Beranda / Horor / 40 Hari Setelah Kematian Bapak / Bab 17. Perjanjian Hitam

Share

Bab 17. Perjanjian Hitam

Penulis: Yasmin_imaji
last update Terakhir Diperbarui: 2024-12-06 20:39:03
Lasmi memandang wajah putrinya, Murni, yang saat ini masih terbaring lemah di atas ranjang. Cahaya lampu yang temaram memantulkan kesedihan di wajah wanita paro baya itu. Napasnya terasa berat, bukan karena usianya yang kian senja, tetapi karena beban rahasia yang telah ia pendam selama puluhan tahun. Rahasia yang telah mencabik-cabik hatinya, menghantui setiap langkah hidupnya.

Murni, dengan tatapan lemah namun penuh rasa ingin tahu, berusaha menegakkan tubuhnya. Tetapi sakit yang dirasakannya membuatnya tetap terbaring. Ia merasakan ada sesuatu yang penting dan mendesak dari cara ibunya menatapnya. "Ibu... bisakah Ibu menceritakan semuanya sekarang?" tanyanya pelan.

Lasmi menggenggam tangan Murni, jemarinya yang kasar bergetar. "Nak, apa yang akan ibu ceritakan mungkin akan mengubah pandanganmu terhadap keluarga ini. Tapi ibu tahu, kau berhak tahu segalanya," ujar Lasmi sambil menarik napas panjang. Ia memejamkan mata sejenak, membayangkan kembali kenangan kelam yang begitu sulit
Bab Terkunci
Lanjutkan Membaca di GoodNovel
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (51)
goodnovel comment avatar
Yasmin_imaji
kakek om poci.......
goodnovel comment avatar
Erisa Zulfa
ohhh Jd kek turun temurun begitu
goodnovel comment avatar
Santih
lantas hubungan nya sama lasmi apa.. apa lasmi yg menerus ritual itu
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • 40 Hari Setelah Kematian Bapak   Bab 18. Cincin Hitam

    -Kembali ke Masa Kini- Air mata mengalir di pipi Lasmi saat ia menyelesaikan ceritanya. "Itulah alasan kenapa keluarga kita selalu diliputi ketakutan seperti ini, Nduk. Dan itulah kenapa kau sering merasa ada sesuatu yang salah dalam hidupmu," ujar Lasmi sambil menggenggam tangan Murni erat-erat. Murni terdiam, mencoba mencerna kenyataan pahit itu. Tubuhnya terasa semakin lemah, bukan karena penyakit yang dideritanya, tetapi karena beban emosional yang begitu besar. "Jadi... apakah aku juga bagian dari perjanjian itu, Bu?" tanyanya dengan suara bergetar. Lasmi mengangguk pelan. "Itulah yang ibu takutkan, Nak. Kau dan adikmu, Aji... kalian adalah keturunan dari keluarga ini. Ibu berusaha melindungi kalian, tapi ibu tahu bahwa perjanjian ini tidak akan pernab terhenti.' Murni menatap ibunya dengan mata berkaca-kaca. Rahasia yang baru saja ia dengar bagaikan duri yang menusuk hati. Selama ini, ia hidup dalam bayang-bayang kekayaan keluarganya tanpa menyadari bahwa di balik kemewa

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-07
  • 40 Hari Setelah Kematian Bapak   Bab 19. Siapa Dia?

    Sosok yang muncul di depan pintu kamar itu adalah pria tua yang pernah Murni temui di kuburan Raharjo—ayahnya. "Hentikan perbuatanmu, Setan!" serunya dengan tegas. Pria misterius itu menoleh, matanya yang berkilau merah memandang tajam ke arah sosok tersebut. "Kau... siapa?" suaranya dipenuhi kebencian. Sosok pak tua itu berjalan mendekati Lasmi yang masih memeluk tubuh Murni. "Jangan khawatir, Lasmi," suaranya sedikit melunak meskipun masih terdengar tegas. "Aku di sini untuk melindungi kalian." Pria berjuang hitam itu tampaknya semakin marah, tubuhnya bergetar, seolah-olah siap melepaskan kekuatan gelap yang ada di dalam dirinya. "Kau pikir aku takut pada siapa pun, terutama pada seorang penyihir tua sepertimu?" "Ini bukan urusanmu, Setan," kata pria tua itu dengan suara yang lebih dalam. Tiba-tiba, ruangan menjadi semakin gelap, dan udara terasa semakin dingin. Suara angin yang berhembus menggema di seluruh rumah, menyisakan rasa takut yang menggerayangi setiap sudutn

