Tiga hari berlalu setelah kejadian itu, semua mulai berjalan normal. Najwa sudah bisa mengontrol pikirannya dan tidak perlu meminum obat sebelum tidur."Ma, Tasya mau makan nasi goreng buatan Mama ya." Tasya berjalan menuju meja makan lalu menarik kursi untuk ia duduki."Siap, kamu duduk dulu ya. Mama masakin nasi goreng." Najwa segera berkutat dengan peralatan dapur untuk memenuhi permintaan anaknya.Tasya menunggu dengan sabar masakan Mamanya, saat masakan Mamanya sudah selesai Tasya segera memakannya dengan lahap.Sementara Yogi sudah kembali ke singapura kemarin pagi, pekerjaan yang sudah menumpuk membuatnya tidak bisa menunda kepulangannya lagi.***Setelah mengantar anaknya ke sekolah, Najwa melajukan mobilnya untuk berangkat bekerja. Ia harus kuat demi anaknya."Apa jadwal hari ini?" Tanya Najwa pada Linda setelah ia sampai di ruangannya."Nggak ada, Bu. Besok baru pertemuan dengan Pak Beno, orang dari pameran budaya kemarin," jelas Linda seraya menyerahkan laporan. "Pak Ferdi
"Kalau Papa tahu gambar Tasya, Papa pasti bangga ya, Ma?""Pasti. Sekarang Tasya main dulu, ya. Mama mau ke kamar dulu." Najwa segera keluar dari kamar anaknya. Akhir-akhir ini Tasya sering membicarakan tentang ayahnya. Apakah ini bukti dari ikatan batin antara anak dan ayahnya?**Ai**Meeting hari ini telah usai. Dari janji temu yang semula pagi menjadi usai makan siang. Akan ada sekitar dua puluh orang yang menginap mulai hari senin pagi sampai minggu pagi. Penyewa meminta disediakan sarapan dan makan malam untuk mereka.Dengan harga yang sudah disepakati, pihak Najwa menyetujui keinginan penyewa.Meeting usai pukul empat sore, Najwa segera bersiap untuk pulang. Ingin rasanya segera sampai rumah dan merebahkan tubuh lelahnya. Selain karena pekerjaan, juga karena pertemuannya kembali dengan orang dari masa lalunya. Najwa sudah tiba di parkiran, saat akan membuka pintu, tangannya dicekal seseorang."Wa, plis jangan pergi dulu. Beri aku kesempatan buat jelasin semua sama kamu." Najwa b
Aku berpacaran dengan Najwa saat kami masih kuliah, dia adalah wanita yang sabar dan pendiam. Tidak pernah sekali pun ia marah padaku.Kami memutuskan menikah setelah lulus kuliah, aku yang baru memulai bekerja tidak membuat Najwa ragu. Meski ibunya tidak setuju saat Najwa ingin menikah denganku, tetapi Najwa berhasil meyakinkan ibunya dan akhirnya kami menikah. Satu tahun kemudian ibunya meninggal karena penyakit jantung yang dideritanya.Mamaku sangat menyayangi Najwa karena Najwa adalah menantu yang penurut dan pengertian, mereka sering pergi bersama saat belanja ataupun ke salon. Aku dua bersaudara, aku dan kakakku bernama Nisa.Enam tahun berlalu dengan damai, pernikahan kami pun berjalan dengan baik, tidak pernah ada pertengkaran yang terjadi. Najwa selalu menurut apa yang ku katakan, kemana pun ia pergi ia akan selalu mengatakannya padaku. Bagiku sudah cukup hidup dengan Najwa meski sampai kini kami belum dikaruniai keturunan.Satu tahun belakangan ini Mama mulai membahas tenta
