Sial!
Hari ini Rafa kesiangan, padahal hari ini adalah hari pertama adiknya masuk sekolah menjadi siswi menengah atas. Rafa membuka matanya lebar saat melihat jam di dinding kamarnya menunjukkan pukul 06.00.Dengan cepat Rafa langsung keluar kamar menuju kamar Tasya, adiknya. Rafa mendengus kesal saat mengetahui pintu kamar Tasya terkunci, apakah adiknya ini melupakan hari pertama sekolahnya?
Tok... tok... tok...
Rafa mengetuk pintu kamar Tasya sebanyak tiga kali, tidak ada jawaban.
Tok... tok... tok...
Sekali lagi Rafa mengetuk pintu kamar Tasya, tetap tidak ada jawaban.
“ADEK, BANGUN!” teriak Rafa dari luar kamar Tasya
Sang pemilik kamar akhirnya membuka pintu, menampilkan wajah bangun tidurnya disertai dengan rambut panjangnya yang tidak beraturan, alias acak-acakan.
“Gak usah teriak, bisa gak?” Tasya menatap Rafa dengan kesal
Tangan kekar Rafa merapihkan rambut Tasya, “Lo tau sekarang jam berapa?” tanya Rafa diangguki oleh Tasya
“Jam enam.”
“Yaudah sana mandi, ini hari pertama lo masuk SMA jangan sampai terlambat. Lo udah kesiangan, jangan kelamaan mandinya.” tutur Rafa
“Lo juga kesiangan, Bang.” ujar Tasya tidak setuju dengan ucapan Rafa kalau hanya Tasya yang kesiangan
Rafa menghela nafasnya pelan, “Sya, buruan mandi.”
Tasya menggeleng pelan membuat Rafa menaikkan satu alisnya, “Kenapa?” tanya Rafa
“Gue gak yakin, Bang. Apa gue cocok sekolah disana?”
Rafa terkekeh, “Apa yang lo takutin? Ada gue yang sekolah disana juga, kita bisa sama-sama terus.”
Tasya memajukan bibirnya, Rafa semakin terkekeh. Rafa memegang kedua bahu Tasya kemudian berjalan sambil mengarahkan Tasya ke kamar mandi, lalu mendorongnya pelan ke dalam kamar mandi.
“Gue ambilkan handuk lo.” Dengan cepat Rafa langsung mengambilkan handuk Tasya dari jemuran yang berada dihalaman rumah, kemudian memberikan kepada Tasya.
Rafa berjalan menjauhi kamar mandi, namun Tasya memanggilnya.
“Bang, kita pasti terlambat.”
Rafa tersenyum. Tanpa membalikan tubuhnya, Rafa menjawab, “Gue akan mandi di kamar mandi umum belakang rumah.” ucap Rafa kemudian kembali berjalan
Tasya menghembuskan nafasnya pelan, tidak tega dengan Rafa. Tasya tidak mau mengecewakannya, ia langsung menutup pintu kamar mandi dan segera siap-siap untuk pergi ke sekolah barunya.
…..
Waktu terus berjalan, sudah hampir 15 menit Rafa berdiri menunggu giliran masuk ke dalam kamar mandi umum. Sudah berulang kali Rafa protes kepada seseorang yang berada di dalam kamar mandi agar segera keluar, tapi seseorang yang berada di dalam hanya berkata ‘sabar’ membuat Rafa semakin geram dan ingin mendobraknya.
Tidak lama dari itu, pintu kamar mandi terbuka menampilkan seorang pria berkumis tebal yang baru saja selesai mandi. Rafa segera masuk ke dalam, namun Rafa merasakan bau yang tidak ia inginkan setelah menutup pintu.
“Nasib mandi dikamar mandi umum.” Monolognya pasrah
Dilain sisi Tasya mencari keberadaan Rafa yang tidak kunjung muncul dihadapannya, Tasya keluar kamar menuju ruangan tengah dengan segala persiapannya yang sudah mantap menjadi siswi baru di SMA impiannya. Tasya memakai seragam putih biru, rambutnya dikuncir kuda menggunakan pita, serta ditangannya membawa nametag yang terbuat dari kardus. Tasya akan memakainya saat di sekolah nanti.
“Ibu, Bang Rafa dimana?” tanya Tasya kepada Mira, ibunya.
Mira yang sedang menyiapkan sarapan menghentikan aksinya sejenak, “Abang belum pulang, sini kamu sarapan duluan.”
