125 Panggilan tak terjawab
50 Pesan belum dibacaItulah yang layar ponsel Anita tunjukkan setelah hampir seharian tidak disentuh karena sang pemilik sibuk dengan pekerjaannya yang tiba-tiba membeludak dan meminta perhatian penuh, ia juga tidak menyentuh ponselnya bukan karena sedang menghindari Habib melainkan waktu yang selalu tidak tepat saat akan menerima panggilan dari laki-laki itu. Kini jam dinding yang ada di ruangan Anita menunjukkan hampir pukul 8 malam dan dia belum juga selesai melakukan pekerjaannya yang harus selesai hari ini juga.
Perempuan itu setelah menunaikan ibadah salat isya menyempatkan diri untuk memesankan makanan untuk seluruh timnya yang memang diminta untuk lembur. Anita adalah orang yang mempersiapkan segalanya sebelum waktu selesainya tiba tetapi kali ini berbeda, pagi tadi saat ia masih sarapan di rumah salah satu klien yang ada di luar kota menelpon untuk memberikan proyek kecil yaitu mendesain sebuah perpustakaan. Anita yang dimintai tolong seperti itu tidak tega akhirnya mengiakan dan juga karena yang meminta adalah klien tetapnya yang selalu memberikan beberapa proyek besar maupun kecil maka dari itu ia menyanggupi dengan membuat desain sesuai informasi digital dari sang klien.
"Mbak, makanannya udah sampai di bawah." salah satu OB menghampiri Anita menyampaikan informasi tersebut.
"Siapkan peralatan makannya, kalian yang di bawah juga ikut makan sudah saya pesankan." ujar Anita yang matanya tetap sibuk menatap layar laptop dan monitor secara bergantian.
Jika dikatakan hanya membuat gambar ruang saja mungkin kedengarannya mudah apalagi hanya sebuah perpustakaan yang luasnya hanya tidak lebih dari minimarket pasti mudah, tetapi ketika mendesain ruang yang apalagi ketika diminta untuk memiliki ciri khas atau keinginan dari sang empunya, gambar tidak akan semudah yang dilihat atau dibicarakan. Untuk mengkonsultasikan keinginan klien secara singkat saja kurang lebih 3 jam, itu semua belum dimulai pada sebuah gambar tapi hanya berupa kumpulan kata-kata yang akan menjadi patokan dari desain. Satu hal yang Anita syukuri bahwa sang klien tidak memiliki banyak keinginan yang sisanya diserahkan kepada Anita yang sudah ia percaya.
Anita mendengar beberapa langkah kaki yang memasuki ruangannya, ia mendongak melihat dua OB membawakan peralatan makan dan minum. "Oke semuanya, kita break sebentar. Ayo, makan,” ujar perempuan itu memberikan perintah.
"Mbak gak makan?" tanya salah satu pegawai Anita karena melihat perempuan itu duduk kembali di kursinya.
"Saya makan setelah menyimpan ini. Kalian makanlah terlebih dahulu agar menghemat waktu." perintah Anita yang tidak bisa digugat.
Keempat tim Anita memulai kegiatan makan mereka di meja tengah ruangan yang biasa mereka pakai untuk rapat ditambah dua orang OB. Setelah menyimpan file desain tersebut Anita bergabung bersama para pegawainya. "Kalian tidak perlu menyisakan untuk saya, tadi papa saya mengantar makanan jadi kalian boleh menghabiskannya jika mau." ujar Anita melihat beberapa potong ayam yang masih tergeletak di atas meja.
"Selesai makan kalian juga sudah diperbolehkan pulang, tugas kalian sudah selesai. Saya juga hanya perlu follow-up to clients."
"Serius, mbak? Udah bisa balik?" tanya salah satu pegawai Anita dengan wajah semringah.
"Iya, selesaikan dulu dan don't forget to give me the report." ujar Anita memperingati yang diangguki seluruh pegawainya.
Akhirnya Anita selesai saat jarum jam menunjukkan pukul 8 lewat 40 menit. Perempuan itu sedang menunggu Ivan yang akan datang menjemput, Anita bangkit dari duduknya saat melihat mobil putih sang papa muncul. "Pak, jangan lupa dicek semua ya." pesan Anita kepada security kantor yang bertugas.
