Share

Bab 32 : Cupik Emas

Penulis: Adil Perwira
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-30 21:00:00

Alindra pagi itu sedang sibuk menyirami tanaman obat, dia dibuat terkejut karena mendengar suara keribuatan yang bersumber dari arah pintu gerbang. Abirama lalu muncul dan berjalan menghampirinya, tampaknya sang kakak itu juga mendengar suara yang sama.

“Sepertinya sesuatu telah terjadi di depan sana,” kata Abirama kepada Alindra.

“Ayo kita coba lihat ke sana, Kakang” ajak Alindra, dia lalu meletakkan di tanah gayung yang tadi dipakainya untuk menyirami tanaman.

Mereka berdua segera bergegas mendatangi sumber keributan itu. Hanya baru beberapa langkah keduanya berjalan, tiba-tiba Janaloka pun muncul di hadapan mereka. Alindra dan Abirama merasa asing dengan tamu yang datang ini.

Janaloka menjura hormat kepada keduanya. Sambil tersenyum, dia pun berkata, “Maafkanlah aku yang sudah membuat keributan di tempat ini. Aku terpaksa memberi sedikit pelajaran pada empat murid yang tadi menghalangiku. Perkenalkan, namaku Janaloka, aku

Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • 4 PUSAKA PENAKLUK JAGAT   Bab 33 : Seseorang di Balik Argani

    Janaloka mengusap jengkot putihnya yang panjang. Dia berkata, “Kalau begitu, ini memang sudah saatnya akan terjadi peperangan besar antara kebaikan melawan kejahatan. Tugas kita adalah mempersiapkan diri. Cepat atau lambat, musuh pasti akan menyerang kita semua.”“Mungkin itu saja pesan yang bisa kusampaikan dari gusti prabu kepada kalian,” ujar Senopati Taraka kepada Abirama dan juga Alindra, ini sebagai tanda kalau dia masih harus mendatangi perguruan yang lain. “Jika kalian sudah punya waktu luang, aku harap segera menghadap ke istana dan menemui gusti Prabu Surya Buana.”Janaloka bertanya, “Setelah ini Tuan Senopati akan pergi kemana?”“Mungkin aku akan ke padepokan Lenggo Geni di seberang Sungai Pinang Muda. Aku hendak menemui Datuk Ancala Raya untuk menyampaikan pesan yang serupa kepadanya,” jawab Senopati Taraka. “Datuk Ancala Raya? Apakah pendekar sepuh itu masih hidup hingga hari ini?” Janaloka mengernyitkan kulit dahinya.“Iya, beliau masih hidup sampai sekarang walau umurn

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-31
  • 4 PUSAKA PENAKLUK JAGAT   Bab 34 : Tiga Sumpah Yang Tak Boleh Dillanggar

    Dalam sebuah desa di seberang Sungai Pinang Muda, Patrioda tengah melatih anak-anak murid padepokan Lenggo Geni. Ada empat puluhan orang yang sedang berlatih siang itu, sebagiannya lagi sedang beristirahat, dan sisanya yang ain menjalankan tugas menjaga gerbang padepokan.Patrioda berjalan di antara para murid, membimbing mereka dalam melakukan sikap kuda-kuda, membetulkan posisi tangan dan juga posisi mereka berdiri. Dia menguji kekokohan kuda-kuda setiap anak didiknya dengan menendang kaki mereka satu persatu.Di bawah terik mentari yang membakar kulit, murid-murid padepokan Lenggo Geni tetap semangat dan tidak manja. Mereka sadar kalau sebentar lagi akan ada perang besar antara aliran putih dan aliran hitam, sebab berita munculnya Persaudaraan Iblis telah sampai ke telinga Datuk Ancala, maka sedari sekaranglah padepokan Lenggo Geni membuat persiapan.Datuk Ancala Raya berdiri di depan pintu rumahnya. Dia mengenakan baju warna merah hati dan ikat kepala berwarna coklat. Pendekar sep

