Dapat dideskripsikan tempat ini adalah sebuah taman karena ada rumput cantik, bunga-bunga, serta bangku panjang. Tidak lupa ada deretan abang-abang yang menjual jajanan.
...Anara menunduk. Dari situ dapat terlihat bulu matanya yang basah. "Gak usah bangga-banggain gue kayak gitu. Gue hancur tanpa sepengetahuan lo. Gue gak sekuat itu."Daver menggeleng. "Enggak, Ra. Kalau lo hancur, lo udah hilang dari dunia ini. Tapi lo enggak. Yang gue liat,you're not broken, you grow."Anara ikut menggeleng. Ia menatap Daver begitu sendu sampai Daver melihat itu seperti memelas. "Enggak.." Anara menghela napas. "Gue gak sekuat lo."Anara mengerti betul banyaknya kesakitan lalu-lalu yang menimpa hidup Daver selama ini. Jadi, Anara mengerti betul banyaknya kekuatan yang Daver punya untuk bertahan.Anara kembali menunduk hingga D
"The love you give is the love you deserve."-Daver Negarald***Logikanya, dua insan yang menjalin hubungan persahabatan bertahun-tahun akan merasa canggung apabila mengubah status mereka menjadi pacaran. Itu pula yang terjadi pada Anara, tetapi tidak pada Daver.Mungkin ini juga faktor dari Anara yang hampir tidak pernah pacaran yang serius. Bahkan sepertinya Anara tidak pernah pacaran.Sejak kemarin Anara menjawab permintaannya dengan anggukan kepala, Daver tidak bisa berhenti memikiran gadis itu. Ada banyak hal tentang Anara dalam benaknya.Ting!
***"Yuk!" Fara, Anara, dan Elena turun dari mobil. Ketiganya memasuki Starbucks dan memesan menu favorit mereka masing-masing.Mereka tidak sedikit mendapat perhatian dari orang-orang di sana. Pasti penyebabnya ialah ketiganya yang benar-benar cantik denganoutfitmereka hari ini.Begitu mendapat minuman dansnackmasing-masing, mereka menempati tempat duduk paling ujung."Guys," ancang-ancang Elena memulai topik. "Gue lagi deket sama seseorang loh.""Hah? Siapa, Na? Kok gak pernah kasih tau dichat?" Fara heboh.Elena menggaruk kepalanya. Ia me
***"Halo? Kenapa?""Lo mau ikut gue sama Evan ke bengkel gak, Dav?""Ngapain gue ikut, bego." Daver terkekeh. "Gak penting amat.""Bangke lo, ye. Siapa tau lo mauservicejuga. Makanya gue ajak.""Motor gue gak kenapa-napa. Makanya jangan balapan mulu kayak orang stres. Rusak mulu kan motor lo.""Motor gue gak rusak karena balapan,anjir.Gak bisa sehari gak ngatain gue ya ini anak. Ya udah lah kalo gak mau."Daver cekikikan mendengar Ander mengocehinya. "Rino ke mana, Der? Kok gak ikut
"A thousand of trouble in mind, but still, her body is full of strength."-Daver Negarald***"Kalo pemilikhandphoneini dateng, kasih aja, ya," pesan Rezo pada barista Starbucks, seraya meletakkan ponsel Anara di meja kasir.Baru saja barista itu mau bertanya mengenai ciri-ciri pemilik ponsel, Rezo langsung bergegas pergi.Laki-laki itu menyeringai. Senang sekali dapat mengetahui kembali kelemahan Daver. Ia menyebut satu nama,"Anara Emiley."Rezo kembali mengeluarkan senyum kejinya.
