Seok Hoon terbangun dari tidurnya yang sangat pulas, ia memegang kepalanya yang sangat pusing. Semalam dia menghabiskan waktunya di bar sendirian untuk melampiaskan amarahnya. Terdengar suara pintu terbuka, Ruka masuk sambil membawa nampan berisi sup penghilang mabuk. Dia letakkan di meja nampan itu, lalu membuka gorden di kamar Seok Hoon agar cahaya matahari bisa masuk dan menyadarkan anaknya itu. Ruka lalu duduk di ranjang milik Seok Hoon. "Kau sudah bangun? Kau baik-baik saja?" tanya Ruka dengan lembut. Ia memijat kaki Seok Hoon dengan pelan, dilihatnya anaknya itu masih mengumpulkan segala kesadarannya. Ruka menghela napas pelan lalu mengambil nampan yang dibawanya. "Ayo, kau harus makan ini." bujuk Ruka sambil memberikan nampan itu kepada Seok Hoon. "Siapa yang mengantarku pulang tadi malam?" tanya Seok Hoon dengan wajah polosnya. Ruka meletakkan kembali nampan itu ke meja, ia kemudian menarik napas dalam-dalam. "Vivian, kau pulang jam 1 tadi malam. Apa kau tahu seberapa ce
Shino memajang bunga edelweis yang tak sempat ia berikan pada ibu Seok Hoon, dia lupa bahwa dia berniat membawa bunga itu untuk Ruka. Karena sudah terlanjur, ia pun menaruh bunga itu di kamarnya. Shino keluar dari kamarnya sambil tersenyum riang menghampiri Adam yang sedang memasak sarapan pagi. Ia berdiri di samping Adam mengintipnya mengiris daun bawang. Wanita itu kemudian duduk bersama Taki di pangkuannya. "Kapan kita akan ke rumah Seok Hoon lagi?" tanya Adam. "Entahlah, dia belum meneleponku sejak aku pulang dari rumahnya. Mungkin dia sedang sibuk, sebentar lagi kan drama barunya akan tayang di televisi." ungkap Shino sambil memeluk Taki dengan gemas. "Bagaimana dengan Jiho? Apa kau tidak berniat mencari informasi tentang dirinya?" Adam menatap wanita itu dari dapur. "Pak Jung sedang sibuk, dia katanya masih mengurus acara di rumahnya. Apa aku menyuruh Kento saja?" Adam menatap ke atas berpikir sejenak, "Dia mungkin sedang membantu Pak Jung. Selain dia, tidak adakah?" Shino
Berry duduk di sofa milik Shino dengan Shino dan Adam yang duduk di depannya, mereka berdua duduk agar berjauhan. Karena melihat Berry yang tampak histeris melihat mereka berdua. Saat ini Berry sedang terdiam sambil menatap kedua orang itu, banyak pikiran yang merasuki dirinya. "Apa kau, ah tidak. Apa kalian selama tinggal bersama?" tanya Berry dengan memastikan bahwa yang ada di matanya ini benar. Adam menoleh ke arah Shino berharap Shino saja yang mengatakan jawabannya. Shino menghela napas pelan, ia menggangukkan kepalanya dengan cepat. "Tapi kita tidak satu kamar," "Ya harus itu!" jawab Berry dengan cepat. Shino mengerutkan dahinya lalu tersenyum miring, "Adam, tolong kau ambilkan jus untuk Berry di kulkas." Adam pun menuju dapur dan mengambil jus jambu sesuai permintaan Shino. Mata Berry menatap Adam dari jauh. "Bu Shino, apa anda tidak takut tinggal serumah dengan pria itu. Wajahnya seperti mafia." bisik Berry pada Shino. "Awalnya begitu, tapi ternyata cukup enak tingga
Sebuah mobil Porsche datang melintas menuju kediaman keluarga Pak Kim. Pak Jung datang bersama istrinya, Vivian, Ken dan anak perempuannya serta menantunya. Pak Kim menyambut mereka dengan hangat, Ruka dan sekeluarga pun ikut menyambut kedatangan calon besannya itu. Sedangkan Seok Hoon entah kemana dia berada saat ini, wajah Joon terlihat gelisah karena anak pertamanya tidak kunjung muncul. "Jiho, kemana kakakmu?!" bisik Joon sambil memasang wajah geram. Jiho mengangkat bahunya tanda tak tahu keberadaan kakaknya, Jaekyung dan adiknya yang lain pun juga tak tahu. "Pa, Seok Hoon kemana?! Kita akan dimarahi ayah jika Seok Hoon tidak muncul sekarang!" gumam pelan Ruka pada Joon. Joon hanya meringis lalu berniat masuk ke dalam rumah untuk mencari Seok Hoon, tetapi langkahnya terhenti saat Seok Hoon sudah berada di balik pintu itu dan keluar. "Kau kemana saja?!! Papa dan mama bingung mencarimu?!" gerutu Joon lalu ia kembali berdiri di samping Ruka. Pak Jung keluar bersamaan dengan sem
