"Tasya mimpi ketemu Papa, Ma."Najwa hanya diam, tidak tahu harus menanggapi seperti apa."Wajahnya nggak jelas. Papa cuma dateng buat ngasih Tasya permen," lanjut Tasya."Itu pasti karena Tasya abis minum obat. Sekarang Tasya makan sama Mbak Nia, ya. Mama mau lanjut kerja dulu."Pada akhirnya Najwa harus mematikan sambungan. Ia masih belum sanggup membahas siapa Papa Tasya.**Ai**Satu minggu berlalu dengan baik, Meski melelahkan tetapi Najwa cukup lega. "Kak Arya kok belum sampai ya, Ma?" Sudah lebih dari satu jam Tasya mondar-mandir ke depan, tidak sabar menanti sepupunya tiba."Masih di jalan. Kan, dari Bandara ke sini lumayan jauh. Duduk aja dulu, kalau udah nyampek pasti langsung ke sini, kok." "Nggak bisa, Ma, aku udah kangen banget sama kak Arya." Tasya masih setia berdiri sambil menengok ke depan."Sama kak Arya apa sama hadiah dari Mami?" goda Najwa, ia tahu persis keinginan anaknya."Itu bonus, Mama. Mami tuh bukan kasih hadiah tapi penghargaan karena Tasya mau masuk Tk B
"Nanti, kalau Ferdi datengin kamu lagi. Kamu pindah aja. Aku nggak mau kamu sakit gara-gara mikirin tuh laki," ujar Nadia saat mereka perjalanan pulang."Sebenernya aku ngerasa bersalah sama Tasya. Beberapa hari lalu, dia bilang ketemu Papanya lewat mimpi.""Terus rencana kamu apa? Mau nemuin mereka berdua?""Jujur, itu berat buat aku, Mbak. Aku belum bisa berdamai dengan masa lalu. Perlakuan mereka padaku dulu, masih sering terngiang di ingatan. Aku nggak akan siap berada di tempat yang sama dengan mereka. Apalagi sampai melihat Tasya berdekatan dengan mereka. Rasanya aku nggak bisa.""Apa pun keputusan kamu, Aku dan Mas Yogi pasti dukung. Kalau perlu bantuan, kamu tinggal bilang sama kami."Pelukan hangat dari Nadia selalu mampu menenangkan Najwa.**Ai**Mereka bersiap berangkat menuju tempat acara. Tempatnya lumayan dekat, jadi mereka memutuskan untuk berjalan kaki.Yogi dan kedua bocah kecil berjalan di depan, sementara Najwa dan Nadia beriringan di belakang."Si Papi udah pengen
"kamu suka sama Najwa?" Pertanyaan Yogi yang frontal membuat Dafa terkejut, bagaimana bisa Yogi bertanya tanpa basa-basi terlebih dahulu.Mereka kini tinggal berdua, Najwa dan Tasya sudah pergi menyusul Nadia yang tengah asyik berbincang dengan ibunda Dafa. Ya, ini adalah rumah orang tua Dafa dan Yogi adalah sahabat dari Daris, kakak Dafa.Dafa bingung harus menjawab apa, di satu sisi ia menyukai Najwa, tapi di sisi lain ia takut Yogi akan marah."Kenapa diem? Bingung kok aku bisa tau? Keliatan banget kali kalau kamu suka sama dia," ucap Yogi seraya menepuk pundak Dafa."Mas Yogi nggak marah?""Kenapa harus marah? Dia single dan kamu juga single, cuman ya sedikit ragu aja."Perkataan Yogi membuat nyali Dafa menciut, belum apa-apa aja sudah diragukan, "ragu kenapa, Mas?" tanyanya lesu."Dia itu janda anak satu dan kamu masih perjaka, apa kamu siap nerima dia dan anaknya?" tanya Yogi mulai serius."Memang kenapa kalau dia janda? Aku nggak masalah kok soal itu. Kalau emang jodoh kenapa e
