Share

Bab 45. Mencoba Keluar

Penulis: Yasmin_imaji
last update Terakhir Diperbarui: 2024-12-20 12:21:22

Saat suasana masjid semakin mencekam, suara doa yang dilantunkan oleh Kyai Hasan semakin lantang, bergema memenuhi ruangan. Namun, bayangan hitam yang merayap keluar dari tubuh Murni semakin kuat, membentuk pusaran gelap di tengah masjid. Aji, yang berdiri di sudut, menatap kakaknya dengan campuran rasa takut dan keberanian yang memuncak.

“Mbak! Berhenti, Mbak! Jangan biarkan dia menguasai tubuhmu!” seru Aji dengan suara bergetar.

Murni, yang wajahnya kini dipenuhi seringai menyeramkan, menoleh perlahan ke arah Aji. “Aji… kamu masih peduli padaku?” Suaranya melunak, seperti suara Murni yang sebenarnya. Namun, seringai itu tetap menghiasi wajahnya, membuat perasaan Aji semakin kacau.

“Mbak, tolong! Lawan dia! Jangan biarkan dia menguasaimu!” Aji memohon dengan suara yang hampir pecah.

Murni tertawa kecil, tetapi tawanya berubah menjadi tawa panjang yang menggema, seakan berasal dari banyak suara sekaligus. Tiba-tiba, tangan dan kakinya bergerak dengan cara yang tidak wajar, seolah-
Bab Terkunci
Lanjutkan Membaca di GoodNovel
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (47)
goodnovel comment avatar
Erisa Zulfa
nah betul tuh murni, sedikit² mulailah belajar agama
goodnovel comment avatar
zaa_daniar
Lasmi kamu yang harusnya jd korban dari prana
goodnovel comment avatar
Imha Deva
kamu harus kuat Murni jangan sampai kamu kalah oleh prana banyak orang yang mendukung dan membantu kamu
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • 40 Hari Setelah Kematian Bapak   Bab 46. Niat Jahat

    Murni berjalan di jalan setapak desa Karang Tengah, langkahnya gontai, kepala tertunduk dalam-dalam. Dari kejauhan, ia bisa mendengar bisik-bisik yang terdengar jelas di tengah sunyi pagi. “Dia itu pembawa sial.” “Jangan biarkan anak-anak kita mendekatinya!” “Kenapa Kyai Hasan masih mau membelanya?” "Dia adalah Prana!" Bisikan-bisikan itu terdengar tajam, menusuk hingga ke dalam hati Murni. Wajah-wajah warga yang dulunya ramah kepadanya saat datang pertama kali kini berubah dingin, bahkan ada sorot penuh kebencian di mata mereka. Beberapa ibu-ibu menatapnya sambil menarik anak-anak mereka menjauh saat melihat Murni. Beberapa pria tua, yang biasanya duduk santai di pos ronda, menghentikan obrolan mereka dan memalingkan wajah, seolah menatap Murni sebagai sesuatu yang memang tak patut dilihat. Murni menahan air matanya yang hampir jatuh. Ia tahu, ini adalah konsekuensi dari apa yang terjadi di masjid malam itu. Prana memang belum sepenuhnya pergi, dan keberadaannya masih men

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-20
  • 40 Hari Setelah Kematian Bapak   Bab 47. Gagal

    Hujan deras mengguyur desa Karang Tengah. Langit hitam pekat, sesekali diterangi kilatan petir yang menyambar tanpa ampun. Lasmi melangkah dengan tergesa-gesa di jalanan berlumpur, kendi tua di tangannya berguncang seirama dengan langkah kakinya. Ia menggigit bibirnya, menahan gemetar yang menjalar di seluruh tubuhnya, bukan karena dingin, tapi karena rasa takut yang ia coba abaikan. "Tidak akan ku biarkan kamu merusak apa yang telah aku korbankan selama ini, Murni. Meskipun kau adalah ... darahku!" Swossh! Langkahnya terhenti ketika tiba-tiba ia merasakan hawa dingin menusuk tulang. Angin kencang berhembus, membawa suara lirih yang menyerupai rintihan. Jantung Lasmi berdetak semakin cepat. Di depan matanya, samar-samar terlihat sosok putih berdiri di tengah jalan setapak yang hendak ia lalui. “Siapa di sana?” seru Lasmi dengan nada penuh keberanian yang dipaksakan. Sosok itu tidak bergerak, namun perlahan menjadi semakin jelas. Wajahnya tertutup kain kafan lusuh yang basah,