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-08
  • 40 Hari Setelah Kematian Bapak   Bab 20. Hilang

    "Aku datang...." Lasmi memekik, tubuhnya mundur ketakutan. "Tidak! Jangan ganggu anakku lagi!" jeritnya sambil menggenggam tubuh Murni lebih erat, dan setelahnya Murni menarik napas panjang dan tak sadarkan diri. Setelah kepergian Prawiro, kamar Murni menjadi hening. Lasmi masih terduduk di atas tempat tidur, memeluk tubuh Murni yang kini tertidur, seolah pertempuran barusan hanyalah mimpi buruk yang tak pernah terjadi. Namun, hatinya masih berdebar kencang, memikirkan kata-kata terakhir pria tua itu. Mbok Tumini perlahan mendekat, wajahnya masih pucat pasi. Ia menggenggam bahu Lasmi, suaranya gemetar. "Ndoro... apa yang sebenarnya terjadi? Siapa pria tua itu? Dan siapa lelaki berbaju hitam tadi? Apa maksud semua ini?" Lasmi menggelengkan kepala, air mata mulai mengalir di pipinya. "Aku saja ndak tahu, Mbok. Aku benar-benar ndak tahu..." katanya dengan suara serak. Ia memandang Murni yang masih teroejam. Murni... katanya adalah kunci. Tapi kunci untuk apa?" Mbok Tumini dud

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-09
  • 40 Hari Setelah Kematian Bapak   Bab 21. Dia Datang

    "Aku harus ke sana, segera!" seru Lasmi kemudian.Mbok Tumini mengangguk dengan berat hati. "Baik, Ndoro. Tapi kita harus hati-hati." Bukan tanpa alasan, tapi Mbok Tum merasakan jika ada sesuatu yang tidak wajar dengan hujannya Aji.Lasmi menoleh ke arah Murni. "Nduk, Ibu akan kembali secepatnya. Kamu tunggu di sini bersama Simbok, ya?"Namun, Murni hanya diam dan kembali masuk ke kamarnya tanpa menjawab. Hal itu membuat Lasmi semakin gelisah. Tapi ia menepis perasaannya dan segera melangkah keluar bersama Mbok Tumini, menuju kuburan dengan langkah cepat meskipun hati mereka diliputi ketakutan.Lasmi berjalan cepat meninggalkan rumah, sementara angin pagi yang dingin menerpa wajahnya. Dengan napas yang terasa berat dan penuh kekhawatiran, ia menelusuri jalan kecil yang mengarah ke kuburan desa. Sesekali ia menoleh ke belakang, memastikan tidak ada yang mengikutinya. Hati kecilnya terus berharap agar Aji baik-baik saja.Namun, semakin jauh ia melangkah, suasana semakin sunyi. Pohon-poh

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-09
  • 40 Hari Setelah Kematian Bapak   Bab 22. Jebakan

    "Tini, kita harus keluar dari sini," ujar Lasmi dengan suara tegas, mencoba menenangkan dirinya sendiri. "Sekarang juga!"Namun, sebelum mereka sempat melangkah keluar, pintu kamar tiba-tiba tertutup dengan keras, membuat Lasmi dan Tini terkejut. Hati Lasmi mulai berpacu, mencoba mengumpulkan keberanian untuk menghadapi apa yang sedang terjadi."Dengar," kata Lasmi dengan suara bergetar, "kita harus mencari jalan keluar. Apa pun yang ada di sini, kita harus pergi sekarang!"Tini hanya mengangguk, meskipun tubuhnya masih gemetar. Namun saat mereka berbalik dan mencoba membuka pintu, terdengar suara gemeretak yang menakutkan dari arah luar. Seperti sesuatu yang berat sedang bergerak mendekat. Mereka berdua menoleh ke arah suara itu, dan Lasmi melihat bayangan yang bergerak cepat di koridor.Pocong... Pocong Raharjo sudah berdiri di sana.Lasmi merasa napasnya terhenti sejenak. Bayangan itu bergerak dengan sangat cepat, seperti mengejar mereka. Dengan reflek yang hampir tanpa sadar, Lasm

