Share

Bab 78. Terjepit

Penulis: Yasmin_imaji
last update Terakhir Diperbarui: 2025-01-08 22:37:32

Murni mengikuti bayangan Aji dengan hati-hati, lorong sempit itu semakin dalam dan gelap. Suara-suara aneh yang menyerupai bisikan samar terdengar dari segala arah, membuat suasana semakin mencekam. Ketika mereka sampai di sebuah ruang terbuka kecil, tiba-tiba langkah Aji terhenti.

“Aji? Kau baik-baik saja?” tanya Murni dengan suara gemetar, matanya terus mengawasi sekeliling.

Aji tidak menjawab. Sebaliknya, ia mengangkat tangannya perlahan, menunjuk ke sebuah sudut gelap di ruangan itu. Murni menoleh, dan matanya langsung membelalak lebar. Tubuhnya gemetar hebat ketika ia melihat sosok yang menempel di dinding batu.

"Ibu...!" teriak Murni, suaranya bergema di sepanjang lorong sumur. Di sana, tubuh seorang wanita tergantung kaku di dindingnya, kulitnya kering seperti telah kehabisan darah, rambutnya tergerai kusut, dan matanya terbuka lebar dengan tatapan kosong. Tubuh itu tampak membusuk tetapi tetap utuh, seolah waktu berhenti di tempat ini.

Aji tiba-tiba menoleh ke arah Mur
Bab Terkunci
Lanjutkan Membaca di GoodNovel
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (39)
goodnovel comment avatar
Gadis Bar bar
ayo semangat murni kamu harus melawan makhluk2 itu demi aji dan ibumu. paran bantu murni
goodnovel comment avatar
Nie hidayat
ayo murni kamu pasti bisa
goodnovel comment avatar
Kaizan Ragiel Trate
kasian aji,tapi dimana aji yg asli ya...hari2 murni
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • 40 Hari Setelah Kematian Bapak   Bab 79. Selamat

    Murni mengerjap, berusaha memastikan bahwa ia tidak berhalusinasi. Suara itu jelas suara Aji—adiknya yang sebenarnya. Tanpa berpikir panjang, ia melangkah maju, mengabaikan rasa sakit yang menjalar di seluruh tubuhnya. Debu dan pecahan batu memenuhi udara, membuat setiap helaan napas terasa berat. “Mbak Murni… tolong aku…” suara Aji terdengar lagi, kali ini lebih lemah, seolah ia terjebak di bawah reruntuhan. “Aji! Bertahanlah! Aku akan menolongmu!” seru Murni, suaranya penuh tekad meski gemetar. Ia mulai memindahkan batu-batu yang menumpuk dengan tangan gemetar dan penuh luka. Ketika cahaya biru dari prana di tubuhnya meredup, Murni merasakan lelah yang luar biasa. Namun, ia tidak berhenti. “Prana… jangan tinggalkan aku sekarang. Aku butuh kamu…” bisiknya lirih, mencoba memanggil kembali kekuatan yang tadi melindunginya. Seolah menjawab panggilannya, cahaya biru itu kembali bersinar samar, memberi Murni kekuatan baru. Perlahan, ia berhasil memindahkan batu besar terakhir yang men

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-08
  • 40 Hari Setelah Kematian Bapak   Bab 80. Rahasia

    Murni menatap punggung Mbok Tumini yang berjalan dengan langkah pasti, seolah mengenal betul jalan setapak yang mereka lalui. Pepohonan di sekitar mereka berdiri angkuh, ranting-rantingnya menjuntai rendah seakan ingin menghalangi jalan keluar. Udara malam semakin dingin, membawa aroma tanah basah yang bercampur dengan bau anyir reruntuhan sumur tua tadi. Suara malam yang biasa terdengar seperti nyanyian jangkrik kini terasa hening, seolah ikut takut oleh sesuatu yang baru saja mencengkeram dirinya. Aji menggenggam tangan Murni erat-erat, masih diliputi rasa takut. Dia berjalan dengan kaki yang diseret. Tubuhnya gemetar bukan hanya karena udara dingin, tetapi juga karena bayangan mengerikan dari makhluk yang baru saja mereka hadapi. “Mbak, kita benar-benar sudah aman, kan?” bisiknya lirih. Murni menoleh, memaksakan senyum tipis untuk menenangkan adiknya. Padahal, hatinya sendiri masih dicekam rasa takut dan penasaran. “Ya, Ji. Kita aman sekarang. Mbok Tumini akan membawa kita ke tem

