Hari ketiga di kota Medan, hal yang menjadi rutinitas perempuan itu ketika bepergian ke luar kota bersama Hega adalah wisata kuliner sebelum kembali pulang ke Jakarta. Anita sudah di lobby menunggu Hega turun, perempuan itu berbusana kasual dengan warna pastel yang tampak sangat pas untuknya. Senyum Anita mengembang setelah melihat Hega yang baru ke luar dari lift bersama beberapa orang. "Mas Hega." panggil Anita melambaikan tangan seperti anak kecil yang senang karena akan pergi ke taman bermain.
Hega yang melihat senyuman Anita yang kian manis ikut tersenyum. "Lama nunggu, Ta?" tanya laki-laki itu tersenyum.
Anita menggeleng. "Enggak kok, mas, Tata baru aja turun tapi udah pegel sih berdiri aja karena udah gak sabar." Perempuan itu tersenyum.
Hega yang mendengar itu juga ikut tersenyum, baginya Anita adalah sosok adik yang sangat ia sayangi karena laki-laki itu adalah anak semata wayang. "Yaudah, ayo. Kayaknya kamu udah gak sa
Baik Anita maupun Habib saat ini sedang berada di Rown Butik, sibuk memilih model dan bahan untuk pakaian yang akan mereka gunakan di hari pernikahan dan hari ijab kobul. “Tata gak mau ribet ya, tante. Mau yang sederhana tapi tetep kelihatan istimewa.” ujar Anita tersenyum kepada sang pemilik butik yang sudah ia kenal.Ronalia tersenyum mendengar permintaan dari Anita. “Iya, Tata. Tante tau kok selera kamu, dari dulu gak pernah berubah ya, selalu sederhana dan istimewa jadi pilihan kamu.”Anita tersenyum mendengar ucapan Ronalia. Perbicangan mereka berlanjut sampai dengan pemilihan warna dan berakhir setelah pengukuran tubuh dilakukan selesai. Baik Anita dan Habib kini masih berdiri di depan butik."Mas gak bisa anter kamu, Ta. Asisten mas udah ngehubungi mas katanya klien udah di Firma nunggu." ujar Habib tampak sedikit menyesal dengan keadaan.Anita yang mendengar itu tersenyum mengerti. "Gak papa, mas. Tata ngerti kok, lag
Setelah pembahasanyang memakan waktuyangcukup panjang dengan Gibrankemarin dan juga dikarenakan iniadalahmasalah genting yang harus segera diselesaikanjika tidak akan semakin sulit untuk menyelesaikannya.Anita dan Gibran sepakat untuk membuat janji pertemuan hari ini setelah makan siang di kantor laki-laki itu dengan beberapa orang yang terlibat langsung dengan proyek ini sebelumnya. Anita sudah siap berangkat dengan Rifa, mobilnya juga sudah terparkir di depan Firma tapi saat Anita akan masuk gerakannya tertahan oleh panggilan seseorang. Anita yang menoleh dan mendapati Habib sedang melangkah mendekatinya, ia tersenyum. “Ada apa, mas?” tanyanya heran, ini penampakan yang mulai sering terjadi sekarang sejak pertemuan yang tidak disengaja itu, bila Anita dapat menembaknya dari pengalaman yang sering terjadi pasti akan berakhir buruk dan mereka akan ribut. “Kamu sibuk, Ta?” Pertanyaan basa-basi itu membuat Anita t
Anita hanya mendengarkan penjelasan Habib yang duduk di depannya tanpa melakukan hal lain, laki-laki itu mengatakan bahwa ia harus pergi ke luar kota untuk dinas di kantor cabang atau lebih tepatnya ada pertukaran karyawan dan itu berlangsung selama satu bulan lamanya. Anita hanya terdiam mendengarkan apa yang disampaikan laki-laki itu hingga selesai berbicara, barulah saat Habib selesai perempuan itu berdeham. “Mas, memang diharuskan pergi ya?” hanya pertanyaan itu yang keluar dari mulut Anita setelah mendengarkan cerita panjang Habib dan mencerna semuanya dengan baik. Habib mengangguk. “Iya, Ta. Di kantor cabang kekurangan senior jadi aku diutus ke sana.” Anita mengangguk paham. “Mas, kamu bilang dinas selama satu bulankan? Mas bisa pergi, satu bulan setelahnya aku pikir cukup untuk mengurus catering dan WO atau EOuntuk acara kita karena kita sudah selesai untuk fitting jadi Anita pikir, mas bisa pergi dinas dengan tenang.”
