Home / Horor / 40 Hari Setelah Kematian Bapak / Bab 50. Sangkalana Datang

Share

Bab 50. Sangkalana Datang

Author: Yasmin_imaji
last update Last Updated: 2024-12-22 22:33:47

Tubuh Murni tiba-tiba ambruk, menggeliat dengan tangan mencengkeram dadanya yang terasa semakin sesak. Nafasnya terengah-engah, seperti ada sesuatu yang mencoba merobek jalan keluar dari dalam tubuhnya. Aji panik dan segera berlutut di samping kakaknya, memegangi bahunya dengan kuat.

"Mbak! Bertahan, Mbak! Jangan menyerah!" seru Aji dengan suara putus asa.

Kyai Hasan yang masih berdiri di ambang pintu langsung menoleh ke arah Murni. Raut wajahnya semakin serius. "Aji, bawa Murni ke ruangan tengah. Jangan biarkan dia keluar, dan jangan pernah tinggalkan dia sendiri!" perintahnya tegas.

Namun, sebelum Aji sempat mengangkat tubuh Murni, pintu pondok mendadak bergetar hebat, seperti dihantam oleh sesuatu yang sangat kuat. Suara keras itu membuat Murni menjerit, sementara Aji segera berdiri di hadapan pintu, berusaha melindungi kakaknya.

"Keluar kau, Anak Harjo!" suara Lasmi terdengar menggelegar dari luar.

Kyai Hasan menatap pintu dengan mata penuh kewaspadaan. Ia menggenggam ta
Locked Chapter
Continue Reading on GoodNovel
Scan code to download App
Comments (46)
goodnovel comment avatar
Marimar
siapa yang bilang cukup itu woy ... kau kah itu thor... Aku loh lagi serius nyimak, nafas ngos-ngosan, adrenalin naik. malah di suruh cukup...
goodnovel comment avatar
zaa_daniar
Lasmi melahirkan hanya untuk ditumbalkan jd ngga ada rasa keibuan dihati ny
goodnovel comment avatar
Attin26
lasmi sudah melampaui batas, anak sendiri di korbankan. yang kuat murni kamu harus bisa mengendalikan prana...
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • 40 Hari Setelah Kematian Bapak   Bab 51. Perlawanan

    "Cukup...!"Murni yang sebelumnya tampak lemah tiba-tiba memancarkan energi yang tidak biasa. Tubuhnya memanas, menggeliat beberapa kali sebelum terdiam. Cairan merah masih mengalir dari sudut matanya, tetapi kini sorot matanya berubah tajam, penuh kekuatan. Dengan suara yang nyaris tak terdengar, ia berbisik, "Prana, bantu aku!"Hawa di ruangan itu berubah drastis. Udara yang sejak tadi rasa dingin dan menusuk kini berganti menjadi panas yang teramat sangat, seolah kekuatan lain mulai bangkit dari dalam tubuh Murni. Aji yang memegangi kakaknya tertegun, tangannya gemetar, tetapi ia tidak melepaskan pegangannya pada Murni meskipun dirinya juga merasakan sensasi panas itu menjalar ke telapak tangannya."Mbak...?" Aji memanggil dengan suara bergetar, tetapi Murni sama sekali tidak menjawab panggilan itu. Secara perlahan, ia bangkit, meskipun tubuhnya masih terlihat lemah.Lasmi yang berdiri di ambang pintu memperhatikan perubahan ini dengan mata menyipit, senyum liciknya memudar. "A-apa

    Last Updated : 2024-12-22
  • 40 Hari Setelah Kematian Bapak   Bab 52. Menawarkan Bantuan

