Cherry Naomi, gadis itu beberapa kali mengeluarkan umpatan ketika lagi-lagi panggilannya tak ada jawaban dari seseorang yang rasanya ingin ia cekik malam ini. Cherry sudah datang sejak 20 menit yang lalu di arena balap, namun ia tak melihat adanya Jemian di sana. Sebenarnya ketika berada di area balap ini Cherry sangat bergantung pada Jemian. Bisa dikatakan jika pria itu adalah teman satu-satunya yang Cherry punya di sini. Cherry adalah tipe orang yang tak suka bergaul dengan banyak orang. Hanya orang-orang yang bisa dipercaya yang bisa dekat dengannya. “Yak! Kau di mana, sialan!” umpat Cherry dengan nada tingginya setelah panggilan kelimanya diangkat oleh seorang pria di seberang sana. “Sweetie, maafkan aku.Aku ingin benar-benar ingin datang. Tapi pria dinginmu itu nyaris membuatku gila malam ini!” pekik Jemian terdengar frustasi di telinga Cherry. Sontak rasa marah Cherry, berganti menjadi heran ketika pria kulkasnya disebut dalam pembicaraan mereka. “Ada apa dengan Jenaro?” “P
Cherry terkejut bukan main melihat dengan jelas, siapa di balik kemudi yang menantangnya itu. Ia masih sangat tak percaya jika seseorang yang sudah beberapa tahun tak ia temui itu kini berdiri dengan senyum kotaknya ke arahnya. "D-Deon?" ujar Cherry sedikit terbata-bata. Pria dengan rahang tegas dan bahu lebar terlihat kokoh itupun tersenyum lebar. "Long time no see, Sweetheart.” Balasnya dengan senyum mengembang yang tak bisa lepas dari wajah rupawannya. Bahkan kini pria itu hanya menggunaka kaos berwarna hitam bermerek ‘Celine’ dan celana pendek berwarna army. Namun dengan pakaian casualnya itu tak mengurangi wajah tampannya sama sekali. Cherry berdecak mendengarnya, ngomong-ngomong ia selalu menyukai panggilan manis yang pria itu sematkan padanya. Pria dengan rambut hitam sedikit acak itu memasang wajah murungnya, melihat respon Cherry yang menatapnya kesal. Oh, bahkan ia sangat rindu dengan gadisnya ini. "Kenapa kau masih saja diam, sayang? Tak rindu pada mantan kekasihmu ini
"Nona muda anda cantik sekali malam ini," puji seorang maid yang kini tengah berdiri di samping Cherry. "Jadi, aku terlihat cantik hanya malam ini saja?" Celetuk Cherry berpura-pura marah, padahal hatinya ingin meledak karena pujian itu. "Bu-bukan begitu, Nona. Tapi malam ini kecantikan anda seakan bertambah berkali-kali lipat," ujar maid yang mengurus Cherry sejak kecil itu. Melihat bagaimana raut ketakutan seperti itu lantas membuat Cherry terkekeh pelan. Dan mendengar pujian yang diberikan membuat Cherry tersipu malu. Sangat jarang sekali sebenarnya ia memakai sebuah dress berwarna pink pastel dengan model potongan bahu pendek seperti ini. Dress yang ia pakai malam ini benar-benar memberikan kesan anggun dan elegan secara bersamaan. Pada dasarnya Cherry kurang menyukai dress seperti ini, ia lebih suka memakai celana jeans panjang dengan motif robek-robek di bagian lutut atau pahanya. Namun malam ini, ia sengaja memakai dress cantik ini demi acara makan malam perdananya bersama
Di sebuah kamar hotel dengan fasilitas lengkap dan terlihat mewah itupun tampak seorang pria tengah menatap ponselnya berkali-kali. Menunggu notif berisik yang biasanya selalu ia terima setiap harinya, namun semua itu seakan lenyap sejak ia datang ke Jepang. Duduk menyila di sofa sembari menatap lurus ke arah ponsel yang berada di atas meja itupun, Jenaro tampak menunggu dengan serius. Ia tampak menyandarkan punggungnya pada sofa sembari melipat tangannya, namun kaki kirinya tak bisa berhenti untuk bergetar. Seperti resah dan gelisah serta harap-harap cemas ia menunggu seseorang yang ia harapkan menjauh darinya itu mengirim pesan padanya. Hingga tak beberapa lama kemudian layar ponselnya menyala, sebuah notifikasi pesan masuk tampil di layar. Dengan gerakan cepat, Jenaro pun terduduk tegap, tangannya meraih ponselnya lalu membuka ponselnya. "Sialan!" Maki Jenaro sembari melempar ponselnya ke sofa sebelahnya. Pria itu tampak kecewa dengan notifikasi itu yang ternyata berasal dari ope