"Akan saya berikan jawaban secepatnya, Ma." Setelah berucap Najwa berlari menuju kamar."Tolong beri Najwa waktu, Ma. Biarkan dia tenang dulu. Ferdi yakin Najwa pasti setuju.""Sampai kapan, Fer? Apa Mama bunuh diri aja kalau kamu nggak mau nurutin Mama. Mama nggak kuat, Fer.""Mama jangan ngomong kayak gitu, Ferdi sayang sama Mama." Segera kupeluk Mama dan kuhapus air matanya."Tiap kumpul dibilang mungkin menantumu mandu. Ada juga yang bilang mungkin anakmu yang mandul. Mama mau kamu buktiin kalau kamu bisa punya anak, Mama nggak mau kamu dihina kayak gitu." Mama masih sesenggukan."Iya, Ma, Ferdi janji kalau tiga bulan lagi Najwa nggak hamil, Ferdi bakal nikahin Ranti." Entah apa yang aku katakan, aku hanya ingin menenangkan Mama dan berdoa semoga Najwa benar-benar bisa hamil.Semoga saja kali ini Tuhan sudi mengabulkan doaku. Aku mencintai Najwa, dan tidak pernah berniat untuk berpisah dengannya.Perjuangan kami untuk bersama cukup berat. Tidak rela rasanya kalau aku harus berpisah
Dua bulan setelah itu aku menikah dengan Ranti. Pernikahan sederhana berlangsung di rumah Ranti. Perceraianku dengan Najwa berjalan lancar karena tidak ada tuntutan apa pun darinya.Najwa pergi begitu saja dari rumah. Bahkan, dia tidak berpamitan denganku. Hanya beberapa baju yang ia bawa, dan menyisakan yang lainnya sebagai kenangan untukku.Awal menikah dengan Ranti memang cukup berat, karena kami menjalani tanpa cinta, tetapi karena pembawaan Ranti yang ceria membuat benih cinta mulai tumbuh.Aku bagai tersihir dengan pesona Ranti. Rasa cintaku pada Najwa mulai terganti oleh Ranti. Dia mampu membuatku kembali muda. Aku selalu ingin cepat pulang dan bertemu dengannya.Tidak terasa pernikahanku dengan Ranti berjalan begitu cepat. Dua tahun berselang, Ranti belum juga hamil. Aku mulai berfikir apakah aku yang mandul? Namun, semua terbantahkan saat kami ke dokter. Ternyata yang bermasalah adalah rahim Ranti.Dokter menyarankan untuk menjalankan pengobatan dan rutin kontrol. Mama mulai
[Bu, mbak Tasya sekarang ada di klinik dekat sekolah]Satu pesan dari Nia sontak membuat Najwa terkejut, ia segera memencet tombol panggil untuk menghubungi pengasuh anaknya itu."Kenapa bisa di klinik? Tasya sakit apa?" Najwa segera bertanya setelah Nia mengucap halo."Tadi pas main ayunan ada anak yang dorong kekencengan, Bu. Maaf, saya tadi masih di toilet," ucap Nia dengan suara bergetar."Sekarang gimana? Apanya yang luka?" "Kepala sama tangan, Bu."Tanpa menjawab, Najwa segera mematikan sambungan dan bergegas menuju klinik yang di maksud. Sesampainya di sebuah klinik, Najwa segera menghubungi Nia. Setelah mendapat jawaban ia berlari mencari anaknya.Dilihatnya Tasya berbaring dengan perban di kepala sebelah kiri dan siku kirinya. Najwa mendekat lalu duduk di samping Tasya."Kok bisa gini?" tanyanya lembut, dikecupnya tangan kanan anaknya. Hati Najwa begitu sakit melihat anaknya terbaring lemah, itu mengingatkannya pada perjuangan Tasya kecil."Tadi, kan, Tasya ayunan sama Fira
"Tasya mimpi ketemu Papa, Ma."Najwa hanya diam, tidak tahu harus menanggapi seperti apa."Wajahnya nggak jelas. Papa cuma dateng buat ngasih Tasya permen," lanjut Tasya."Itu pasti karena Tasya abis minum obat. Sekarang Tasya makan sama Mbak Nia, ya. Mama mau lanjut kerja dulu."Pada akhirnya Najwa harus mematikan sambungan. Ia masih belum sanggup membahas siapa Papa Tasya.**Ai**Satu minggu berlalu dengan baik, Meski melelahkan tetapi Najwa cukup lega. "Kak Arya kok belum sampai ya, Ma?" Sudah lebih dari satu jam Tasya mondar-mandir ke depan, tidak sabar menanti sepupunya tiba."Masih di jalan. Kan, dari Bandara ke sini lumayan jauh. Duduk aja dulu, kalau udah nyampek pasti langsung ke sini, kok." "Nggak bisa, Ma, aku udah kangen banget sama kak Arya." Tasya masih setia berdiri sambil menengok ke depan."Sama kak Arya apa sama hadiah dari Mami?" goda Najwa, ia tahu persis keinginan anaknya."Itu bonus, Mama. Mami tuh bukan kasih hadiah tapi penghargaan karena Tasya mau masuk Tk B