Satu minggu sudah keluarga Yogi di Indonesia, hari ini mereka harus kembali ke Singapura.Tasya sudah merengek dari pagi, ia ingin ikut Papinya tetapi Najwa tidak mengizinkan. Tanggung jawab pekerjaan juga sekolah Tasya membuatnya tidak bisa menuruti kemauan Tasya."Nanti Papi pulang lagi, Tasya kan harus sekolah, jadi nggak bisa ikut dulu. Nanti kalau liburan Papi janji bakal jemput Tasya." Bujukan Yogi meluluhkan hati Tasya, tentu dengan iming-iming hadiah dari sang Papi.Sore ini Tasya meminta jalan-jalan ke lapangan komplek setelah mengantar Yogi ke Bandara, ia ingin bersepeda keliling lapangan."Ma, Tasya mau makan bakso," pinta Tasya saat mereka sudah berkeliling lapangan tiga kali."Siap, parkirin sepeda sebelah sana dulu ya."Setelah memarkirkan sepeda, Najwa memesan bakso dua porsi untuk mereka dan es jeruk untuk menyegarkan tenggorokan.Tasya makan dengan lahap, ia memang begitu menyukai bakso, tetapi Mamanya melarang Tasya untuk sering-sering makan bakso demi kesehatan Ta
"Mama, nanti sore anterin Tasya ya," pinta Tasya sesaat setelah duduk di meja makan."Mau ke mana?" Najwa mengambilkan nasi goreng untuk sarapan anaknya."Mau ke rumah Om ganteng. Katanya aku mau di ajak petik buah, tapi sore soalnya om ganteng harus kerja." Tasya begitu antusias bercerita tentang om gantengnya itu, tidak ada yang mengajari memanggil begitu karena memang sedari awal Tasya sudah suka dengan om ganteng."Sama Mbak Nia, kan, bisa?" "Nggak bisa, Ma. Mbak Nia mau pulang. Ada acara katanya." Sebenarnya Najwa tahu kalau Nia akan pulang karena Nia sudah pamit padanya."Ya lain kali aja ke sananya." Najwa hanya tidak ingin bertemu bos dari mantannya itu."Nggak bisa. Om ganteng besok udah nggak di sini." Tasya meminum susu setelah sarapannya habis. "Plis ya, Ma, Tasya mau ngeliat buah di pohonnya. Di rumah ,kan, nggak ada."Beginilah kalau manjannya lagi kumat, Tasya akan merayu sampai kemauannya dipenuhi."Ya udah sana berangkat, nanti terlambat."Tasya segera meraih tangan
Najwa membiarkan Ferdi berkata semaunya sebelum menjelaskan banyak hal. "Lalu istrimu?""Aku akan menceraikan dia. Dia masih muda, pasti bisa dengan mudah menemukan lelaki lain. Aku cuma mau kita bersama lagi, jangan pikirin orang lain. Yang penting kita bisa sama-sama lagi." Ferdi masih dengan senyum bahagianya."Ibumu?""Mama pasti setuju. Apalagi kalau beliau tau kamu sudah melahirkan cucunya, Mama pasti akan bahagia."Najwa tersenyum dan senyum itu mampu menghipnotis Ferdi, ia optimis kalau Najwa akan menerimanya kembali."Kalau ternyata yang dimaksud Tuhan kebalikannya, gimana?" tanya Najwa yang membuat Ferdi bingung."Maksudnya?""Kalau ternyata Tuhan ingin kamu melihat hidup orang yang kamu sia-siain selama ini ternyata lebih bahagia dari hidupmu, dan Tuhan juga ingin aku melihat betapa menderitanya kamu setelah menyakitiku. Melihat kamu terpuruk karena apa yang kamu harapkan tidak bisa terwujud dengan orang pilihanmu," jelas Najwa."Kenapa kamu bicara begitu, Wa?" Senyum Ferdi
"Ma, Om ganteng mau jemput ke sini naik sepeda. Boleh, kan?" tanya Tasya pada Najwa. Saat ini Tasya tengah berbicara lewat sambungan telepon dengan Dafa."Iya, boleh," sahut Najwa dari taman samping, ia tengah menyiram bunga. Setelah mengatakan kalau Mamanya mengizinkan Dafa datang, ia lalu mematikan sambungan."Tasya pakek baju yang mana, Ma?" Tasya berjalan mendekati Najwa."Baju itu aja kenapa, sih? Kan, cuma petik buah, masak mau dandang ala princess?" Dilihatnya sang anak sudah memakai baju yang sesuai, baju kaos dan celana panjang bergambar hello kitty, bukankah sudah sangat pantas untuk memetik buah?"Dandanin lah, Ma. Kan, malu kalau Om ganteng dateng tapi aku belum cantik," rengek Tasya."Dandanin gimana? Emang mau pesta pakek dandan segala," cetus Najwa."Di kuncir rambutnya, Ma, nggak yang dandan banget." Jawaban Tasya membuat Najwa gemas, bagaimana anak yang belum genap lima tahun sudah begitu memperhatikan penampilan.Tasya sudah siap menunggu om ganteng dengan rambut di
