"Yes! Ini dia nomor Mbak Zeira!" ucap Rizal sumringah. Sementara Revina langsung termangu dibuatnya. Dia senantiasa mendengarkan apa yang dituturkan oleh calon suaminya. Penyampaian tawaran dari Rizal membuatnya bimbang. Zidan baru saja di dekapannya, masa iya harus ditinggal? Sementara dia pun butuh pekerjaan, karena uang pun telah habis begitu saja. "Bang Rizal, sebetulnya Zeira ingin sekali bekerja di sana! Tapi Zidan sama siapa? Juga Zeira tidak memiliki modal!" ujarnya tanpa ada yang ditutupi. "Zeira pikir-pikir saja dulu, ingat ini adalah kesempatan Zeira untuk menata kembali kehidupan yang seharusnya punya pendapat sendiri! Kalau masalah Zidan, seperti yang telah dibicarakan sebelumnya, kalau sukses dalam tiga bulan mencapai target marketing di perusahaan. Perusahaan akan menyiapkan tempat juga kebutuhan Zidan di Belanda. Pastinya, bukan tinggal di mess bersama pekerja lain!" Penjelasan panjang Rizal didengarkan Zeira dengan seksama. Setelah menutup teleponnya. Zeira pun kemb
"Eh, Bro! Kamu ini katanya mau mencari modal usaha? Ini baru beberapa bulan udah pulang?" Rizal menyapa dengan penuh persahabatan. "Udah lumayan, tadinya mau balik lagi, tapi ada misi yang harus diselesaikan nih...." alasan yang lumayan cukup diterima oleh semua orang termasuk Rizal. "Lagi ngapain Bang di sini?" tanya Tommy sembari menatap satu persatu mata yang ada di sana. "Ayo, masuk saja dulu! Masa kalian bicara di luar sih?" ajak Zeira mempersilahkan masuk ke dalam ruang tamu. Mata Revina menyisir seluruh ruangan. Tempat ini memang sudah mulai rapuh, ada sebagian dinding yang retak. Begitu pula dengan atapnya di sana ada bekas kebocoran, nampak hitam serta kumuh warnanya. "Mbak, Ayah Zidan memang tidak sama sekali memberikan fasilitas yang baik buat anaknya?" Revina mulai ingin tahu."Dia kasih uang 20,000 dollar, Mbak sebelum kami bercerai. Itu uang sudah Zeira pakai buat modal warung makan di depan rumah Bang Nain! Seharusnya sih berjalan hingga kini, karena hilangnya Zidan
"Aminah!" "Aminah!"Lagi dan lagi Munandar berteriak-teriak seperti orang yang kesurupan. Kemarahan itu menjadi setelah kejadian dari lobi hotel. Bagaimana tidak marah-marah uang 2 milyar lenyap begitu saja. Dari sana Afifa pun mulai mengintrogasi beberapa hal menyangkut yang telah dilakukan oleh suaminya. Munandar seorang lelaki bengis dan main hakim sendiri ini pun kalah di depan istrinya. Setelah diketahui kalau rumah yang ditempati Aminah serta Adityawarman sudah ganti nama kepada mereka. Itu, membuat Afifa marah. Pasalnya, itu rumah adalah hasil dari pemberian keluarganya dan tidak boleh diganggu gugat. "Pokoknya, Ibu nggak mau tahu! Ibu mau tanah dan rumah kembali milik kita. Sekarang harus milik menjadi milik Ibu?" desis Afifa dengan memasang muka jengkelnya.Munandar berjalan ke arah ruang tamu diikuti oleh Afifa serta pengawalnya. Mereka pun sudah membawa notaris juga pejabat pemilik tanah. Urusan ini tidak baik main-main. Semua harus cepat diselesaikan. Atau, Afifa akan b
