Home / Pendekar / 4 PUSAKA PENAKLUK JAGAT / Bab 40 : Perjalanan ke Gunung Payoda

Share

Bab 40 : Perjalanan ke Gunung Payoda

Author: Adil Perwira
last update Last Updated: 2024-11-03 09:06:08

Di sore hari yang cerah awan jingga mempesona menghiasi langit, rumput ilalang di tepian sungai bergoyang diterpa angin bak para penari yang mengikuti irama musik, sekawanan burung telah selesai mencari makan dan terbang berbondong untuk pulang ke sarang mereka, suasana begitu tenang, dan seorang pengembala terlihat sedang membawa kambing-kambing peliharannya kembali dari padang rumput.

Giandra saat itu tengah berkuda dalam perjalanan. Dari tempat ini dia sudah bisa melihat wujud Gunung Payoda yang tinggi menjulang di sebelah Barat. Karena berpapasan dengan seorang pengembala di jalan, Giandra pun berhenti sejenak untuk bertanya.

Si pengembala ini tampak masih remaja, umurnya mungkin baru belasan tahun, dia mengenakan celana pendek dan bertelanjang dada. Pengembala itu mendongak dan memandang kepada Giandra yang duduk di atas kuda putih.

"Maaf, Kisanak, saya mau numpang bertanya. Apakah ada jalur yang cepat dan tidak terhalang hutan untuk menuju ke gunung itu.” Giandra menunjuk ke a
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Related chapters

  • 4 PUSAKA PENAKLUK JAGAT   Bab 41 : Cambuk Penarik Daya

    Surya di barat sudah hampir terbenam, tapi kuda putih itu masih perkasa dan kuat berlari, jembatan gantung dan perkampungan telah dilewati, dan kini belantara yang liar hadir terbentang di hadapan Giandra.Semakin dia masuk ke dalam hutan itu, maka semakin terasalah keangkeran suasananya mulai menyapa batin Giandra. Apakah nanti akan muncul dedemit, hantu, atau bahkan siluman, semua harus Giandra hadapi bila dia tetap ingin meneruskan perjalanan ini.Jika memang sudah takdirnya akan bertemu rintangan, maka tak jua bisa dielakkan, begitulah yang Giandra yakini. Kengerian yang saat ini berbisik di hatinya bukanlah ketakutan terhadap makhluk halus, melainkan ancaman dari binatang buas yang lapar di malam hari, itulah yang lebih berbahaya.Matahari pun akhirnya semakin turun dan hampir menyentuh kaki cakrawala, warna pucat kini mendekap seluruh langit, menandakan kalau senja tak lama lagi akan berganti malam. Setelah cukup jauh menyusuri hutan seorang diri, Giandra pun akhirnya menemukan

    Last Updated : 2024-11-03
  • 4 PUSAKA PENAKLUK JAGAT   Bab 42 : Negeri Siluman Ular Kipas

    “Laki-laki ini harus dihukum! Ayo kita bawa dia ke istana,” kata gadis yang memegang cambuk itu pada kawan-kawannya.Para wanita cantik itu pun melompat dari dalam air dan terbang, Giandra juga ikut ditarik bersama dengan mereka. Sekarang Giandra bisa melihat kalau rupanya gadis-gadis itu hanya berwujud manusia sebatas dada saja, sedangkan ke bawahnya lagi tubuh mereka adalah ular.Batin Giandra penuh rasa campur aduk saat dirinya dibawa pergi dari danau itu, ada gugup, khawatir, aneh, dan juga seakan tidak percaya, sebab baru kali ini dia mendapatkan pengalaman diajak melayang tinggi melintasi langit seperti seekor burung.Perjalanan menuju Istana Ular Kipas bagaikan sebuah mimpi. Deburan angin kencang menerpa tubuh Giandra dan bergemuruh di telinganya. Dari ketinggian ini dia hanya bisa menyaksikan kegelapan hutan di bawah sana, dia sadar kalau sekarang tubuhnya melayang sekitar lima puluh tombak dari bumi.Akhirnya sampailah mereka di suatu