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-09
  • 40 Hari Setelah Kematian Bapak   Bab 81. Cempaka Emas

    Murni menerima sebuah botol kecil berisi cairan kuning keemasan itu dengan tangan yang gemetar. Botol itu terlihat cukup kuno, terbuat dari kaca tebal dengan tutup kayu yang diikat oleh seutas benang berwarna merah tua. Cahaya lampu minyak yang redup membuat cairan di dalam botol tampak berkilauan, seperti menyimpan rahasia yang tak terungkap. “Ini air penawar dari daun cempaka emas. Gunakan untuk melindungi Aji jika makhluk itu datang lagi,” jelas Mbok Tumini sambil meletakkan keris kecil dan kain putih di atas meja. "Lalu... keris dan kain itu? Apa yang harus aku lakukan dengan itu, Mbok?" tanya Murni. “Keris ini adalah pusaka peninggalan Kyai Dahlan, Nduk. Jangan pernah jauhkan keris ini daeimu untuk saat ini. Keris ini akan bereaksi terhadap energi gelap yang mendekat kepada kalian berdua. Sedangkan kain ini… kamu harus membungkus tubuh Aji dengan kain ini jika ia mulai menunjukkan tanda-tanda Aji kesurupan atau terluka karena serangan makhluk tersebut.” Murni menatap benda

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-10
  • 40 Hari Setelah Kematian Bapak   Bab 82. Tabir Kepalsuan

    Murni memandang Mbok Tumini dengan tatapan penuh rasa ingin tahu, sekaligus bingung. “Mbok… dari mana Mbok Tumini mendapatkan semua barang-barang ini? Botol cairan penawar, keris pusaka, kain putih ini… Seolah Mbok sudah tahu akan ada hal seperti ini terjadi.” Mbok Tumini menatap Murni dengan sorot mata dalam, seakan mempertimbangkan apakah sudah waktunya untuk mengungkap rahasia yang selama ini ia simpan. Perlahan, ia mengambil tempat duduk kayu di dekat lampu minyak yang hampir padam, lalu berkata dengan suara pelan, “Ini bukan pertama kalinya aku berhadapan dengan makhluk seperti itu, Nduk,” ujar Mbok Tumini. “Dulu, bertahun-tahun yang lalu, desa ini pernah dihantui oleh makhluk serupa. Banyak nyawa yang melayang, dan hampir tak ada yang selamat… kecuali aku.” Murni dan Aji terdiam, terpaku mendengar cerita Mbok Tumini. Suasana di dalam rumah yang sempit itu terasa semakin mencekam meski makhluk tadi telah pergi. “Waktu itu aku masih muda. Aku tinggal bersama orang tuaku d

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-11
  • 40 Hari Setelah Kematian Bapak   Bab 83. Perintah Nyi Danyang

    Mbok Tumini tidak langsung menjawab pertanyaan Murni. Ia menatap Murni dan Aji dengan raut wajah yang sulit ditebak, seolah mencari cara untuk menyampaikan sesuatu yang sangat berat. Suasana hening untuk sejenak, hanya terdengar suara nyaring jangkrik dari luar rumah yang makin menambah mencekamnya malam itu.“Mbok… jawab, Mbok. Apa mungkin Ibu membunuh Bapak?” desak Aji dengan nada semakin keras, matanya memerah, menahan campuran rasa marah dan takut. Takut untuk mendengar kebenaran yang lebih besar.Mbok Tumini menarik napas panjang sebelum berkata dengan suara serak, “Aku sendiri tidak punya bukti… tapi waktu Bapak kalian meninggal, aku merasa ada sesuatu yang janggal. Harjo bukan orang sembarangan, Le. Ia tahu cara menjaga dirinya. Kematian mendadaknya… terlalu aneh.”Murni merasa dadanya sesak. Kenangan tentang sosok ayahnya kembali hadir, membuat matanya panas. Bapaknya adalah sosok yang tegas namun penyayang, seorang lelaki sederhana yang rela mengorbankan segalanya demi mereka

