Home / Horor / 40 Hari Setelah Kematian Bapak / Bab 12. Dia Bukan Ibumu!

Share

Bab 12. Dia Bukan Ibumu!

Author: Yasmin_imaji
last update Last Updated: 2024-12-02 23:09:08

"Bu? Apa yang Ibu lakukan di sini?" Murni tergagap, tangannya gemetar memegang buku itu dan segera menyembunyikannya di belakang tubuhnya.

"Hentikan, Murni!" sentak Lasmi.

"Ta-tapi, Bu. Bapak...."

Lasmi tidak menjawab. Ia hanya menatap Murni dengan mata yang berkilat, penuh dengan amarah. Namun, ada sesuatu dalam tatapan Lasmi membuat pria tua itu waspada. Ia segera memegang bahu Murni, menahannya untuk tetap diam di tempat.

"Jangan percaya padanya, Nduk," bisiknya. "Itu bukan ibumu."

Murni tertegun. Ia menatap Lasmi lagi, mencoba menemukan sesuatu yang salah. Tapi wajah itu... begitu mirip. Begitu nyata.

"Murni, dengarkan Ibu. Keluar dari lingkaran itu sekarang juga! Kamu ndak tahu apa yang sedang kamu mainkan itu," Lasmi berkata lagi, seolah memaksa Murni untuk menuruti apa kemauannya.

Namun, sebelum Murni bisa menjawab, pria tua itu melafalkan mantra lainnya.

"Aja lumaku, aja ngomong, aja obah. Sak jeroning ati, kaku badan, kekunci sak jeroning bumi.

Mantra iki mateg, ora
Locked Chapter
Continue Reading on GoodNovel
Scan code to download App
Comments (47)
goodnovel comment avatar
Santih
makin rumit pasti kedepannya, kamu hrus bisa murni demi bapak mu
goodnovel comment avatar
Trie Sumanti
wah murni harus berkali kali dtg ke pemakaman pak Raharjo utk melakukan ritual pemanggilan arwah pak Raharjo dong ya
goodnovel comment avatar
Yanda Hanazti
jika belum selesai berarti murni akan melakukan hal yg sama lg sampai dia bisa membebaskan bapaknya
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • 40 Hari Setelah Kematian Bapak   Bab 13. Peringatan

    "Dari mana kamu, Murni!" Murni yang baru saja masuk ke rumah dengan mengendap-endap sudah disambut dengan bentakan keras dari sang ibu. "I-ibu...," ucap Murni terbata. "Katakan! Dari mana kamu?" tanya Lasmi dengan penuh intimidasi. "Murni... Murni dari —" "Sudah berani kamu melawan perintah Ibu?" sentak Lasmi sebelum Murni menyelesaikan kata-katanya. Murni terdiam, tubuhnya gemetar melihat amarah di wajah ibunya. Namun, ia tak bisa menghilangkan bayangan peristiwa yang terjadi di kuburan sang ayah tadi. Di mana angin kencang, mantra mengerikan, dan juga sosok menyeramkan yang mengaku sebagai ibunya. Bahkan sekarang saja, Murni merasa ragu jika wanita yang ada di hadapannya itu adalah benar ibunya. "Ibu, dengarkan Murni dulu..." ujarnya lirih, mencoba meredakan suasana. "Dengarkan? Kamu pikir Ibu akan percaya dengan kata-katamu setelah kamu berbuat sembarangan?!" Lasmi melangkah maju, menatap putrinya tajam. "Jawab Ibu, Murni. Apa kamu pergi ke kuburan bapakmu?" Murni m

    Last Updated : 2024-12-03
  • 40 Hari Setelah Kematian Bapak   Bab 14. Malam Kelam

