"Nanti mau ke butik jam berapa?" tanya Dafa pada Najwa melalui sambungan telepon."Usai makan siang, pagi masih ada klien," jawab Najwa, ia kini tengah sarapan bersama Tasya."Mama, mau ngomong sama Om Papa," ucap Tasya lalu mendekat pada Najwa, Najwa mengulurkan gawainya pada Tasya."Ada apa cantiknya Papa?" tanya Dafa setelah mendengar suara Tasya."Tasya mau pakek baju kayak putri salju, tapi kata Mama nggak ada," adu Tasya."Ada, kok. Nanti Tasya kasih liat sama mbaknya ya," ujar Dafa menenangkan calon putrinya."Tapi kata Mama, Tasya harus pakek baju putih. Tasya mau cantik kayak putri salju, nggak mau pakek baju putih-putih." "Iya, nanti biar Papa yang bilang sama Mama ya. Sekarang kasih hapenya ke Mama bisa?"Dengan riang Tasya menyerahkan gawai pada Najwa."Kamu janjiin apa?" cecar Najwa."Biarin aja lah dia pakek baju yang dia mau. Kasian nanti malah sedih, loh," bujuk Dafa."Kamu tuh selalu nurutin yang dia mau, nanti kalau tambah manja gimana?""Nanti aku yang tanggung jaw
Setelah dua jam menunggu akhirnya orang tua dan dua adik Najwa tiba di butik."Mas Reno." Tasya berlari menghampiri adik Sandi. Ia memasuki kelas tiga sekolah menengah atas tahun ini. Ia memang tidak mau dipanggil om karena merasa panggilan itu terlalu tua untuknya."Tasya, Mas Reno kangen banget." Reno segera berjongkok untuk menyambut pelukan Tasya. Reno yang menginginkan adik perempuan selalu bahagia saat bertemu Tasya."Tasya juga. Mas Reno kemarin nggak ikut pas Nenek sama Kakek tidur di rumah Tasya," protes Tasya."Kan, Mas Reno lagi di rumah ayahnya Mas Reno. Nanti malem nginep di rumah Tasya, kok," jelas Reno."Sama Om Sandi nggak kangen, nih?" Sandi mendekat ke arah Tasya setelah bersalaman pada Najwa dan Astuti, sementara orang tua mereka sudah duduk di kursi."Dikit, kalau sama Mas Reno banyak."Sandi pura-pura ngambek lalu ikut berjongkok. "Padahal Om Sandi bawa hadiah buat Tasya, tapi karena kangennya sedikit jadi Om Sandi mau cari ponakan baru aja buat di kasih hadiah."
"Mama." Tasya segera berlari saat melihat Mamanya lemas bersandar pada sofa yang ia duduki."Mama kenapa nangis?" Tasya masih saja menggoyangkan badan Najwa.Najwa hanya merespon dengan memeluk Tasya erat. Ia tidak menyangka harus kehilangan seorang kakak perempuan secepat ini. Tadi pagi mereka masih tertawa bersama dan minggu depan Najwa berjanji akan mengunjunginya, tapi sekarang Nadia sudah pergi meninggalkannya."Besok pagi kita ke rumah Mami ya, Mami kangen sama Tasya," ucap Najwa dengan suara terbata."Mau, Ma, Tasya mau ke sana. Tasya kangen sama Mami, Papi, kak Arya juga Oma." Tasya begitu gembira mendengar hal itu tanpa ia tahu bahwa kesedihan tengah menanti."Tasya main lagi ya, Mama mau telepon kakek dulu." Tasya mengangguk lalu bermain kembali dengan bonekanya.Najwa mengambil gawai yang terjatuh di sampingnya, ia segera menekan nomor Ayahnya."Iya, Wa," sapa sang Ayah."Yah, besok Najwa mau ke tempat mas Yogi," ucap Najwa terbata."Bukannya masih minggu depan? Suara kamu