Afifa bukan pertama kali ini saja mendesak anak satu-satunya untuk menikah lagi. "Walaupun Azyu tidak akan memiliki anak, Syahrizal tidak mau menikah lagi, Bundo. Janganlah berpikiran untuk mengacaukan rumah tangga kami!" Penuturan Syahrizal lembut namun tegas. Azyumardi tersenyum mendengar itu. "Sayang, terima kasih atas pengertiannya." Perasaan bahagia menyelimuti hatinya. "Bundo, Ayah, jangan karena marah pada kedua orang tua Azyu, jadi membenci Azyu juga. Alhamdulillah, Azyu sekarang sudah hamil 3 minggu." Syahrizal melirik pada istrinya itu, "Sayang, Abang tidak salah dengar 'kan? Kita akan punya anak?" Masih keheranan dan tidak percaya. Azyumardi pun tersenyum. Sementara Syahrizal bergegas beranjak dari tempat duduknya, kemudian mendekat ke arah perut istrinya. Dielusnya pelan sekali, "Kamu betul sudah ada? Kamu apa kabar?" Ucapan itu disertai dengan Afifa yang meyakinkan, "Kapan kamu ke dokter? Ayo kita ke dokter untuk memastikan!" Afifa memang tidak pernah mempunyai urus
Jude mengartikan kalau tolehan tersebut adalah sebuah tuduhan. Dia pun membuat pembelaan, “Aku tidak menyuruhnya! Bahkan Aku tidak tahu sama sekali!” Ditambah dengan memberikan reaksi wajah yang jutek.Mark hanya tersenyum tipis tanpa berbicara sepatah kata pun. Dia pun percaya kalau Jude tidak akan berbuat senorak itu. Tetapi dirinya lebih bersimpati pada putrinya yang sedang berusaha menyatukan keluarga ini. Merasa kalau dia tidak bisa menjawab apa-apa dan menyadari kisah masa lalunya belum selesai, Mark pun hanya berucap singkat, “Papa akan menuntaskan hal ini. Terima kasih sudah mengizinkan Papa tinggal di sini bersama kalian walaupun hanya sesaat.”Kemudian, Mark pun meninggalkan kediaman Jude.Di tengah perjalanan pulang, Nizam menelponnya. Ya, dia sudah ada di Belgia. “Aku sudah di perusahaan, Mister. Mister di mana?” suara Nizam terdengar oleh Mark sangat jelas. “Aku akan segera ke sana!” jawabnya serta dengan cepat memutar haluan mobilnya.Kurang lebih dari 30 menit, Mark pun
Tidak ingin berpikiran apa pun serta tidak ingin tahu keadaan Azyumardi. Zeira pun bergegas menutup pintu kamar untuk beristirahat yang sebelumnya berbicara pada Neni, "Besok antar Teteh beli beberapa pakaian Zidan, ya Nen. Kamu tidurlah di sini sekalian temani Teteh malam ini. Teteh merasa tak enak hati." Neni pun menjawab pelan, "Bulan ramadhan mana ada yang akan berbuat aneh-aneh di kampung kita ini, Teh." "Entahlah Nen, perasaan Teteh tak karuan...." Penuturan Zeira tersebut diikuti dengan memastikan mengunci pintu kamarnya.Neni bergegas mengamparkan tikar beserta kasur lantai. Sementara Zidan sudah terlelap di atas dipan. Kemudian Zeira pun duduk di pinggir dipan dekatnya sedangkan pikiran juga perasaannya sepintas pada mantan suaminya. Suami yang meninggalkannya demi masa depan yang cerah. Akan tetapi mendung hitam menghadang hingga terjadinya badai menghancurkan segala asa hingga mengakibatkan hubungan sakral itu hancur berkeping-keping bahkan mereka sekarang sudah tidak la
"Nizam, Tommy itu sangat menyukai Zeira semenjak tahu kalau Kamu mengkhianatinya. Tommy ingin melindungi serta membuat bahagia istrimu, sayangnya istrimu tidak menyukainya hingga akhirnya direnggut paksa harga dirinya semalam." Mark sedang mencoba memberikan penjelasan agar Nizam mengurai prasangka buruknya pada Zeira. Nizam terdiam mendengar itu, dia sendiri merasa bingung apa yang semestinya dilakukan. Perasaan benci dan terpatrinya rasa cinta di dalam hatinya pada mantan istrinya menyebabkan dia tak menentu. Cinta pada Zeira tak bisa pudar begitu saja, namun benci pun telah hadir karena egois dari dalam dirinya sendiri. Sedangkan Zeira sendiri sudah ada di dalam ruang sidang kasus pemerkosaan pada dirinya sendiri. "Aku mencintai wanita itu, Aku memang menginginkannya semenjak dulu." Suara Tommy menggema begitu memasuki ruangan. Pandangannya pada Zeira yang semenjak dari tadi memperhatikannya. "Teh, Teteh tidak mencintainya?" Neni berbisik pelan di kuping Zeira yang memang dia du