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-12
  • 40 Hari Setelah Kematian Bapak   Bab 84. Penyelamat

    Mbok Tumini memejamkan mata sejenak, tangannya bergetar saat bibir tuanya mulai merapal doa yang diwariskan oleh leluhur mereka. Hawa dingin merambat perlahan ke seluruh ruangan. Angin malam yang masuk lewat celah jendela membawa aroma lembap tanah basah, seolah memberi peringatan bahwa sesuatu yang besar sedang mendekat.“Aji, Murni… dengarkan aku baik-baik,” ucap Mbok Tumini dengan suara yang semakin lirih. “Keris ini bukan sekadar senjata biasa. Jika kalian bisa menyatukan hati dan pikiran, keris ini akan menunjukkan jalan ke tempat di mana rahasia keluarga kalian tersembunyi. Di sanalah semua akan terungkap.”Aji menatap Mbok Tumini dengan penuh rasa penasaran. “Rahasia keluarga? Apa maksud Mbok? Apa lagi yang masih tersembunyi? Kenapa ndak ada habisnya?”Namun sebelum Mbok Tumini sempat menjawab, tiba-tiba terdengar suara keras dari luar rumah. Gubrak! Pagar kayu di depan rumah mereka terbanting keras, diikuti suara langkah berat yang semakin mendekat.“Cepat! Mereka datang!” ter

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-13
  • 40 Hari Setelah Kematian Bapak   Bab 85. Pengorbanan

    Prawiro terus memimpin mereka dengan gesit, sementara suara cakaran dan geraman di belakang semakin jelas terdengar, menandakan bahwa makhluk-makhluk itu sudah sangat dekat. Hawa dingin semakin menusuk, membuat lentera di tangan Aji bergetar, nyaris padam.“Cepat, kita hampir sampai!” seru Prawiro dengan suara tegas.Namun, sebelum mereka berhasil mencapai ujung lorong, sesuatu yang tak terduga terjadi. Sebuah tangan hitam besar muncul dari dinding lorong, mencengkeram kaki Mbok Tumini dengan kekuatan luar biasa. “Aaah!” jerit Mbok Tumini saat tubuhnya tertarik mundur dengan kasar ke arah kegelapan yang berputar-putar di dinding lorong.“Mbok!” Aji berbalik dengan panik, mencoba menarik tangan Mbok Tumini sekuat tenaga. Tubuhnya berguncang hebat, berusaha melawan tarikan dari makhluk itu. “Aku tidak akan melepaskanmu, Mbok! Bertahanlah!” serunya penuh kepanikan.Murni juga langsung berjongkok, meraih lengan Mbok Tumini yang mulai dingin. “Mbok, jangan menyerah! Kita pasti bisa keluar

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-14
  • 40 Hari Setelah Kematian Bapak   Bab 86. Perjalanan ke Selo Geni

    Setelah beberapa langkah melewati lorong sempit itu, akhirnya mereka merasakan udara segar menyentuh wajah mereka. Cahaya alami dari rembulan yang tergantung di langit malam menyambut kedatangan mereka. Aji, Murni, dan Prawiro terhenti di depan sebuah bukaan gua yang menghadap ke lembah yang sunyi. Murni menghirup udara dalam-dalam, mencoba menenangkan detak jantungnya yang masih berpacu cepat. “Kita berhasil keluar…” ucapnya dengan suara yang masih bergetar. Air matanya kembali mengalir, kali ini bukan karena ketakutan, melainkan rasa syukur atas keselamatan mereka. Tapi bagaimanapun juga, mereka telah meninggalkan Mbok Tumini di belakang sana. "Maaf, Mbok," lirih Murni. Prawiro berdiri di samping mereka, memperhatikan sekeliling dengan cermat. “Jangan lengah. Meski kita sudah keluar dari tempat itu, bahaya masih belum usai. Danyang itu pasti akan terus mengikuti kita. Dia pasti tahu kita masih hidup, dan ia tidak akan tinggal diam.” Aji meremas keris di tangannya, merasakan ding