Najwa segera membawa Tasya ke kamar untuk mandi dan berganti baju, setelah itu mereka keluar untuk pergi ke makam Nadia. Karena proses pemakaman di negara ini tidak sama dengan di Indonesia, tidak ada juga pengajian karena seluruh keluarga Nadia beragama non muslim."Kita mau ke mana, Ma?" tanya Tasya saat mereka sudah memasuki mobil."Mau ke rumah Mami yang baru," jawab Najwa. Sandra hanya diam karena tidak sanggup menjelaskan."Mami biasanya, kan, di rumah Oma?""Mami sekarang sudah punya rumah baru."Tasya lalu diam sambil mengamati jalanan yang dilewati.Mereka tiba di area pemakaman, Arya dan Yogi masih ada di pusara Nadia. Tanah itu masih basah, bunganya pun masih segar. Najwa, Sandra dan Tasya berjalan mendekati."Itu Papi sama kak Arya. Mami mana, kok kita ke kuburan sih, Ma?" cecar Tasya.Najwa tidak menjawab, ia masih menggendong Tasya lalu semakin dekat dengan pusara Nadia."Ini rumah Mami yang baru, Mami bobok di sana sama adek bayi," jelas Najwa. Yogi masih sibuk menenang
"Saya terima nikah dan kawinnya Najwa Syarmila binti Bari Pranata dengan mas kawin tersebut dibayar tunai!""Sah." Semua yang ada di sana bersemangat mengucap kata sah setelah Dafa berhasil mengucap ijab qabul."Alhamdulillah." Bari merasa lega karena anaknya kini ada yang menjaga, ia berharap Dafa bisa membahagiakan anak dan cucunya.Acara dilaksanakan di kediaman orang tua Dafa, semua keluarga ikut berbahagia. Resepsi diadakan pukul tujuh malam dan dilaksanakan di kediaman orang tua Dafa juga, karena tidak banyak yang di undang."Capek?" tanya Dafa saat mereka sudah memasuki kamar pengantin. Mereka memilih pulang ke rumah Najwa karena relatif dekat."Lumayan, kaki rasanya pegel banget," jawab Najwa. Terbiasa bekerja dengan sepatu flat dan tadi harus memakai sepatu hak tinggi membuatnya cukup kesulitan."Nanti aku pijitin, sekarang aku mau mandi dulu ya." Dafa berdiri lalu meraih handuk yang tersedia di depan kamar mandi. "Kamu siapin baju aku ya."Najwa segera berdiri untuk mengambi
"Iya deh harus sabar, semoga besok bisa terlaksana. Nggak kasian apa kamu, liat perjaka ting-ting yang ngebet sampek ubun-ubun tiba-tiba dipaksa berhenti?" Ucapan Dafa membuat Najwa tidak bisa menahan tawa. "Kok diketawain, sih?" ujar Dafa kesal."Abisnya kamu lucu. Sabar dulu ya, Sayang, anggep aja latihan menjaga nafsu.""Iya deh, sini deket aku. Cium sama peluk aja boleh, kan?" pinta Dafa seraya mengerlingkan mata. Najwa akhirnya mendekati Dafa lalu berbaring di sampingnya.**Ai**Pagi ini cukup ramai karena keluarga Najwa tengah berkumpul, ia tengah membantu Rahma dan mbok Sani membuat sarapan."Manten anyar kok jam segini udah di dapur," goda mbok Sani."Mana bisa menikmati to, Mbok, orang tadi malem anaknya nyusul ke kamar, kok. Tak ajak tidur sama aku nggak mau, katanya pengen didongengin sama Papanya." Rahma dan Sani tertawa."Ya resiko nikahin janda punya anak, kan, Buk. Palingan Ayah sama Ibuk dulu juga gitu. Apalagi dulu Sandi anaknya usil banget," ujar Najwa."Mana ada. D
"Tasya mau ikut sama Kakek pulang?" tanya Najwa saat ia menemui anaknya di kamar."Iya, Ma, Tasya mau main sama Mas Reno. Tasya mau bikin kue sama Nenek juga," ucap Tasya antusias."Nangis nggak nanti? Rumah Kakek sama rumah Mama jauh lho, ya," ujar Najwa, ia memang belum pernah berpisah jauh dengan Tasya."Tasya udah gede kok, Ma. Nggak nangisan lagi," jawab Tasya.Najwa berdiri lalu menyiapkan perlengkapan Tasya. Selama satu minggu ke depan Tasya akan berada di rumah Ayahnya."Nanti sering-sering telepon Mama ya." "Iya, Mama. Tasya pasti kangen Mama."Najwa memeluk anaknya. Anak yang ia besarkan dengan penuh perjuangan, kini sudah besar. Tasya juga punya pola pikir yang dewasa, mungkin karena keadaan yang membuatnya begitu."Mama, kan, udah dijagain Papa, jadi Tasya bisa main sama Kakek dan Nenek.""Di sana nggak boleh nakal ya. Nurut kalau dibilangin Kakek sama Nenek. Nggak boleh nolak makan, sama vitaminnya harus di minum." "Siap, Mama. Tasya pasti jadi anak baik. Kalau Tasya ba