"Baik, mbak."
Anita masuk ke dalam mobil yang disambut dengan senyuman oleh Ivan. "Udah selesai semua kerjaannya, Ta?" tanya Ivan sembari menunggu Anita memasang seat belt dengan benar.
"Udah, mas dan sekarang aku mau langsung tidur aja." jawab Anita yang mulai merenggangkan tubuhnya.
Ivan tertawa yang mendengar itu setelah melihat Anita yang sudah terlelap di sampingnya, laki-laki itu mengemudi dengan tenang agar tidak menggangu sang adik. Ivan yang tidak melihat Anita selelah itu menghela napas, ia tidak tahu apa yang sang adik rasakan setelah malam di depan toko es krim itu dan sejak malam itu pula Ivan melihat orang lain di dalam diri Anita, bukan Anita yang ia kenal dan orang lain itu adalah Anita yang dulu.
Setelah mengemudi hampir 20 menit, akhirnya mobil itu memasuki pelataran kediaman Radiga. Adit yang melihat Ivan turun mendekati laki-laki itu. "Mbak Tata kenapa, mas?" tanya laki-laki itu sedikit khawatir melihat Ivan yang sepertinya sedang bersiap mengangkat Anita.
"Mbakmu gak papa, Dit cuma lagi tidur aja. Capek banget dia." ujar Ivan yang sudah menggendong Anita, sebenarnya laki-laki itu bisa saja membangunkan sang adik tapi mana tega seorang Ivan begitu, ia begitu menyayangi Anita sampai-sampai tidak tega hanya untuk membangunkan saja.
"Ambil tas sama berkasnya mbakmu ya Dit, mas mau naik." tambah Ivan sebelum masuk ke dalam rumah, Adit hanya mengangguki tanpa banyak bertanya ia tidak akan banyak berkomentar jika Ivan yang meminta.
☁️☁️☁️
Pagi menjelang, suasana meja makan tampak ramai. Anita yang baru selesai membantu sang mama menata meja duduk di sebelah sang ibu sementara Ivan dan Adit di seberangnya. "Mas, makasih ya udah angkat aku. Aku berat ya, mas?" tanya Anita sembari tersenyum cerah dan malu.
"Iya sama-sama, Ta." Ivan tersenyum melanjutkan kegiatannya menyendoknya.
"Jadi mbak gak mau terima kasih ke aku nih?" sindir Adit sedikit iri karena Anita hanya berterima kasih kepada sang Abang sementara dirinya tidak.
"Makasih adikku sayang." ujar Anita tersenyum cerah membuat Adit hanya mengangguk puas.
"Tata, gimana pengerjaan proyek kamu kemarin, lancar sampai selesaikan?" sang papa akhirnya berbicara setelah nasi di piringnya tinggal setengah.
"Alhamdulillah, pa diperlancar sama Allah dan sepertinya besok Anita harus ke Medan nih karena pagi tadi kliennya puas dengan desain Anita, mereka minta Anita ke sana untuk mengawasi langsung selama kurang lebih tiga harian, pa terus dilanjut lagi setelah menuju finishing desain ruangannya baru Anita ke sana lagi." jelas Anita panjang lebar.
Radiga menatap Talita lalu melihat ke arah putrinya. "Besok dengan siapa, Tata?" tanya pria itu langsung karena jika menyangkut proyek di luar kota Radiga tak pernah semulus jalanan aspal memberi izin.
"Mungkin sama Rifa -asisten Anita- atau sama mas Hega yang sering nemeni Tata kalau ada proyek di luar kota." Anita menjawab santai, ia tahu sang papa sangat sulit untuk melepasnya pergi ke luar kota begitu saja.
"Hega temen kamu kan, Van?" tanya Radiga menatap sang sulung yang sejak tadi diam menyimak sembari mengunyah.
Ivan mengangguk membenarkan karena mulutnya masih mengunyah telur yang baru ia masukkan ke dalam mulutnya dan berbicara soal Hega, laki-laki itu adalah sahabatnya sejak SMA hingga sekarang, Ivan dan Hega memang akrab apalagi saat laki-laki itu masuk ke firma sang adik. Hega sendiri sering membantu dirinya untuk menjaga Anita saat sedang menangani proyek yang ada di luar kota.