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-09
  • 40 Hari Setelah Kematian Bapak   Bab 23. Tertelan Makam

    Langkah Lasmi tertatih-tatih, kakinya terasa seperti terikat oleh beban yang tak terlihat. Tubuhnya lemas, namun ketakutan yang terus menggerogoti hatinya membuatnya tak bisa berhenti. Keinginan untuk melarikan diri, untuk menghindari apa pun yang mengancamnya, tetap memaksanya berjalan. Namun, semakin ia berjalan, semakin ia merasa ada sesuatu yang menariknya kembali, menariknya menuju tempat yang sebenernya paling ia takuti. Kuburan Raharjo. Lasmi menatap tanah yang berdebu di bawah kakinya, mencoba mencari jawaban di antara bebatuan kecil yang bertebaran di sepanjang jalan sempit itu. Suara langkah pocong Raharjo yang terus melompat mengejarnya masih terus terdengar. Hatinya semakin panas. Perasaan marah yang tak terungkapkan kini menguasai dirinya. Mengapa? Mengapa semuanya harus menjadi seperti ini? Mengapa dia harus terjebak dalam permainan setan? Di mana Tini? Dari semuanya itu, pikiran Lasmi kini hanya tertuju pada Aji, dan hanya Aji. Dengan keteguhan yang hampir tak bi

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-10
  • 40 Hari Setelah Kematian Bapak   Bab 24. Selamat dari Maut

    Dalam sekejap, tanah di sekitar kuburan itu retak, dan dari kedalaman bumi, sesuatu yang lebih besar mulai muncul. Itu adalah tubuh Raharjo yang membusuk, bergerak dengan gerakan yang mengerikan, seolah tubuhnya dipaksa untuk hidup kembali. Lasmi menutup matanya, berusaha menahan rasa takut yang merambat dalam dirinya. Tangan kedua muncul, menarik lebih keras. Kepala muncul berikutnya—sebuah wajah yang menyerupai Raharjo, tapi kulitnya sudah robek di beberapa bagian, memperlihatkan tulang putih di balik daging yang membusuk. Matanya kosong, hanya dua lubang hitam yang memancarkan hawa dingin dan kematian. Lasmi ingin mundur, tapi tubuhnya terasa beku. Dia hanya bisa menatap, menyaksikan makhluk itu perlahan bangkit dari liang kubur. Sosok Raharjo berdiri, tinggi, dengan tubuhnya yang tidak utuh lagi. Bau busuk semakin pekat, membuat Lasmi terbatuk dan hampir muntah. “Lasmi...” suara itu berat dan serak, seperti berasal dari neraka. “Kamu memanggilku... dan aku datang... bojoku..

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-10
  • 40 Hari Setelah Kematian Bapak   Bab 25. Kembalinya Aji

    Lasmi menyeret kakinya yang pincang, berusaha menahan perih di lututnya yang robek. Rasa lelah mendera tubuhnya, tetapi tekad untuk pulang mengalahkan semua rasa sakit itu. Malam semakin larut, dan suara jangkrik menjadi satu-satunya iringan perjalanan Lasmi di jalan setapak yang penuh kerikil. "Murni... Aji...," gumamnya yang terus melangkah menyeret kakinya. Sungguh, kakinya terasa begitu berat, seolah setiap langkahnya membawa kenangan buruk dari makam Raharjo. Hatinya masih dipenuhi rasa takut dan bingung—siapa sosok yang telah menyelamatkannya? Dan mengapa ia harus menghadapi teror Raharjo sendirian? Namun, semua pertanyaan itu tersingkir oleh wajah Murni dan Aji. Ketika ia melihat atap rumahnya dari kejauhan, rasa lega mulai mengisi dadanya. Tapi rasa lega itu segera berubah menjadi tangis yang tertahan ketika ia mendekati pintu. Di sana, Aji berdiri, memandang ibunya dengan wajah pucat penuh kekhawatiran. "Ibu?" suara Aji serak, gemetar. Lasmi jatuh berlutut di tanah.