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-14

Bab terbaru

  • 40 Hari Setelah Kematian Bapak   Bab 102. Bahagia

    Lima tahun telah berlalu sejak mereka berhasil mengalahkan Lindung Sukma dan mengembalikan kedamaian di Desa Juwono. Desa itu kini berubah menjadi tempat yang lebih sejahtera dan harmonis. Sawah-sawah yang dulunya terbengkalai kini menghijau, sungai yang sebelumnya keruh mengalir jernih, dan udara yang dulu dipenuhi ketakutan kini beraroma segar dan penuh harapan.Murni, yang telah menyembuhkan banyak luka batin akibat masa lalu kelam desa itu, kini menjalani hidup yang lebih tenang. Ia sudah mulai menemukan kedamaian dalam dirinya. Kehidupan baru yang lebih cerah juga hadir dalam bentuk Joko, seorang pria muda yang telah mencuri perhatian Murni sejak beberapa tahun lalu. Joko adalah seorang petani muda yang bekerja keras, namun juga memiliki hati yang baik. Ia tidak pernah ragu untuk membantu orang lain, dan senyumnya selalu memberikan rasa damai bagi siapa saja yang melihatnya.Murni, yang tadinya lebih tertutup dan melawan rasa sakit yang datang dari dalam, mulai merasa nyaman bera

  • 40 Hari Setelah Kematian Bapak   Bab 101. Kalah

    Kabut hitam semakin pekat, seolah mencengkeram seluruh dunia mereka. Pusaran kekuatan Lindung Sukma semakin kuat, menarik mereka lebih dekat ke dalam kegelapan yang mengancam. Tanah di bawah kaki mereka bergetar hebat, dan suara gemuruh yang datang dari dalam makam semakin menakutkan, seakan dunia ini akan runtuh.“Kita harus segera menghadapinya!” teriak Kyai Hasan, suaranya penuh tekad.“Apa yang harus kita lakukan?” Murni berteriak, tubuhnya mulai terasa lelah dan nyaris tak bisa bergerak. Tangan bayangan yang terus menerjangnya membuatnya semakin merasa terhimpit.“Kita harus menghancurkan inti kekuatannya, sumber dari kebencian dan kerusakan ini!” Kyai Hasan berlari ke arah batu nisan besar yang terletak di tengah lingkaran sulur hitam. Ia memegang kerisnya dengan erat, menatap Aji dan Murni yang masih bertahan melawan bayangan.“Tolong bantu aku!” Kyai Hasan memanggil mereka.Aji dan Murni segera menyusul Kyai Hasan, berlari melewati tanah yang terpecah-pecah dan tangan bayangan

  • 40 Hari Setelah Kematian Bapak   Bab 100. Lindung Sukma

    Kabut semakin tebal saat mereka melangkah menuju makam tua yang disebut Kyai Hasan. Hutan itu terasa seperti labirin yang hidup, dengan suara-suara aneh yang terdengar dari segala arah. Pohon-pohon besar melengkung seperti sosok yang mengintai, dan udara dingin mencubit kulit mereka.“Kyai, apa yang sebenarnya ada di makam itu?” tanya Aji, mencoba memecah kesunyian yang menyesakkan.“Lindung Sukma adalah roh penjaga yang diciptakan untuk melindungi tanah ini di masa lalu,” jelas Kyai Hasan. “Namun, ketika keserakahan manusia menghancurkan keseimbangan alam, roh itu berubah menjadi kekuatan gelap. Sekarang, ia menjadi sumber dari semua kutukan ini.”“Apa mungkin kita bisa mengalahkan sesuatu yang sekuat itu?” tanya Murni ragu.“Kita harus mencobanya,” jawab Kyai Hasan tegas. “Kita tidak punya pilihan lain.”Setelah berjalan beberapa jam, mereka tiba di depan sebuah gerbang batu yang besar dan berlumut. Gerbang itu dihiasi dengan ukiran simbol-simbol aneh, mirip dengan yang mereka lihat