"Apa? Anak Nizam?""Zidan??"Azyumardi agak bertanya-tanya akan jawaban spontan dari Zeira dan dia memang tidak tahu apa maksudnya.Zeira hening mendengar jawaban serta reaksi dari Azyumardi yang dirinya mengerti kalau tujuan Azyumardi meneleponnya bukan karena Queena. "Mbak telepon Zeira, ada apa?" Tanya Zeira kemudian."Aku hamil, Zeira...." Kata-kata Azyumardi terputus dengan melanjutkan menarik napasnya sangat kasar. "Alhamdulillah...." Spontan sekali Zeira menjawab. "Tapi bukan dengan suamiku! Bahkan aku tahu kalau suamiku tidak bisa membuatku hamil, kendati dia tidak mandul!" Pernyataan Azyumardi membuat Zeira tertegun dan langsung menghadap kepada Neni. Neni menegaskan alisnya tanda ingin tahu apa maksud tolehan dari Zeira tersebut."Teta, Teta tak takut dosa?" Zeira bertanya sesingkat mungkin, karena dia tidak percaya kalau sosok berkelas seperti Azyumardi bisa berprilaku macam sampah yang tak terkendali melemparnya kemanapun."Syahrizal tak pernah memberikanku kepuasaan. Dia
"Kenapa harus pakai SAYANG?" Zeira menyeringai begitu saja tanpa mempedulikan perasaan Zehab. "Ya sudah, kemanapun itu, jika Kamu suka dan Aku bersamamu, Aku pun pasti suka!" Tambah Zeira santai dengan punggungnya disandarkan pada sandaran jok mobil. "I love you, Zeira. Kamu perlu tahu itu!" Ujar Zehab disertai tangan men-starter mobil, dengan kecepatan sedang mobil pun melaju menuju ke tempat Zehab rencanakan untuk memberikan kejutan pada Zeira. Tempat itu adalah sebuah fantasi pikiran Zeira yang sering dikatakan olehnya ketika mereka sedang bersama. Zehab yang sudah jatuh cinta pada Zeira mencari tempat yang sesuai dengan fantasinya itu. Kalau laki-laki telah bertekad membahagiakan wanita yang dicintainya pasti akan berusaha untuk bisa mewujudkan impiannya. Dan, Zehab adalah lelaki selalu bekerja keras untuk itu. Perjalanan yang ditempuh memang lumayan cukup lama, oleh karena itu rengekan manja Zeira yang bertanya lagi dan lagi, "Kapan sampai?" Membuat Zehab gemas dibuatnya. Di
Kendati Rudi telah memahami ada dalang di belakang penembakan beberapa tahun silam. Akhirnya, kasus yang belum terungkap ini pun akan segera diketahui olehnya. "Ini orangnya! Dia dalang semuanya. Dia ingin Zeira meninggalkan dunia selama - lamanya, itu dilakukan demi keponakannya." Penuturan disertai memberikan beberapa bukti yang masih tersimpan rapi di dalam telepon genggamnya. "Munandar sekarang pindah ke Belanda, artinya kalian harus berhubungan dengan kepolisian di sana untuk menangkapnya!" Azyumardi turut berbicara dengan mata melirik ke arah ibunya. Aminah paham dengan lirikan itu, kalau dirinya memang sangat tidak percaya kalau besannya bisa berbuat sejahat itu. Rudi pun langsung memberikan laporan pada atasannya agar kasus penembakan pada Zeira, kendati yang kena adalah Afifah, ibu mertuanya. Suasana seketika menjadi riuh ketika Pemuda yang menjaga gerbang datang dengan tergesa-gesa. "Nyonya, Tuan, di luar ada Tuan besar bersama pengawalnya." Azyumardi langsung mendeka