    Sejak malam mengerikan itu, Murni merasa kehidupannya berubah. Buku tua milik Raharjo yang sempat ia genggam kini tersimpan rapat di balik lemari kayu tua di kamarnya. Tidak ada yang tahu keberadaan buku itu selain dirinya. Bahkan, ibunya, Lasmi, tampak menghindari pembicaraan tentang buku tersebut, meskipun ketakutan terlihat jelas setiap kali mata mereka bertemu.Hari-hari berlalu dengan perlahan, dan sudah saatnya Murni kembali ke kota untuk melanjutkan kuliahnya. Namun, ada sesuatu yang menahannya di Desa Juwono, sesuatu yang tak mampu ia jelaskan. Lasmi sendiri melarang keras kepergian Murni sebelum genap 40 hari sejak kematian Raharjo.“Ndak baik meninggalkan rumah di saat seperti ini, Nduk,” ujar Lasmi pagi itu, suaranya tegas namun terdengar samar-samar seperti menutupi sesuatu.Murni mengangguk, meski dalam hatinya ia merasa berat. Desa Juwono bukan lagi tempat yang sama baginya. Udara yang dulu terasa sejuk kini seperti membawa aroma kematian. "Nggih, Bu," jawabnya.Pagi it

    Last Updated : 2024-12-04
  • 40 Hari Setelah Kematian Bapak   Bab 15. Rasuk

    Lasmi terhuyung ke belakang saat melihat sosok pocong itu menempelkan dahinya ke dahi Murni. Napasnya tercekat. Ia ingin menolong, tetapi tubuhnya terasa lemas, seolah semua kekuatannya dirampas oleh pemandangan yang saat ini terpampang di hadapannya. “Murni!” teriaknya lagi, tetapi anaknya tetap berdiri kaku. Mata Murni yang sebelumnya penuh ketakutan kini berubah kosong, seakan tidak ada lagi jiwa di dalam tubuhnya. Wajah hitam dari pocong Raharjo mulai meleleh, meneteskan lendir hitam yang begitu menyengat. Mulut pocong itu perlahan terbuka, memperlihatkan gigi-gigi yang hampir hancur dan lidah hitam yang mengering. Dari celah mulutnya, asap hitam pekat mulai mengepul, berputar-putar seperti ular sebelum masuk ke dalam mulut Murni yang juga terbuka secara sendirinya tanpa kendali. Khhhaarkh!!! Suara Raharjo terdengar mengerikan saat mulutnya terbuka semakin lebar. “Asap hitam itu...?!” gumam Lasmi. Ia mencoba bangkit, tetapi kakinya terasa berat. Suasana kamar pun berubah

    Last Updated : 2024-12-05
  • 40 Hari Setelah Kematian Bapak   Bab 16. Sisa Luka

    BRAK' Pintu kamar Murni terbuka lebar, menampakkan Aji yang berdiri dengan wajah pucat pasi. Remaja lelaki itu memegang sebuah kitab kecil di tangan kirinya, sementara tangan kanannya gemetar, masih menekan daun pintu. Tubuhnya membeku sesaat ketika melihat keadaan kakaknya, Murni, yang terkulai lemas di pelukan ibunya. Matanya menangkap dar** di dahi Lasmi yang mengalir perlahan, dar** bekas benturan keras di dinding. Kamar itu pun masih dipenuhi dengan aroma busuk dan hawa dingin yang menusuk hingga ke tulang. “Aji...,” Lasmi memanggil lirih, suaranya parau yang bercampur isak tangis. Aji tersadar dari keterpakuannya dan melangkah masuk, meskipun seluruh tubuhnya masih gemetar. "Bu... Apa yang terjadi di sini? Kenapa Mbak Murni bisa seperti ini?" tanyanya panik dan penuh ketakutan, tetapi matanya tak lepas dari kakaknya yang kini tampak begitu lemah dan pucat. Lasmi hanya mampu menangis. Ia ingin menjelaskan, tetapi lidahnya kelu. Semua hal itu terjadi terlalu cepat dan terl

    Last Updated : 2024-12-06
  • 40 Hari Setelah Kematian Bapak   Bab 17. Perjanjian Hitam