    Last Updated : 2024-11-04
  • 4 PUSAKA PENAKLUK JAGAT   Bab 43 : Putusnya Cambuk Panglima Gandari

    Giandra dan Panglima Gandari hanya diam menunggu keputusan dari sang puteri. Setelah wanita itu selesai menyapukan pandangannya ke segala bagian dari diri Giandra, dia pun penasaran, dia ingin tahu seberapa tangguhkah Giandra jika seandainya berduel dengan Gandari.Puteri Nilam Sari bangkit dari singgasananya dan berjalan menuruni tiga anak tangga. Dia berkata pada Giandra, “Kau terlihat perkasa dan tangguh. Apakah kau seorang pendekar?”“Apakah aku ini pendekar atau pun tidak, hal itu tidak dapat dibuktikan dengan jawaban lisan,” jawab Giandra.Alis puteri Nilam Sari yang lurus itu pun bergerak ke depan. Dengan sedikit tersenyum dia bertanya, “Oh, jadi kau ingin menantang panglimaku ini dengan sebuah pertarungan? Begitukah maksudmu?”Giandra menjura hormat dan berkata, “Hamba tidak menantang siapa pun, Tuan Puteri. Hamba hanya menjawab pertanyaan tuan puteri barusan.”Puteri Nilam Sari membalik badan. Dengan anggun dia berjalan meniti kembali anak tangga, lalu berputar dan duduk lagi

    Last Updated : 2024-11-04
  • 4 PUSAKA PENAKLUK JAGAT   Bab 44 : Godaan Puteri Nilam Sari

    Gadis panglima itu pelan-pelan berusaha untuk bangkit dari jatuhnya. Meski kakinya sekarang gemetar, tapi dia kembali memasang kuda-kuda. Baru kali ini Gandari menemukan lawan yang kuat. Sekarang dia tahu kalau Giandra bukan pendekar sembarangan.“Wanita ini masih belum menyerah juga,” batin Giandra tak habis pikir. Dia melihat kalau mulut Gandari sudah berlumuran darah sampai ke dagu.Untuk beberapa saat, si gadis panglima itu memainkan gerakan bunga silat seperti orang yang sedang menari, kemudian dia menunduk dan telapak tangan kirinya memukul lantai.Tiba-tiba bola mata Gandari berubah menjadi kuning keemasan, dari tubuhnya terpancar cahaya hijau yang sangat terang, sampai-sampai Giandra menutupi wajahnya dengan siku karena silau.Setelah cahaya itu lenyap, Giandra pun menurunkan tangannya dan kembali menatap ke depan, tiba-tiba Gandari sudah berubah wujud menjadi seekor ular raksasa.Puteri Nilam Sari yang duduk di atas singgasana pun tersenyum. Dia tahu kalau Gandari sudah menggu

    Last Updated : 2024-11-04
  • 4 PUSAKA PENAKLUK JAGAT   Bab 45 : Musim Semi di Relung Hati

    Tiba-tiba Giandra teringat dengan tujuannya semula, kepergiannya meninggalkan padepokan Rajawali Angkasa adalah untuk menghancurkan Gerombolan Nogo Ireng di puncak Gunung Payoda. Akhirnya Giandra pun menarik tangannya dari pegangan Puteri Nilam Sari, dia mundur ke belakang sebab perempuan itu semakin merapat padanya.Giandra berkata, “Maafkan aku, Tuan Puteri. Ada tugas yang mesti kulaksanakan. Aku harus secepatnya pergi dari sini.”“Enak saja kau ingin pergi buru-buru. Aku belum memberkanmu izin untuk meninggalkan istana ini,” ujar Puteri Nilam Sari.“Tapi tugask sangat penting. Tolong jangan halangi aku.” Giandra berharap puteri siluman itu tidak menyusahkannya.Puteri Nilam Sari pun berkata, “Masih ada satu tantangan lagi yang harus kaulakukan, barulah setelahnya kau boleh pergi dari sini, Tuan Pendekar”“Tantangan apa lagi itu?” tanya Giandra sambil mengernyitkan kening.“Menikahiku,” jawab Puteri Nilam Sari.“Hah, menikahi Tuan Puteri?” Kedua alis Giandra terangkat ke atas.Puter