"Pa, ma, Tata udah selesai kalau gitu Tata berangkat dulu." ujar Anita yang sudah bangkit dari duduknya.
"Gak bareng, Ta?" tanya Radiga.
Anita menggeleng. "Papa lupa hari ini jadwal aku untuk ngunjungi dia." ujar perempuan itu menyalami kedua orang tuanya lalu sang kakak, sementara Adit hanya dapat usapan di rambut. "Aku pamit ya, Assalamu'alaikum semuanya." tambah Anita berjalan meninggalkan ruang tamu.
Anita yang baru ke luar dari rumahnya berjalan menuju mobil tiba-tiba dihentikan oleh seseorang. "Tunggu, Ta!"
Tak perlu berbalik pun, Anita tahu suara siapa ini. Habib, ini adalah suara laki-laki itu dan benar saja saat berbalik perempuan itu melihat wajah Habib yang tampak biasa saja malahan menurut Anita wajah laki-laki itu tampak cerah dan ceria. "Mas." ujar Anita yang akhirnya mengeluarkan suaranya.
"Aku ke sini, sepagi ini cuma mau bilang, Ta. Hari ini kita mulai mempersiapkan segala sesuatu pernikahan kita ya." ujar Habib.
Anita yang mendengar pernyataan itu sedikit terkejut, bukan kata maaf yang laki-laki di depannya ini ucapkan malahan memintanya untuk mempersiapkan pernikahan yang akan digelar tiga bulan ke depan. "Cuma itu, mas?" tanya perempuan itu sedikit penasaran, apakah Habib melupakan peristiwa di depan toko es krim itu? Apakah hanya dirinya yang menganggap itu penting.
Sudah hampir 5 menit mereka berdiri di depan rumah Anita tanpa suara, baik Habib maupun Anita hanya terdiam setelah pertanyaan yang diberikan perempuan itu dan akhirnya Anita hanya tersenyum mencoba untuk mengerti laki-laki yang berdiri di depannya ini. "Maaf mas, kamu gak lupakan hari ini adalah hari dimana aku ke tempat dia. Jadi, kita gak mungkin bahas itu sekarang." ujar perempuan itu tersenyum dan mencoba berbicara baik-baik agar Habib tidak salah paham. "Jadi kamu lebih mentingi dia daripada hubungan kita?" Anita yang mendengar itu terdiam sebentar lalu ia melihat wajah Habib, laki-laki yang sudah hampir 3 tahun lamanya menetap dihatinya, perempuan itu melangkah menuju mobilnya yang sudah berada tepat di depan pintu rumahnya. Anita masuk ke dalam mobil setelah itu dengan cepat mobil melaju meninggalkan rumah putih berlis abu-abu itu. Wajah Anita yang biasa tersenyum dan lembut kini tidak, ekspresinya datar dan tat
Baik Anita maupun Hega masih berdiri di atas lantaiboarding passmenunggu giliran mereka untuk pengecekan tiket. Setelah acara berpelukan yang cukup panjang dengan keluarganya ditambah dengan kekecewaannya karena Habib tidak datang untuk mengantarnya, Anita tersenyum kecil mengingat kembali ucapan Ivan bahwa ia tak perlu mengambil pusing hubungannya dengan Habib, karena akan bagaimanapun ia menjaga hubungannya itu dengan baik jika Allah tidak berkehendak, hubungan itu akan hancur juga walau sudah berjalan selama tiga tahun. Anita hanya bisa berdoa, jika Habib memang jodohnya,pasti Allah akan mempermudah jalan keluar untukmasalah mereka, jika tidakmungkin saja Habib adalah jodoh orang lain yang sedang Anita jaga untuk sang pemilik. Apapun itu Anita yakin, itulah yang terbaik untuk hubungannya. Pesawat yang ditumpangi Anita dan Hega akantake offsebentar lagi. Hega yang duduk di sebelah Anita tampak sibuk mengel