    Lasmi memandang wajah putrinya, Murni, yang saat ini masih terbaring lemah di atas ranjang. Cahaya lampu yang temaram memantulkan kesedihan di wajah wanita paro baya itu. Napasnya terasa berat, bukan karena usianya yang kian senja, tetapi karena beban rahasia yang telah ia pendam selama puluhan tahun. Rahasia yang telah mencabik-cabik hatinya, menghantui setiap langkah hidupnya. Murni, dengan tatapan lemah namun penuh rasa ingin tahu, berusaha menegakkan tubuhnya. Tetapi sakit yang dirasakannya membuatnya tetap terbaring. Ia merasakan ada sesuatu yang penting dan mendesak dari cara ibunya menatapnya. "Ibu... bisakah Ibu menceritakan semuanya sekarang?" tanyanya pelan. Lasmi menggenggam tangan Murni, jemarinya yang kasar bergetar. "Nak, apa yang akan ibu ceritakan mungkin akan mengubah pandanganmu terhadap keluarga ini. Tapi ibu tahu, kau berhak tahu segalanya," ujar Lasmi sambil menarik napas panjang. Ia memejamkan mata sejenak, membayangkan kembali kenangan kelam yang begitu sulit

    Last Updated : 2024-12-06
  • 40 Hari Setelah Kematian Bapak   Bab 18. Cincin Hitam

    -Kembali ke Masa Kini- Air mata mengalir di pipi Lasmi saat ia menyelesaikan ceritanya. "Itulah alasan kenapa keluarga kita selalu diliputi ketakutan seperti ini, Nduk. Dan itulah kenapa kau sering merasa ada sesuatu yang salah dalam hidupmu," ujar Lasmi sambil menggenggam tangan Murni erat-erat. Murni terdiam, mencoba mencerna kenyataan pahit itu. Tubuhnya terasa semakin lemah, bukan karena penyakit yang dideritanya, tetapi karena beban emosional yang begitu besar. "Jadi... apakah aku juga bagian dari perjanjian itu, Bu?" tanyanya dengan suara bergetar. Lasmi mengangguk pelan. "Itulah yang ibu takutkan, Nak. Kau dan adikmu, Aji... kalian adalah keturunan dari keluarga ini. Ibu berusaha melindungi kalian, tapi ibu tahu bahwa perjanjian ini tidak akan pernab terhenti.' Murni menatap ibunya dengan mata berkaca-kaca. Rahasia yang baru saja ia dengar bagaikan duri yang menusuk hati. Selama ini, ia hidup dalam bayang-bayang kekayaan keluarganya tanpa menyadari bahwa di balik kemewa

    Last Updated : 2024-12-07
  • 40 Hari Setelah Kematian Bapak   Bab 19. Siapa Dia?

    Sosok yang muncul di depan pintu kamar itu adalah pria tua yang pernah Murni temui di kuburan Raharjo—ayahnya. "Hentikan perbuatanmu, Setan!" serunya dengan tegas. Pria misterius itu menoleh, matanya yang berkilau merah memandang tajam ke arah sosok tersebut. "Kau... siapa?" suaranya dipenuhi kebencian. Sosok pak tua itu berjalan mendekati Lasmi yang masih memeluk tubuh Murni. "Jangan khawatir, Lasmi," suaranya sedikit melunak meskipun masih terdengar tegas. "Aku di sini untuk melindungi kalian." Pria berjuang hitam itu tampaknya semakin marah, tubuhnya bergetar, seolah-olah siap melepaskan kekuatan gelap yang ada di dalam dirinya. "Kau pikir aku takut pada siapa pun, terutama pada seorang penyihir tua sepertimu?" "Ini bukan urusanmu, Setan," kata pria tua itu dengan suara yang lebih dalam. Tiba-tiba, ruangan menjadi semakin gelap, dan udara terasa semakin dingin. Suara angin yang berhembus menggema di seluruh rumah, menyisakan rasa takut yang menggerayangi setiap sudutn