Ternyata seminggu berada di kota Medan membuat Anita dapat melupakan sejenak masalah yang melandanya selama beberapa hari kemarin. Wanita itu disibukkan dengan berbagai pekerjaan dan juga tour list bersama Hega. Akhirnya hari ini, mereka harus kembali dan menjalankan rutinitas seperti biasa. Kemarin sebelum pulang Anita mengucapkan banyak terima kasih kepada Hega.“Mas Hega, makasih ya udah bawa Tata keliling kota Medan, diajak kuliner dan liburan sana sini. Makasih udah mau dibuat capek sama Tata.”Hega hanya tersenyum mendengar Anita mengucapkan terima kasih seperti itu, ia tahu Anita sedang dilanda banyak masalah tapi adiknya Ivan itu sangatlah pandai menutupi segalanya. Jadi, ia hanya dapat menghiburnya dengan cara seperti itu.“Mbak Anita, ini ada surat dari pak Gibran dari BASKA Group. Suratnya sampai dari kemarin, mbak.” ujar Wika, setelah berhasil menghentikan Anita yang baru saja datang.Anita menerima amplop cokl
Saat akan mendorong pintu masuk firma, Anita berpas-pasan dengan Miko yang tampak rapi dan segar. “Pagi, mbak Ta.” sapa laki-laki itu tersenyum cerah menyapa Anita yang juga ikut tersenyum manis.“Pagi, Mik. Udah resmi atau masih magang nih?” tanya Anita masuk karena Miko sudah menahan pintu.“Magang, mbak selama 3 bulan. Mereka mau lihat kinerjaku dulu, baru bisa dipertimbangkan untuk ke depannya.” jelas Miko.Anita mengangguk mendengar itu, langkahnya menuju area fingerprint untuk melakukan absen pagi. Sementara itu, Miko berjalan menuju Wika untuk mengisi absen manual.“Jadi kamu gabung di tim mana, Ko?” tanya Anita mendekati Miko yang masih berdiri di depan meja resepsionis sedang mengisi absen dan juga melihat di tim mana ia akan di tempatkan.“Di tim mbak Anita.” ujar Wika tersenyum. “Karena tim mbak yang lagi kebanjiran klien, jadi menurut bapak mbak perlu anggota tam
“Emang kenapa, Nit?”“Ini bang, Pak Renaldi kirimi saya pesan nyuruh ke kantor tapi gak dijelasin mau ngapain.” ujar Anita menunjukkan isi pesannya kepada Gibran.Gibran menghela napas pelan setelah membaca isi pesan itu. “Pak Renaldi kadang emang begitu, Nit. Bareng aja nanti ke kantor sama saya, saya juga perlu ambil beberapa berkas sebelum ke cabang.” tawar laki-laki itu.Anita tampak berpikir sebentar lalu tersenyum. “Saya mau mobil aja, bang. Kebetulan ada pertemuan dengan klien juga diluar.” tolak wanita itu halus, ia tidak ingin terlalu dekat dengan laki-laki manapun karena ingin menjaga perasaan Habib termasuk Miko yang notabene adalah adik angkatnya.Hari ini jadwal Anita cukup sibuk, setelah makan siang usai ia sudah tidak berada di kantor dan sekarang wanita itu berada di salah satu perusahaan berskala nasional yang sudah membuat janji dengan dirinya sejak dirinya berada di Medan.“Pe
Rinty Architeam, salah satu Firma yang memberikan jasa pelayanan terbaik di kota ini. Menjadi salah satu firma memiliki reputasi baik membuat Rinty Architeam banyak dikenal dikalangan pembisnis, dikenal bukan dari nama ataupun brandnya yang besar, Rinty Architeam diperkenalkan oleh mulut ke mulut orang-orang yang sudah pernah menggunakan jasa dari firma itu.Para arsitek dan karyawan lain sesuai dengan bidangnya yang berkerja juga sudah memiliki segudang pengalaman yang dapat dikatakan sangat cukup untuk diberi kepercayaan mengurus proyek kecil maupun mega proyek sekalipun. Firma ini sangat mengutamakan kepuasan para pelanggan mereka, maka dari itu tak jarang jika mereka sering kebanjiran orderan proyek penting.Anita yang baru saja tiba di ruangan timnya langsung disodorkan telepon oleh Rifa, mulut perempuan itu bergerak seakan mengatakan bahwa telepon itu dari klien penting mereka. Wanita itu segera menerima telepon tersebut dan setelah beberapa menit mengob