Tasya duduk diatas tikar, memasukkan nametagnya ke dalam tas, lalu menyilangkan kedua kakinya. Matanya melihat ke semua makanan yang sudah tertata rapih didepannya, “Masakan Ibu bikin ngiler aja,” ucap Tasya dibalas dengan senyuman Mira
Mira duduk didepan Tasya diikuti dengan Doni yang baru saja datang, suami Mira. Bersamaan dengan itu Rafa datang dengan nafas yang ngos-ngosan.
“Abang kenapa?” tanya Doni khawatir
Rafa menggeleng kemudian tersenyum, “Gak apa-apa, Pak. Yaudah ayo makan!” Rafa langsung duduk disamping Tasya dan mulai sarapan bersama
Tidak butuh waktu yang lama, hanya memakan waktu 15 menit untuk selesai sarapan. Bagi Rafa yang terpenting saat ini jangan sampai adiknya terlambat dihari pertama masuk sekolah.
“Ayo Sya, berangkat!” ajak Rafa
Tasya mengangguk, meminum sisa airnya di dalam gelas hingga tandas kemudian memasukan bekal ke dalam tas, diikuti dengan Rafa yang juga memasukan bekalnya ke dalam tas.
“Pak, Bu, kita berangkat ya.” pamit Rafa kepada Doni dan Mira
Setelah mendapat persetujuan dari Doni dan Mira, Rafa dan Tasya segera menyalimi kedua punggung tangan kanan Doni dan Mira.
“Belajar yang rajin ya,” ucap Doni sambil mengelus pucuk rambut anaknya bergantian
“Adek semangat hari pertamanya!” Sambung Mira
Rafa dan Tasya mengangguk, “Bapak hati-hati berangkat kerjanya, Ibu jangan sampai kelelahan nanti penyakit Ibu bisa kambuh.” ujar Tasya yang diangguki oleh Rafa, sedangkan Doni dan Mira mengeluarkan kedua jempolnya secara bersamaan membuat Rafa dan Tasya tertawa
Rafa dan Tasya memakai helm lalu Rafa menaiki motor maticnya, diikuti dengan Tasya yang diboncengi oleh Rafa. Mereka melambaikan tangan dan dibalas dengan lambaian tangan dari Doni dan Mira, setelah itu motor Rafa benar-benar hilang dari pandangan Doni dan Mira.
Rafa mengendari motor lebih cepat dari pada hari-hari sebelumnya, “Abang, jangan ngebut-ngebut!” teriak Tasya sambil menyubit pinggang Rafa
Rafa meringis kesakitan, “Sakit, Sya.”
“Pelanin motornya!” perintah Tasya
Rafa malah semakin mengencangkan gasnya, Tasya berteriak dan tergelonjak kaget membuat kedua tangan Tasya melingkar di pinggang Rafa, Rafa tertawa kencang melihat ekspresi Tasya lewat spion yang saat ini sangat ketakutan.
Rafa berbelok ke kanan dengan cepat tanpa menyalakan sein motor saat sampai di pertigaan jalan, sebuah mobil yang dibelakangnya langsung rem mendadak, dan menekan tombol klakson dengan kencang, “Gila itu orang!” Umpatnya kesal di dalam mobil
Tasya menoleh ke belakang, “Abang pelan-pelan!” Rafa tidak kunjung menurunkan kecepatan motornya membuat Tasya semakin kesal
Sesampainya di parkiran Tasya tidak segera turun dari motor, Rafa melepas helmnya kemudian melihat kedua tangan Tasya yang masih memeluk pinggang Rafa.
“Sampai kapan mau kayak gini?” tanya Rafa membuat Tasya makin mengeratkan pelukannya
Rafa menggeleng-gelengkan kepalanya, adiknya masih seperti anak kecil.
“Sya, turun. Malu dilihatin banyak orang,” Tasya turun dengan wajahnya yang menekuk, Rafa terkekeh kemudian melepaskan helm yang digunakan Tasya
“Nametag lo mana?” tanya Rafa
“Di tas.” jawabnya ketus
Rafa hanya tersenyum, kemudian menggenggam tangan kiri Tasya, “Buset dah, tangan lo dingin banget. Lo gak lagi mau interview kerja kok, gak usah tegang.”
Rafa segera membawa Tasya ke lapangan sekolah, namun klakson yang berasal dari mobil yang baru saja masuk area parkiran membuat Rafa dan Tasya menghentikan langkahnya. Sang pemilik mobil membuka pintu mobil dan keluar, lalu melihat ke arah motor yang ia lihat dipertigaan jalan tadi.
“Lo yang ngendarain motor itu?” tanyanya sambil menunjuk ke motor matic berwarna biru
Rafa mengangguk santai membuat sang pemilik mobil menatap tidak percaya dengan respon Rafa yang biasa saja, “Lo ugal-ugalan banget bawa motor, bisa nyelakain banyak orang.”