    Last Updated : 2024-12-08
  • 40 Hari Setelah Kematian Bapak   Bab 20. Hilang

    "Aku datang...." Lasmi memekik, tubuhnya mundur ketakutan. "Tidak! Jangan ganggu anakku lagi!" jeritnya sambil menggenggam tubuh Murni lebih erat, dan setelahnya Murni menarik napas panjang dan tak sadarkan diri. Setelah kepergian Prawiro, kamar Murni menjadi hening. Lasmi masih terduduk di atas tempat tidur, memeluk tubuh Murni yang kini tertidur, seolah pertempuran barusan hanyalah mimpi buruk yang tak pernah terjadi. Namun, hatinya masih berdebar kencang, memikirkan kata-kata terakhir pria tua itu. Mbok Tumini perlahan mendekat, wajahnya masih pucat pasi. Ia menggenggam bahu Lasmi, suaranya gemetar. "Ndoro... apa yang sebenarnya terjadi? Siapa pria tua itu? Dan siapa lelaki berbaju hitam tadi? Apa maksud semua ini?" Lasmi menggelengkan kepala, air mata mulai mengalir di pipinya. "Aku saja ndak tahu, Mbok. Aku benar-benar ndak tahu..." katanya dengan suara serak. Ia memandang Murni yang masih teroejam. Murni... katanya adalah kunci. Tapi kunci untuk apa?" Mbok Tumini dud

    Last Updated : 2024-12-09

Latest chapter

  • 40 Hari Setelah Kematian Bapak   Bab 102. Bahagia

    Lima tahun telah berlalu sejak mereka berhasil mengalahkan Lindung Sukma dan mengembalikan kedamaian di Desa Juwono. Desa itu kini berubah menjadi tempat yang lebih sejahtera dan harmonis. Sawah-sawah yang dulunya terbengkalai kini menghijau, sungai yang sebelumnya keruh mengalir jernih, dan udara yang dulu dipenuhi ketakutan kini beraroma segar dan penuh harapan.Murni, yang telah menyembuhkan banyak luka batin akibat masa lalu kelam desa itu, kini menjalani hidup yang lebih tenang. Ia sudah mulai menemukan kedamaian dalam dirinya. Kehidupan baru yang lebih cerah juga hadir dalam bentuk Joko, seorang pria muda yang telah mencuri perhatian Murni sejak beberapa tahun lalu. Joko adalah seorang petani muda yang bekerja keras, namun juga memiliki hati yang baik. Ia tidak pernah ragu untuk membantu orang lain, dan senyumnya selalu memberikan rasa damai bagi siapa saja yang melihatnya.Murni, yang tadinya lebih tertutup dan melawan rasa sakit yang datang dari dalam, mulai merasa nyaman bera

  • 40 Hari Setelah Kematian Bapak   Bab 101. Kalah

    Kabut hitam semakin pekat, seolah mencengkeram seluruh dunia mereka. Pusaran kekuatan Lindung Sukma semakin kuat, menarik mereka lebih dekat ke dalam kegelapan yang mengancam. Tanah di bawah kaki mereka bergetar hebat, dan suara gemuruh yang datang dari dalam makam semakin menakutkan, seakan dunia ini akan runtuh.“Kita harus segera menghadapinya!” teriak Kyai Hasan, suaranya penuh tekad.“Apa yang harus kita lakukan?” Murni berteriak, tubuhnya mulai terasa lelah dan nyaris tak bisa bergerak. Tangan bayangan yang terus menerjangnya membuatnya semakin merasa terhimpit.“Kita harus menghancurkan inti kekuatannya, sumber dari kebencian dan kerusakan ini!” Kyai Hasan berlari ke arah batu nisan besar yang terletak di tengah lingkaran sulur hitam. Ia memegang kerisnya dengan erat, menatap Aji dan Murni yang masih bertahan melawan bayangan.“Tolong bantu aku!” Kyai Hasan memanggil mereka.Aji dan Murni segera menyusul Kyai Hasan, berlari melewati tanah yang terpecah-pecah dan tangan bayangan

  • 40 Hari Setelah Kematian Bapak   Bab 100. Lindung Sukma

    Kabut semakin tebal saat mereka melangkah menuju makam tua yang disebut Kyai Hasan. Hutan itu terasa seperti labirin yang hidup, dengan suara-suara aneh yang terdengar dari segala arah. Pohon-pohon besar melengkung seperti sosok yang mengintai, dan udara dingin mencubit kulit mereka.“Kyai, apa yang sebenarnya ada di makam itu?” tanya Aji, mencoba memecah kesunyian yang menyesakkan.“Lindung Sukma adalah roh penjaga yang diciptakan untuk melindungi tanah ini di masa lalu,” jelas Kyai Hasan. “Namun, ketika keserakahan manusia menghancurkan keseimbangan alam, roh itu berubah menjadi kekuatan gelap. Sekarang, ia menjadi sumber dari semua kutukan ini.”“Apa mungkin kita bisa mengalahkan sesuatu yang sekuat itu?” tanya Murni ragu.“Kita harus mencobanya,” jawab Kyai Hasan tegas. “Kita tidak punya pilihan lain.”Setelah berjalan beberapa jam, mereka tiba di depan sebuah gerbang batu yang besar dan berlumut. Gerbang itu dihiasi dengan ukiran simbol-simbol aneh, mirip dengan yang mereka lihat

