“Apa?! Aleeka tidak ada? Apa kau sudah mencarinya ke semua tempat? Barangkali dia pindah ke tempat lain untuk membeli sesuatu”Daniel nampak cemas saat dia mendapat telpon dari supir pribadinya yang mengabarkan bahwa Aleeka tidak ada di restoran tempat terakhir kali dia meninggalkanya, dengan tergesa-gesa dia pun berjalan hendak kembali ke restoran tadi. Daniel merasa menyesal bahwa dia telah meninggalkan Aleeka seorang diri disana, terlebih hal penting yang dibicarakan oleh ayahnya adalah perjodohanya dengan putri dari sahabat ayahnya demi kepentingan bisnis.“Tetap disana dan cari ke semua tempat” ucap Daniel sebelum dia menutup telpon dan bergegas pergi, hingga melupakan ponselnya yang di lemparkanya ke atas ranjang saat meraih kunci mobil dan mengenakan kembali kemejanya.Ayah Daniel yang melihat putranya hendak kembali meninggalkan rumah berusaha menahan kepergian putra semata wayangnya itu, dan terjadi perdebatan antara ayah dan anak.“Apa susahnya kau menuruti omongan orangtua
Sisilia, Italia.Disebuah rumah sakit, tepatnya di taman saping rumah sakit terbesar disana. Dua orang wanita sedang duduk bersantai sambil menikmati secangkir teh hangat di tanganya masing-masing.“Jadi selama ini kau berada di Italia? Mengapa kau tak pernah sekalipun menelponku?”“Ini karena perintah kakak kandungku, Prabhu. Dia menyuruhku untuk memutuskan seluruh komunikasi dengan semua orang, karena Darius sudah mengumumkan berita kematianku pasca melahirkan ke publik, jadi mau tak mau aku harus bersembunyi, jika tidak Felisha dan antek-anteknya tetap akan mencariku serta berusaha membunuhku lagi”“Kau tau Rulita? Hingga detik ini aku sama sekali tak habis pikir dengan kelakuan suamimu itu, Darius sangat bodoh menyia-nyiakan istrinya dan bahkan menganggapmu berselingkuh, padahal kala itu Samuel hanya bermaksud menolongmu, terlebih dia juga sudah menikah dan amat mencintai istrinya”Kedua wanita berusia 45 tahun itu yang tak lain adalah Nancy dan Rulita sedang mengobrol sambil meng
"Jangan mengetes kesabaranku, Aqeela." Mendengar ucapan pria berjas hitam di hadapannya, gadis itu cemberut. Tampak tidak senang. Wajahnya memerah dan fokus matanya tampak kabur, seperti sedang mabuk.Namun, ia tidak menuruti ucapan pria itu dan justru menarik leher sosok gagah itu agar mendekat padanya. Tanpa menunggu lagi, gadis itu melumat bibirnya, mencoba menghilangkan haus yang sangat menyiksa. Tangannya meraba dada bidang terbalut jas rapi. Tangan lainnya yang berada di leher si pria menekan untuk mendalamkan ciuman mereka."Cukup." Pria itu menarik diri, melepaskan rangkulan si gadis. Ia tampak frustrasi. "Kamu mabuk."Bibir gadis di hadapannya merekah sempurna, tampak menggoda. Belum lagi pakaian pesta yang tengah digunakan oleh perempuan itu sudah berantakan--menambah kesan seksi sekaligus menggoda."Istiharatlah. Jangan melakukan sesuatu yang nanti kamu sesali." Pria itu, Sean, kembali berucap. Sekuat tenaga, ia mencoba mengendalikan diri. Setelah itu, ia berbalik pergi.Namun,
“Pesandari siapa, Sayang?”Kaget,Aleeka langsung membalikkan handphonenya. Tidak tahu Sean sudah bangun.“Bukandari siapa-siapa,” jawab Aleeka buru-buru. Aleeka berharap dia tidak terlihatgelagapan di mata Sean.“Emm,”jawab Sean malas sambil mempererat pelukannya, menarik Aleeka bersandar di dadabidangnya. lalu mengecup puncak kepala Aleeka. “Apamasih sakit?” tanya Sean lagi sambil menenggelamkan wajahnya di tengkukAleeka.Maludan menyesal, itulah yang Aleeka rasakan. Mengingat Aleeka-lah yang memulaikegilaan semalam. Dia menutup wajahnya dengan kedua tangan, menggeleng. Apayang sebenarnya dia minum malam kemarin? Bagaimana bisa dia bisa hilang kendaliseperti itu?“Ma-maafsoal semalam, aku mabuk dan tidak sadar berbuat seperti itu padamu,” gumamAleeka. “Tidakmasalah, tapi kedepannya kamu tidak boleh mabuk jika tidak bersamaku,” Seanmenjawab dengan santai.Mendengarucapan Sean, Aleeka hanya bisa tersenyum miris. Kalau Aqeela tahu apa yangsudah dia lakukan. Pasti Ale