“Buru-buru,” ucap Rafa
Ia hanya menatap datar, “Tungguin gue, gue parkir mobil dulu.” Ia langsung masuk ke dalam mobil dan melenggang pergi untuk memarkirkan mobilnya
“Lo kenal, Bang?” tanya Tasya bingung
“Dia Gilang, teman seangkatan gue.” jawab Rafa sedangkan Tasya hanya membentuk bibirnya menjadi huruf ‘o’ dan mengangguk-anggukan kepalanya
Gilang datang diikuti dengan dua pria dari arah parkiran. “Raf, jago amat lo udah langsung gandeng anak baru.” celetuk pria yang disamping kanan Rafa
Rafa terkekeh, “Kenalan dulu coba,”
Pria yang disamping kanan Gilang mengulurkan tangan kanannya, Tasya menggerakan kakinya menyenggol kaki Rafa.
Rafa menoleh ke arah Tasya, “Gak apa-apa,”
Tasya menerima uluran tangan pria itu, sontak pria itu tersenyum senang, “Sebenarnya lo bisa lihat nametag yang ada di seragam gue, tapi karena kesempatan hanya berlaku sekali maka ijinkan gue memperkenalkan diri.” ucapan itu membuat Rafa menahan tawanya
“Rama Ardiansyah, bisa dipanggil Rama. Tapi kalau dipanggil sayang pasti diterima dengan senang hati." Tasya tersenyum kikuk, Rafa menyenggol kaki Tasya membuat Tasya membuka suara
“Natasya Arabella Putri, dipanggil Tasya.”
Rama tersenyum, “Namanya cantik, kayak orangnya. Tapi sayang…” Rama menggantungkan ucapannya
“Sayang kenapa?” tanya Tasya
“Aku gak apa-apa, sayang.” jawab Rama jail
Tasya tersipu malu. Melihat reaksi Tasya, Rama kembali mengeluarkan jurus buayanya. “Lagi gak?”
“Lagi apa?”
“Lagi mikirin masa depan kita,” jawaban Rama membuat Tasya melepaskan tangannya dari jabatan tangan Rama, kemudian Tasya merapatkan jaraknya dengan Rafa
“Tasya gak biasa dengan orang baru, lo dateng-dateng langsung ngegombal.” ujar Rafa membuat Rama merasa bersalah
“Maaf, Sya.” Tasya hanya mengangguk
Rama menunjuk pria yang disamping kiri Gilang, “Dia namanya Arga,” Jari telunjuknya beralih ke arah Gilang, “Nah ini yang gue kasih tau tadi, namanya Gilang.” Rafa menurunkan tangannya, “Kalau Rama udah kenal, ‘kan? Mereka bertiga teman seangkatan gue.” Tasya hanya menganggukan kepalanya seolah mengerti
“Hai, Sya!” sapa Arga sambil melambaikan tangannya
Tasya melambaikan tangannya, “Hai, Kak!”
Sedangkan Gilang hanya menatap Tasya tanpa mengucapkan apapun, dan itu tidak menjadi masalah untuk Tasya.
“Yaudah gue harus antar Tasya ke lapangan,” Setelah mengucapkan itu, Rafa langsung membawa Tasya ke lapangan dengan tangan yang sedari tadi masih menyatu
Rama menatap kepergian Rafa dan Tasya tanpa mengedip, “Nanti istirahat gue mau deketin adek kelas, siapa tau ada yang nyantol.” ucapnya sambil senyum-senyum, “Biar bisa uwu-uwuan kayak mereka.” Lanjutnya membuat Gilang dan Arga saling memandang
Gilang dan Arga tidak heran melihat kelakuan temannya yang genit, sering kali dibuat malu akibat kelakuan Rama. Tanpa mengatakan apapun, Gilang dan Arga melenggang pergi meninggalkan Rama yang masih menggila.