***"Anara!"Anara menghentikan langkahnya yang baru saja mau masuk ke kamar. Ia membalikkan tubuh, melihat perawakan laki-laki paruh baya yang barusan memanggil namanya.Anara hanya melihat Jeff dengan arahan mata yang datar. Namun, Jeff tak kunjung mengucapkan apa-apa."Kenapa?""Lusa kami bakal cerai." Jeff mengucapkan dalam satu tarikan napas dengan lantang."Ooh." Anara mengangguk sekejap. "Oke, bagus."Jeff terkekeh sinis. "Emang gak ada sopannya lo. Orang tua cerai cuma gitu aja reaksinya?"Anara menyeringai tak kalah sinisnya. Ia mendesis dan menggeleng-gelengkan kep
"I really own the dangerous blue eyes."-Anara Emiley***Gema mendengus sebal. Ia kesal sekali saat melihat semua toilet pria di lantai satu penuh. Lebih kesalnya lagi, penuhnya itu karena anak sekolah lain yang memakai."Sialan banget. Gue kebelet kampret!"Gema mau tidak mau naik ke lantai dua. Daripada pipis ditahan-tahan malah tidak bagus, kan?Langkah Gema terhenti saat menaiki anak tangga ke-12. Ia terganggu dengan seorang pria berjaket hitam dan topi merah tua yang bersembunyi di balik dinding tangga.Tampakn
...Saat Daver mengatakan itu, suasana semakin haru. Ada yang menyembunyikan air mata, ada yang berusaha untuk tetap senyum, ada yang cemberut karena sedih."Oh iya, gue titip Anara ke kalian ya. Dia suka mendem sendiri kalo ada apa-apa. Jadi tolong didengerin kalo dia emang butuh temen cerita, peluk dia kalo lagi sedih, bikin dia ketawa. Pokoknya tanyain terus dia kenapa," pinta Daver pelan.Zhenix mengangguki perkataan Daver. Evan dan Rino, mereka mengacungkan jempol.Daver mundur beberapa langkah, kembali lekat dengantrolley-nya. Setelah melambaikan tangan, ia mulai membawa pergi benda yang menampung segala kebutuhannya itu.Sesekali Daver menengok ke belakang. Barangkali ia melihat seseorang berlari menghampi
..."Aku salah banget ya?" tanya Daver kemudian menatap Giselle.Giselle tersenyum lembut, lalu mengacak rambut Daver selayaknya anak kecil. Ia tertawa sekejap."Kok malah diketawain sih," gerutu Daver. "Ini udah tinggal 40 menit lagi, Kak. Zhenix udah pada bilangotw, tapi mereka bilang Anara gak mau ikut.""Siapa tau Anara tiba-tiba dateng?""Dia aja gak angkat telepon atau bacachataku sama sekali. Nih, liat. Aku udah ada ratusan kali nelepon dia. Gak ada satupun yang diangkat."Giselle menatap Daver sebentar, lalu ia mengatakan sesuatu yang sedikit melegakan hati Daver. "Gini, Dav. Anggap aja untuk sekarang, Anara lagi marah sebentar. Sebe
"We start this story by together. It must be the same way when we end this."—Daver Negarald—***"Daver, bangun! Bisa-bisanya kamu gak pasang alarm. Ayo siap-siap!" oceh Natasya, membuka gorden kamar Daver. Wanita itu sengaja menginap di apartemen Daver, sekalian membantu anaknya membereskan barang-barang.Daver memicingkan mata begitu sinar mentari menerobos kaca kamarnya. Ia terkejut dengan dirinya sendiri sampai langsung mengubah posisi menjadi duduk.Jadi tadi gue cuma mimpi?!"Kenapa?" Natasya bingung melihat gerak-gerik Daver
***17.38 WIB.Shit!Rasanya Daver mau mengumpat berkali-kali. Kenapa Anara tidak kunjung membalas pesannya? Membaca pun tidak!Apakah Daver harus pergi dengan perasaan ganjalnya ini? Juga dengan ketidakjelasan hubungannya dengan Anara?"Kamu nungguin apa sih? Dari tadi bolak-balik liat hp terus." Giselle ternyata memperhatikan kegelisahan Daver."Calm down." Gantara menepuk bahu Daver dengan gagah, lalu tersenyum. Aura keayahan laki-laki paruh baya itu sangat kental. "Calon penerus Negarald Group harusstay cool, oke?"Daver tersenyum berat, lalu menganggukkan kepalanya.