    Malam itu, setelah pertarungan sengit di rumah Kyai Hasan, suasana desa terasa lebih mencekam daripada biasanya. Angin dingin berhembus pelan, membawa aroma tanah basah dan dedaunan yang jatuh. Murni duduk bersandar di dinding rumah Kyai Hasan, tubuhnya terasa berat dan lemah. Cahaya bulan yang menyelinap dari sela-sela atap memberi sedikit penerangan di ruangan itu. Di pangkuannya, Aji tertidur dengan tenang. Wajah adiknya yang polos dan lelah itu membuat hati Murni bergetar. Ia mengusap rambut Aji dengan lembut, menghilangkan debu dan sisa keringat dari pertempuran tadi. Meski Aji terlihat tenang dalam tidurnya, Murni lah yang paling tahu jika ketakutan yang baru saja mereka alami pasti masih membekas untuknya. Dari luar rumah, Kyai Hasan berdiri memperhatikan kegelapan malam. Suara jangkrik terdengar samar, tetapi angin dingin yang menusuk tulang membawa rasa tidak nyaman di hatinya. Kyai Hasan menyipitkan mata, seolah mencoba menangkap tanda-tanda bahaya di balik kegelapan yan

    Last Updated : 2024-12-23
  • 40 Hari Setelah Kematian Bapak   Bab 53. Sebuah Pilihan

    "Apa kamu lupa akan hal itu, Murni?" tanya Prawiro dengan senyumnya yang sangat sulit untuk diartikan. Kyai Hasan memotong, suaranya tegas. "Prana telah menjadi bagian dari dirinya saat ini. Aku akan membimbingnya." Prawiro tertawa lagi, kali ini lebih keras. "Hasaaan... Hasan, kau selalu berpikir bahwa cahaya adalah jawabannya untuk segalanya. Tapi Sangkalana bukan hanya kegelapan biasa. Dia adalah pembawa kehancuran. Dan Prana senidiri... ia adalah gabungan dari kekuatan duniawi dan supranatural. Kau tidak akan bisa melindungi gadis ini hanya dengan sebuah doa." Murni menoleh ke Kyai Hasan, mencari penjelasan. "Kyai... apakah dia benar?" Kyai Hasan menghela napas panjang. "Iya, ada kebenaran dalam kata-katanya, Nduk. Tapi aku tidak setuju dengan caranya." Prawiro kembali berbicara. "Dengar, Murni. Aku berada di sini bukan untuk memaksamu. Tapi jika kamu ingin mengendalikan Prana, kamu butuh bimbingan yang berbeda. Aku bisa membantumu. Tapi tentu saja, jalanku tidak akan mu

    Last Updated : 2024-12-23
  • 40 Hari Setelah Kematian Bapak   Bab 54. Pergi

    Aji menggeleng kuat, air mata mengalir deras di pipinya. "Mbak, jangan. Kalau Mbak kenapa-kenapa, aku mau hidup sama siapa, Mbak?"Murni memeluk adiknya itu dengan erat, mencoba menenangkan tangisnya meski hatinya sendiri bergejolak hebat. "Aji, Mbak janji, Mbak nggak akan ninggalin kamu. Tapi Mbak juga nggak bisa diam saja. Kalau Lasmi sampai mendapatkan Sangkalana, kita semua akan hancur." Aji masih memandangnya dengan penuh kekhawatiran, tetapi Murni bisa melihat ada keraguan dalam mata adiknya. Namun, meski hatinya penuh dengan rasa takut, Murni tahu bahwa ini adalah langkah yang harus ia ambil. Dalam hening itu, Murni merasa ada sesuatu yang berubah dalam dirinya—sebuah kekuatan yang telah lama terkubur, kini mulai terasa berdenyut. Sesuatu yang harus ia pelajari, jika ia ingin melindungi orang-orang yang ia cintai.Kyai Hasan melangkah mendekat, tangannya yang renta menyentuh bahu Murni dengan lembut. "Jika itu keputusanmu, Nduk, aku akan tetap di sini untuk mendukungmu. Namun,

    Last Updated : 2024-12-24
  • 40 Hari Setelah Kematian Bapak   Bab 55. Kelahiran Sang Penerus