"Tasya mau metik apa dulu?""Adanya apa?" Tasya balik bertanya."Ada belimbing, jambu, apel, jeruk sama mangga, Tasya mau apa?" tanya Astuti dengan sabar."Mau lihat pohonnya dulu," ucap Tasya."Ayo langsung ke belakang aja kalau gitu ya. Dafa tolong bilang sama Bibi, suruh bikinin minum," titah Astuti pada anaknya. Dafa mengangguk lalu pergi ke dapur menemui bibi.Najwa memang mengikuti dalam diam, ia membiarkan anaknya berbicara dengan ibunda Dafa."Maaf, kami merepotkan," ucap Najwa saat mereka tinggal berdua. "Nggak, kok, Ibu malah senang. Ibu kesepian. Kalau Bapak dan Dafa kerja, Ibu cuma sama bibi di rumah. Kakak Dafa mengurus usahanya di luar pulau, sudah delapan bulan dan baru pulang dua kali. Dafa juga baru akhir-akhir ini sering pulang, biasanya bisa satu bulan nggak pulang, padahal di kota sebelah aja." Keluh Astuti. "Maaf ya jadi curhat," lanjutnya."Nggak apa-apa, Bu. Saya malah terimakasih karena sudah diizinin main ke sini.""Kapan pun Mbak Najwa mau, rumah ini selalu
Tasya dan Bian menoleh, ternyata Dafa sudah berdiri di ambang pintu."Om." Bian mendekat, ia lalu mencium tangan Dafa."Baru nyampek, Pa," jawab Tasya seraya mendekati papanya."Mau masuk dulu?" tawar Dafa.Sebenarnya Bian tidak enak hati untuk menolak, tetapi ia harus segera pulang. Besok pagi sekali dia harus kembali ke kota sebelah untuk mengumpulkan rupiah."Lain kali aja, Om. Ditungguin mama," tolak Bian. "Kalau gitu Bian pulang, ya, Om. Salam buat mama Najwa sama Davin."Bian berjalan keluar gerbang, Dafa mengikuti untuk menutup gerbangnya. "Udah makan?" tanya Dafa seraya merangkul pundak anaknya, lalu mereka masuk bersama."Udah," jawab Tasya. "Mama sama Davin mana?" Dilihatnya tidak ada orang selain Dafa."Davin lagi ke rumah temennya. Kalau mama ada di kamar. Mau dipanggilin?"Tasya menggeleng. "Papa kalau udah capek istirahat aja, Tasya mau ke atas," ujar Tasya. Ia kini berjalan meninggalkan Dafa."Sya."Tasya berhenti saat papanya memanggil. Lama Tasya memperhatikan papany
"Kapan nih, nikah? Tante udah nggak sabar lihat kalian di pelaminan," tanya Rania. Kini acara susah selesai. Selain keluarga inti Bian, tinggal Tasya dan Rania beserta keluarganya.Mereka tengah berkumpul di ruang tengah. Saat ini Tania sedang berganti baju, tinggallah Rania dan Tasya di sana."Doakan saja, Tante," jawab Tasya. Semua masih rencana, tidak baik untuk diutarakan."Anak Tante sebenarnya juga udah waktunya nikah, tapi sampai sekarang anteng-anteng aja. Nggak tau maunya yang kayak gimana," ujar Rania. Usia anak sulungnya selisih tujuh tahun dari Bian dan Tasya. Harusnya Revan sudah menikah dan Rania susah menimang cucu. Tapi apalah daya, anaknya masih betah sendiri hingga usia tiga puluhan."Mungkin memang belum ketemu jodohnya, Tante," jawab Tasya. Tidak mungkin ia mengatakan karena anak Rania itu memang sombong, jadi susah mendapatkan pasangan. Pasti Rania akan marah padanya."Mbak Tasya, mau minta foto." Radea, anak kedua Rania datang menghampiri."Boleh," jawab Tasya.