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-01
  • 4 PUSAKA PENAKLUK JAGAT   Bab 35 : Kegaduhan di Padepokan Lenggo Geni

    Celeng Ireng mengamuk seganas-ganasnya di area depan padepokan Lenggo Geni. Siluman berkepala babi itu membantai para murid tanpa belas kasihan. Siapa pun yang berani maju, langsung akan dia bunuh dengan tombak trisula miliknya yang bermata runcing.Di antara para murid ada yang coba melarikan diri, tapi Celeng Ireng bergerak sangat cepat, dengan sekali lompatan saja tubuhnya mampu melayang, dia lalu menendang satu persatu kepala setiap murid yang hendak kabur itu.Enam belas orang yang murid yang siap bertempur kemudian muncul dengan membawa golok, mereka berusaha menahan Celeng Ireng dengan berkeliling membentuk lingkaran. Inilah formasi yang dinamakan Lingkaran Naga Melilit Gunung.Bagi Celeng Ireng sangat mudah menghancurkan kepungan tersebut, diayunkannyalah tongkat trisula dengan kedua tangan seraya memutar badan, lalu deburan angin pun muncul dan membuat semua murid itu terpelanting.Empat puluh orang murid yang lain datang lagi dengan membawa senjata bambu runcing. Mereka hend

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-01
  • 4 PUSAKA PENAKLUK JAGAT   Bab 36 : Jurus Moncong Naga Menyambar Danau

    Semua anak murid bergerak menepi dan tidak lagi ikut campur. Ini adalah waktunya bagi guru besar mereka dan si kakak senior untuk menampilkan kebolehan bermain silat. Pertarungan dua lawan dua sebentar lagi akan dimulai, yaitu antara Datuk Ancala Raya dan Patrioda menghadapi dua pendekar dari Persaudaraan Iblis.Datuk Ancala Raya membuka gaya dengan gerakan bunga dan langkah silat khas dari aliran Lenggo Geni. Sementara di seberangnya, Jimbalang Loreng bersiap bagai seekor macan yang sedang mengawasi mangsa.Dalam waktu sejenak keduanya saling melempar tatapan, berbagi ketajaman sorot mata, seolah berusaha saling membaca dan menilai tingkat ketangguhan satu sama lain.Jimbalang Loreng pun mengawali serangan. Dia melompat ke depan, tangan kirinya terulur hendak mencengkram ke leher lawan. Jari-jarinya itu berhasil menyambar tepat sasaran dan mencekik kuat Datuk Ancala Raya. Inilah jurus Cakar Besi, teknik yang kerap dia gunakan untuk memutus aliran nafas lawannya. Tapi Datuk Ancala Ra

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-01
  • 4 PUSAKA PENAKLUK JAGAT   Bab 37 : Perubahan Wujud Jimbalang Loreng

    Di tempat yang tidak jauh dari ledakan besar tadi, Patrioda juga dengan gagahnya sedang menghadapi Celeng Ireng. Sudah beberapa kali ujung tongkat trisula yang bercabang tiga itu menyambar ke muka Patrioda, ke perut, dan juga ke lehernya, tapi dia bisa selamat tanpa terluka sedikit pun.Celeng Ireng dari semula memang sangat serius, ternyata dia adalah lawan yang seimbang untuk Patrioda. Keganasan siluman babi ini tidak bisa disepelekan, sebab tongkat trisula yang dia genggam seakan-akan memang haus darah dan hendak memburu nyawa.“Sudah cukup main-mainnya, Bocah Kunyuk!” bentak Celeng Ireng karena kesal. Dengan nada tinggi dia bertanya, “Mengapa dari tadi kau hanya menghindar dan tidak balik menyerang? Apa kau takut?”“Aku hanya ingin mengukur dahulu kehebatanmu,” jawab Patrioda, dia berucap demikian bermaksud untuk memancing amarah siluman babi itu. “Sekarang aku tahu, rupanya kau memang tidak mengerti ilmu silat