Hari ketiga di kota Medan, hal yang menjadi rutinitas perempuan itu ketika bepergian ke luar kota bersama Hega adalah wisata kuliner sebelum kembali pulangke Jakarta. Anita sudah dilobbymenunggu Hega turun,perempuan itu berbusana kasual dengan warna pastel yang tampak sangat pas untuknya.Senyum Anita mengembang setelah melihat Hega yang baru ke luar dari lift bersama beberapa orang. "Mas Hega." panggil Anita melambaikan tangan seperti anak kecil yang senang karena akan pergi ke taman bermain.Hega yang melihat senyuman Anita yang kian manis ikut tersenyum. "Lama nunggu, Ta?" tanya laki-laki itu tersenyum.Anita menggeleng. "Enggak kok, mas, Tata baru aja turun tapi udah pegel sih berdiri aja karena udah gak sabar." Perempuan itu tersenyum.Hega yang mendengar itu juga ikut tersenyum, baginya Anita adalah sosok adik yang sangat ia sayangi karena laki-laki itu adalah anak semata wayang. "Yaudah, ayo. Kayaknya kamu udah gak sa
Baik Anita maupun Habib saat ini sedang berada di Rown Butik, sibuk memilih model dan bahan untuk pakaian yang akan mereka gunakan di hari pernikahan dan hari ijab kobul. “Tata gak mau ribet ya, tante. Mau yang sederhana tapi tetep kelihatan istimewa.” ujar Anita tersenyum kepada sang pemilik butik yang sudah ia kenal.Ronalia tersenyum mendengar permintaan dari Anita. “Iya, Tata. Tante tau kok selera kamu, dari dulu gak pernah berubah ya, selalu sederhana dan istimewa jadi pilihan kamu.”Anita tersenyum mendengar ucapan Ronalia. Perbicangan mereka berlanjut sampai dengan pemilihan warna dan berakhir setelah pengukuran tubuh dilakukan selesai. Baik Anita dan Habib kini masih berdiri di depan butik."Mas gak bisa anter kamu, Ta. Asisten mas udah ngehubungi mas katanya klien udah di Firma nunggu." ujar Habib tampak sedikit menyesal dengan keadaan.Anita yang mendengar itu tersenyum mengerti. "Gak papa, mas. Tata ngerti kok, lag
Setelah pembahasanyang memakan waktuyangcukup panjang dengan Gibrankemarin dan juga dikarenakan iniadalahmasalah genting yang harus segera diselesaikanjika tidak akan semakin sulit untuk menyelesaikannya.Anita dan Gibran sepakat untuk membuat janji pertemuan hari ini setelah makan siang di kantor laki-laki itu dengan beberapa orang yang terlibat langsung dengan proyek ini sebelumnya. Anita sudah siap berangkat dengan Rifa, mobilnya juga sudah terparkir di depan Firma tapi saat Anita akan masuk gerakannya tertahan oleh panggilan seseorang. Anita yang menoleh dan mendapati Habib sedang melangkah mendekatinya, ia tersenyum. “Ada apa, mas?” tanyanya heran, ini penampakan yang mulai sering terjadi sekarang sejak pertemuan yang tidak disengaja itu, bila Anita dapat menembaknya dari pengalaman yang sering terjadi pasti akan berakhir buruk dan mereka akan ribut. “Kamu sibuk, Ta?” Pertanyaan basa-basi itu membuat Anita t
Anita hanya mendengarkan penjelasan Habib yang duduk di depannya tanpa melakukan hal lain, laki-laki itu mengatakan bahwa ia harus pergi ke luar kota untuk dinas di kantor cabang atau lebih tepatnya ada pertukaran karyawan dan itu berlangsung selama satu bulan lamanya. Anita hanya terdiam mendengarkan apa yang disampaikan laki-laki itu hingga selesai berbicara, barulah saat Habib selesai perempuan itu berdeham. “Mas, memang diharuskan pergi ya?” hanya pertanyaan itu yang keluar dari mulut Anita setelah mendengarkan cerita panjang Habib dan mencerna semuanya dengan baik. Habib mengangguk. “Iya, Ta. Di kantor cabang kekurangan senior jadi aku diutus ke sana.” Anita mengangguk paham. “Mas, kamu bilang dinas selama satu bulankan? Mas bisa pergi, satu bulan setelahnya aku pikir cukup untuk mengurus catering dan WO atau EOuntuk acara kita karena kita sudah selesai untuk fitting jadi Anita pikir, mas bisa pergi dinas dengan tenang.”