    Last Updated : 2024-11-05
  • 4 PUSAKA PENAKLUK JAGAT   Bab 46 : Pangeran Kelelawar Yang Haus Darah

    Setelah Giandra berhasil keluar dari Istana Ular Kipas dan meninggalkan kerajaan itu, kini saatnya dia kembali melanjutkan perjalanan. Di dalam hutan yang hanya diterangi sinar bulan purnama dan cahaya bintang-bintang, kuda putihnya berlari cepat menembus kegelapan malam.Semak-semak belukar di sekitar Giandra seakan memanggil dirinya, menggodanya supaya menoleh ke kiri dan ke kanan, seolah ada bayangan manusia di sana, padahal hutan begitu sepi dan malam sudah sangat larut.Giandra tidak mau peduli, meski kadang bulu kuduknya juga merinding, dia menganggap kalau bayangan-bayangan yang tampak itu hanyalah halusinasi saja, sebab pikirannya telah terpengaruh oleh suasana malam yang mencekam.Sambil terus memacu kuda putihnya, tiba-tiba Giandra teringat lagi akan perkataan seorang pengembala yang sore tadi berjumpa dengannya di jalan, hutan ini katanya adalah sarang para dedemit dan juga siluman, apabila malam sudah semakin gelap, maka itulah waktu bagi mereka untu

    Last Updated : 2024-11-05
  • 4 PUSAKA PENAKLUK JAGAT   Bab 47 : Jurus Delapan Bayangan

    “Tadi kau hanya beruntung bisa selamat dari cakar mautku, tapi sebaiknya kau berhat-hati, karena aku tidak segan membunuhmu untuk mendapatkan darah!”Giandra mengepalkan tangan dan siap melanjutkan pertarungan. “Terserah kau saja, Paman Pangeran Kelelawar. Aku ingin tahu kau masih punya jurus apa lagi.”Pangeran Kelelawar lalu terbang melesat ke depan. Cakar sebelah kanannya terulur dan hendak mengincar leher Giandra. Tampaklah kalau kuku-kuku siluman itu sangat runcing, serangan ini bisa saja merobek daging Giandra!Giandra tidak mengelak, tapi dia berani menghadang serangan itu, dia memutar badan dan melakukan tendangan balik melingkar dengan kaki kanan.Pangeran Kelelawar yang melihat kaki Giandra melibas ke arah mukanya spontan menarik lagi lengannya yang sudah terulur dan meliukkan badan ke belakang “Wussss”, kaki Giandra hampir saja menghantam dagunya.Siluman itu membalas tendangan dari Giandra dengan melakukan tendangan sabit. Kaki kanannya mengayun deras ke kepala Giandra. De

    Last Updated : 2024-11-06
  • 4 PUSAKA PENAKLUK JAGAT   Bab 48 : Rayuan Duniawi Siluman Kera Putih

    Pertarungan dengan Mahesa Bhamantara tadi memang cukup mendebarkan bagi Giandra, alhasil sekarang dia lumayan lelah karena tenaganya banyak terkuras. Giandra berharap kalau selanjutnya perjalanan ini benar-benar akan mulus.Tapi walau bagaimana pun, waktu larut malam memang suasananya amat mencekam, tentu berbagai marahabaya bisa saja muncul di tengah hutan seperti ini. Sambil terus memacu kudanya berlari, Giandra coba menghitung-hitung, barangkali dia akan mencapai puncak Gunung Payoda saat matahari telah terbit, itu pun jika seandainya dia tidak berhenti untuk tidur sejenak.Taburan bintang masih berkelipan di langit, malam yang panjang meniupkan rasa letih pada otot-otot Giandra yang belum ada beristirahat. Cahaya pucat bulan purnama masih setia menerangi langkah kudanya menyusuri belantara yang sunyi. Giandra berusaha bertahan, dia terus memaksakan kedua matanya agar tetap melihat jalan.Harapannya akan perjalanan yang mulus ternyata tidak terjadi sesuai keinginan, tiba-tiba muncu