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-02
  • 4 PUSAKA PENAKLUK JAGAT   Bab 38 : Dendalam Lama Dewa Kalajengking

    Argani Bhadrika mendatangi puncak Gunung Ratri sendirian. Siang hari ini dia hendak menemui seorang tokoh aliran hitam yang bernama Kertabalakosa, karena Tongkat Tembaga Merah tidak mungkin bisa direbut dari tangan Nyai Parmadita jika hanya mengandalkan kekuatan Bayu Halimun dan Manik Maya saja.Argani sadar kalau dirinya sendiri juga tidak sanggup mengimbangi kesaktian Nyai Parmadita, hanya Kertabalakosa yang dapat membantunya dalam hal ini.Orang yang akan ditemui oleh Argani itu terkenal dengan julukan sebagai Dewa Kalajengking, dia bersembunyi di Gua Sarang Siluman yang dahulu pernah jadi tempat kediaman Iblis Hitam. Si Dewa Kalajengking ini sangat sadis, jahat, dan juga tidak punya rasa belas kasihan.Ketika telah sampai di depan pintu gua, Argani pun berseru, “Keluarlah kau, wahai Penyihir Kegelapan! Ada hal penting yang ingin kubicarakan denganmu.”Seorang pria tua yang bermata sayu dan berkulit keriput kemudian keluar dari dalam gua itu.Dia berjalan lambat sambil memakai tong

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-02
  • 4 PUSAKA PENAKLUK JAGAT   Bab 39 : Masih Muda, Tapi Haus Kedudukan.

    Janaloka dan Senopati Taraka akhirnya sampai di depan pintu gerbang padepokan Lenggo Geni. Mereka tidak ada melihat satu murid pun yang menjaga di gerbang itu, hal ini tentu menurut keduanya adalah sesuatu yang tidak biasa.“Aneh sekali, kemana para murid padepokan ini? Apa mereka semuanya sedang berada di dalam?” Janaloka berbicara pada Senopati Taraka sambil memandang jauh ke depan.“Entahlah, Ki. Ayo kita masuk saja ke dalam kalau begitu dan langsung menemui Datuk Ancala Raya,” usul Senopati Taraka.Janaloka mengangguk setuju. “Ayo, mari!”Sesampainya mereka di halaman rumah Datuk Ancala Raya, tampaklah sejumlah murid sedang berkumpul di sana. Tapi yang mengherankan bagi mereka adalah kenapa semua murid itu wajahnya lebam seperti habis kena pukul.Yang lebih mengejutkannya lagi, Janaloka dan Senopati Taraka melihat kalau ada banyak mayat-mayat yang disusun berbaris, dan pada bagian di paling depan ada satu mayat yang berselimut kain putih.Patrioda yang melihat kedatangan dua orang

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-02
  • 4 PUSAKA PENAKLUK JAGAT   Bab 40 : Perjalanan ke Gunung Payoda

    Di sore hari yang cerah awan jingga mempesona menghiasi langit, rumput ilalang di tepian sungai bergoyang diterpa angin bak para penari yang mengikuti irama musik, sekawanan burung telah selesai mencari makan dan terbang berbondong untuk pulang ke sarang mereka, suasana begitu tenang, dan seorang pengembala terlihat sedang membawa kambing-kambing peliharannya kembali dari padang rumput.Giandra saat itu tengah berkuda dalam perjalanan. Dari tempat ini dia sudah bisa melihat wujud Gunung Payoda yang tinggi menjulang di sebelah Barat. Karena berpapasan dengan seorang pengembala di jalan, Giandra pun berhenti sejenak untuk bertanya. Si pengembala ini tampak masih remaja, umurnya mungkin baru belasan tahun, dia mengenakan celana pendek dan bertelanjang dada. Pengembala itu mendongak dan memandang kepada Giandra yang duduk di atas kuda putih."Maaf, Kisanak, saya mau numpang bertanya. Apakah ada jalur yang cepat dan tidak terhalang hutan untuk menuju ke gunung itu.” Giandra menunjuk ke a