"Nanti, kalau Ferdi datengin kamu lagi. Kamu pindah aja. Aku nggak mau kamu sakit gara-gara mikirin tuh laki," ujar Nadia saat mereka perjalanan pulang."Sebenernya aku ngerasa bersalah sama Tasya. Beberapa hari lalu, dia bilang ketemu Papanya lewat mimpi.""Terus rencana kamu apa? Mau nemuin mereka berdua?""Jujur, itu berat buat aku, Mbak. Aku belum bisa berdamai dengan masa lalu. Perlakuan mereka padaku dulu, masih sering terngiang di ingatan. Aku nggak akan siap berada di tempat yang sama dengan mereka. Apalagi sampai melihat Tasya berdekatan dengan mereka. Rasanya aku nggak bisa.""Apa pun keputusan kamu, Aku dan Mas Yogi pasti dukung. Kalau perlu bantuan, kamu tinggal bilang sama kami."Pelukan hangat dari Nadia selalu mampu menenangkan Najwa.**Ai**Mereka bersiap berangkat menuju tempat acara. Tempatnya lumayan dekat, jadi mereka memutuskan untuk berjalan kaki.Yogi dan kedua bocah kecil berjalan di depan, sementara Najwa dan Nadia beriringan di belakang."Si Papi udah pengen
Tasya dan Bian menoleh, ternyata Dafa sudah berdiri di ambang pintu."Om." Bian mendekat, ia lalu mencium tangan Dafa."Baru nyampek, Pa," jawab Tasya seraya mendekati papanya."Mau masuk dulu?" tawar Dafa.Sebenarnya Bian tidak enak hati untuk menolak, tetapi ia harus segera pulang. Besok pagi sekali dia harus kembali ke kota sebelah untuk mengumpulkan rupiah."Lain kali aja, Om. Ditungguin mama," tolak Bian. "Kalau gitu Bian pulang, ya, Om. Salam buat mama Najwa sama Davin."Bian berjalan keluar gerbang, Dafa mengikuti untuk menutup gerbangnya. "Udah makan?" tanya Dafa seraya merangkul pundak anaknya, lalu mereka masuk bersama."Udah," jawab Tasya. "Mama sama Davin mana?" Dilihatnya tidak ada orang selain Dafa."Davin lagi ke rumah temennya. Kalau mama ada di kamar. Mau dipanggilin?"Tasya menggeleng. "Papa kalau udah capek istirahat aja, Tasya mau ke atas," ujar Tasya. Ia kini berjalan meninggalkan Dafa."Sya."Tasya berhenti saat papanya memanggil. Lama Tasya memperhatikan papany
"Kapan nih, nikah? Tante udah nggak sabar lihat kalian di pelaminan," tanya Rania. Kini acara susah selesai. Selain keluarga inti Bian, tinggal Tasya dan Rania beserta keluarganya.Mereka tengah berkumpul di ruang tengah. Saat ini Tania sedang berganti baju, tinggallah Rania dan Tasya di sana."Doakan saja, Tante," jawab Tasya. Semua masih rencana, tidak baik untuk diutarakan."Anak Tante sebenarnya juga udah waktunya nikah, tapi sampai sekarang anteng-anteng aja. Nggak tau maunya yang kayak gimana," ujar Rania. Usia anak sulungnya selisih tujuh tahun dari Bian dan Tasya. Harusnya Revan sudah menikah dan Rania susah menimang cucu. Tapi apalah daya, anaknya masih betah sendiri hingga usia tiga puluhan."Mungkin memang belum ketemu jodohnya, Tante," jawab Tasya. Tidak mungkin ia mengatakan karena anak Rania itu memang sombong, jadi susah mendapatkan pasangan. Pasti Rania akan marah padanya."Mbak Tasya, mau minta foto." Radea, anak kedua Rania datang menghampiri."Boleh," jawab Tasya.