    Last Updated : 2024-11-07

Latest chapter

  • 4 PUSAKA PENAKLUK JAGAT   Bab 123 : Posisi Terciduk

    Di area yang lebih sepi dalam hutan, jauh dari tempat para prajurit berkumpul, di balik sebatang pohon besar yang akar-akarnya menjuntai ke bawah seperti rambut setan, Alindra hanya duduk berdua saja dengan Senopati Wibisana. Inilah saat dimana luka dalamnya akan segera dipulihkan.Alindra membelakangi sang senopati, dia melepas ikatan sabuk di pinggang dan mulai membuka baju, memperlihatkan punggungnya yang putih. Sebenarnya hal semacam ini tidak boleh dilakukan oleh sepasang pria dan wanita yang belum menikah, namun tak ada pilihan lain, hanya ini cara satu-satunya untuk mengobati luka Alindra.Meski punggung perempuan itu cukup membuat Senopati Wibisana jadi terpesona, tapi dia masih sadar kalau niatnya semata-mata ingin menolong Alindra, maka tak boleh ada pikiran kotor yang merasuki khayalannya.Tanpa menunggu lama, akhirnya Senopati Wibisana pun mulai membangkitkan tenaga dalam. Sesaat dia melakukan gerakan bunga silat, lalu mengarahkan kedua telapak tangannya ke punggung Alindr

  • 4 PUSAKA PENAKLUK JAGAT   Bab 122 : Kenangan Tak Terlupakan

    Di tempat yang berjarak cukup jauh dari lokasi para pendekar dan prajurit kerajaan, Persaudaraan Iblis saat itu juga sedang menyusun rencana, mereka membicarakan tentang strategi untuk menyambut kedatangan lawan.Seorang anggota baru telah muncul dan ikut bergabung. Dia adalah Prabaswara, lelaki kepercayaan Panglima Sanca yang biasa menggantikannya dalam mengetuai Gerombolan Nogo Ireng.Dahulu sewaktu Giandra menyerang ke Gunung Payoda sendirian, pernah terjadi pertarungan antara dia dengan lelaki ini. Prabaswara dibuat sekarat oleh Giandra dan bahkan hampir mati. Peristiwa tersebut pun jadi kenangan yang tak akan dilupakan oleh Prabaswara.Hari ini dendam lama itu berkobar, Prabaswara masih ingat wajah Giandra, sosok pendekar yang pernah membuatnya jatuh dari atap rumah hingga muntah darah di lantai.“Apa kau ingin menuntut balas pada pemuda yang tempo hari mengalahkanmu itu?” tanya Panglima Sanca. Dia tahu kalau ada kebencian yang masih terpendam di hati Prabaswara.“Aku sangat ingi

  • 4 PUSAKA PENAKLUK JAGAT   Bab 121 : Rasa Perhatian Yang Spesial

    Setelah pertarungan besar babak pertama selesai, masih ada tujuh ratus orang lagi dari prajurit kerajaan yang tersisa. Namun yang memilukan, Abirama akhirnya menghembuskan nafas terakhir dalam pelukan sang adik.Senopati Wibisana coba mendekat ke Alindra. Wanita itu masih menangis dan memeluk erat sang kakang yang sudah tak bernyawa lagi. Dengan perasaan iba, dia pun duduk di samping Alindra dan berusaha menabahkan.“Bersabarlah, Alindra. Kakangmu adalah seorang pendekar sejati. Dia sudah berjuang dalam pertempuran ini. Jiwanya pasti ditempatkan di Swargaloka yang agung.”Bola mata Alindra basah berlinangan, duka citanya begitu mendalam, dengan tatapan yang sayu, dia melihat ke Senopati Wibisana.“Kakang Abirama tewas karena melindungiku. Dia rela mengobarkan jiwanya untuk menyelamatkanku.”Senopati Wibisana hanya bisa mengangguk. Dia mengerti kesedihan di hati Alindra saat ini. Memang bukan hal yang mudah jika harus berpisah dari seorang saudara kandung yang selama ini selalu menjaga