Ternyata seminggu berada di kota Medan membuat Anita dapat melupakan sejenak masalah yang melandanya selama beberapa hari kemarin. Wanita itu disibukkan dengan berbagai pekerjaan dan juga tour list bersama Hega. Akhirnya hari ini, mereka harus kembali dan menjalankan rutinitas seperti biasa. Kemarin sebelum pulang Anita mengucapkan banyak terima kasih kepada Hega.“Mas Hega, makasih ya udah bawa Tata keliling kota Medan, diajak kuliner dan liburan sana sini. Makasih udah mau dibuat capek sama Tata.”Hega hanya tersenyum mendengar Anita mengucapkan terima kasih seperti itu, ia tahu Anita sedang dilanda banyak masalah tapi adiknya Ivan itu sangatlah pandai menutupi segalanya. Jadi, ia hanya dapat menghiburnya dengan cara seperti itu.“Mbak Anita, ini ada surat dari pak Gibran dari BASKA Group. Suratnya sampai dari kemarin, mbak.” ujar Wika, setelah berhasil menghentikan Anita yang baru saja datang.Anita menerima amplop cokl
Saat akan mendorong pintu masuk firma, Anita berpas-pasan dengan Miko yang tampak rapi dan segar. “Pagi, mbak Ta.” sapa laki-laki itu tersenyum cerah menyapa Anita yang juga ikut tersenyum manis.“Pagi, Mik. Udah resmi atau masih magang nih?” tanya Anita masuk karena Miko sudah menahan pintu.“Magang, mbak selama 3 bulan. Mereka mau lihat kinerjaku dulu, baru bisa dipertimbangkan untuk ke depannya.” jelas Miko.Anita mengangguk mendengar itu, langkahnya menuju area fingerprint untuk melakukan absen pagi. Sementara itu, Miko berjalan menuju Wika untuk mengisi absen manual.“Jadi kamu gabung di tim mana, Ko?” tanya Anita mendekati Miko yang masih berdiri di depan meja resepsionis sedang mengisi absen dan juga melihat di tim mana ia akan di tempatkan.“Di tim mbak Anita.” ujar Wika tersenyum. “Karena tim mbak yang lagi kebanjiran klien, jadi menurut bapak mbak perlu anggota tam
Minggu menjadi hari liburnya aktifitas dan seluruh kegiatan yang diwajibkan atau lebih dikenal dengan hari leha-leha, Anita dan Talita sudah ada di dapur dibantu dengan Adit dan Mbak ART rumah mereka. Adit sedang membantu memotongi wortel membantu sang kakak, sementara sang ibu sedang mengecek rasa masakan yang dibumbui oleh sang putri barusan. "Mas Ivan udah bangun, Dit?" tanya sang ibu, pasalnya sang sulung tidur setelah sholat subuh hingga sekarang sudah hampir pukul setengah delapan. "Udah, ma. Udah gabung kok sama Mas GIbran sama papa di halaman belakang." ujar Adit masih fokus dengan kegiatan memotong dan mengupasnya. "Kamu sendiri kok gak ikutan?" tanya Anita melihat adiknya yang lebih memilih sibuk membantu mereka di dapur, tidak ikut bermain bulu tangkis di belakang rumah. "Enggak, mbak. Capek nanti aku mau jalan sama anak gadis orang." ujar Adit tersenyum sumringah. "Ada aja alasan kamu itu, bilang aja males." ujar Anita menyindir sang adik dengan senyuman menge
Tepat puku jam 11 malam Anita dan Gibran masuk ke dalam kamar setelah selesai membereskan beberapa barang di taman belakang membantu Ivan, Adit dan sepupu-sepupu perempua itu yang lain. Anita mendudukkan dirinya di sofa single tempat biasa ia membaca buku, sementara Gibran masih berdiri di depan meja rias perempuan itu."Mau mas dulu atau Tata yang bersihkan badan?" tanya Gibran melepas jam tangannya lalu meletakan di atas meja rias wanita itu."Mas dulu aja, Tata masih kepengen duduk. Pegel banget pinggangnya." ujar perempuan itu melepas sendal yang hanya setinggi 3 cm."Ya sudah kalau begitu, mas duluan yang mandi." ujar Gibran melangkah menuju kamar mandi lalu tiba-tiba langkahnya terhenti."Mas sebentar, handuknya belum." ujar perempuan itu buru-buru bangkit melangkah menuju lemari sudut yang berisi selimut, handuk, seprai dan barang-barang lainnya kecuali pakaian."Ini mas." ujar Anita mengangsurkan handuk putih kepada Gibran yang diterima dengan baik oleh laki-laki itu."Terima