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-11

Bab terbaru

  • 40 Hari Setelah Kematian Bapak   Bab 102. Bahagia

    Lima tahun telah berlalu sejak mereka berhasil mengalahkan Lindung Sukma dan mengembalikan kedamaian di Desa Juwono. Desa itu kini berubah menjadi tempat yang lebih sejahtera dan harmonis. Sawah-sawah yang dulunya terbengkalai kini menghijau, sungai yang sebelumnya keruh mengalir jernih, dan udara yang dulu dipenuhi ketakutan kini beraroma segar dan penuh harapan.Murni, yang telah menyembuhkan banyak luka batin akibat masa lalu kelam desa itu, kini menjalani hidup yang lebih tenang. Ia sudah mulai menemukan kedamaian dalam dirinya. Kehidupan baru yang lebih cerah juga hadir dalam bentuk Joko, seorang pria muda yang telah mencuri perhatian Murni sejak beberapa tahun lalu. Joko adalah seorang petani muda yang bekerja keras, namun juga memiliki hati yang baik. Ia tidak pernah ragu untuk membantu orang lain, dan senyumnya selalu memberikan rasa damai bagi siapa saja yang melihatnya.Murni, yang tadinya lebih tertutup dan melawan rasa sakit yang datang dari dalam, mulai merasa nyaman bera

  • 40 Hari Setelah Kematian Bapak   Bab 101. Kalah

    Kabut hitam semakin pekat, seolah mencengkeram seluruh dunia mereka. Pusaran kekuatan Lindung Sukma semakin kuat, menarik mereka lebih dekat ke dalam kegelapan yang mengancam. Tanah di bawah kaki mereka bergetar hebat, dan suara gemuruh yang datang dari dalam makam semakin menakutkan, seakan dunia ini akan runtuh.“Kita harus segera menghadapinya!” teriak Kyai Hasan, suaranya penuh tekad.“Apa yang harus kita lakukan?” Murni berteriak, tubuhnya mulai terasa lelah dan nyaris tak bisa bergerak. Tangan bayangan yang terus menerjangnya membuatnya semakin merasa terhimpit.“Kita harus menghancurkan inti kekuatannya, sumber dari kebencian dan kerusakan ini!” Kyai Hasan berlari ke arah batu nisan besar yang terletak di tengah lingkaran sulur hitam. Ia memegang kerisnya dengan erat, menatap Aji dan Murni yang masih bertahan melawan bayangan.“Tolong bantu aku!” Kyai Hasan memanggil mereka.Aji dan Murni segera menyusul Kyai Hasan, berlari melewati tanah yang terpecah-pecah dan tangan bayangan

  • 40 Hari Setelah Kematian Bapak   Bab 100. Lindung Sukma

    Kabut semakin tebal saat mereka melangkah menuju makam tua yang disebut Kyai Hasan. Hutan itu terasa seperti labirin yang hidup, dengan suara-suara aneh yang terdengar dari segala arah. Pohon-pohon besar melengkung seperti sosok yang mengintai, dan udara dingin mencubit kulit mereka.“Kyai, apa yang sebenarnya ada di makam itu?” tanya Aji, mencoba memecah kesunyian yang menyesakkan.“Lindung Sukma adalah roh penjaga yang diciptakan untuk melindungi tanah ini di masa lalu,” jelas Kyai Hasan. “Namun, ketika keserakahan manusia menghancurkan keseimbangan alam, roh itu berubah menjadi kekuatan gelap. Sekarang, ia menjadi sumber dari semua kutukan ini.”“Apa mungkin kita bisa mengalahkan sesuatu yang sekuat itu?” tanya Murni ragu.“Kita harus mencobanya,” jawab Kyai Hasan tegas. “Kita tidak punya pilihan lain.”Setelah berjalan beberapa jam, mereka tiba di depan sebuah gerbang batu yang besar dan berlumut. Gerbang itu dihiasi dengan ukiran simbol-simbol aneh, mirip dengan yang mereka lihat