  • 40 Hari Setelah Kematian Bapak   Bab 99. Ketemu

    Murni dan Aji terus melangkah, meninggalkan rumah yang penuh tipuan itu. Mereka tahu perjuangan belum selesai. Desa Juwono masih dipenuhi misteri yang membelit, dan setiap sudutnya mengintai bahaya tak terduga.Kabut semakin pekat, membuat pandangan mereka terbatas. Langkah-langkah kecil terasa berat karena tanah berlumpur yang seakan menahan kaki mereka. Namun, tekad untuk menghentikan kutukan yang melanda desa terus memacu keberanian mereka.Saat mereka menyusuri jalan setapak yang sepi, terdengar suara-suara bisikan aneh dari arah pepohonan. Murni dan Aji berhenti, menatap sekitar dengan waspada. Pohon-pohon besar yang menjulang tampak seperti sosok hidup, ranting-rantingnya melambai-lambai seolah ingin menangkap mereka.“Jangan menoleh ke belakang, Ji,” bisik Murni.Aji mengangguk, tetapi tubuhnya gemetar. Ia bisa merasakan sesuatu mengikuti mereka, namun ia berusaha fokus pada langkah di depannya. Tiba-tiba, angin dingin bertiup kencang, membawa aroma busuk yang menusuk hidung. D

  • 40 Hari Setelah Kematian Bapak   Bab 98. Tipuan

    Murni dan Aji terus melangkah tanpa arah yang jelas, menyusuri jalan setapak yang penuh duri dan akar-akar pohon menjulur. Hutan itu gelap, hanya diterangi cahaya bulan yang remang-remang. Udara malam begitu dingin, seakan membekukan harapan yang tersisa. Tapi, di tengah keheningan itu, tekad untuk kembali ke desa mereka terus memupuk keberanian dalam hati.Setelah berjalan selama berjam-jam, mereka tiba di sebuah pondok kecil di tengah hutan. Pondok itu tampak tua dan nyaris roboh, tapi pintunya sedikit terbuka, mengisyaratkan kehadiran seseorang di dalamnya. Murni ragu sejenak, tapi kemudian mengetuk pintu dengan hati-hati.“Siapa di luar sana?” Suara tua dan serak terdengar dari dalam.“Kami… kami hanya butuh tempat untuk beristirahat,” jawab Murni dengan suara gemetar.Pintu terbuka perlahan, memperlihatkan seorang pria tua berambut putih kusut dengan jubah panjang yang tampak usang. Sorot matanya tajam, tapi ada kehangatan yang tersembunyi di balik kerut wajahnya. Ia memandang Mu

  • 40 Hari Setelah Kematian Bapak   Bab 97. Perlawanan

    Murni menarik Aji keluar dari kamar melalui pintu belakang, seperti yang diperintahkan Raharjo. Langkah mereka tergesa-gesa, namun bayangan dingin yang mengikuti di belakang mereka semakin menambah beban di dada. Setiap langkah terasa berat, udara malam yang dingin menusuk tulang, dan suara-suara samar di kejauhan mengiringi mereka, seperti bisikan yang tak dapat dimengerti.Aji meremas tangan kakaknya dengan kuat, takut kehilangan pegangan. Matanya berkaca-kaca, tubuhnya sedikit gemetar. “Mbak, sebenarnya siapa yang benar, dan siapa yang salah? Siapa yang teman dan siapa yang lawan?"Murni menoleh sejenak ke arah adiknya, namun pandangannya tertuju ke bayangan biru samar di kejauhan. Prana masih ada di sana, seperti melayang-layang, menjaga jarak namun tetap mengikuti mereka dengan langkah perlahan. Bayangan itu seperti pilar harapan yang menjulang di tengah kegelapan, meskipun aura misteriusnya tidak sepenuhnya membawa rasa aman."Sama sepertimu, Mbak juga masih bertanya-tanya, Ji.