    “I-ini... tidak mungkin,” desisnya. Murni ternganga. Rumah tua yang tadi berdiri seperti bangunan hampir roboh kini menjelma menjadi rumah besar yang utuh. Dinding kayu yang mengilap memantulkan cahaya samar dari langit senja, jendela-jendela lebar dengan kaca bening memancarkan kesan kehangatan, dan atap rumbia yang tampak baru menambah kemegahan rumah itu. Udara di sekitarnya berubah; aroma kayu segar dan tanah basah menyeruak, membawa sensasi yang aneh namun begitu familiar. Jantung Murni berdegup kencang. Ia melangkah mundur, matanya masih terpaku pada rumah tersebut. Namun, langkahnya terhenti saat tubuhnya tiba-tiba terasa ringan, seolah-olah sebuah kekuatan tak kasat mata menariknya maju. Ia ingin berbalik, berlari menjauh, tetapi kakinya tidak merespons. Napasnya memburu, matanya membelalak, dan tubuhnya bergerak tanpa ia kendalikan. Hingga tanpa sadar, ia sudah berdiri di depan sebuah pintu besar yang berderit terbuka perlahan, memperlihatkan bagian dalam rumah. Dingin

    Last Updated : 2024-12-24
  • 40 Hari Setelah Kematian Bapak   Bab 56. Melawan Takdir

    Semua terasa begitu membingungkan untuk Murni, kini ia menyadari jika dirinya memang sudah ditautkan dengan Sangkalana sejak kecil. Di tengah kemelut yang saat ini melanda hatinya, Murni hanya dapat memejamkan kedua matanya seraya menghela napas cukup panjang. Namun, tak lama kemudian, suara seorang lelaki yang teramat dia kenali membuatnya tersentak kaget. "Dia anakku!" Murni tertegun mendengar suara itu. Seketika, ia membuka matanya kembali, dan pemandangan di depannya berubah sekali lagi. Kini ia telah berada di sebuah ruangan lain, lebih kecil dari kamar awal yang tadi ia tempati. Di tengah ruangan itu, seorang pria berdiri, wajahnya penuh emosi yang bergejolak. Tangannya menggenggam erat bayi kecil yang baru saja lahir, wajahnya memancarkan campuran kemarahan, kesedihan, dan keputusasaan. "Dia adalah anakku!" seru pria itu dengan suara yang bergetar. Jayus menoleh cepat, s

    Last Updated : 2024-12-25
  • 40 Hari Setelah Kematian Bapak   Bab 57. Melangkah Pergi

    Raharjo menatap istrinya dalam diam, mencoba mencari kejujuran dalam tatapan penuh luka itu. Matanya yang berkaca-kaca menggambarkan betapa berat keputusan ini baginya. Namun, sebelum ia sempat menjawab, suara Jayus terdengar menggema dari belakang mereka, memecah keheningan. "Ah, Lasmi, betapa menyedihkannya kau," ujar Jayus, muncul di ambang pintu ruangan dengan senyuman dingin. "Aku memberimu segala hal, dan ini balasanmu? Kau memohon-mohon pada lelaki yang tidak pernah pantas menjadi suamimu?" Lasmi berdiri dengan cepat, menempatkan dirinya di depan Raharjo dan bayi mereka seolah tubuhnya adalah benteng terakhir. "Bapak, cukup! Aku selalu menuruti apa pun yang Bapak mau. Tapi aku mencintai suamiku, Pak. Aku ndak mau jika Mas Harjo pergi, bersama anak ini." Jayus memicingkan matanya, senyum dingin di wajahnya berubah menjadi tatapan penuh amarah. "Diam kau, Lasmi! Kau lupa kau anak siapa? Kau adalah keturunan Karsono, Lasmi! Darah keluarga kita membawa kekuatan, dan itu harus

    Last Updated : 2024-12-25
  • 40 Hari Setelah Kematian Bapak   Bab 58. Permainan Lasmi

    Murni menatap wajah ibunya yang samar di antara bayangan dan cahaya ruangan yang temaram. Kata-kata terakhir yang ia dengar menghantam jiwanya seperti badai yang mampu menghancurkan kekokohan hatinya, menciptakan kekacauan di dalam pikirannya. Lasmi berdiri diam, ia menoleh dengan kedua mata yang seolah tertuju pada Prawiro dan Murni yang berdiri di sana. "Aku tahu kalian di sini." Murni menoleh ke arah Prawiro yang berdiri di belakangnya, wajahnya tampak tegang. "Apa itu... Apa Ibu melihat kita?" Prawiro mengangguk perlahan, matanya menatap tajam ke kejauhan. "Dia bisa merasakan kehadiran kita. Meski berada di dimensi yang berbeda, Lasmi... memiliki ikatan yang tak bisa kau abaikan begitu saja." "Tapi bagaimana mungkin?" Murni bertanya, kebingungan menyelimuti wajahnya. "Bukankah kita berada di dunia yang tak sama dengan Ibu?" Prawiro menghela napas panjang, lalu mendekatkan tubuhnya pada Murni. "Ada sesuatu yang belum kukatakan padamu, Murni. Ibumu... dia telah mengikatkan jiw