Anita terdiam mendengar pertanyaan Ivan, mendadak persaannya tidak enak setelah Ivan bertanya begitu. Apa ia telah melewatkan sesuatu yang dapat membuat sang kakak bertanya dengan raut curiga seperti itu? Anita mencoba berpikir untuk kemungkinan-kemungkinan yang telah terjadi tanpa sepengetahuan dirinya, tidak ingin membuat Ivan lebih curiga wanita itu mengulas senyum kecil. “Nyembuyiin apa sih, mas?” tanyanya menatap Ivan serius agar sang kakak dapat percaya. Kini Ivan yang melihat adiknya serius seperti sedang mencari sesuatu. “Bener gak ada apa-apa?” tanya laki-laki itu akhirnya karena ia pikir akan percuma jika Anita tidak ingin menceritaknnya, usaha membujuknya akan sia-sia saja. “Enggak ada, mas.” jawab Anita meletakkan pensilnya lalu duduk di kursi seberang Ivan. “Persiapan pamerannya udah selesai, mas?” tanya wanita itu mencari topik lain agar Ivan tidak terus menanyainya. “Udah, weekend ini kamu gak ada acarakan?” “Udah Tata kosongi
Minggu menjadi hari liburnya aktifitas dan seluruh kegiatan yang diwajibkan atau lebih dikenal dengan hari leha-leha, Anita dan Talita sudah ada di dapur dibantu dengan Adit dan Mbak ART rumah mereka. Adit sedang membantu memotongi wortel membantu sang kakak, sementara sang ibu sedang mengecek rasa masakan yang dibumbui oleh sang putri barusan. "Mas Ivan udah bangun, Dit?" tanya sang ibu, pasalnya sang sulung tidur setelah sholat subuh hingga sekarang sudah hampir pukul setengah delapan. "Udah, ma. Udah gabung kok sama Mas GIbran sama papa di halaman belakang." ujar Adit masih fokus dengan kegiatan memotong dan mengupasnya. "Kamu sendiri kok gak ikutan?" tanya Anita melihat adiknya yang lebih memilih sibuk membantu mereka di dapur, tidak ikut bermain bulu tangkis di belakang rumah. "Enggak, mbak. Capek nanti aku mau jalan sama anak gadis orang." ujar Adit tersenyum sumringah. "Ada aja alasan kamu itu, bilang aja males." ujar Anita menyindir sang adik dengan senyuman menge
Tepat puku jam 11 malam Anita dan Gibran masuk ke dalam kamar setelah selesai membereskan beberapa barang di taman belakang membantu Ivan, Adit dan sepupu-sepupu perempua itu yang lain. Anita mendudukkan dirinya di sofa single tempat biasa ia membaca buku, sementara Gibran masih berdiri di depan meja rias perempuan itu."Mau mas dulu atau Tata yang bersihkan badan?" tanya Gibran melepas jam tangannya lalu meletakan di atas meja rias wanita itu."Mas dulu aja, Tata masih kepengen duduk. Pegel banget pinggangnya." ujar perempuan itu melepas sendal yang hanya setinggi 3 cm."Ya sudah kalau begitu, mas duluan yang mandi." ujar Gibran melangkah menuju kamar mandi lalu tiba-tiba langkahnya terhenti."Mas sebentar, handuknya belum." ujar perempuan itu buru-buru bangkit melangkah menuju lemari sudut yang berisi selimut, handuk, seprai dan barang-barang lainnya kecuali pakaian."Ini mas." ujar Anita mengangsurkan handuk putih kepada Gibran yang diterima dengan baik oleh laki-laki itu."Terima