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-21
  • 40 Hari Setelah Kematian Bapak   Bab 48. Murka

    Lasmi melangkah gontai kembali ke rumahnya. Kendi yang telah pecah tadi menyisakan sisa cairan hitam dan busuk yang menempel di pakaiannya. Langkah kakinya terasa berat, seperti ada ribuan ton beban yang mengikatnya ke tanah. Hujan masih mengguyur, menambah kesan kelam pada malam itu.Ketika ia akhirnya tiba di rumah, sesuatu yang ganjil langsung menyambutnya. Udara di sekitarnya terasa lebih dingin dari sekedae tubub yang menggigil karena air hujan yang membasahi tubuhnya. Semua terasa menyesakkan dan menghimpit dadanya. Rumah yang biasanya remang-remang oleh lampu minyak kini begitu gelap gulita, hanya diterangi oleh kilatan petir yang menyambar sesekali. Pintu depan rumahnya terbuka lebar, berayun-ayun seperti dipermainkan oleh angin.Lasmi melangkah masuk dengan hati-hati, tubuhnya basah kuyup dan bergetar. "Sangkalana..." panggilnya lirih. Namun, tak ada jawaban. Hanya suara derak kayu yang terdengar, seperti rumah itu tengah merintih kesakitan.Tiba-tiba, suara gemuruh bergema d

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-21
  • 40 Hari Setelah Kematian Bapak   Bab 49. Ketemu

    Para warga, meski diliputi rasa takut, pada akhirnya memutuskan untuk membawa Lasmi ke puskesmas kecil di daerah kota. Tubuh Lasmi yang kaku dan matanya yang menyala-nyala membuat suasana semakin mencekam. Beberapa pria desa memanggul tubuhnya dengan hati-hati, diikuti doa-doa lirih dari para wanita yang mengiringi mereka. Sepanjang perjalanan, Lasmi hanya diam. Namun, sesekali ia tertawa kecil dengan suara serak yang aneh, suada itu seperti bukan dirinya. Udara malam yang dingin menusuk tulang terasa semakin berat, membuat setiap langkah terasa semakin lambat. Ketika mobil pick-up yang membawa Lasmi sampai di jalan utama menuju desa Karang Tengah, tiba-tiba Lasmi menjerit keras. "BERHENTI! BERHENTIII... AKU HARUS KE SANA!" teriaknya dengan suara yang memekakkan telinga. Tubuhnya yang sebelumnya lemas tiba-tiba meloncat dengan kekuatan yang tak terduga, membuat para pria yang memegangi tubuhnya terpental. Lasmi melompat turun dari pick-up dan berlari menuju jalan yang mengarah k

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-22
  • 40 Hari Setelah Kematian Bapak   Bab 50. Sangkalana Datang

    Tubuh Murni tiba-tiba ambruk, menggeliat dengan tangan mencengkeram dadanya yang terasa semakin sesak. Nafasnya terengah-engah, seperti ada sesuatu yang mencoba merobek jalan keluar dari dalam tubuhnya. Aji panik dan segera berlutut di samping kakaknya, memegangi bahunya dengan kuat. "Mbak! Bertahan, Mbak! Jangan menyerah!" seru Aji dengan suara putus asa. Kyai Hasan yang masih berdiri di ambang pintu langsung menoleh ke arah Murni. Raut wajahnya semakin serius. "Aji, bawa Murni ke ruangan tengah. Jangan biarkan dia keluar, dan jangan pernah tinggalkan dia sendiri!" perintahnya tegas. Namun, sebelum Aji sempat mengangkat tubuh Murni, pintu pondok mendadak bergetar hebat, seperti dihantam oleh sesuatu yang sangat kuat. Suara keras itu membuat Murni menjerit, sementara Aji segera berdiri di hadapan pintu, berusaha melindungi kakaknya. "Keluar kau, Anak Harjo!" suara Lasmi terdengar menggelegar dari luar. Kyai Hasan menatap pintu dengan mata penuh kewaspadaan. Ia menggenggam ta