Pembicaraan pun langsung dihentikan diiringi oleh dimatikan handphone secara spontan.Kemudian, Neni menatap wajah Ujang sangat tajam seakan merasakan bagaimana perasaan Nizam sebagai seorang ayah yang ingin bersama anak-anaknya. 'Masa iya aku harus ke Padang?' ucap Neni dalam hati.Melihat adiknya melamun, Rudi menepuk lembut pipinya. "Kenapa lagi?" tanyanya. Neni menoleh, lalu menarik napasnya sangat panjang kemudian dikeluarkan. "Aa temani Neni ke Padang untuk mengambil Queena besok pagi!" Pintanya tanpa berbasa-basi lagi. "Ayo, kita ajak Zidan sekalian." Lirih Rudi sembari meraih lengan Zidan yang sedang bermain-main di depannya. "Mau ketemu nenek sama kakek, nggak?" tanya Rudi dengan mata menatap wajah polos Zidan."Nggak!" ketus sekali Zidan menjawab, dan langsung disela oleh Neni, "Zidan, sayang...tidak boleh begitu." Zidan menjawab kembali, "Nenek, juga kakek 'kan maunya Zidan berpisah sama mama dulu. Terus hingga Zidan tinggal di hutan...." Rupanya peristiwa dulu masih tersim
Pertanyaan Zehab membuat Zeira mengerlingkan sudut matanya. "Hidup ini tak harus terlalu banyak pertimbangan...." "Lepaskan dan lupakan masa lalu yang menurut kita tidak harus ada!!" "Kita nikmati saat ini?" Tangan Zehab diulurkan tepat di depan Zeira, sesaat setelah dirinya berbicara. Zeira yang sedang menikmati hangatnya kopi jahe pun menatap lekat kedua bola mata indah dan mendamaikan di hadapannya. Cangkir kopi ditaruhnya pelan sedangkan pandangannya tetap terpaut pada wajah Zehab. "Aku ingin mencoba...." Jawaban datar namun penuh kepastian. Perlahan Zeira meraih uluran tangan Zehab dan langsung disambut olehnya mesra. Mereka berhadap-hadapan. "Buatlah dirimu senyaman mungkin, dan biarkan dirimu bebas. Aku milikmu...." Bisikan Zehab di kuping Zeira dengan tangan membuka perlahan hijab yang membalut kepalanya. "Kamu sangat cantik...." ucap Zehab begitu penutup kepala itu terlepas. Zeira tersenyum tipis dan lekat sekali menikmati wajah tampan Zehad. Seiring dengan itu hati kecil
Tiba-tiba saja para awak media mendatangi ke arah mobil dimana mereka bertiga berada. Seketika suasana sangat ramai dan membuat Azyumardi mengisyaratkan Dahlan untuk pergi. Melihat reaksi istrinya seperti itu kemarahan Syahrizal mencuat, dia sakit hati dan merasa kalau dirinya terdzolimi karena perselingkuhan tersebut.Di dalam keriuhan para awak media yang selalu aktif mencari-cari informasi orang-orang ternama dan menurutnya patut diupdate kehidupannya."Aku ceraikan!""Aku ceraikan!!""Aku ceraikan!!!"Suara menggema Syahrizal menghentikan aktivitas para awak media hingga mereka semua bergeming dan cekatan sekali merekamnya.Suara lantang Syahrizal pun kembali terdengar dengan menyebutkan kembali kata-kata yang sama diakhiri menyebutkan nama lengkap istrinya, Azyumardi binti Adityawarman. Sontak saja itu membuat Azyumardi termangu tanpa reaksi. Dia sadar pada tindakannya, dan, baru sekarang. Tubuhnya lemas tak berdaya seolah kekuatannya dicabut seketika karena apa yang ditakutkanny
Melihat reaksi lelaki di atasnya seperti tidak berkutik Azyumardi langsung menjatuhkan tubuhnya ke bawah lantai dengan cepat namun pelan. Sekarang posisinya berganti hingga membuat Dahlan tersadar dari bergemingnya. Matanya berkedip lambat. Kemudian, menatap tegas ke wajah cantik Azyu. Bibirnya hendak berbicara akan tetapi handphone milik Syahrizal yang ditaruh di atas bufet berdering nyaring. Sontak saja membuat kedua manusia tengah melakukan senggama tersebut bergegas berdiri dan membetulkan pakaiannya masing-masing. TREK! Pintu ruangan ada yang membuka. "Ehem!" Deheman kepura-puraan dari Syahrizal sambil langsung masuk dan berbicara, "Sayang, Abang lupa handphone Abang...." Itu langsung dijawab Azyumardi agak salah tingkah, "Oh, ya ...tadi berdering!" Serta dengan gesit berjalan ke arah bufet dan tangan kirinya meraih handphone milik suaminya sementara tangan kanannya membetulkan rambutnya yang acak-acakan. "Terima kasih, Sayang...." ucap Syahrizal dengan lembutnya mengambil hand