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-03

Bab terbaru

  • 4 PUSAKA PENAKLUK JAGAT   Bab 96 : Tiga Pemangku Adat Desa Baru Delima

    Sore hari di Desa Batu Delima para ketua adat dan juga pemuda-pemuda digemparkan oleh kedatangan Argani bersama rombonganya. Mereka kemari bertujuan mencari gadis-gadis perawan untuk menunaikan syarat dari Iblis Hitam.Dalam tradisi masyarat Desa Batu Delima ada tiga orang pria sepuh yang menduduki jabatan pemangku adat. Mereka dipilih karena dianggap sebagai tokoh yang paling dituakan, paling berilmu, dan paling bijaksana. Saat ini jabatan itu dipegang oleh Ki Kusuma, Ki Dharmawira, dan Ki Martadi.Yang usianya paling senja di antara tiga orang pemangku adat itu adalah Ki Martadi. Kakek tua ini berkepala botak, berkumis tebal dan berjenggot panjang yang sudah memutih bagaikan perak. Dia mengenakan jubah ungu dan berjalan memakai tongkat.“Kami sudah lama mendengar cerita tentang kelompok kalian. Kalian semua pasti adalah Persaudaraan Iblis yang kabarnya banyak membunuh pendekar aliran putih, benar begitukan? Kalian memang manusia-manusia jahat!” uja

  • 4 PUSAKA PENAKLUK JAGAT   Bab 95 : Diterimanya Damayanti Bergabung

    Prabu Surya Buana yang tadi hanya diam menonton kini sadar bahwa pertarungan dua orang ini sudah harus dihentikan sekarang. Sebab keduanya tampak akan saling mencelakai satu sama lain, tak mustahil kalau pertemuan dua jurus itu bisa membuat keduanya tewas!“Mpu Bhiantar, cepat hentikan mereka. Aku tidak ingin kalau dua pendekar ini jadi saling bunuh,” kata Prabu Surya Buana.Mpu Bhiantar pun segera melompat ke udara, dia lalu mendarat tepat di tengah Damayanti dan Patrioda yang akan saling beradu jurus maut.Pria tua itu langsung memukul bumi dengan telapak tangannya sambil bertariak, “Jurus Petir Memecah Bukit! Hiyaaa!”Cahaya kilat keemasan seketika menjalar di tanah, lalu terjadilah sebuah ledakan! Patrioda dan Damayanti sontak langsung menarik pukulan mereka dan bersalto ke belakang untuk menyelamatkan diri.Mpu Bhiantar menghela nafas. Dia menurunkan kembali tenaga dalamnya. Sekarang Damayanti dan Patrioda sudah berhent

  • 4 PUSAKA PENAKLUK JAGAT   Bab 94 : Beradu Jurus Pamungkas

    Seorang prajurit tiba-tiba datang dari balik pintu. Dia berjalan melewati semua orang, lalu berdiri tegak di depan Prabu Surya Buana dan menjura hormat.“Ampun beribu ampun, Gusti,” kata si pengawal itu berucap. “Di depan ada seorang pendekar wanita yang ingin memaksa masuk ke dalam istana. Para prajurit berusaha untuk mengusirnya, namun dia sangat kuat!”Prabu Surya Buana menarik badannya dari sandaran. “Seorang pendekar wanita? Apa dia datang dengan membawa surat undangan?”“Tidak, Gusti,” jawab si pengawal. “Pendekar wanita itu tidak membawa surat undangan, makanya kami berusaha mengusirnya, tapi dia melawan dan ingin tetap masuk. Wajahnya tertutup dengan cadar putih, dan dia juga membawa busur serta panah.”Patrioda lalu langsung berkata, “Bisa jadi itu adalah salah satu anggota Persaudaraan Iblis!” Dengan sangat yakin akan kehebatan dirinya, dia pun menjura hormat pada sang prabu. “Hamba akan menghadapi pendekar bajingan itu, Gusti. Bajingan itu tidak akan lolos dari hamba.”“Ber