Vivi merapatkan bibirnya dan tangannya terkepal, wajahnya berubah menjadi merah padam. Setelah Seok Hoon berkata seperti itu, ia merasa dirinya terhina dan tidak berharga di hadapan Seok Hoon. Vivi menggertakkan giginya lalu ia menarik napas dalam-dalam dan menghembuskannya dengan pelan. Ia berusaha tersenyum kembali walaupun bibirnya terasa kaku. Setetes air mata yang hampir jatuh ke pipinya ia seka dengan kasar. "Jangan goyah, Vivi. Ini hanya permulaan, tidak apa-apa kau harus berjuang lebih keras lagi. Ini adalah kesempatan terakhirmu." gumam Vivi sambil melemaskan tangannya yang terkepal dengan kuat. Vivi melangkahkan kakinya dengan halus, ia tak usah bersedih hanyabkarena hal sepele seperti itu. Tekadnya sudah kuat, dia akan menerjang segala tantangan yang terjadi di antara dirinya dan Seok Hoon. Dia akan terus mengejar pria itu sampai dia luluh padanya. ..... Di ruang tamu, hanya ada Ruka dan nenek Vivi disana. Pak Kim dan Pak Jung sedang berada di meja kerja Pak Kim. Saat i
Berry bangun dari tidurnya dan kemudian memasuki kamar mandi, ia hari ini akan menghadiri sebuah acara penting menyangkut misi yang diberikan Shino padanya. Setelah selesai mandi, ia memakai sebuah pakaian bak karakter game. Dia memoles wajahnya semirip mungkin dengan karakter game yang ditirunya. Dia hari ini akan cosplay di suatu event game yang akan dihadiri Jiho. Berry sudah merencanakannya dari awal, dan akan mulai mendekati Jiho dari hobinya. "Wah, lihat dirimu Berry. Kau imut sekali seperti wanita dimensi lain," Berry berputar sambil melihat pantulan dirinya di kaca. Berry kemudian tersenyum nyengir karena make up nya berhasil membuat dirinya secantik mungkin, orang-orang tidak akan mengira dia seorang pegawai Al Entertainment. Berry kemudian mengambil kunci mobilnya dan berangkat menuju tempat event tersebut. Di sisi lain, Jiho memakai hoodie abu-abu miliknya dan masker berwarna hitam. Dia kemudian berangkat menggunakan bus umum. Ia tak mau terlihat mencolok dan menunjukka
"Apa sekarang aku bisa menjadi pacarmu?" tanya Berry dengan nafas yang tersengal-sengal akibat berlari. Jiho menatap wanita itu dengan terkejut, tangannya gemetar dan ia juga merasakan dirinya mulai merinding. Ada apa dengan wanita ini, apa dia benar-benar serius? "Di-dimana kau menemukan buku in--" "Ayo, kita makan. Tadi kau bilang lapar kan?" sela Berry sambil menarik tangan lurus cowok itu. Ia sesekali tersenyum manis kepada Jiho. Jiho menelan ludahnya dengan susah payah, apa yang harus dilakukannya sekarang. Padahal, dia hanya bercanda tadi. Ia tidak tahu jika akan benar terjadi seperti ini. Ini diluar dugaannya dan sangat aneh. Apa dia harus berlari diam-diam meninggalkan gadis itu, dia tidak akan dilaporkan ke polisi kan? Jiho melirik daerah sekitarnya sambil mencari celah untuk lari dari wanita yang tidak mau melepaskan genggamannya ini. "Kita makan ramen saja disini ya?" ajak Berry sambil mencari kursi yang kosong. Setelah matanya menangkap satu meja kosong, ia segera p
Berry menaikkan kacamatanya yang merosot dari hidungnya. Dengan kaki yang duduk di atas dan mulut yang terus mengunyah permen karet, ia menelusuri segala sosial media milik Jiho. Dan mencari tahu informasi rumahnya dan sebagainya. Sudah sejak pagi tadi ia pulang dari rumah Shino dan sampai sekarang belum mandi sama sekali, ia masih berkutat di depan komputernya. Mendalami semua soal Jiho. Mulai dari hobinya, pekerjaannya, dan kesibukan sehari-harinya. "Jay!" seru Berry sambil mengetikkan sesuatu di komputernya. Jay, adik kandung Berry yang masih berumur 18 tahun dan masih SMA. Dia adalah adik laki-laki Berry satu-satunya yang memiliki hobi mirip dengan Jiho. Berry memutar bola matanya malas, ia menarik napas dalam-dalam. "Jay!!! Apa kau tuli?!!" teriak Berry sekuat tenaga. Seorang laki-laki masuk dengan mata masih menyipit, dia tampak habis bangun tidur. Jay mengusap wajahnya dengan kasar. "Jangan teriak-teriak! Kau kira ini masih sore?! Ini sudah tengah malam, mata empat!" seru