“Aqeela sayang, tidak bisa kamu pergi nanti saat kamu sudah sehat sepenuhnya,” ucap Liliana saat Aleeka pamit untuk pergi.Aleeka berbohong pada Liliana, kalau dia pergi untuk bertemu teman-teman sekolahnya dulu.Malam itu, saat hasil tes menunjukan positif, Aleeka lemas. Dia bingung harus bagaimana. Apakah dia harus merelakan bayi itu pergi tanpa lahir ke dunia, atau membesarkannya seorang diri. Tapi bagaimana, penghasilannya bahkan tidak cukup untuk membayar pengobatan ibu asuhnya.Ting!Bunyi notifikasi muncul, ada chat masuk dari Aqeela.[Jangan telat, aku tunggu di hotel dekat bandara sesuai perjanjian kita, besok.]Perjanjian antara Aleeka dan Aqeela akhirnya akan berakhir. Usaha Aqeela untuk menjadi model ternama di Paris tidak membuahkan hasil, membuat Aqeela kembali lebih cepat dari perjanjian awal.Aleeka membalas pesan itu, dan mulai bersiap. Fokus Aleeka saat ini untuk segera pergi dari kediaman Genaaro, pergi sejauh mungkin dari Aqeela dan Sean. Dia harus menyembunyikan k
Aleeka bernapas lega kembali menghirup udara di negara Singapura, tempat dia tumbuh dari bayi hingga sekarang ini, taksi yang membawanya sudah sampai di gedung apartemen yang selama ini ditinggalinya dengan ibu asuhnya. “Akhirnya aku pulang” Aleeka menarik napas dalam dan menghembuskanya perlahan, menatap tatanan kota yang dirindukanya. Aleeka tinggal di lantai sepuluh gedung tersebut, flatnya terdiri dari 2 lantai, dengan kamar pribadi Aleeka berada di lantai atas. Apartemen itu sebenarnya pemberian dari ayah kandungnya, Darius Widjaya. Ting Lift yang membawa Aleeka telah sampai di lantai yang di tuju, Aleeka buru-buru mengeluarkan kunci dan membuka pintunya. “Nancy..” teriak Aleeka tak sabar ingin memeluk ibu asuhnya tersebut. Seorang wanita paruh baya dengan tubuh kurus keluar dari salah satu kamar, Aleeka langsung memeluk Nancy dengan rasa haru, betapa dia merindukan sosok wanita yang merawat dan membesarkanya dari bayi dengan penuh kasih sayang, bahkan Nancy tidak menikah han
Aleeka terlihat gugup saat dirinya ditempatkan di ruang IGD, menunggu dokter yang akan memeriksanya tiba, dia bahkan tak menyadari saat Gibran, pemuda yang menolongnya berpamitan untuk pergi. Hanya Nancy yang mengucapkan terimakasih pada Gibran sebelum pria berwajah tampan itu meninggalkan rumah sakit.“Aleeka, kau baik-baik saja kan selama di Jakarta sana? Mengapa aku merasa kau terlihat lebih pucat dan lemah setelah kembali dari sana?” Nancy mengusap lembut lengan Aleeka penuh kasih, dia benar-benar mengkhawatirkan kondisi Aleeka saat ini.“Nancy, aku... ehm.. begini Nancy... sebenarnya aku-“Belum sempat Aleeka menyelesaikan kalimatnya, dokter yang di tunggu pun tiba. Gadis berusia 23 tahun itu pun mengikuti arahan sang dokter yang memeriksanya, hingga dokter tersebut menyarankan dirinya untuk memeriksakan diri ke dokter obgyn.Aleeka sebenarnya sudah tau apa yang akan dikatakan oleh dokter, namun karena Nancy berkeras untuk menuruti semua anjuran dokter, maka mereka pun kini suda
“Apa yang sudah kau lakukan Aleeka? kau membuat kekacauan disini! sudah kukatakan jaga sikapmu! Jangan pernah mendekati apalagi merayu calon suamiku, tapi apa nyatanya hah?! Kau membuat semua rencanaku jadi berantakan” Suara Aqeela langsung terdengar nyaring begitu Aleeka menggeser tombol hijau di ponselnya, sampai-sampai dia harus menjauhkan benda tersebut dari telinganya. “Apa maksudmu Aqeela?! Bukankah aku sudah menuruti semua yang kau pinta? Dan kini tolong tepati kata-katamu! Menjauhlah! Dan JANGAN KAU GANGGU HIDUPKU LAGI!” Aleeka kesal atas semua tuduhan Aqeela, terlebih dia merasa sudah berkorban menghabiskan waktunya selama satu bulan untuk menuruti kemauan kakak kembarnya itu. “Dengan Aleeka aku tidak akan-“ “Kau yang seharusnya mendengarkan aku Aqeela, jangan kau anggap diriku lemah hanya karena papa dan mama selalu ada di pihakmu. Berhentilah menjadi anak manja yang sellau mengandalkan ornag lain untuk mendapatkan semua yang kau inginkan! Aku sudah tidak sudi lagi menur