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-22
  • 40 Hari Setelah Kematian Bapak   Bab 51. Perlawanan

    "Cukup...!"Murni yang sebelumnya tampak lemah tiba-tiba memancarkan energi yang tidak biasa. Tubuhnya memanas, menggeliat beberapa kali sebelum terdiam. Cairan merah masih mengalir dari sudut matanya, tetapi kini sorot matanya berubah tajam, penuh kekuatan. Dengan suara yang nyaris tak terdengar, ia berbisik, "Prana, bantu aku!"Hawa di ruangan itu berubah drastis. Udara yang sejak tadi rasa dingin dan menusuk kini berganti menjadi panas yang teramat sangat, seolah kekuatan lain mulai bangkit dari dalam tubuh Murni. Aji yang memegangi kakaknya tertegun, tangannya gemetar, tetapi ia tidak melepaskan pegangannya pada Murni meskipun dirinya juga merasakan sensasi panas itu menjalar ke telapak tangannya."Mbak...?" Aji memanggil dengan suara bergetar, tetapi Murni sama sekali tidak menjawab panggilan itu. Secara perlahan, ia bangkit, meskipun tubuhnya masih terlihat lemah.Lasmi yang berdiri di ambang pintu memperhatikan perubahan ini dengan mata menyipit, senyum liciknya memudar. "A-apa

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-22
  • 40 Hari Setelah Kematian Bapak   Bab 52. Menawarkan Bantuan

    Malam itu, setelah pertarungan sengit di rumah Kyai Hasan, suasana desa terasa lebih mencekam daripada biasanya. Angin dingin berhembus pelan, membawa aroma tanah basah dan dedaunan yang jatuh. Murni duduk bersandar di dinding rumah Kyai Hasan, tubuhnya terasa berat dan lemah. Cahaya bulan yang menyelinap dari sela-sela atap memberi sedikit penerangan di ruangan itu. Di pangkuannya, Aji tertidur dengan tenang. Wajah adiknya yang polos dan lelah itu membuat hati Murni bergetar. Ia mengusap rambut Aji dengan lembut, menghilangkan debu dan sisa keringat dari pertempuran tadi. Meski Aji terlihat tenang dalam tidurnya, Murni lah yang paling tahu jika ketakutan yang baru saja mereka alami pasti masih membekas untuknya. Dari luar rumah, Kyai Hasan berdiri memperhatikan kegelapan malam. Suara jangkrik terdengar samar, tetapi angin dingin yang menusuk tulang membawa rasa tidak nyaman di hatinya. Kyai Hasan menyipitkan mata, seolah mencoba menangkap tanda-tanda bahaya di balik kegelapan yan

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-23
  • 40 Hari Setelah Kematian Bapak   Bab 53. Sebuah Pilihan

    "Apa kamu lupa akan hal itu, Murni?" tanya Prawiro dengan senyumnya yang sangat sulit untuk diartikan. Kyai Hasan memotong, suaranya tegas. "Prana telah menjadi bagian dari dirinya saat ini. Aku akan membimbingnya." Prawiro tertawa lagi, kali ini lebih keras. "Hasaaan... Hasan, kau selalu berpikir bahwa cahaya adalah jawabannya untuk segalanya. Tapi Sangkalana bukan hanya kegelapan biasa. Dia adalah pembawa kehancuran. Dan Prana senidiri... ia adalah gabungan dari kekuatan duniawi dan supranatural. Kau tidak akan bisa melindungi gadis ini hanya dengan sebuah doa." Murni menoleh ke Kyai Hasan, mencari penjelasan. "Kyai... apakah dia benar?" Kyai Hasan menghela napas panjang. "Iya, ada kebenaran dalam kata-katanya, Nduk. Tapi aku tidak setuju dengan caranya." Prawiro kembali berbicara. "Dengar, Murni. Aku berada di sini bukan untuk memaksamu. Tapi jika kamu ingin mengendalikan Prana, kamu butuh bimbingan yang berbeda. Aku bisa membantumu. Tapi tentu saja, jalanku tidak akan mu