Tasya menghentikan langkahnya saat sampai dipinggir lapangan, membuat langkah Rafa ikut terhenti. Rafa menoleh ke samping, menatap wajah adiknya yang sangat ketakutan.“Gak usah takut, Sya.”“Ramai banget, Bang.” ucap Tasya pelanRafa memegang kedua bahu Tasya, lalu menatap lekat mata Tasya, “Ini sekolah favorit, tentu saja peminatnya banyak.”“Tasya gak perlu takut, disini ada Abang. Lo cuma perlu beradaptasi dengan lingkungan baru, gue yakin sebentar lagi lo dapat teman. Sekarang gue antar lo sampai lapangan, gue gak bisa terlalu lama. Gue juga harus lihat mading, gue masuk ke kelas mana.” Tasya mengangguk pasrahRafa mengambil nametag yang terbuat dari kardus dari dalam tas Tasya, kemudian mengalungkan di leher Tasya, lalu kembali menggenggam tangan Tasya dan membawa Tasya hingga tengah lapangan.Sesampainya di tengah lapangan, Rafa melepaskan tangannya dari Tasya yang sedari tadi m
Tasya melepaskan tangannya dari cekalan tangan pria yang ada di depannya. Pria itu menghentikan langkahnya, “Kenapa?”“Kak Gilang yang kenapa?”Ya, dia Gilang. Pria yang tiba-tiba memberikan handphone kepada Tasya dan membawa Tasya pergi dari lapangan.Bukannya menjawab, Gilang malah menyodorkan kembali handphone yang sempat ia berikan kepada Tasya, tapi tidak Tasya terima. Tasya melirik handphone berlogo apel, tidak berniat untuk menerimanya.Tidak mendapat respon dari Tasya, Gilang menarik tangan kanan Tasya, kemudian menaruh handphone tersebut di telapak tangan Tasya. “Ini, dari Rafa.”“Apa yang dari gue?”Suara itu sontak membuat Tasya dan Gilang menoleh serentak. Rafa datang bersama motor maticnya, kemudian melepas helm, turun dari motornya, lalu berjalan mendekati Tasya.“Ini dari lo, Bang?” Rafa melihat Handphone yang Tasya
Angin semilir tengah menemani perjalanan pulang sekolah Tasya dan Rafa. Keduanya sama-sama diam selama diperjalanan sambil menikmati udara, hingga akhirnya tangan Tasya yang tiba-tiba melingkar di pinggang Rafa membuat Rafa sedikit terkejut.“Kenapa?” tanya Rafa sambil melihat ke spion motornyaTasya melebarkan senyumannya, “Abang kalau mau kasih apa-apa gak usah lewat orang lain lagi, ya?”Rafa meneguk salivanya, “I-ya, Sya.” jawabnya sedikit terbataMendengar jawaban itu membuat Tasya mempererat pelukannya, dan menyandarkan kepalanya ke bahu Rafa. “Gue sayang lo, Bang.”Rafa tersenyum, “Lo sesenang itu?”“Senang banget, Bang. Tapi lo dapat uang dari mana?”“Gue pintar nabung, gak kayak lo!”Tasya langsung melepaskan pelukannya, kemudian mengetuk keras helm yang digunakan Rafa, “Enak aja lo!”Rafa merintih kesakitan, “S
Rafa menarik salah satu kursi plastik, lalu memberi aba-aba agar Tasya duduk di kursi tersebut. “Abang gak duduk?”“Kursinya penuh, lo tunggu sini gue pesan dulu ya.”Tasya mengangguk, “Oke! Pesan yang pedas ya, Bang.” Rafa mengeluarkan satu jempolnya kemudian menghampiri gerobak gado-gado yang ada di depannya“Gado-gadonya satu ya, cabainya dikit aja.” ucap Rafa memesan gado-gado yang tidak sesuai dengan pesanan TasyaPenjual gado-gado tersebut mengangguk, “Dibungkus atau makan disini, Mas?”“Makan disini,”“Nunggu sekitar sepuluh menit gak apa-apa, Mas? Soalnya masih buatin pesanan yang lain,”Rafa menoleh ke belakang, melihat beberapa orang yang duduk sambil menunggu pesanannya. “Gak apa-apa, Pak. Saya disana ya, sama perempuan yang pakai seragam sekolah.” Jari telunjuk Rafa menunjuk posisi duduk Tasya“Baik, Mas.”
Rafa menarik salah satu kursi plastik, lalu memberi aba-aba agar Tasya duduk di kursi tersebut. “Abang gak duduk?”“Kursinya penuh, lo tunggu sini gue pesan dulu ya.”Tasya mengangguk, “Oke! Pesan yang pedas ya, Bang.” Rafa mengeluarkan satu jempolnya kemudian menghampiri gerobak gado-gado yang ada di depannya“Gado-gadonya satu ya, cabainya dikit aja.” ucap Rafa memesan gado-gado yang tidak sesuai dengan pesanan TasyaPenjual gado-gado tersebut mengangguk, “Dibungkus atau makan disini, Mas?”“Makan disini,”“Nunggu sekitar sepuluh menit gak apa-apa, Mas? Soalnya masih buatin pesanan yang lain,”Rafa menoleh ke belakang, melihat beberapa orang yang duduk sambil menunggu pesanannya. “Gak apa-apa, Pak. Saya disana ya, sama perempuan yang pakai seragam sekolah.” Jari telunjuk Rafa menunjuk posisi duduk Tasya“Baik, Mas.”