"Ma, aku mau berangkat dulu, ya," pamit Tasya pada ibunya.Tidak terasa waktu berjalan dengan cepat. Tasya kini sudah beranjak dewasa. Ia bahkan sudah menjalin kasih dengan Bian, sahabat yang dipuja Tasya sejak kecil."Iya, salam buat mama Tania, ya."Najwa masih sibuk di dapur untuk membuat makan siang. Dafa masih bekerja, sementara Davin belum pulang dari sekolah."Siap, Mamaku yang paling cantik."Tasya mencium pipi mamanya, setelah itu Bian bersalaman dengan Najwa untuk berpamitan."Bian pergi dulu, ya, Ma. Nanti Tasyanya Bian anterin agak malam. Setelah acara selesai," ujar Bian pada Najwa."Iya, Sayang. Mama nitip Tasya. Nanti kalau rewel kamu jewer aja.""Ih, Mama. Tasya udah gede, ya. Nggak ada rewel-rewel segala," protes Tasya yang membuat Najwa dan Bian tertawa.Tasya dan Bian menaiki mobil. Mereka akan pergi ke rumah Bian untuk menghadiri acara keluarga. Sudah beberapa kali Tasya menghadiri acara keluarga di rumah Bian, begitu pun dengan Bian yang juga sering ikut saat ada
Tidak terasa waktu berjalan dengan cepat. Kedekatan antara Ferdi dan Rina akhirnya berakhir ke pelaminan.Saat ini Najwa dan Dafa tengah mempersiapkan perjalanan menuju rumah Ferdi, sementara Tasya sudah di sana sejak beberapa hari yang lalu."Udah masuk semua?" tanya Dafa. Sedari tadi ia sudah memasukkan beberapa tas ke dalam bagasi mobil."Udah kayaknya," jawab Najwa seraya melihat barang-barang yang sudah masuk.Rencananya Najwa dan Dafa akan menginap selama dua hari, sementara Tasya akan menginap selama satu minggu."Aku ganti baju dulu, Davin masih tidur di kamar bawah," ujar Najwa seraya meninggalkan Dafa yang tengah memanasi mobil.Najwa tidak langsung memakai baju untuk acara, tetapi ia memakai baju biasa dulu. Mengingat perjalanan dari rumahnya menuju rumah Ferdi cukup jauh.Mereka berangkat setelah semua sudah siap. Davin masih terlelap saat mereka memulai perjalanan.Sesampainya di rumah Ferdi, suasana sudah sangat meriah. Pesta akan dilaksanakan di rumah Ferdi saja karena
"Rudi yang bilang, Ma?" tanya Dafa pada ibunya Nila. Mereka sudah sangat akrab dari Dafa kecil, jadilah Dafa memanggilnya mama juga."Iya," jawab Lastri. "Mama mau minta maaf atas nama Nila dan Rudi. Selama ini mereka sudah nyakitin kamu. Mama masih punya banyak uang untuk membayarnya dan itu juga bukan tanggung jawabmu," lanjut Lastri.Sejahat apa pun Nila dan Rudi, Dafa tetap menyayangi Lastri. Baginya, Lastri tetaplah ibu yang baik."Dafa emang pengen ngasih, tapi bukan paksaan dari Rudi juga. Ini murni keinginan Dafa. Mama terima, semoga bisa membantu." Dafa menyerahkan amplop pada Lastri. Sebelum ini, ia sudah berbicara pada istrinya dan mereka sepakat untuk memberi sumbangan."Jangan, Nak. Mama nggak mau bebanin kamu," tolak Lastri seraya mengembalikan amplop itu pada Dafa."Dafa ikhlas, Ma. Nggak banyak, tapi semoga bisa bermanfaat. Terima ya, Ma." Akhirnya Lastri mengalah. Ia menerima uang pemberian dari Dafa seraya mengucap terimakasih.Hingga sore Dafa dan Najwa masih berad