Selesai menemani Ivan makan, Anita yang ingin kembali pergi ke kamarnya tidak jadi karena ia kedatangan tamu tidak diundang. Anita dan sang tamu duduk di ruang tamu rumahnya dan jangan lupa ada Adit yang duduk tak jauh dari mereka dengan tatapan tajam dan mengawasi."Ada apa, bang?" tanya Anita. Tamunya adalah Habib, laki-laki itu tiba-tiba datang setelah diberitahukan oleh salah satu sepupu laki-laki Anita yang sedang duduk di depan teras rumahnya."Gak ada apa-apa, Ta." ujar Habib.Anita yang mendengar itu sedikit terdiam, jika bertemu tidak memiliki kepentingan atau suatu hal yang akan dibahas kenapa harus bertemu? apalagi ini Habib Darmawangsa, laki-laki memiliki sejuta jadwal penting yang harus segera dikerjakan. "Berarti gak ada yang mau diomongin, bang?" tanya wanita itu melihat Habib tidak minat.Habib terdiam mendengar itu, laki-laki itu tampak bimbang dalam diamnya. Ia bingung ingin mengutarakannya bagaimana perasaannya tapi jika ia tidak berbicara jujur maka ia akan kehilan
Habib yang melihat benda asing di atas meja ruang keluarganya, berjalan mendekati benda itu dan ternyata itu adalah sebuah undangan. Anita & Gibran Nama yang menghiasi depan undangan itu, undangan putih biru itu memiliki desain yang cantik dan simpel. Anita sekali desain ini, batin Habib melihat undangan itu karena teringat sosok Anita.Laki-laki itu menghembuskan napasnya lalu kembali meletakkan undangan itu di atas meja, ada beban berat yang baru saja menambah di pundaknya yaitu beban penyesalan, rasa penyesalan yang masih setia menghantuinya sampai saat ini.Bisakah ia mulai belajar ikhlas? Mengikhlaskan semuanya tentang Anita dan dirinya dulu? Memang benar apa yang dikatakan Adit tempo hari bahwa dia adalah seorang laki-laki yang tidak tahu terima kasih karena telah menyakiti Anita padahal perempuan itu yang membantunya keluar dari kelamnya dunianya dulu setelah ditinggal pergi oleh Gina begitu saja. Ia harus belajar untuk mengikhlaskan Anita yang bukan lagi miliknya atas segala
Seluruh keluarga Anita sudah berkumpul di ruang tamu dengan tambahan Gibran karena laki-laki itu sudah berada di rumah Anita sebelum jam makan malam dimulai. "Kemarin surat dinas dari perusahaan sudah keluar, pa." ujar Gibran membuka percakapan melihat ke arah Radiga dengan wajah serius. "Dinasnya dapat di luar kota, kalau sesuai dengan jadwal yang tertera harusnya sebulan lagi baru berangkat tapi karena ada beberapa problem di cabang yang harus Gibran selesaikan segera, dinasnya dipercepat seminggu lagi dan Gibran harus berangkat." ujar laki-laki itu. Anita dan sekeluarga tampak diam setelah mendengar penjelasan Gibran. "Jadi gimana, nak? Bukannya pernikahan kalian 2 minggu lagi akan dilaksanakan?" tanya Talita yang menanggapi lebih dulu dari pada yang lain, ia melihat calon menantunya yang seperti terperangkap dalam kebimbangan. Gibran menghela napas pelan. "Gibran mau tanya pendapat mama sama papa, bagusnya gimana? Apakah pernikahannya kami diundu