    Last Updated : 2024-12-25

Latest chapter

  • 40 Hari Setelah Kematian Bapak   Bab 102. Bahagia

    Lima tahun telah berlalu sejak mereka berhasil mengalahkan Lindung Sukma dan mengembalikan kedamaian di Desa Juwono. Desa itu kini berubah menjadi tempat yang lebih sejahtera dan harmonis. Sawah-sawah yang dulunya terbengkalai kini menghijau, sungai yang sebelumnya keruh mengalir jernih, dan udara yang dulu dipenuhi ketakutan kini beraroma segar dan penuh harapan.Murni, yang telah menyembuhkan banyak luka batin akibat masa lalu kelam desa itu, kini menjalani hidup yang lebih tenang. Ia sudah mulai menemukan kedamaian dalam dirinya. Kehidupan baru yang lebih cerah juga hadir dalam bentuk Joko, seorang pria muda yang telah mencuri perhatian Murni sejak beberapa tahun lalu. Joko adalah seorang petani muda yang bekerja keras, namun juga memiliki hati yang baik. Ia tidak pernah ragu untuk membantu orang lain, dan senyumnya selalu memberikan rasa damai bagi siapa saja yang melihatnya.Murni, yang tadinya lebih tertutup dan melawan rasa sakit yang datang dari dalam, mulai merasa nyaman bera

  • 40 Hari Setelah Kematian Bapak   Bab 101. Kalah

    Kabut hitam semakin pekat, seolah mencengkeram seluruh dunia mereka. Pusaran kekuatan Lindung Sukma semakin kuat, menarik mereka lebih dekat ke dalam kegelapan yang mengancam. Tanah di bawah kaki mereka bergetar hebat, dan suara gemuruh yang datang dari dalam makam semakin menakutkan, seakan dunia ini akan runtuh.“Kita harus segera menghadapinya!” teriak Kyai Hasan, suaranya penuh tekad.“Apa yang harus kita lakukan?” Murni berteriak, tubuhnya mulai terasa lelah dan nyaris tak bisa bergerak. Tangan bayangan yang terus menerjangnya membuatnya semakin merasa terhimpit.“Kita harus menghancurkan inti kekuatannya, sumber dari kebencian dan kerusakan ini!” Kyai Hasan berlari ke arah batu nisan besar yang terletak di tengah lingkaran sulur hitam. Ia memegang kerisnya dengan erat, menatap Aji dan Murni yang masih bertahan melawan bayangan.“Tolong bantu aku!” Kyai Hasan memanggil mereka.Aji dan Murni segera menyusul Kyai Hasan, berlari melewati tanah yang terpecah-pecah dan tangan bayangan

  • 40 Hari Setelah Kematian Bapak   Bab 100. Lindung Sukma

    Kabut semakin tebal saat mereka melangkah menuju makam tua yang disebut Kyai Hasan. Hutan itu terasa seperti labirin yang hidup, dengan suara-suara aneh yang terdengar dari segala arah. Pohon-pohon besar melengkung seperti sosok yang mengintai, dan udara dingin mencubit kulit mereka.“Kyai, apa yang sebenarnya ada di makam itu?” tanya Aji, mencoba memecah kesunyian yang menyesakkan.“Lindung Sukma adalah roh penjaga yang diciptakan untuk melindungi tanah ini di masa lalu,” jelas Kyai Hasan. “Namun, ketika keserakahan manusia menghancurkan keseimbangan alam, roh itu berubah menjadi kekuatan gelap. Sekarang, ia menjadi sumber dari semua kutukan ini.”“Apa mungkin kita bisa mengalahkan sesuatu yang sekuat itu?” tanya Murni ragu.“Kita harus mencobanya,” jawab Kyai Hasan tegas. “Kita tidak punya pilihan lain.”Setelah berjalan beberapa jam, mereka tiba di depan sebuah gerbang batu yang besar dan berlumut. Gerbang itu dihiasi dengan ukiran simbol-simbol aneh, mirip dengan yang mereka lihat