"Itu kalau malem, Sayang. Kalau masih sore gini ya enak kalau ada Tasya." "Mama tadi telepon, katanya kamu disuruh ke sana. Ada temen kamu yang dateng." Najwa menyampaikan ucapan ibu Dafa."Kamu nggak ikut?" tanya Dafa."Besok aja, deh. Aku mau beresin kamar sama masak aja. Kamu mau makan apa?""Semua yang kamu masak aku pasti suka. Aku ke rumah Mama dulu ya, nanti aku cepet pulang kok." Dafa mencium pipi Najwa.Setelah Dafa pergi, Najwa segera membersihkan kamarnya dari bunga-bunga yang mulai mengering. Ia lalu memasak untuk makan malam, udang goreng tepung dan ikan sambal balado siap menjadi menu makan malam.Dafa tiba tepat saat jam makan malam, ia membawa beberapa bingkisan dari teman-temannya."Hmm, baunya enak banget, bikin laper," ucap Dafa, setelah meletakkan bingkisan di kursi lalu duduk di kursi sebelahnya."Banyak banget yang dibawa. Kenapa nggak biarin di rumah Mama aja?" tanya Najwa saat melihat cukup banyak yang dibawa Dafa."Ini cuma dikit. Yang dari sodara-sodara masi
Tasya dan Bian menoleh, ternyata Dafa sudah berdiri di ambang pintu."Om." Bian mendekat, ia lalu mencium tangan Dafa."Baru nyampek, Pa," jawab Tasya seraya mendekati papanya."Mau masuk dulu?" tawar Dafa.Sebenarnya Bian tidak enak hati untuk menolak, tetapi ia harus segera pulang. Besok pagi sekali dia harus kembali ke kota sebelah untuk mengumpulkan rupiah."Lain kali aja, Om. Ditungguin mama," tolak Bian. "Kalau gitu Bian pulang, ya, Om. Salam buat mama Najwa sama Davin."Bian berjalan keluar gerbang, Dafa mengikuti untuk menutup gerbangnya. "Udah makan?" tanya Dafa seraya merangkul pundak anaknya, lalu mereka masuk bersama."Udah," jawab Tasya. "Mama sama Davin mana?" Dilihatnya tidak ada orang selain Dafa."Davin lagi ke rumah temennya. Kalau mama ada di kamar. Mau dipanggilin?"Tasya menggeleng. "Papa kalau udah capek istirahat aja, Tasya mau ke atas," ujar Tasya. Ia kini berjalan meninggalkan Dafa."Sya."Tasya berhenti saat papanya memanggil. Lama Tasya memperhatikan papany
"Kapan nih, nikah? Tante udah nggak sabar lihat kalian di pelaminan," tanya Rania. Kini acara susah selesai. Selain keluarga inti Bian, tinggal Tasya dan Rania beserta keluarganya.Mereka tengah berkumpul di ruang tengah. Saat ini Tania sedang berganti baju, tinggallah Rania dan Tasya di sana."Doakan saja, Tante," jawab Tasya. Semua masih rencana, tidak baik untuk diutarakan."Anak Tante sebenarnya juga udah waktunya nikah, tapi sampai sekarang anteng-anteng aja. Nggak tau maunya yang kayak gimana," ujar Rania. Usia anak sulungnya selisih tujuh tahun dari Bian dan Tasya. Harusnya Revan sudah menikah dan Rania susah menimang cucu. Tapi apalah daya, anaknya masih betah sendiri hingga usia tiga puluhan."Mungkin memang belum ketemu jodohnya, Tante," jawab Tasya. Tidak mungkin ia mengatakan karena anak Rania itu memang sombong, jadi susah mendapatkan pasangan. Pasti Rania akan marah padanya."Mbak Tasya, mau minta foto." Radea, anak kedua Rania datang menghampiri."Boleh," jawab Tasya.