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-23

Bab terbaru

  • 40 Hari Setelah Kematian Bapak   Bab 102. Bahagia

    Lima tahun telah berlalu sejak mereka berhasil mengalahkan Lindung Sukma dan mengembalikan kedamaian di Desa Juwono. Desa itu kini berubah menjadi tempat yang lebih sejahtera dan harmonis. Sawah-sawah yang dulunya terbengkalai kini menghijau, sungai yang sebelumnya keruh mengalir jernih, dan udara yang dulu dipenuhi ketakutan kini beraroma segar dan penuh harapan.Murni, yang telah menyembuhkan banyak luka batin akibat masa lalu kelam desa itu, kini menjalani hidup yang lebih tenang. Ia sudah mulai menemukan kedamaian dalam dirinya. Kehidupan baru yang lebih cerah juga hadir dalam bentuk Joko, seorang pria muda yang telah mencuri perhatian Murni sejak beberapa tahun lalu. Joko adalah seorang petani muda yang bekerja keras, namun juga memiliki hati yang baik. Ia tidak pernah ragu untuk membantu orang lain, dan senyumnya selalu memberikan rasa damai bagi siapa saja yang melihatnya.Murni, yang tadinya lebih tertutup dan melawan rasa sakit yang datang dari dalam, mulai merasa nyaman bera

  • 40 Hari Setelah Kematian Bapak   Bab 101. Kalah

    Kabut hitam semakin pekat, seolah mencengkeram seluruh dunia mereka. Pusaran kekuatan Lindung Sukma semakin kuat, menarik mereka lebih dekat ke dalam kegelapan yang mengancam. Tanah di bawah kaki mereka bergetar hebat, dan suara gemuruh yang datang dari dalam makam semakin menakutkan, seakan dunia ini akan runtuh.“Kita harus segera menghadapinya!” teriak Kyai Hasan, suaranya penuh tekad.“Apa yang harus kita lakukan?” Murni berteriak, tubuhnya mulai terasa lelah dan nyaris tak bisa bergerak. Tangan bayangan yang terus menerjangnya membuatnya semakin merasa terhimpit.“Kita harus menghancurkan inti kekuatannya, sumber dari kebencian dan kerusakan ini!” Kyai Hasan berlari ke arah batu nisan besar yang terletak di tengah lingkaran sulur hitam. Ia memegang kerisnya dengan erat, menatap Aji dan Murni yang masih bertahan melawan bayangan.“Tolong bantu aku!” Kyai Hasan memanggil mereka.Aji dan Murni segera menyusul Kyai Hasan, berlari melewati tanah yang terpecah-pecah dan tangan bayangan

  • 40 Hari Setelah Kematian Bapak   Bab 100. Lindung Sukma

    Kabut semakin tebal saat mereka melangkah menuju makam tua yang disebut Kyai Hasan. Hutan itu terasa seperti labirin yang hidup, dengan suara-suara aneh yang terdengar dari segala arah. Pohon-pohon besar melengkung seperti sosok yang mengintai, dan udara dingin mencubit kulit mereka.“Kyai, apa yang sebenarnya ada di makam itu?” tanya Aji, mencoba memecah kesunyian yang menyesakkan.“Lindung Sukma adalah roh penjaga yang diciptakan untuk melindungi tanah ini di masa lalu,” jelas Kyai Hasan. “Namun, ketika keserakahan manusia menghancurkan keseimbangan alam, roh itu berubah menjadi kekuatan gelap. Sekarang, ia menjadi sumber dari semua kutukan ini.”“Apa mungkin kita bisa mengalahkan sesuatu yang sekuat itu?” tanya Murni ragu.“Kita harus mencobanya,” jawab Kyai Hasan tegas. “Kita tidak punya pilihan lain.”Setelah berjalan beberapa jam, mereka tiba di depan sebuah gerbang batu yang besar dan berlumut. Gerbang itu dihiasi dengan ukiran simbol-simbol aneh, mirip dengan yang mereka lihat