  • 40 Hari Setelah Kematian Bapak   Bab 99. Ketemu

    Murni dan Aji terus melangkah, meninggalkan rumah yang penuh tipuan itu. Mereka tahu perjuangan belum selesai. Desa Juwono masih dipenuhi misteri yang membelit, dan setiap sudutnya mengintai bahaya tak terduga.Kabut semakin pekat, membuat pandangan mereka terbatas. Langkah-langkah kecil terasa berat karena tanah berlumpur yang seakan menahan kaki mereka. Namun, tekad untuk menghentikan kutukan yang melanda desa terus memacu keberanian mereka.Saat mereka menyusuri jalan setapak yang sepi, terdengar suara-suara bisikan aneh dari arah pepohonan. Murni dan Aji berhenti, menatap sekitar dengan waspada. Pohon-pohon besar yang menjulang tampak seperti sosok hidup, ranting-rantingnya melambai-lambai seolah ingin menangkap mereka.“Jangan menoleh ke belakang, Ji,” bisik Murni.Aji mengangguk, tetapi tubuhnya gemetar. Ia bisa merasakan sesuatu mengikuti mereka, namun ia berusaha fokus pada langkah di depannya. Tiba-tiba, angin dingin bertiup kencang, membawa aroma busuk yang menusuk hidung. D

  • 40 Hari Setelah Kematian Bapak   Bab 98. Tipuan

    Murni dan Aji terus melangkah tanpa arah yang jelas, menyusuri jalan setapak yang penuh duri dan akar-akar pohon menjulur. Hutan itu gelap, hanya diterangi cahaya bulan yang remang-remang. Udara malam begitu dingin, seakan membekukan harapan yang tersisa. Tapi, di tengah keheningan itu, tekad untuk kembali ke desa mereka terus memupuk keberanian dalam hati.Setelah berjalan selama berjam-jam, mereka tiba di sebuah pondok kecil di tengah hutan. Pondok itu tampak tua dan nyaris roboh, tapi pintunya sedikit terbuka, mengisyaratkan kehadiran seseorang di dalamnya. Murni ragu sejenak, tapi kemudian mengetuk pintu dengan hati-hati.“Siapa di luar sana?” Suara tua dan serak terdengar dari dalam.“Kami… kami hanya butuh tempat untuk beristirahat,” jawab Murni dengan suara gemetar.Pintu terbuka perlahan, memperlihatkan seorang pria tua berambut putih kusut dengan jubah panjang yang tampak usang. Sorot matanya tajam, tapi ada kehangatan yang tersembunyi di balik kerut wajahnya. Ia memandang Mu

  • 40 Hari Setelah Kematian Bapak   Bab 97. Perlawanan

    Murni menarik Aji keluar dari kamar melalui pintu belakang, seperti yang diperintahkan Raharjo. Langkah mereka tergesa-gesa, namun bayangan dingin yang mengikuti di belakang mereka semakin menambah beban di dada. Setiap langkah terasa berat, udara malam yang dingin menusuk tulang, dan suara-suara samar di kejauhan mengiringi mereka, seperti bisikan yang tak dapat dimengerti.Aji meremas tangan kakaknya dengan kuat, takut kehilangan pegangan. Matanya berkaca-kaca, tubuhnya sedikit gemetar. “Mbak, sebenarnya siapa yang benar, dan siapa yang salah? Siapa yang teman dan siapa yang lawan?"Murni menoleh sejenak ke arah adiknya, namun pandangannya tertuju ke bayangan biru samar di kejauhan. Prana masih ada di sana, seperti melayang-layang, menjaga jarak namun tetap mengikuti mereka dengan langkah perlahan. Bayangan itu seperti pilar harapan yang menjulang di tengah kegelapan, meskipun aura misteriusnya tidak sepenuhnya membawa rasa aman."Sama sepertimu, Mbak juga masih bertanya-tanya, Ji.