Selesai menemani Ivan makan, Anita yang ingin kembali pergi ke kamarnya tidak jadi karena ia kedatangan tamu tidak diundang. Anita dan sang tamu duduk di ruang tamu rumahnya dan jangan lupa ada Adit yang duduk tak jauh dari mereka dengan tatapan tajam dan mengawasi."Ada apa, bang?" tanya Anita. Tamunya adalah Habib, laki-laki itu tiba-tiba datang setelah diberitahukan oleh salah satu sepupu laki-laki Anita yang sedang duduk di depan teras rumahnya."Gak ada apa-apa, Ta." ujar Habib.Anita yang mendengar itu sedikit terdiam, jika bertemu tidak memiliki kepentingan atau suatu hal yang akan dibahas kenapa harus bertemu? apalagi ini Habib Darmawangsa, laki-laki memiliki sejuta jadwal penting yang harus segera dikerjakan. "Berarti gak ada yang mau diomongin, bang?" tanya wanita itu melihat Habib tidak minat.Habib terdiam mendengar itu, laki-laki itu tampak bimbang dalam diamnya. Ia bingung ingin mengutarakannya bagaimana perasaannya tapi jika ia tidak berbicara jujur maka ia akan kehilan
Habib yang melihat benda asing di atas meja ruang keluarganya, berjalan mendekati benda itu dan ternyata itu adalah sebuah undangan. Anita & Gibran Nama yang menghiasi depan undangan itu, undangan putih biru itu memiliki desain yang cantik dan simpel. Anita sekali desain ini, batin Habib melihat undangan itu karena teringat sosok Anita.Laki-laki itu menghembuskan napasnya lalu kembali meletakkan undangan itu di atas meja, ada beban berat yang baru saja menambah di pundaknya yaitu beban penyesalan, rasa penyesalan yang masih setia menghantuinya sampai saat ini.Bisakah ia mulai belajar ikhlas? Mengikhlaskan semuanya tentang Anita dan dirinya dulu? Memang benar apa yang dikatakan Adit tempo hari bahwa dia adalah seorang laki-laki yang tidak tahu terima kasih karena telah menyakiti Anita padahal perempuan itu yang membantunya keluar dari kelamnya dunianya dulu setelah ditinggal pergi oleh Gina begitu saja. Ia harus belajar untuk mengikhlaskan Anita yang bukan lagi miliknya atas segala
Seluruh keluarga Anita sudah berkumpul di ruang tamu dengan tambahan Gibran karena laki-laki itu sudah berada di rumah Anita sebelum jam makan malam dimulai. "Kemarin surat dinas dari perusahaan sudah keluar, pa." ujar Gibran membuka percakapan melihat ke arah Radiga dengan wajah serius. "Dinasnya dapat di luar kota, kalau sesuai dengan jadwal yang tertera harusnya sebulan lagi baru berangkat tapi karena ada beberapa problem di cabang yang harus Gibran selesaikan segera, dinasnya dipercepat seminggu lagi dan Gibran harus berangkat." ujar laki-laki itu. Anita dan sekeluarga tampak diam setelah mendengar penjelasan Gibran. "Jadi gimana, nak? Bukannya pernikahan kalian 2 minggu lagi akan dilaksanakan?" tanya Talita yang menanggapi lebih dulu dari pada yang lain, ia melihat calon menantunya yang seperti terperangkap dalam kebimbangan. Gibran menghela napas pelan. "Gibran mau tanya pendapat mama sama papa, bagusnya gimana? Apakah pernikahannya kami diundu