Jam di ruang tamu kediaman Radiga sudah hampir menuju ke angka 12 malam, tapi ruangan itu masih ramai. Hampir pukul 11, Habib datang dengan keadaan lusuh dan berantakan. Sudah hampir satu jam lamanya laki-laki itu berada di ruang tamu bersama seluruh keluarga Anita dan termasuk wanita itu juga. "Jadi sebenarnya, hal yang nak Habib mau itu apa? Bukannya hubungan kalian sudah selesai semenjak nak Habib lebih memilih Gina daripada anak papa." ujar Radiga bertanya, pria paruh baya itu sudah mulai bosan melihat pemuda yang sudah berhasil menyakiti hati sang putri dengan kejamnya. "Gak mungkin, lo balikkan lagi sama mbak Anita, gak mungkin banget!" protes Adit, laki-laki itu tampak sekali tidak suka dengan kehadiran Habib di rumahnya. Habib melihat ke arah Anita yang tidak mengeluarkan suaranya sedikit pun, wanita itu sekarang tampak lebih cantik menurut Habib. Apakah itu hanya perasaan Habib saja karena ketika bersama dulu, Habib tidak benar-benar melihat Anita da
Anita sudah menormalkan kembali wajah terkejutnya, wanita itu mulai mengeluarkan beberapa kertas dan juga bolpoin. "Baik, untuk menyingkat waktu kita mulai saja untuk konsultasinya karena saya yakin pak Dito juga memiliki janji lain." ujar Anita."Iya, saya juga punya janji temu lagi setelah ini." ujar Dito menimpali."Saya sudah membaca hasil konsultasi kemarin secara garis besar untuk desain rumah yang kalian inginkan. Dan dari desain tersebut..." ujar Anita membuka tabnya lalu mencari sesuatu.Wanita itu menunjukkan layar tabnya kepada Dito dan Gina. "Ada beberapa tempat yang kalian minta secara khusus desainnya dan ini gambaran kasar dari hasil konsultasi kalian kemarin."Dito dan Gina mulai melihat secara teliti hasil gambaran kasar yang sedang tertampil di layar tab itu, Dito menggeser gambar dengan jarinya dengan lambat sembari mengamati desain yang tertampil. Begitu pula Gina, wanita itu sibuk mengamati sembari sedang mencari-cari sesuatu.
Pintu kamar Anita diketuk dari luar, wanita itu membuka pintunya. Adit yang berencana akan mengomeli wanita itu karena belum juga turun mendadak bungkam, Anita tampil sangat cantik dengan baju kebaya yang hampir menyentuh lutut berwarna hijau pastel yang tampak membalut pas di tubuh Anita dengan bawahan kain batik."Mbak cantik banget sih." komentar Adit spontan tersenyum kagum.Anita yang mendengar itu hanya tertawa kecil, Adit memang senang memujinya cantik jika ia tidak tampil seperti biasanya dan mungkin itu juga sudah menjadi kebiasaan sang adik. "Iya iya makasih ya. Yasudah ayo kita turun." ujarnya menggandeng tangan sang adik.Adit dan Anita bergandengan melangkah menuruni tangga, semua mata yang duduk di ruang tamu tampak kagum melihat Anita yang hari ini tampil sangat cantik.
Weekendini menjadiweekendtersibuk yang pernah dialami keluarga Anita, pasalnya mereka akan menerima tamu dibeberapa jam ke depan. Adit yang biasanya tak pernah heboh kini ikut heboh membantu persiapan untuk membersihkan rumah bersama Ivan dan Radiga, sementara Anita dan Talita berada di dapur untuk membuat makanan kecil untuk menyambut tamu mereka."Ma, ini barang di ruang tengah gak ada yang perlu dipindah kemana-mana kan, ma?" tanya Adit yang baru saja masuk ke dalam dapur."Enggak ada, Dit. Ruang tengahnya di kosongkan dikit, siapa tahu kita perlu menggelar karpet untuk tamu mbakmu." ujar Talita, sementara Adit langsung mengangguk dan menghilang kembali ke ruang tamu."Bolu pisangnya udah selesai, Ta?" tanya Talita melihat pekerjaan sang putri.Anita mengangguk. "Udah masuk ke dalam oven, ma. Ini mama jadi mau buat risol atau pastel sayur aja?" tanya wanita itu karena sejak tadi sang mama tampak santai belum me