"Ma, aku mau berangkat dulu, ya," pamit Tasya pada ibunya.Tidak terasa waktu berjalan dengan cepat. Tasya kini sudah beranjak dewasa. Ia bahkan sudah menjalin kasih dengan Bian, sahabat yang dipuja Tasya sejak kecil."Iya, salam buat mama Tania, ya."Najwa masih sibuk di dapur untuk membuat makan siang. Dafa masih bekerja, sementara Davin belum pulang dari sekolah."Siap, Mamaku yang paling cantik."Tasya mencium pipi mamanya, setelah itu Bian bersalaman dengan Najwa untuk berpamitan."Bian pergi dulu, ya, Ma. Nanti Tasyanya Bian anterin agak malam. Setelah acara selesai," ujar Bian pada Najwa."Iya, Sayang. Mama nitip Tasya. Nanti kalau rewel kamu jewer aja.""Ih, Mama. Tasya udah gede, ya. Nggak ada rewel-rewel segala," protes Tasya yang membuat Najwa dan Bian tertawa.Tasya dan Bian menaiki mobil. Mereka akan pergi ke rumah Bian untuk menghadiri acara keluarga. Sudah beberapa kali Tasya menghadiri acara keluarga di rumah Bian, begitu pun dengan Bian yang juga sering ikut saat ada
Tidak terasa waktu berjalan dengan cepat. Kedekatan antara Ferdi dan Rina akhirnya berakhir ke pelaminan.Saat ini Najwa dan Dafa tengah mempersiapkan perjalanan menuju rumah Ferdi, sementara Tasya sudah di sana sejak beberapa hari yang lalu."Udah masuk semua?" tanya Dafa. Sedari tadi ia sudah memasukkan beberapa tas ke dalam bagasi mobil."Udah kayaknya," jawab Najwa seraya melihat barang-barang yang sudah masuk.Rencananya Najwa dan Dafa akan menginap selama dua hari, sementara Tasya akan menginap selama satu minggu."Aku ganti baju dulu, Davin masih tidur di kamar bawah," ujar Najwa seraya meninggalkan Dafa yang tengah memanasi mobil.Najwa tidak langsung memakai baju untuk acara, tetapi ia memakai baju biasa dulu. Mengingat perjalanan dari rumahnya menuju rumah Ferdi cukup jauh.Mereka berangkat setelah semua sudah siap. Davin masih terlelap saat mereka memulai perjalanan.Sesampainya di rumah Ferdi, suasana sudah sangat meriah. Pesta akan dilaksanakan di rumah Ferdi saja karena
"Rudi yang bilang, Ma?" tanya Dafa pada ibunya Nila. Mereka sudah sangat akrab dari Dafa kecil, jadilah Dafa memanggilnya mama juga."Iya," jawab Lastri. "Mama mau minta maaf atas nama Nila dan Rudi. Selama ini mereka sudah nyakitin kamu. Mama masih punya banyak uang untuk membayarnya dan itu juga bukan tanggung jawabmu," lanjut Lastri.Sejahat apa pun Nila dan Rudi, Dafa tetap menyayangi Lastri. Baginya, Lastri tetaplah ibu yang baik."Dafa emang pengen ngasih, tapi bukan paksaan dari Rudi juga. Ini murni keinginan Dafa. Mama terima, semoga bisa membantu." Dafa menyerahkan amplop pada Lastri. Sebelum ini, ia sudah berbicara pada istrinya dan mereka sepakat untuk memberi sumbangan."Jangan, Nak. Mama nggak mau bebanin kamu," tolak Lastri seraya mengembalikan amplop itu pada Dafa."Dafa ikhlas, Ma. Nggak banyak, tapi semoga bisa bermanfaat. Terima ya, Ma." Akhirnya Lastri mengalah. Ia menerima uang pemberian dari Dafa seraya mengucap terimakasih.Hingga sore Dafa dan Najwa masih berad