"Ma, aku mau berangkat dulu, ya," pamit Tasya pada ibunya.Tidak terasa waktu berjalan dengan cepat. Tasya kini sudah beranjak dewasa. Ia bahkan sudah menjalin kasih dengan Bian, sahabat yang dipuja Tasya sejak kecil."Iya, salam buat mama Tania, ya."Najwa masih sibuk di dapur untuk membuat makan siang. Dafa masih bekerja, sementara Davin belum pulang dari sekolah."Siap, Mamaku yang paling cantik."Tasya mencium pipi mamanya, setelah itu Bian bersalaman dengan Najwa untuk berpamitan."Bian pergi dulu, ya, Ma. Nanti Tasyanya Bian anterin agak malam. Setelah acara selesai," ujar Bian pada Najwa."Iya, Sayang. Mama nitip Tasya. Nanti kalau rewel kamu jewer aja.""Ih, Mama. Tasya udah gede, ya. Nggak ada rewel-rewel segala," protes Tasya yang membuat Najwa dan Bian tertawa.Tasya dan Bian menaiki mobil. Mereka akan pergi ke rumah Bian untuk menghadiri acara keluarga. Sudah beberapa kali Tasya menghadiri acara keluarga di rumah Bian, begitu pun dengan Bian yang juga sering ikut saat ada
Tidak terasa waktu berjalan dengan cepat. Kedekatan antara Ferdi dan Rina akhirnya berakhir ke pelaminan.Saat ini Najwa dan Dafa tengah mempersiapkan perjalanan menuju rumah Ferdi, sementara Tasya sudah di sana sejak beberapa hari yang lalu."Udah masuk semua?" tanya Dafa. Sedari tadi ia sudah memasukkan beberapa tas ke dalam bagasi mobil."Udah kayaknya," jawab Najwa seraya melihat barang-barang yang sudah masuk.Rencananya Najwa dan Dafa akan menginap selama dua hari, sementara Tasya akan menginap selama satu minggu."Aku ganti baju dulu, Davin masih tidur di kamar bawah," ujar Najwa seraya meninggalkan Dafa yang tengah memanasi mobil.Najwa tidak langsung memakai baju untuk acara, tetapi ia memakai baju biasa dulu. Mengingat perjalanan dari rumahnya menuju rumah Ferdi cukup jauh.Mereka berangkat setelah semua sudah siap. Davin masih terlelap saat mereka memulai perjalanan.Sesampainya di rumah Ferdi, suasana sudah sangat meriah. Pesta akan dilaksanakan di rumah Ferdi saja karena
"Rudi yang bilang, Ma?" tanya Dafa pada ibunya Nila. Mereka sudah sangat akrab dari Dafa kecil, jadilah Dafa memanggilnya mama juga."Iya," jawab Lastri. "Mama mau minta maaf atas nama Nila dan Rudi. Selama ini mereka sudah nyakitin kamu. Mama masih punya banyak uang untuk membayarnya dan itu juga bukan tanggung jawabmu," lanjut Lastri.Sejahat apa pun Nila dan Rudi, Dafa tetap menyayangi Lastri. Baginya, Lastri tetaplah ibu yang baik."Dafa emang pengen ngasih, tapi bukan paksaan dari Rudi juga. Ini murni keinginan Dafa. Mama terima, semoga bisa membantu." Dafa menyerahkan amplop pada Lastri. Sebelum ini, ia sudah berbicara pada istrinya dan mereka sepakat untuk memberi sumbangan."Jangan, Nak. Mama nggak mau bebanin kamu," tolak Lastri seraya mengembalikan amplop itu pada Dafa."Dafa ikhlas, Ma. Nggak banyak, tapi semoga bisa bermanfaat. Terima ya, Ma." Akhirnya Lastri mengalah. Ia menerima uang pemberian dari Dafa seraya mengucap terimakasih.Hingga sore Dafa dan Najwa masih berad