Angin semilir tengah menemani perjalanan pulang sekolah Tasya dan Rafa. Keduanya sama-sama diam selama diperjalanan sambil menikmati udara, hingga akhirnya tangan Tasya yang tiba-tiba melingkar di pinggang Rafa membuat Rafa sedikit terkejut.“Kenapa?” tanya Rafa sambil melihat ke spion motornyaTasya melebarkan senyumannya, “Abang kalau mau kasih apa-apa gak usah lewat orang lain lagi, ya?”Rafa meneguk salivanya, “I-ya, Sya.” jawabnya sedikit terbataMendengar jawaban itu membuat Tasya mempererat pelukannya, dan menyandarkan kepalanya ke bahu Rafa. “Gue sayang lo, Bang.”Rafa tersenyum, “Lo sesenang itu?”“Senang banget, Bang. Tapi lo dapat uang dari mana?”“Gue pintar nabung, gak kayak lo!”Tasya langsung melepaskan pelukannya, kemudian mengetuk keras helm yang digunakan Rafa, “Enak aja lo!”Rafa merintih kesakitan, “S
Tasya melepaskan tangannya dari cekalan tangan pria yang ada di depannya. Pria itu menghentikan langkahnya, “Kenapa?”“Kak Gilang yang kenapa?”Ya, dia Gilang. Pria yang tiba-tiba memberikan handphone kepada Tasya dan membawa Tasya pergi dari lapangan.Bukannya menjawab, Gilang malah menyodorkan kembali handphone yang sempat ia berikan kepada Tasya, tapi tidak Tasya terima. Tasya melirik handphone berlogo apel, tidak berniat untuk menerimanya.Tidak mendapat respon dari Tasya, Gilang menarik tangan kanan Tasya, kemudian menaruh handphone tersebut di telapak tangan Tasya. “Ini, dari Rafa.”“Apa yang dari gue?”Suara itu sontak membuat Tasya dan Gilang menoleh serentak. Rafa datang bersama motor maticnya, kemudian melepas helm, turun dari motornya, lalu berjalan mendekati Tasya.“Ini dari lo, Bang?” Rafa melihat Handphone yang Tasya
Tasya menghentikan langkahnya saat sampai dipinggir lapangan, membuat langkah Rafa ikut terhenti. Rafa menoleh ke samping, menatap wajah adiknya yang sangat ketakutan.“Gak usah takut, Sya.”“Ramai banget, Bang.” ucap Tasya pelanRafa memegang kedua bahu Tasya, lalu menatap lekat mata Tasya, “Ini sekolah favorit, tentu saja peminatnya banyak.”“Tasya gak perlu takut, disini ada Abang. Lo cuma perlu beradaptasi dengan lingkungan baru, gue yakin sebentar lagi lo dapat teman. Sekarang gue antar lo sampai lapangan, gue gak bisa terlalu lama. Gue juga harus lihat mading, gue masuk ke kelas mana.” Tasya mengangguk pasrahRafa mengambil nametag yang terbuat dari kardus dari dalam tas Tasya, kemudian mengalungkan di leher Tasya, lalu kembali menggenggam tangan Tasya dan membawa Tasya hingga tengah lapangan.Sesampainya di tengah lapangan, Rafa melepaskan tangannya dari Tasya yang sedari tadi m
Sial!Hari ini Rafa kesiangan, padahal hari ini adalah hari pertama adiknya masuk sekolah menjadi siswi menengah atas. Rafa membuka matanya lebar saat melihat jam di dinding kamarnya menunjukkan pukul 06.00.Dengan cepat Rafa langsung keluar kamar menuju kamar Tasya, adiknya. Rafa mendengus kesal saat mengetahui pintu kamar Tasya terkunci, apakah adiknya ini melupakan hari pertama sekolahnya?Tok... tok... tok...Rafa mengetuk pintu kamar Tasya sebanyak tiga kali, tidak ada jawaban.Tok... tok... tok...Sekali lagi Rafa mengetuk pintu kamar Tasya, tetap tidak ada jawaban.“ADEK, BANGUN!” teriak Rafa dari luar kamar TasyaSang pemilik kamar akhirnya membuka pintu, menampilkan wajah bangun tidurnya disertai dengan rambut panjangnya yang tidak beraturan, alias acak-acakan.“Gak usah teriak, bisa gak?” Tasya menatap Rafa dengan kesalTangan kekar Rafa merapihkan rambut