"Ada apa?" Najwa bertanya saat dilihatnya suaminya hanya diam seraya menatap ponsel yang menyala."Lihat ini." Dafa memberikan ponselnya pada Najwa.Najwa menggelengkan kepalanya. Merasa heran karena masih ada orang yang tidak tahu malu macam Rudi."Kamu nggak perlu menanggapinya. Ini bukan tanggung jawabmu, Mas."Najwa menyerahkan kembali ponsel Dafa, ia lalu meraih Davin untuk memandikan anak itu.Dafa memilih memblokir nomor Rudi. Ia tidak ingin rasa sakit hati mempengaruhi kehidupan rumah tangganya. Rudi sudah sangat dewasa untuk mengatasi masalahnya sendiri."Aku mau beli nasi goreng dulu, ya," pamit Dafa."Iya," jawab Najwa dari kejauhan. Ia sudah bersiap untuk melepas baju Davin.Davin sudah wangi dan tampan. Rambutnya yang lebat dibelah pinggir. Pipi besarnya membuat siapa pun pasti gemas saat melihat Davin.Davin kini sudah kembali bermain, sementara Najwa mengambil piring untuk menikmati nasi goreng yang dibeli Dafa."Mama tadi kirim pesan," ujar Dafa seraya menyuap nasi gore
"lucu kamu, Rud." Hanya itu komentar Dafa. "Maafkan atas semua kesalahanku dulu, Daf. Aku tau kamu masih marah, tapi tolong pikirkan nasib anak kecil yang tengah kritis."Andai tidak kritis, pasti Rudi tidak akan datang menemui Dafa."Aku serius, Daf. Saat ini anak aku di rumah sakit sama ibunya. Anakku butuh donor darah karen dia sudah kehabisan banyak darah," ungkap Rudi.Dafa tidak habis pikir kenapa dulu ia bisa bersahabat dengan orang-orang yang tidak punya hati."Cari saja orang lain, itu bukan urusanku."Secara tiba-tiba Rudi merosot, ia kini sudah bersimpuh memohon pada Dafa. "Kali ini saja, aku mohon bantuin aku. Cuma kamu satu-satunya harapanku, Daf."Dafa memalingkan wajahnya. Satu sisi ia tidak tega dengan anak itu, tapi di sisi lain ia juga amat membenci orang tuanya."Pergi kamu!" usir Dafa."Kamu mau bantu kan, Daf?" Rudi masih saja memohon."Lihat nanti," ujar Dafa seraya beranjak dari tempatnya duduk. "Pergi dari sini kalau mau aku bantu," lanjut Dafa.Wajah Rudi kin
Dafa hanya membunyikan klakson sebagai tanda pada orang yang ada di dalam untuk membukakan pintu. Ia tidak sedikit pun berniat untuk turun dari mobil menemui Rudi.Najwa turun terlebih dahulu setelah mobil berhenti di halaman rumah mereka, sementara Dafa masih terdiam di tempatnya."Sayang, aku bawa Davin masuk dulu. Abis ini aku ke sini lagi," ujar Najwa. Ia sangat mengerti kegelisahan yang dirasakan suaminya. "Kalau kamu belum siap ketemu, tunggu aku aja," lanjutnya lalu meninggalkan Dafa untuk membawa Davin ke kamarnya."Pak, ada tamu yang ingin bertemu," ujar Seto setelah mengetuk pintu mobil majikannya itu.Dafa menghela napas kasar. Semua sudah berlalu, Dafa memang harus berdamai dengan masa lalu."Suruh dia masuk, Pak," putus Dafa. Ia turun dari mobil. Berjalan dengan gontai ke dalam rumah.Dafa terus berjalan hingga ia sampai di dapur. Dafa mengisi gelas kosong dengan air dingin. Berharap isi kepalanya juga ikut dingin."Tenang. Semua masalah pasti bisa kamu atasi. Ada aku di
"Lho, ada tamu ternyata."Najwa dan Dafa menoleh saat ada seseorang yang datang ke rumah Ferdi. Ternyata itu adalah Rina, ibu dari Sena."Ini ibunya Sena?" Najwa segera berdiri untuk menghampiri Rina.Rina menerima uluran tangan Najwa. "Iya, Mbak. Saya Rina.""Saya Najwa, ibunya Tasya," ujar Najwa memperkenalkan diri. Beberapa kali hanya mengetahui dari cerita anaknya, akhirnya kini Najwa bisa berkenalan secara langsung.Cantik, adalah kesan pertama yang Najwa lihat dari Rina. Orangnya juga ramah dan supel. "Saya kira tadi Tasya dijemput papanya seperti biasa, ternyata dianterin sekeluarga ke sini. Akhirnya bisa ketemu juga ya, Mbak."Rina kini ikut duduk di ruang tamu Ferdi, bercengkrama dengan keluarga Najwa."Tasya itu anaknya ceria banget, jadinya Sena kebawa suasana. Biasanya dia pendiam kalau pas sendiri. Makanya saya senang kalau Tasya pas nginep sini," ujar Rina berterus terang.Sena sudah berusia delapan tahun saat orang tuanya bercerai, jadi wajar kalau ia mengalami dampak