"Ada apa?" Najwa bertanya saat dilihatnya suaminya hanya diam seraya menatap ponsel yang menyala."Lihat ini." Dafa memberikan ponselnya pada Najwa.Najwa menggelengkan kepalanya. Merasa heran karena masih ada orang yang tidak tahu malu macam Rudi."Kamu nggak perlu menanggapinya. Ini bukan tanggung jawabmu, Mas."Najwa menyerahkan kembali ponsel Dafa, ia lalu meraih Davin untuk memandikan anak itu.Dafa memilih memblokir nomor Rudi. Ia tidak ingin rasa sakit hati mempengaruhi kehidupan rumah tangganya. Rudi sudah sangat dewasa untuk mengatasi masalahnya sendiri."Aku mau beli nasi goreng dulu, ya," pamit Dafa."Iya," jawab Najwa dari kejauhan. Ia sudah bersiap untuk melepas baju Davin.Davin sudah wangi dan tampan. Rambutnya yang lebat dibelah pinggir. Pipi besarnya membuat siapa pun pasti gemas saat melihat Davin.Davin kini sudah kembali bermain, sementara Najwa mengambil piring untuk menikmati nasi goreng yang dibeli Dafa."Mama tadi kirim pesan," ujar Dafa seraya menyuap nasi gore
"lucu kamu, Rud." Hanya itu komentar Dafa. "Maafkan atas semua kesalahanku dulu, Daf. Aku tau kamu masih marah, tapi tolong pikirkan nasib anak kecil yang tengah kritis."Andai tidak kritis, pasti Rudi tidak akan datang menemui Dafa."Aku serius, Daf. Saat ini anak aku di rumah sakit sama ibunya. Anakku butuh donor darah karen dia sudah kehabisan banyak darah," ungkap Rudi.Dafa tidak habis pikir kenapa dulu ia bisa bersahabat dengan orang-orang yang tidak punya hati."Cari saja orang lain, itu bukan urusanku."Secara tiba-tiba Rudi merosot, ia kini sudah bersimpuh memohon pada Dafa. "Kali ini saja, aku mohon bantuin aku. Cuma kamu satu-satunya harapanku, Daf."Dafa memalingkan wajahnya. Satu sisi ia tidak tega dengan anak itu, tapi di sisi lain ia juga amat membenci orang tuanya."Pergi kamu!" usir Dafa."Kamu mau bantu kan, Daf?" Rudi masih saja memohon."Lihat nanti," ujar Dafa seraya beranjak dari tempatnya duduk. "Pergi dari sini kalau mau aku bantu," lanjut Dafa.Wajah Rudi kin
Dafa hanya membunyikan klakson sebagai tanda pada orang yang ada di dalam untuk membukakan pintu. Ia tidak sedikit pun berniat untuk turun dari mobil menemui Rudi.Najwa turun terlebih dahulu setelah mobil berhenti di halaman rumah mereka, sementara Dafa masih terdiam di tempatnya."Sayang, aku bawa Davin masuk dulu. Abis ini aku ke sini lagi," ujar Najwa. Ia sangat mengerti kegelisahan yang dirasakan suaminya. "Kalau kamu belum siap ketemu, tunggu aku aja," lanjutnya lalu meninggalkan Dafa untuk membawa Davin ke kamarnya."Pak, ada tamu yang ingin bertemu," ujar Seto setelah mengetuk pintu mobil majikannya itu.Dafa menghela napas kasar. Semua sudah berlalu, Dafa memang harus berdamai dengan masa lalu."Suruh dia masuk, Pak," putus Dafa. Ia turun dari mobil. Berjalan dengan gontai ke dalam rumah.Dafa terus berjalan hingga ia sampai di dapur. Dafa mengisi gelas kosong dengan air dingin. Berharap isi kepalanya juga ikut dingin."Tenang. Semua masalah pasti bisa kamu atasi. Ada aku di
"Lho, ada tamu ternyata."Najwa dan Dafa menoleh saat ada seseorang yang datang ke rumah Ferdi. Ternyata itu adalah Rina, ibu dari Sena."Ini ibunya Sena?" Najwa segera berdiri untuk menghampiri Rina.Rina menerima uluran tangan Najwa. "Iya, Mbak. Saya Rina.""Saya Najwa, ibunya Tasya," ujar Najwa memperkenalkan diri. Beberapa kali hanya mengetahui dari cerita anaknya, akhirnya kini Najwa bisa berkenalan secara langsung.Cantik, adalah kesan pertama yang Najwa lihat dari Rina. Orangnya juga ramah dan supel. "Saya kira tadi Tasya dijemput papanya seperti biasa, ternyata dianterin sekeluarga ke sini. Akhirnya bisa ketemu juga ya, Mbak."Rina kini ikut duduk di ruang tamu Ferdi, bercengkrama dengan keluarga Najwa."Tasya itu anaknya ceria banget, jadinya Sena kebawa suasana. Biasanya dia pendiam kalau pas sendiri. Makanya saya senang kalau Tasya pas nginep sini," ujar Rina berterus terang.Sena sudah berusia delapan tahun saat orang tuanya bercerai, jadi wajar kalau ia mengalami dampak