  • 40 Hari Setelah Kematian Bapak   Bab 96. Raharjo Datang

    Murni menarik Aji ke belakang, tubuhnya gemetar hebat. Sosok di ambang pintu tetap diam, hanya menatap mereka dengan mata merah menyala. Suara napasnya terdengar berat, bergema di dalam rumah kosong itu. “Aji, jangan lihat ke arahnya!” bisik Murni, berusaha menyembunyikan ketakutannya. Ia melangkah mundur, perlahan menjauh dari pintu. Sebaliknya, Aji tak bisa mengalihkan pandangannya, seolah terhipnotis oleh tatapan makhluk itu. “Keluar…” Suara serak menggema dari sosok itu, pelan namun penuh ancaman. Kata itu seperti memerintah, memaksa, mengikat mereka dalam ketakutan. Murni menggeleng cepat. “Kita tidak boleh keluar! Pak Prawiro bilang jangan keluar!” Ia memeluk Aji erat, mencoba melindunginya meskipun tubuhnya sendiri gemetar tanpa henti. Sosok itu melangkah maju, kain kafannya berderak pelan seiring gerakannya. Setiap langkahnya membuat udara di dalam ruangan semakin dingin. Kabut tipis mulai merembes masuk melalui celah-celah dinding, membawa bau anyir yang membuat Murni mua

  • 40 Hari Setelah Kematian Bapak   Bab 95. Desa Misterius

    Murni dan Aji mengikuti Prawiro dengan langkah ragu, menembus hutan yang semakin gelap dan sunyi. Setiap langkah terasa berat, seolah-olah tanah di bawah kaki mereka mencoba menahan perjalanan mereka. Namun, tatapan tegas Prawiro memberikan rasa aman meski hanya sedikit. Obor kecil di tangannya menjadi satu-satunya sumber cahaya di tengah kegelapan malam. "Apa desa itu benar-benar aman, Pak?" tanya Murni, suaranya pelan namun penuh kekhawatiran. "Selama kalian berada di bawah perlindunganku, kalian akan aman," jawab Prawiro tanpa menoleh. Suaranya tegas, namun ada nada ketegangan yang sulit disembunyikan. Aji, yang berjalan di samping Murni, menarik-narik lengan kakaknya. "Mbak, kenapa kita nggak langsung pulang saja? Kenapa harus ke desa itu?" Murni menunduk, mencoba memberikan senyum yang menenangkan kepada adiknya. "Percaya sama Mbak, Ji. Kita akan baik-baik saja." Namun, jawaban itu tidak cukup menenangkan Aji. Ia merasakan sesuatu yang aneh sejak pria tua itu muncul, meski i

  • 40 Hari Setelah Kematian Bapak   Bab 94. Bantuan

    Di tengah malam yang sunyi, di rumah kecil Raharjo tempat Murni dan Aji tinggal, suara aneh mulai terdengar dari luar. Angin berhembus kencang, menciptakan suara desis seperti bisikan yang menyeramkan. Di dalam rumah, Murni memeluk Aji yang tertidur di pangkuannya. Ia merasa ada sesuatu yang tidak beres, tetapi tidak tahu pasti apa itu. Tiba-tiba, lampu di rumahnya berkedip-kedip sebelum padam sepenuhnya. Suasana menjadi gelap gulita, hanya diterangi oleh cahaya bulan yang samar-samar masuk melalui jendela. Dari luar, suara langkah berat terdengar, seolah ada sesuatu yang besar mendekat. Murni merasa napasnya tertahan, tubuhnya gemetar. Ia mencoba membangunkan Aji. Pintu rumah berderit pelan, lalu terbuka dengan sendirinya. Di ambang pintu, sosok itu muncul—Danyang. Tinggi, menyeramkan, dan mengeluarkan aura kegelapan yang begitu pekat. Matanya bersinar merah menyala, sementara tubuhnya diselimuti kabut hitam yang terus bergerak seperti hidup. Murni mundur, memeluk Aji erat-erat. "

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status