  • 40 Hari Setelah Kematian Bapak   Bab 99. Ketemu

    Murni dan Aji terus melangkah, meninggalkan rumah yang penuh tipuan itu. Mereka tahu perjuangan belum selesai. Desa Juwono masih dipenuhi misteri yang membelit, dan setiap sudutnya mengintai bahaya tak terduga.Kabut semakin pekat, membuat pandangan mereka terbatas. Langkah-langkah kecil terasa berat karena tanah berlumpur yang seakan menahan kaki mereka. Namun, tekad untuk menghentikan kutukan yang melanda desa terus memacu keberanian mereka.Saat mereka menyusuri jalan setapak yang sepi, terdengar suara-suara bisikan aneh dari arah pepohonan. Murni dan Aji berhenti, menatap sekitar dengan waspada. Pohon-pohon besar yang menjulang tampak seperti sosok hidup, ranting-rantingnya melambai-lambai seolah ingin menangkap mereka.“Jangan menoleh ke belakang, Ji,” bisik Murni.Aji mengangguk, tetapi tubuhnya gemetar. Ia bisa merasakan sesuatu mengikuti mereka, namun ia berusaha fokus pada langkah di depannya. Tiba-tiba, angin dingin bertiup kencang, membawa aroma busuk yang menusuk hidung. D

  • 40 Hari Setelah Kematian Bapak   Bab 98. Tipuan

    Murni dan Aji terus melangkah tanpa arah yang jelas, menyusuri jalan setapak yang penuh duri dan akar-akar pohon menjulur. Hutan itu gelap, hanya diterangi cahaya bulan yang remang-remang. Udara malam begitu dingin, seakan membekukan harapan yang tersisa. Tapi, di tengah keheningan itu, tekad untuk kembali ke desa mereka terus memupuk keberanian dalam hati.Setelah berjalan selama berjam-jam, mereka tiba di sebuah pondok kecil di tengah hutan. Pondok itu tampak tua dan nyaris roboh, tapi pintunya sedikit terbuka, mengisyaratkan kehadiran seseorang di dalamnya. Murni ragu sejenak, tapi kemudian mengetuk pintu dengan hati-hati.“Siapa di luar sana?” Suara tua dan serak terdengar dari dalam.“Kami… kami hanya butuh tempat untuk beristirahat,” jawab Murni dengan suara gemetar.Pintu terbuka perlahan, memperlihatkan seorang pria tua berambut putih kusut dengan jubah panjang yang tampak usang. Sorot matanya tajam, tapi ada kehangatan yang tersembunyi di balik kerut wajahnya. Ia memandang Mu

  • 40 Hari Setelah Kematian Bapak   Bab 97. Perlawanan

    Murni menarik Aji keluar dari kamar melalui pintu belakang, seperti yang diperintahkan Raharjo. Langkah mereka tergesa-gesa, namun bayangan dingin yang mengikuti di belakang mereka semakin menambah beban di dada. Setiap langkah terasa berat, udara malam yang dingin menusuk tulang, dan suara-suara samar di kejauhan mengiringi mereka, seperti bisikan yang tak dapat dimengerti.Aji meremas tangan kakaknya dengan kuat, takut kehilangan pegangan. Matanya berkaca-kaca, tubuhnya sedikit gemetar. “Mbak, sebenarnya siapa yang benar, dan siapa yang salah? Siapa yang teman dan siapa yang lawan?"Murni menoleh sejenak ke arah adiknya, namun pandangannya tertuju ke bayangan biru samar di kejauhan. Prana masih ada di sana, seperti melayang-layang, menjaga jarak namun tetap mengikuti mereka dengan langkah perlahan. Bayangan itu seperti pilar harapan yang menjulang di tengah kegelapan, meskipun aura misteriusnya tidak sepenuhnya membawa rasa aman."Sama sepertimu, Mbak juga masih bertanya-tanya, Ji.