  • 4 PUSAKA PENAKLUK JAGAT   Bab 120 : Kobaran Api Biru

    Setelah membalaskan kematian gurunya pada Manik Maya, Alindra secepatnya menghampiri Abirama yang tadi terkena serbuk racun. Kedua mata Kakangnya itu sudah tak bisa melihat lagi, sebab Serbuk Tujuh Bunga telah merusak kornea matanya.Alindra duduk di sebelah Abirama dan memeluk pundak kakangnya itu. Dia merasakan kalau badan Abirama sangat panas. Ini adalah dampak buruk dari pengaruh racun yang terhirup.“Kakang harus bertahan! Percayalah, Paman Mpu Bhiantar pasti bisa mengobatimu. Aku yakin kalau dia masih menyimpan serbuk Cendawan Biru.”Sambil berpejam dan tersenyum, walau menahan sakit, Abirama berkata dengan suara serak, “Sudahlah, Adikku. Sudahlah terlambat untuk kembali ke istana dan berobat dengan paman Mpu. Ajalku sebentar lagi akan tiba. Yang terpenting kau telah membalaskan kematian guru kita.”“Jangan bicara begitu, Kakang! Kakang pasti akan diobati secepatnya. Bertahanlah!”Abirama menggenggam tangan kanan sang adik yang dari tadi memeluknya erat. Dia menghadapkan mukanya

  • 4 PUSAKA PENAKLUK JAGAT   Bab 119 : Hadiah Pukulan Terakhir

    Selagi Abirama, Patrioda, dan Senopati Wibisana sibuk menolong para prajurit yang dibantai oleh Gerombolan Kelabang Merah, Manik Maya akhirnya melompat turun dari atas pohon. Kini dia berdiri tegak di hadapan Alindra dan menantangnya bertarung.“Sudah bertahun lamanya aku menunggu saat ini tiba. Hari ini kau tak akan selamat dari senjata trisulaku!”“Heh, kau yakin sekali mampu mengalahkanku. Justru dirimulah yang akan jadi bangkai di hutan ini. Bersiaplah!”Manik Maya menghunuskan pedang dari dalam sarung. Dia bergerak maju dan melibaskan serangan. Sabetan demi sabetan datang beruntun memburu Alindra, kecepatan Manik Maya dalam bermain jurus memang tak boleh dianggap remeh.“Ting! Ting! Ting!” Berulangkali pedang tajam itu berbenturan dengan sepasang trisula yang Alindra genggam. Hingga saat ada kesempatan untuk membalas serangan, Alindra bergerak cepat memutar badan, dia menghantam pipi Manik Maya dengan siku kirinya

  • 4 PUSAKA PENAKLUK JAGAT   Bab 118 : Awal Mula Perang

    Sebagaimana perintah yang diamanatkan oleh Tubagus Dharmasuri, maka kini Senopati Wibisana, keempat pendekar, dan seribu orang prajurit yang menyertainya mulai berkeliling menyusuri kawasan di lereng Gunung Ratri.“Aku berharap para pendekar ini bisa kompak saat melawan musuh, lebih lagi si Patrioda, dia amat sombong dan susah diatur,” batin Senopati Wibisana, hatinya merasa cemas.Baru saja keangkuhannya redup sejenak, kini Patrioda sudah mulai lagi berucap sok hebat. “Mana musuh-musuh kita? Heh, tampaknya mereka takut dan tidak berani keluar. Seperti kucing saja Persaudaraan Iblis ini.”“Kita harus tetap waspada. Jangan menganggap remeh lawan. Siapa tahu mereka sedang mengintai kita saat ini,” ujar Senopati Wibisana mengingatkan.Tiba-tiba kemudian, Damayanti mencabut sebilah anak panah dan melepaskannya ke arah semak-semak. Dia tahu kalau ada yang tengah bersembunyi di tempat itu.“Ada apa, Damayanti?&rd