  • 40 Hari Setelah Kematian Bapak   Bab 99. Ketemu

    Murni dan Aji terus melangkah, meninggalkan rumah yang penuh tipuan itu. Mereka tahu perjuangan belum selesai. Desa Juwono masih dipenuhi misteri yang membelit, dan setiap sudutnya mengintai bahaya tak terduga.Kabut semakin pekat, membuat pandangan mereka terbatas. Langkah-langkah kecil terasa berat karena tanah berlumpur yang seakan menahan kaki mereka. Namun, tekad untuk menghentikan kutukan yang melanda desa terus memacu keberanian mereka.Saat mereka menyusuri jalan setapak yang sepi, terdengar suara-suara bisikan aneh dari arah pepohonan. Murni dan Aji berhenti, menatap sekitar dengan waspada. Pohon-pohon besar yang menjulang tampak seperti sosok hidup, ranting-rantingnya melambai-lambai seolah ingin menangkap mereka.“Jangan menoleh ke belakang, Ji,” bisik Murni.Aji mengangguk, tetapi tubuhnya gemetar. Ia bisa merasakan sesuatu mengikuti mereka, namun ia berusaha fokus pada langkah di depannya. Tiba-tiba, angin dingin bertiup kencang, membawa aroma busuk yang menusuk hidung. D

  • 40 Hari Setelah Kematian Bapak   Bab 98. Tipuan

    Murni dan Aji terus melangkah tanpa arah yang jelas, menyusuri jalan setapak yang penuh duri dan akar-akar pohon menjulur. Hutan itu gelap, hanya diterangi cahaya bulan yang remang-remang. Udara malam begitu dingin, seakan membekukan harapan yang tersisa. Tapi, di tengah keheningan itu, tekad untuk kembali ke desa mereka terus memupuk keberanian dalam hati.Setelah berjalan selama berjam-jam, mereka tiba di sebuah pondok kecil di tengah hutan. Pondok itu tampak tua dan nyaris roboh, tapi pintunya sedikit terbuka, mengisyaratkan kehadiran seseorang di dalamnya. Murni ragu sejenak, tapi kemudian mengetuk pintu dengan hati-hati.“Siapa di luar sana?” Suara tua dan serak terdengar dari dalam.“Kami… kami hanya butuh tempat untuk beristirahat,” jawab Murni dengan suara gemetar.Pintu terbuka perlahan, memperlihatkan seorang pria tua berambut putih kusut dengan jubah panjang yang tampak usang. Sorot matanya tajam, tapi ada kehangatan yang tersembunyi di balik kerut wajahnya. Ia memandang Mu

  • 40 Hari Setelah Kematian Bapak   Bab 97. Perlawanan

    Murni menarik Aji keluar dari kamar melalui pintu belakang, seperti yang diperintahkan Raharjo. Langkah mereka tergesa-gesa, namun bayangan dingin yang mengikuti di belakang mereka semakin menambah beban di dada. Setiap langkah terasa berat, udara malam yang dingin menusuk tulang, dan suara-suara samar di kejauhan mengiringi mereka, seperti bisikan yang tak dapat dimengerti.Aji meremas tangan kakaknya dengan kuat, takut kehilangan pegangan. Matanya berkaca-kaca, tubuhnya sedikit gemetar. “Mbak, sebenarnya siapa yang benar, dan siapa yang salah? Siapa yang teman dan siapa yang lawan?"Murni menoleh sejenak ke arah adiknya, namun pandangannya tertuju ke bayangan biru samar di kejauhan. Prana masih ada di sana, seperti melayang-layang, menjaga jarak namun tetap mengikuti mereka dengan langkah perlahan. Bayangan itu seperti pilar harapan yang menjulang di tengah kegelapan, meskipun aura misteriusnya tidak sepenuhnya membawa rasa aman."Sama sepertimu, Mbak juga masih bertanya-tanya, Ji.