  • 40 Hari Setelah Kematian Bapak   Bab 99. Ketemu

    Murni dan Aji terus melangkah, meninggalkan rumah yang penuh tipuan itu. Mereka tahu perjuangan belum selesai. Desa Juwono masih dipenuhi misteri yang membelit, dan setiap sudutnya mengintai bahaya tak terduga.Kabut semakin pekat, membuat pandangan mereka terbatas. Langkah-langkah kecil terasa berat karena tanah berlumpur yang seakan menahan kaki mereka. Namun, tekad untuk menghentikan kutukan yang melanda desa terus memacu keberanian mereka.Saat mereka menyusuri jalan setapak yang sepi, terdengar suara-suara bisikan aneh dari arah pepohonan. Murni dan Aji berhenti, menatap sekitar dengan waspada. Pohon-pohon besar yang menjulang tampak seperti sosok hidup, ranting-rantingnya melambai-lambai seolah ingin menangkap mereka.“Jangan menoleh ke belakang, Ji,” bisik Murni.Aji mengangguk, tetapi tubuhnya gemetar. Ia bisa merasakan sesuatu mengikuti mereka, namun ia berusaha fokus pada langkah di depannya. Tiba-tiba, angin dingin bertiup kencang, membawa aroma busuk yang menusuk hidung. D

  • 40 Hari Setelah Kematian Bapak   Bab 98. Tipuan

    Murni dan Aji terus melangkah tanpa arah yang jelas, menyusuri jalan setapak yang penuh duri dan akar-akar pohon menjulur. Hutan itu gelap, hanya diterangi cahaya bulan yang remang-remang. Udara malam begitu dingin, seakan membekukan harapan yang tersisa. Tapi, di tengah keheningan itu, tekad untuk kembali ke desa mereka terus memupuk keberanian dalam hati.Setelah berjalan selama berjam-jam, mereka tiba di sebuah pondok kecil di tengah hutan. Pondok itu tampak tua dan nyaris roboh, tapi pintunya sedikit terbuka, mengisyaratkan kehadiran seseorang di dalamnya. Murni ragu sejenak, tapi kemudian mengetuk pintu dengan hati-hati.“Siapa di luar sana?” Suara tua dan serak terdengar dari dalam.“Kami… kami hanya butuh tempat untuk beristirahat,” jawab Murni dengan suara gemetar.Pintu terbuka perlahan, memperlihatkan seorang pria tua berambut putih kusut dengan jubah panjang yang tampak usang. Sorot matanya tajam, tapi ada kehangatan yang tersembunyi di balik kerut wajahnya. Ia memandang Mu

  • 40 Hari Setelah Kematian Bapak   Bab 97. Perlawanan

    Murni menarik Aji keluar dari kamar melalui pintu belakang, seperti yang diperintahkan Raharjo. Langkah mereka tergesa-gesa, namun bayangan dingin yang mengikuti di belakang mereka semakin menambah beban di dada. Setiap langkah terasa berat, udara malam yang dingin menusuk tulang, dan suara-suara samar di kejauhan mengiringi mereka, seperti bisikan yang tak dapat dimengerti.Aji meremas tangan kakaknya dengan kuat, takut kehilangan pegangan. Matanya berkaca-kaca, tubuhnya sedikit gemetar. “Mbak, sebenarnya siapa yang benar, dan siapa yang salah? Siapa yang teman dan siapa yang lawan?"Murni menoleh sejenak ke arah adiknya, namun pandangannya tertuju ke bayangan biru samar di kejauhan. Prana masih ada di sana, seperti melayang-layang, menjaga jarak namun tetap mengikuti mereka dengan langkah perlahan. Bayangan itu seperti pilar harapan yang menjulang di tengah kegelapan, meskipun aura misteriusnya tidak sepenuhnya membawa rasa aman."Sama sepertimu, Mbak juga masih bertanya-tanya, Ji.