  • 4 PUSAKA PENAKLUK JAGAT   Bab 117 : Saling Mengatur Strategi Perang

    Pagi hari saat surya baru mulai terbit di langit timur, sekitar dua ribu orang prajurit tengah berkumpul di depan pintu gerbang Istana Kerajaan Jayakastara. Pagi ini mereka bersiap-siap untuk melakukan penggempuran ke lokasi yang jadi tempat persembunyian Persaudaraan Iblis.Patih Tubagus Dharmasuri, selaku komandan tertinggi yang bertugas memimpin seluruh pasukan, berdiri tegak di hadapan para prajuritnya, para senopati, dan juga para pendekar. Laki-laki tua itu menyampaikan pidato sebelum sebelum mereka akan bergerak ke sarang musuh.“Sekarang telah tiba waktunya bagi kita untuk memusnahkan Persaudaraan Iblis yang selama ini meresahkan masyarakat. Demi melindungi umat manusia, dan demi mempertahankan kerajaan Jayakastara, aku harap kalian sudah siap bertempur walau hingga titik darah penghabisan. Apa kalian sanggup!”“Ya, kami sanggup!” sahut semua yang hadir dengan penuh semangat.“Bagus, itulah kesetiaan yang diinginkan o

  • 4 PUSAKA PENAKLUK JAGAT   Bab 116 : Dendam Kesumat Nyai Jamanika

    Semua anggota Persaudaraan Iblis saling merapat satu sama lain. Mereka ngeri dengan apa yang sebentar lagi akan terjadi. Dunia bagaikan hendak kiamat. Berulangkali suara guntur meraung-raung di angkasa!“Gawat! Argani sudah benar-benar mencapai puncak amarahnya. Dia akan menggunakan jurus Hujan Halilintar Menggempur Bumi,” sebut Jimbalang Loreng memberitahu pada teman-temannya.“Hah, jurus Halilintar Menggempur Bumi? Darimana kau bisa tahu kalau ketua kita memiliki ilmu semacama itu?” tanya Manik Maya serasa tak percaya.“Dia pernah mengisahkannya padaku,” jawab Jimbalang Loreng. “Jurus ini merupakan puncak tertinggi dari ajian Tatapan Rajawali Menembus Awan sejauh yang dikuasai oleh Argani. Aku khawatir kalau dia akan kehilangan kesadarannya akibat pengaruh dari kedahsyatan jurus ini.”Panglima Sanca terus memperhatikan betapa seram pemandangan di langit. Dia rasa kalau sebentar lagi sambaran-sambaran petir yang bertubi-tubi akan turun dari atas sana. Bukan hanya Nyai Jamanika yang n

  • 4 PUSAKA PENAKLUK JAGAT   Bab 115 : Puncak Kemarahan Argani Bhadrika

    “Hmmh.” Nafas Nyai Jamanika berdengus seperti banteng. Tatapan matanya yang mengerikan memandangi pada semua orang satu persatu bak singa kelaparan.Semua anggota Persaudaraan Iblis yang hadir di tempat itu merasakan aura kegelapan yang sangat kuat terpancar dari si nenek peot tersebut. Padahal tadi energinya terasa biasa-biasa saja, namun sekarang Nyai Jamanika sudah mulai menampakkan kalau dia bukanlah nenek sembarangan.Jimbalang Loreng dan para anggota yang lain akhirnya gentar. Semakin lama pancaran aura kegelapan si nenek itu semakin meningkat. Apakah tak lama lagi dia akan mengamuk di sarang Persaudaraan Iblis? Jika hal itu terjadi, maka tak ada satu pun yang mampu menandingi kesaktiannya.“Tenanglah, hai Nyai,” bujuk Panglima Sanca. “Sebentar lagi ketua kami akan datang ke sini. Kami tak ingin kalau harus ribut denganmu.”Nyai Jamanika tersenyum kecut. Dia kembali memandangi semua orang dengan sorot matanya yang tajam. “Aku tidak suka kalau harus lama-lama menunggu. Sepertinya

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status