  • 40 Hari Setelah Kematian Bapak   Bab 96. Raharjo Datang

    Murni menarik Aji ke belakang, tubuhnya gemetar hebat. Sosok di ambang pintu tetap diam, hanya menatap mereka dengan mata merah menyala. Suara napasnya terdengar berat, bergema di dalam rumah kosong itu. “Aji, jangan lihat ke arahnya!” bisik Murni, berusaha menyembunyikan ketakutannya. Ia melangkah mundur, perlahan menjauh dari pintu. Sebaliknya, Aji tak bisa mengalihkan pandangannya, seolah terhipnotis oleh tatapan makhluk itu. “Keluar…” Suara serak menggema dari sosok itu, pelan namun penuh ancaman. Kata itu seperti memerintah, memaksa, mengikat mereka dalam ketakutan. Murni menggeleng cepat. “Kita tidak boleh keluar! Pak Prawiro bilang jangan keluar!” Ia memeluk Aji erat, mencoba melindunginya meskipun tubuhnya sendiri gemetar tanpa henti. Sosok itu melangkah maju, kain kafannya berderak pelan seiring gerakannya. Setiap langkahnya membuat udara di dalam ruangan semakin dingin. Kabut tipis mulai merembes masuk melalui celah-celah dinding, membawa bau anyir yang membuat Murni mua

  • 40 Hari Setelah Kematian Bapak   Bab 95. Desa Misterius

    Murni dan Aji mengikuti Prawiro dengan langkah ragu, menembus hutan yang semakin gelap dan sunyi. Setiap langkah terasa berat, seolah-olah tanah di bawah kaki mereka mencoba menahan perjalanan mereka. Namun, tatapan tegas Prawiro memberikan rasa aman meski hanya sedikit. Obor kecil di tangannya menjadi satu-satunya sumber cahaya di tengah kegelapan malam. "Apa desa itu benar-benar aman, Pak?" tanya Murni, suaranya pelan namun penuh kekhawatiran. "Selama kalian berada di bawah perlindunganku, kalian akan aman," jawab Prawiro tanpa menoleh. Suaranya tegas, namun ada nada ketegangan yang sulit disembunyikan. Aji, yang berjalan di samping Murni, menarik-narik lengan kakaknya. "Mbak, kenapa kita nggak langsung pulang saja? Kenapa harus ke desa itu?" Murni menunduk, mencoba memberikan senyum yang menenangkan kepada adiknya. "Percaya sama Mbak, Ji. Kita akan baik-baik saja." Namun, jawaban itu tidak cukup menenangkan Aji. Ia merasakan sesuatu yang aneh sejak pria tua itu muncul, meski i

  • 40 Hari Setelah Kematian Bapak   Bab 94. Bantuan

    Di tengah malam yang sunyi, di rumah kecil Raharjo tempat Murni dan Aji tinggal, suara aneh mulai terdengar dari luar. Angin berhembus kencang, menciptakan suara desis seperti bisikan yang menyeramkan. Di dalam rumah, Murni memeluk Aji yang tertidur di pangkuannya. Ia merasa ada sesuatu yang tidak beres, tetapi tidak tahu pasti apa itu. Tiba-tiba, lampu di rumahnya berkedip-kedip sebelum padam sepenuhnya. Suasana menjadi gelap gulita, hanya diterangi oleh cahaya bulan yang samar-samar masuk melalui jendela. Dari luar, suara langkah berat terdengar, seolah ada sesuatu yang besar mendekat. Murni merasa napasnya tertahan, tubuhnya gemetar. Ia mencoba membangunkan Aji. Pintu rumah berderit pelan, lalu terbuka dengan sendirinya. Di ambang pintu, sosok itu muncul—Danyang. Tinggi, menyeramkan, dan mengeluarkan aura kegelapan yang begitu pekat. Matanya bersinar merah menyala, sementara tubuhnya diselimuti kabut hitam yang terus bergerak seperti hidup. Murni mundur, memeluk Aji erat-erat. "

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status