  • 40 Hari Setelah Kematian Bapak   Bab 96. Raharjo Datang

    Murni menarik Aji ke belakang, tubuhnya gemetar hebat. Sosok di ambang pintu tetap diam, hanya menatap mereka dengan mata merah menyala. Suara napasnya terdengar berat, bergema di dalam rumah kosong itu. “Aji, jangan lihat ke arahnya!” bisik Murni, berusaha menyembunyikan ketakutannya. Ia melangkah mundur, perlahan menjauh dari pintu. Sebaliknya, Aji tak bisa mengalihkan pandangannya, seolah terhipnotis oleh tatapan makhluk itu. “Keluar…” Suara serak menggema dari sosok itu, pelan namun penuh ancaman. Kata itu seperti memerintah, memaksa, mengikat mereka dalam ketakutan. Murni menggeleng cepat. “Kita tidak boleh keluar! Pak Prawiro bilang jangan keluar!” Ia memeluk Aji erat, mencoba melindunginya meskipun tubuhnya sendiri gemetar tanpa henti. Sosok itu melangkah maju, kain kafannya berderak pelan seiring gerakannya. Setiap langkahnya membuat udara di dalam ruangan semakin dingin. Kabut tipis mulai merembes masuk melalui celah-celah dinding, membawa bau anyir yang membuat Murni mua

  • 40 Hari Setelah Kematian Bapak   Bab 95. Desa Misterius

    Murni dan Aji mengikuti Prawiro dengan langkah ragu, menembus hutan yang semakin gelap dan sunyi. Setiap langkah terasa berat, seolah-olah tanah di bawah kaki mereka mencoba menahan perjalanan mereka. Namun, tatapan tegas Prawiro memberikan rasa aman meski hanya sedikit. Obor kecil di tangannya menjadi satu-satunya sumber cahaya di tengah kegelapan malam. "Apa desa itu benar-benar aman, Pak?" tanya Murni, suaranya pelan namun penuh kekhawatiran. "Selama kalian berada di bawah perlindunganku, kalian akan aman," jawab Prawiro tanpa menoleh. Suaranya tegas, namun ada nada ketegangan yang sulit disembunyikan. Aji, yang berjalan di samping Murni, menarik-narik lengan kakaknya. "Mbak, kenapa kita nggak langsung pulang saja? Kenapa harus ke desa itu?" Murni menunduk, mencoba memberikan senyum yang menenangkan kepada adiknya. "Percaya sama Mbak, Ji. Kita akan baik-baik saja." Namun, jawaban itu tidak cukup menenangkan Aji. Ia merasakan sesuatu yang aneh sejak pria tua itu muncul, meski i

  • 40 Hari Setelah Kematian Bapak   Bab 94. Bantuan

    Di tengah malam yang sunyi, di rumah kecil Raharjo tempat Murni dan Aji tinggal, suara aneh mulai terdengar dari luar. Angin berhembus kencang, menciptakan suara desis seperti bisikan yang menyeramkan. Di dalam rumah, Murni memeluk Aji yang tertidur di pangkuannya. Ia merasa ada sesuatu yang tidak beres, tetapi tidak tahu pasti apa itu. Tiba-tiba, lampu di rumahnya berkedip-kedip sebelum padam sepenuhnya. Suasana menjadi gelap gulita, hanya diterangi oleh cahaya bulan yang samar-samar masuk melalui jendela. Dari luar, suara langkah berat terdengar, seolah ada sesuatu yang besar mendekat. Murni merasa napasnya tertahan, tubuhnya gemetar. Ia mencoba membangunkan Aji. Pintu rumah berderit pelan, lalu terbuka dengan sendirinya. Di ambang pintu, sosok itu muncul—Danyang. Tinggi, menyeramkan, dan mengeluarkan aura kegelapan yang begitu pekat. Matanya bersinar merah menyala, sementara tubuhnya diselimuti kabut hitam yang terus bergerak seperti hidup. Murni mundur, memeluk Aji erat-erat. "

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status