"Iya...sudah setahun...." Jawab Nizam.Azyumardi semakin menyudutkan dirinya sebagai wanita yang penuh dosa. Benar adanya setelah menjauhkan dirinya dengan Dahlan, Azyu sangat berbeda dari biasanya. Dia sering marah-marah tak jelas pada Syahrizal dan suka menghindar jika diajak berhubungan intim. Bahkan sering tidur di rumah orang tuanya. Sangat diterima oleh dirinya kalau kehidupannya tidaklah sedang baik-baik saja kendati belum ada yang mengetahui jika dirinya tengah menyembunyikan dosa besar."Teta?" Nizam agak meninggikan suaranya karena dirinya tak mendengar suara Azyumardi. "Iya Nizam, Zeira memang pantas bahagia. Dia wanita baik-baik dan terhormat. Kamu kembalilah padanya, Bundo dan Ayah pun setuju." Penuturan Azyumardi yang sendu juga pelan membuat Nizam berdecih kasar. Lalu dia pun mengakhiri pembicaraannya begitu saja.Nizam bukan hanya ingin membawa Queena ke Belanda, dia pun akan mengajak Zidan. Kendati harus mengambil hati putranya itu terlebih dahulu. *** Dahlan sama se
Rontaan kecil itu tak dihiraukan oleh Dahlan. Dia pun mengerti kalau itu hanya reaksi tak serius, karena diketahui jika benar-benar berontak Azyumardi akan berlari ke arah pintu apartemen atau teriak. "Kita nikmati saja malam ini, Aku yakin Kamu akan ketagihan." Bisikan pelan dari Dahlan itu seolah perwakilan isi hati dan keinginannya Azyumardi. Ya, persetan dengan statusnya sebagai istri orang penting di Indonesia. Jikalah tak terpenuhi hasrat tempat tidurnya. Malam ini, Azyumardi merelakan mahkotanya disentuh oleh Dahlan. Bukan hanya itu, dia pun menikmatinya dan memintanya berkali-kali tanpa ada rontaan ataupun berkeinginan untuk minta tolong apalagi kabur. "Kamu kesepian? Kamu tak mendapatkan ini semua dari suamimu?" Dahlan mempreteli kehidupan ranjang Azyumardi sembari mengelus rambut panjangnya. Azyumardi hanya menggelengkan kepalanya, lalu tertidur di atas dada Dahlan. Malam pun telah berganti pagi. Karenanya, Dahlan pun bergegas bangun dan menyiapkan sarapan yang sebelumnya
Tidak begitu lama suara Azyumardi pun terdengar jelas di ujung sana. "Queena di sini... dan Teta pun sudah melahirkan seorang putra." -Setahun Yang Lalu- Aminah dan Adityawarman langsung datang ke Sukabumi begitu dikabarkan oleh Azyumardi bahwa Queena ada di sana. Juga, bermaksud akan mengajak Zeira juga Zidan untuk tinggal bersama mereka di Padang. Mereka telah membuka diri serta menerima Zeira. Sayangnya, setelah sampai di Sukabumi Zeira sudah tidak ada dan Zidan tidak ingin ikut dengan mereka seolah anak kecil ini telah merekam semua kejadian masa lampau. "Zidan tidak mau bersama Nenek dan Kakek!" Teriakannya itu membuat Adityawarman terdiam sejenak hingga dan mengingat bagaimana dirinya mengorbankan Zidan ccucunya demi harta. Air mata bapak tua ini mengalir tak terbendung lagi karena menyesal kesempatannya dulu sempat bersama Zidan disia-siakan begitu saja. Sementara Azyumardi tengah merangkai sebuah drama agar rahasianya tidak terbongkar. -Flashback on- Malam yang sepi di an