  • 40 Hari Setelah Kematian Bapak   Bab 96. Raharjo Datang

    Murni menarik Aji ke belakang, tubuhnya gemetar hebat. Sosok di ambang pintu tetap diam, hanya menatap mereka dengan mata merah menyala. Suara napasnya terdengar berat, bergema di dalam rumah kosong itu. “Aji, jangan lihat ke arahnya!” bisik Murni, berusaha menyembunyikan ketakutannya. Ia melangkah mundur, perlahan menjauh dari pintu. Sebaliknya, Aji tak bisa mengalihkan pandangannya, seolah terhipnotis oleh tatapan makhluk itu. “Keluar…” Suara serak menggema dari sosok itu, pelan namun penuh ancaman. Kata itu seperti memerintah, memaksa, mengikat mereka dalam ketakutan. Murni menggeleng cepat. “Kita tidak boleh keluar! Pak Prawiro bilang jangan keluar!” Ia memeluk Aji erat, mencoba melindunginya meskipun tubuhnya sendiri gemetar tanpa henti. Sosok itu melangkah maju, kain kafannya berderak pelan seiring gerakannya. Setiap langkahnya membuat udara di dalam ruangan semakin dingin. Kabut tipis mulai merembes masuk melalui celah-celah dinding, membawa bau anyir yang membuat Murni mua

  • 40 Hari Setelah Kematian Bapak   Bab 95. Desa Misterius

    Murni dan Aji mengikuti Prawiro dengan langkah ragu, menembus hutan yang semakin gelap dan sunyi. Setiap langkah terasa berat, seolah-olah tanah di bawah kaki mereka mencoba menahan perjalanan mereka. Namun, tatapan tegas Prawiro memberikan rasa aman meski hanya sedikit. Obor kecil di tangannya menjadi satu-satunya sumber cahaya di tengah kegelapan malam. "Apa desa itu benar-benar aman, Pak?" tanya Murni, suaranya pelan namun penuh kekhawatiran. "Selama kalian berada di bawah perlindunganku, kalian akan aman," jawab Prawiro tanpa menoleh. Suaranya tegas, namun ada nada ketegangan yang sulit disembunyikan. Aji, yang berjalan di samping Murni, menarik-narik lengan kakaknya. "Mbak, kenapa kita nggak langsung pulang saja? Kenapa harus ke desa itu?" Murni menunduk, mencoba memberikan senyum yang menenangkan kepada adiknya. "Percaya sama Mbak, Ji. Kita akan baik-baik saja." Namun, jawaban itu tidak cukup menenangkan Aji. Ia merasakan sesuatu yang aneh sejak pria tua itu muncul, meski i

  • 40 Hari Setelah Kematian Bapak   Bab 94. Bantuan

    Di tengah malam yang sunyi, di rumah kecil Raharjo tempat Murni dan Aji tinggal, suara aneh mulai terdengar dari luar. Angin berhembus kencang, menciptakan suara desis seperti bisikan yang menyeramkan. Di dalam rumah, Murni memeluk Aji yang tertidur di pangkuannya. Ia merasa ada sesuatu yang tidak beres, tetapi tidak tahu pasti apa itu. Tiba-tiba, lampu di rumahnya berkedip-kedip sebelum padam sepenuhnya. Suasana menjadi gelap gulita, hanya diterangi oleh cahaya bulan yang samar-samar masuk melalui jendela. Dari luar, suara langkah berat terdengar, seolah ada sesuatu yang besar mendekat. Murni merasa napasnya tertahan, tubuhnya gemetar. Ia mencoba membangunkan Aji. Pintu rumah berderit pelan, lalu terbuka dengan sendirinya. Di ambang pintu, sosok itu muncul—Danyang. Tinggi, menyeramkan, dan mengeluarkan aura kegelapan yang begitu pekat. Matanya bersinar merah menyala, sementara tubuhnya diselimuti kabut hitam yang terus bergerak seperti hidup. Murni mundur, memeluk Aji erat-erat. "

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status