  • 40 Hari Setelah Kematian Bapak   Bab 96. Raharjo Datang

    Murni menarik Aji ke belakang, tubuhnya gemetar hebat. Sosok di ambang pintu tetap diam, hanya menatap mereka dengan mata merah menyala. Suara napasnya terdengar berat, bergema di dalam rumah kosong itu. “Aji, jangan lihat ke arahnya!” bisik Murni, berusaha menyembunyikan ketakutannya. Ia melangkah mundur, perlahan menjauh dari pintu. Sebaliknya, Aji tak bisa mengalihkan pandangannya, seolah terhipnotis oleh tatapan makhluk itu. “Keluar…” Suara serak menggema dari sosok itu, pelan namun penuh ancaman. Kata itu seperti memerintah, memaksa, mengikat mereka dalam ketakutan. Murni menggeleng cepat. “Kita tidak boleh keluar! Pak Prawiro bilang jangan keluar!” Ia memeluk Aji erat, mencoba melindunginya meskipun tubuhnya sendiri gemetar tanpa henti. Sosok itu melangkah maju, kain kafannya berderak pelan seiring gerakannya. Setiap langkahnya membuat udara di dalam ruangan semakin dingin. Kabut tipis mulai merembes masuk melalui celah-celah dinding, membawa bau anyir yang membuat Murni mua

  • 40 Hari Setelah Kematian Bapak   Bab 95. Desa Misterius

    Murni dan Aji mengikuti Prawiro dengan langkah ragu, menembus hutan yang semakin gelap dan sunyi. Setiap langkah terasa berat, seolah-olah tanah di bawah kaki mereka mencoba menahan perjalanan mereka. Namun, tatapan tegas Prawiro memberikan rasa aman meski hanya sedikit. Obor kecil di tangannya menjadi satu-satunya sumber cahaya di tengah kegelapan malam. "Apa desa itu benar-benar aman, Pak?" tanya Murni, suaranya pelan namun penuh kekhawatiran. "Selama kalian berada di bawah perlindunganku, kalian akan aman," jawab Prawiro tanpa menoleh. Suaranya tegas, namun ada nada ketegangan yang sulit disembunyikan. Aji, yang berjalan di samping Murni, menarik-narik lengan kakaknya. "Mbak, kenapa kita nggak langsung pulang saja? Kenapa harus ke desa itu?" Murni menunduk, mencoba memberikan senyum yang menenangkan kepada adiknya. "Percaya sama Mbak, Ji. Kita akan baik-baik saja." Namun, jawaban itu tidak cukup menenangkan Aji. Ia merasakan sesuatu yang aneh sejak pria tua itu muncul, meski i

  • 40 Hari Setelah Kematian Bapak   Bab 94. Bantuan

    Di tengah malam yang sunyi, di rumah kecil Raharjo tempat Murni dan Aji tinggal, suara aneh mulai terdengar dari luar. Angin berhembus kencang, menciptakan suara desis seperti bisikan yang menyeramkan. Di dalam rumah, Murni memeluk Aji yang tertidur di pangkuannya. Ia merasa ada sesuatu yang tidak beres, tetapi tidak tahu pasti apa itu. Tiba-tiba, lampu di rumahnya berkedip-kedip sebelum padam sepenuhnya. Suasana menjadi gelap gulita, hanya diterangi oleh cahaya bulan yang samar-samar masuk melalui jendela. Dari luar, suara langkah berat terdengar, seolah ada sesuatu yang besar mendekat. Murni merasa napasnya tertahan, tubuhnya gemetar. Ia mencoba membangunkan Aji. Pintu rumah berderit pelan, lalu terbuka dengan sendirinya. Di ambang pintu, sosok itu muncul—Danyang. Tinggi, menyeramkan, dan mengeluarkan aura kegelapan yang begitu pekat. Matanya bersinar merah menyala, sementara tubuhnya diselimuti kabut hitam yang terus bergerak seperti hidup. Murni mundur, memeluk Aji erat-erat. "

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status