"Ada apa?" Najwa bertanya saat dilihatnya suaminya hanya diam seraya menatap ponsel yang menyala."Lihat ini." Dafa memberikan ponselnya pada Najwa.Najwa menggelengkan kepalanya. Merasa heran karena masih ada orang yang tidak tahu malu macam Rudi."Kamu nggak perlu menanggapinya. Ini bukan tanggung jawabmu, Mas."Najwa menyerahkan kembali ponsel Dafa, ia lalu meraih Davin untuk memandikan anak itu.Dafa memilih memblokir nomor Rudi. Ia tidak ingin rasa sakit hati mempengaruhi kehidupan rumah tangganya. Rudi sudah sangat dewasa untuk mengatasi masalahnya sendiri."Aku mau beli nasi goreng dulu, ya," pamit Dafa."Iya," jawab Najwa dari kejauhan. Ia sudah bersiap untuk melepas baju Davin.Davin sudah wangi dan tampan. Rambutnya yang lebat dibelah pinggir. Pipi besarnya membuat siapa pun pasti gemas saat melihat Davin.Davin kini sudah kembali bermain, sementara Najwa mengambil piring untuk menikmati nasi goreng yang dibeli Dafa."Mama tadi kirim pesan," ujar Dafa seraya menyuap nasi gore
"lucu kamu, Rud." Hanya itu komentar Dafa. "Maafkan atas semua kesalahanku dulu, Daf. Aku tau kamu masih marah, tapi tolong pikirkan nasib anak kecil yang tengah kritis."Andai tidak kritis, pasti Rudi tidak akan datang menemui Dafa."Aku serius, Daf. Saat ini anak aku di rumah sakit sama ibunya. Anakku butuh donor darah karen dia sudah kehabisan banyak darah," ungkap Rudi.Dafa tidak habis pikir kenapa dulu ia bisa bersahabat dengan orang-orang yang tidak punya hati."Cari saja orang lain, itu bukan urusanku."Secara tiba-tiba Rudi merosot, ia kini sudah bersimpuh memohon pada Dafa. "Kali ini saja, aku mohon bantuin aku. Cuma kamu satu-satunya harapanku, Daf."Dafa memalingkan wajahnya. Satu sisi ia tidak tega dengan anak itu, tapi di sisi lain ia juga amat membenci orang tuanya."Pergi kamu!" usir Dafa."Kamu mau bantu kan, Daf?" Rudi masih saja memohon."Lihat nanti," ujar Dafa seraya beranjak dari tempatnya duduk. "Pergi dari sini kalau mau aku bantu," lanjut Dafa.Wajah Rudi kin
Dafa hanya membunyikan klakson sebagai tanda pada orang yang ada di dalam untuk membukakan pintu. Ia tidak sedikit pun berniat untuk turun dari mobil menemui Rudi.Najwa turun terlebih dahulu setelah mobil berhenti di halaman rumah mereka, sementara Dafa masih terdiam di tempatnya."Sayang, aku bawa Davin masuk dulu. Abis ini aku ke sini lagi," ujar Najwa. Ia sangat mengerti kegelisahan yang dirasakan suaminya. "Kalau kamu belum siap ketemu, tunggu aku aja," lanjutnya lalu meninggalkan Dafa untuk membawa Davin ke kamarnya."Pak, ada tamu yang ingin bertemu," ujar Seto setelah mengetuk pintu mobil majikannya itu.Dafa menghela napas kasar. Semua sudah berlalu, Dafa memang harus berdamai dengan masa lalu."Suruh dia masuk, Pak," putus Dafa. Ia turun dari mobil. Berjalan dengan gontai ke dalam rumah.Dafa terus berjalan hingga ia sampai di dapur. Dafa mengisi gelas kosong dengan air dingin. Berharap isi kepalanya juga ikut dingin."Tenang. Semua masalah pasti bisa kamu atasi. Ada aku di
"Lho, ada tamu ternyata."Najwa dan Dafa menoleh saat ada seseorang yang datang ke rumah Ferdi. Ternyata itu adalah Rina, ibu dari Sena."Ini ibunya Sena?" Najwa segera berdiri untuk menghampiri Rina.Rina menerima uluran tangan Najwa. "Iya, Mbak. Saya Rina.""Saya Najwa, ibunya Tasya," ujar Najwa memperkenalkan diri. Beberapa kali hanya mengetahui dari cerita anaknya, akhirnya kini Najwa bisa berkenalan secara langsung.Cantik, adalah kesan pertama yang Najwa lihat dari Rina. Orangnya juga ramah dan supel. "Saya kira tadi Tasya dijemput papanya seperti biasa, ternyata dianterin sekeluarga ke sini. Akhirnya bisa ketemu juga ya, Mbak."Rina kini ikut duduk di ruang tamu Ferdi, bercengkrama dengan keluarga Najwa."Tasya itu anaknya ceria banget, jadinya Sena kebawa suasana. Biasanya dia pendiam kalau pas sendiri. Makanya saya senang kalau Tasya pas nginep sini," ujar Rina berterus terang.Sena sudah berusia delapan tahun saat orang tuanya bercerai, jadi wajar kalau ia mengalami dampak