  • 4 PUSAKA PENAKLUK JAGAT   Bab 93 : Suasana Panas di Ruangan Sang Prabu

    Ekspresi wajah Alindra tampak tidak suka melihat Patrioda yang baru datang dengan gaya selangit begitu. Dalam hati dia berucap, “Orang ini sok sekali, apa dia tidak merasa malu di hadapan prabu dan para senopatinya?”Prabu Surya Buana mengangguk. Dia tersenyum maklum melihat gaya Patioda, menurutnya ini adalah hal yang wajar karena usia Patrioda yang masih sangat muda.“Selamat datang Istana kerajaan Jayakasatara, Patrioda. Kuucapkan terimakasih karena kau telah bergabung bersama kami,” kata Prabu Surya Buana“Suatu kehormatan bagiku bisa membantu kerajaan,” ujar Patrioda seraya menundukkan kepala.Senopati Wibisana yang juga hadir di ruangan itu memangku tangan. Dia ikut jengkel melihat gaya Patrioda yang kelihatan sangat ingin cari muka di depan Prabu Surya Buana.Senopati Wibisana merasa kalau dia akan kesulitan bila harus menerima pemuda seperti Patrioda ini, sebab dari sikap badan Patrioda saja yang membusung angkuh sudah menunjukkan kalau dia akan jadi prajurit yang susah diatur

  • 4 PUSAKA PENAKLUK JAGAT   Bab 92 : Suara dari Luar Pintu

    Mpu Bhiantar datang dari balik pintu dan menghadap kepada Prabu Surya Buana. Dia langsung menjura hormat dan menundukkan pandangan. Ternyata di tempat itu hanya ada sang prabu bersama dengan dua orang senopatinya, sedangkan Patih Tubagus Dharmasuri masih belum kembali dari Desa Tanjung Bambu.Abirama dan Alindra ikut masuk bersama Mpu Bhiantar, keduanya pun berdiri tegak di belakang pria tua itu. mereka juga turut menjura hormat dan menundukkan kepala.“Semoga kesejahteraan dan kedamaian selalu terlimpah atas Gusti Prabu yang agung,” kata Mpu Bhiantar mengucap doa sebelum akan memperkenalkan para pendekar yang datang bersamanya.Prabu Surya Buana yang duduk di atas singgasana lalu menangkupkan telapak tangan. “Terimakasih atas doamu, Mpu Bhiantar. Siapakah dua orang yang kaubawa ini?”Senopati Taraka dan Senopati Wibisana yang tadi duduk di bawah anak tangga lalu bangkit berdiri untuk menghargai tamu kerajaan. Mereka tahu bahwa yan

  • 4 PUSAKA PENAKLUK JAGAT   Bab 91 : Senyuman Yang Tak Dibalas

    Pagi ini adalah pertamakalinya Patrioda datang ke ibu kota sendirian dengan mengendarai kuda. Sebelumnya dia sama sekali belum pernah menginjak wilayah tersebut.Tempat ini sangat ramai dan banyak para pedagang. Patrio da terus membawa kudanya berjalan ke depan sambil menikmati pemandangan di sekelilingnya.Satu minggu sudah lamanya perjalanan yang Patrioda tempuh, dari mulai menyeberangi Sungai Pinang Muda, melewati beberapa kadipaten, menembus belantara yang liar, dan hingga sampailah juga dirinya di tempat yang sangat dia dambakan itu, yakni Istana Kerjaan Jayakastara.Baru melihat pintu gerbang saja pikiran Patrioda sudah mulai mengkhayal jauh, dia membayangkan kalau suatu saat dirinya bisa memiliki kedudukan di istana ini sebagai panglima perang, tentulah dengan begitu derajatnya akan naik, dan nama Perguruan Lenggo Geni juga akan ikut terangkat.Salah satu dari dua pengawal yang menjaga pintu gerbang bertanya pada Patrioda, “Ada urusan apa kaudatang kemari?”Sambil membusungkan