Jam di ruang tamu kediaman Radiga sudah hampir menuju ke angka 12 malam, tapi ruangan itu masih ramai. Hampir pukul 11, Habib datang dengan keadaan lusuh dan berantakan. Sudah hampir satu jam lamanya laki-laki itu berada di ruang tamu bersama seluruh keluarga Anita dan termasuk wanita itu juga. "Jadi sebenarnya, hal yang nak Habib mau itu apa? Bukannya hubungan kalian sudah selesai semenjak nak Habib lebih memilih Gina daripada anak papa." ujar Radiga bertanya, pria paruh baya itu sudah mulai bosan melihat pemuda yang sudah berhasil menyakiti hati sang putri dengan kejamnya. "Gak mungkin, lo balikkan lagi sama mbak Anita, gak mungkin banget!" protes Adit, laki-laki itu tampak sekali tidak suka dengan kehadiran Habib di rumahnya. Habib melihat ke arah Anita yang tidak mengeluarkan suaranya sedikit pun, wanita itu sekarang tampak lebih cantik menurut Habib. Apakah itu hanya perasaan Habib saja karena ketika bersama dulu, Habib tidak benar-benar melihat Anita da
Anita sudah menormalkan kembali wajah terkejutnya, wanita itu mulai mengeluarkan beberapa kertas dan juga bolpoin. "Baik, untuk menyingkat waktu kita mulai saja untuk konsultasinya karena saya yakin pak Dito juga memiliki janji lain." ujar Anita."Iya, saya juga punya janji temu lagi setelah ini." ujar Dito menimpali."Saya sudah membaca hasil konsultasi kemarin secara garis besar untuk desain rumah yang kalian inginkan. Dan dari desain tersebut..." ujar Anita membuka tabnya lalu mencari sesuatu.Wanita itu menunjukkan layar tabnya kepada Dito dan Gina. "Ada beberapa tempat yang kalian minta secara khusus desainnya dan ini gambaran kasar dari hasil konsultasi kalian kemarin."Dito dan Gina mulai melihat secara teliti hasil gambaran kasar yang sedang tertampil di layar tab itu, Dito menggeser gambar dengan jarinya dengan lambat sembari mengamati desain yang tertampil. Begitu pula Gina, wanita itu sibuk mengamati sembari sedang mencari-cari sesuatu.
Pintu kamar Anita diketuk dari luar, wanita itu membuka pintunya. Adit yang berencana akan mengomeli wanita itu karena belum juga turun mendadak bungkam, Anita tampil sangat cantik dengan baju kebaya yang hampir menyentuh lutut berwarna hijau pastel yang tampak membalut pas di tubuh Anita dengan bawahan kain batik."Mbak cantik banget sih." komentar Adit spontan tersenyum kagum.Anita yang mendengar itu hanya tertawa kecil, Adit memang senang memujinya cantik jika ia tidak tampil seperti biasanya dan mungkin itu juga sudah menjadi kebiasaan sang adik. "Iya iya makasih ya. Yasudah ayo kita turun." ujarnya menggandeng tangan sang adik.Adit dan Anita bergandengan melangkah menuruni tangga, semua mata yang duduk di ruang tamu tampak kagum melihat Anita yang hari ini tampil sangat cantik.
Weekendini menjadiweekendtersibuk yang pernah dialami keluarga Anita, pasalnya mereka akan menerima tamu dibeberapa jam ke depan. Adit yang biasanya tak pernah heboh kini ikut heboh membantu persiapan untuk membersihkan rumah bersama Ivan dan Radiga, sementara Anita dan Talita berada di dapur untuk membuat makanan kecil untuk menyambut tamu mereka."Ma, ini barang di ruang tengah gak ada yang perlu dipindah kemana-mana kan, ma?" tanya Adit yang baru saja masuk ke dalam dapur."Enggak ada, Dit. Ruang tengahnya di kosongkan dikit, siapa tahu kita perlu menggelar karpet untuk tamu mbakmu." ujar Talita, sementara Adit langsung mengangguk dan menghilang kembali ke ruang tamu."Bolu pisangnya udah selesai, Ta?" tanya Talita melihat pekerjaan sang putri.Anita mengangguk. "Udah masuk ke dalam oven, ma. Ini mama jadi mau buat risol atau pastel sayur aja?" tanya wanita itu karena sejak tadi sang mama tampak santai belum me