***"Ra? Kok manyun sih? Seneng dong harusnya karena tau Mama demen sama kamu."Daver dan Anara baru saja sampai di danau yang pernah mereka kunjungi waktu lalu. Memang gelap jadinya karena ini sudah malam. Akan tetapi, ada banyak lampu yang menyala dan beberapa pedagang yang masih menggelar lapak.Anara tidak menanggapi. Pikirannya sedang tidak fokus. Ia juga tadi lagi sibuk mengetik sesuatu di ponselnya."Are you okay?""Ya?" sahut Anara asal."Kamu gak apa-apa?" ulang Daver sabar. Ia menatap Anara. "Dari kemarin, kamu agak beda. Aku mau nunggu kamu cerita sebelum aku duluan yang tanya. Eh, kamu gak cerita-cerita." Ia terkekeh bercanda.
"So, it does end like this, doesn't it?"-Davenara***Sesuatu yang sangatrareakan terjadi malam ini di rumah Giselle. Bayangkan saja, Gantara dan Natasya mau menghadiri makan malam bersama. Padahal sejak bertahun-tahun lalu diajak, mereka tidak pernah mau.Mungkin bisa jadi karena hari ini adalah hari ulang tahun Grace, anak Giselle. Jadi Gantara dan Natasya selaku opa-oma anak empat tahun itu mau turut serta.Tentu di kesempatan berharga ini Daver mengajak Anara. Bahkan cowok itu membelikan Anaradressformal supaya mereka semua bisa berseragam."Happy birthday to Grac
***Anara selesai dengan aktivitas bersih-bersihnya. Dari yang bau keringat karena habisworkout,kini gadis itu sudah kembali wangi semerbak.Anara menyisir rambut, setelah itu mengambil vitamin rambutnya. Namun, ketika mengambil benda tersebut, ia melihat ada ransel Daver."Dav, kok tas kamu nyasar di sini?" teriak Anara dari dalam kamar."Iya, Ra! Tadi aku minjem kamar mandi kalian buat mandi, terus sekalian aku pindahin tasnya biar gampang cari baju, parfum, dll," jawab Daver dengan suara yang besar.Anara mengangguk paham. Lalu, ia memakai vitamin rambutnya dan kembali menyisir."Itu apaan dah?" gumam Anara kecil, salah fokus ke amplop berisi surat yang
"We called it family."-ZHENIX***Sudah pukul 3 subuh, tapi Rino belum bisa tidur. Padahal yang lain udah tepar dari jam 12 malam. Karena lapar, ia pun akhirnya keluar kamar untuk mencari cemilan.Ceklek!Rino menyalakan lampu. Ia berjalan ke dapur. Agak sedikit heran karena ada suara air mendidih."Oy!" panggil Letta, ternyata lagi masak mie instan. "Ngapain lo?""Kaget, kirain siapa." Rino mengelus dada, lalu tertawa. "Bikin apaan, Ta?""Mie. Mau?"
***"Na, jadian yuk!""HA?" Elena kaget dengan ucapan Evan yang tiba-tiba. Ia mengambil es kelapa dan memberikannya. "Mabok lo!""Ih, serius, Na. Emangnya lo gak mau punya cowok cakep plus humoris kayak gue?" Evan mengedikkan alisnya sambil mengelus-elus dagu.Elena tertawa melihat kepedean yang Evan tampilkan. "Udah-udah, gak usah ngaco deh, ayo balik. Yang lain juga pada mau minum es-nya.""Lo mah gitu, Na. Digantung mulu gue." Evan ngambek."Emang lo mau nerima kekurangan gue?" tanya Elena, sebenarnya hanya bergurau.Namun, Evan menanggapinya dengan serius. "Lo pikir gue sesempurna itu untuk gak milih lo dengan alesan yang