  • 4 PUSAKA PENAKLUK JAGAT   Bab 90 : Tabib Istana Yang Awet Muda

    Setelah Abirama dan Alindra menempuh perjalanan panjang yang cukup jauh, akhirnya kakak dan adik itu tiba juga di Istana Kerajaan Jayakastara pada waktu pagi hari.Karena mereka sudah membawa surat undangan, maka mereka pun diizinkan masuk oleh para pengawal yang menjaga pintu gerbang.Baru beberapa langkah saja keduanya berjalan, kedatangan mereka langsung disambut hangat oleh Mpu Bhiantar. Dia sudah tahu dari Senopati Taraka kalau dua orang murid Nyai Maheswari ini akan bergabung dengan kerajaan. Mpu Bhiantar sangat senang bisa berjumpa mereka.“Selamat datang, Anak-anakku. Sudah begitu lama aku tak pernah lagi melihat kalian. Akhirnya sekarang kita bisa bertemu lagi,” kata Mpu Bhiantar sambil tersenyum.Abirama dan Alindra pun juga balas tersenyum dan menjura hormat. Wajah Mpu Bhiantar terlihat awet sangat muda bagai tak pernah berubah dari dulu. Dia berkulit putih tanpa jenggot atau pun kumis. Rambutnya hitam lurus dan panjang tanpa ditumb

  • 4 PUSAKA PENAKLUK JAGAT   Bab 89 : Cahaya Jati Diri

    Siang hari di dalam hutan yang tertutup pohon-pohon kayu ara, Giandra sedang berlatih ajian Tatapan Rajawali Menembus dibawah bimbingan Tubagus Dharmasuri. Dia sudah berhasil mencapai tingkatan kedelapan, hanya tinggal satu langkah lagi baginya untuk menyempurnakan sampai tingkat kesembilan.Di atas sebuah batu besar, Giandra bersila dan berkonstrasi, berusaha menghidupkan setiap pusaran tenaga dalam pada dirinya. Ini adalah proses penyatuan antara buana alit dan buana agung supaya dapat menyelaraskan jiwa dengan alam semesta.Tubagus Dharmasuri terus memperhatikan Giandra. Lelaki tua itu hanya diam sambil memangku tangannya ke belakang. Dia melihat bahwa peningkatan Giandra cukup bagus dari hari ke hari . Berbagai latihan yang sulit telah berhasil Giandra lewati hingga akhirnya sampai ke titik ini.“Rasakanlah pusaran kekuatan yang berkobar dalam dirimu. Bayangankan setiap pintu tenaga dalam di tubuhmu laksana roda yang berputar, pancaran tenaganya menjad

  • 4 PUSAKA PENAKLUK JAGAT   Bab 88 : Lima Jari Penghancur Tengkorak

    Persaudaraan Iblis telah berhasil mengumpulkan dua belas mayat anak kecil dan mengumpulkannya dalam sebuah gubuk tua. Anak-anak itu diculik secara paksa, lalu dibunuh dengan sangat kejam dan mayatnya dibawa ke tempat ini.Sebentar lagi Argani akan membelah dada mereka dan memakan jantung anak-anak itu. Karena demikianlah syarat yang diperintahkan oleh Iblis Hitam.Sebelum Argani akan melakukan perbuatan terkutuknya, tiba-tiba Panglima Sanca baru kembali setelah tadi sempat dicari-cari oleh yang lain. Dia datang sambil menggendong Aryajanggala yang dalam keadaan sekarat.Bayu Halimun langsung bertanya, “Ada apa lagi ini? Apa yang terjadi pada Taring Beruang?”Panglima Sanca menurunkan lelaki itu ke lantai dan menyandarkan tubuhnya ke dinding. Dia kemudian menatap pada semua orang di gubuk tersebut. “Taring Beruang telah terkena panah beracun. Dia harus secepatnya diobati, kalau tidak, dia bisa tewas.”Manik Maya pun mendekati

DMCA.com Protection Status