Pagi ini terasa cerah sekali bagi pria tampan yang tengah rapi dengan setelan jasnya. Sedari tadi senyumnya tak berhenti mengembang bahkan sesekali ia bersiul senang. Sembari memasuki gedung yang memiliki puluhan lantai itu, Jemian tampak riang sambil memutar-mutar kunci mobilnya. Ya, pria itu terlihat sangat bahagia hari ini. Alasannya simpel, karena sumber ke-frustasiannya tidak datang ke kantor hari ini. Siapa lagi jika bukan pamannya yang menyebalkan itu. Karena Jenaro tengah pergi ke luar kota, jadi Jemian bisa bersantai hari ini.Masih memasang senyum yang secerah mentari itu kini Jemian sudah berada di depan pintu yang bertuliskan 'Presdir Room'. Tidak ada pamannya, yang artinya ia bebas mengusai ruangan ini bukan? Bersantai dengan bermain game seharian adalah motto Jemian hari ini. Membuka pintu ruangan dengan semangat yang menggebu lantas Jemian pun terkejut bukan main. "OUHHH.. SHIT!" Umpat Jemian tanpa sadar, pria manis itupun terkejut sampai memundurkan tubuhnya meliha
Mengikuti permintaan Jenaro nyatanya tak semudah itu bagi Cherry. Berkali-kali gadis manis itu tampak mengerang sana-sini menahan diri untuk tidak menghubungi pria itu terlebih dahulu. Biasanya ia akan mengirim beberapa spam meskipun hanya balasan singkat yang ia terima. Pikirannya sudah kacau, mengingat jika pria yang ia sukai tengah menghabiskan waktu bersama kekasihnya. "Brengsek!" Umpat Cherry berkali-kali.Bisa saja ia menyusul Jenaro ke Jepang saat ini juga, namun ia sudah bersikap sok keren di depan Jemian. Sangat memalukan jika ia melanggar ucapannya sendiri bukan? "Sialan, kenapa aku harus mengatakan hal itu?" Erang Cherry kembali, menyesali sikapnya. Nyatanya rasa rindu itu terlalu berat untuk sekedar ia acuhkan. Cherry Naomi tampak menggigit bibirnya kecil. Lalu tak lama kemudian ia pun berdiri. "Sudah cukup! Aku tidak tahan!" Ujar Cherry sembari menggeram. Lantas ia pun berdiri dari duduknya, berjalan cepat menuju ke arah walk in closetnya lalu mengeluarkan satu koper
Cherry benar-benar membuktikan ucapannya, selama dua minggu ini dirinya tak menampakkan diri dihadapan Jenaro sama sekali. Jangankan menampakkan diri, mengirim satu bait pesan pun tidak. Seharusnya Jenaro merasa senang dengan hal itu bukan? Wanita yang selalu ia anggap sebagai lalat pengganggu itu telah hilang. Namun kenapa rasanya justru berbeda? Sudut hatinya terasa kosong.Perasaan yang yang tak penuh itu pada akhirnya berdampak pada pekerjaannya. Mencoba fokus pada pekerjaan untuk mengabaikan perasaan sialan yang mengganggunya itu, namun Jenaro justru terlihat kacau. Sempat beberapa kali ia membuat kesalahan pada pekerjaan yang sudah ia geluti selama bertahun-tahun itu. Bahkan beberapa karyawannya juga terkena dampak dari perubahan keadaan emosionalnya itu. Sampai Jemian pun tak berani mendekat ataupun sekedar melayangkan candaan pada pamannya itu.Beberapa malam terakhir ini Jenaro justru memilih menginap di kantornya, daripada pulang ke rumah ataupun apartemennya. Memang benar
Halo kakak-kakak baik hati yang sudah membaca dan menunggu cerita ini. Ini pertama kali aku menyapa kalian yaa^^ Jujur aja, aku mengalami writer blok untuk Cherry dan Jenaro hampir setahun;( beneran blonk nggak ada ide buat lanjut dan permasalahan di RL (real life). I'm so sorry :( Tp yang bikin terkejut, setelah aku update ternyata masih ada yang menunggu ╥﹏╥ I'm so grateful for u all ♡ Mari kita lanjut sampai tamat ya:) jangan menghilang >_♡♡♡♡♡ Follow akun instagr*m ku juga di @babgbunluv._ masih baru, masih sepi. Follow ya, biar nggak berdebu ˚‧º·(˚ ˃̣̣̥⌓˂̣̣̥ )‧º·˚ wkk, enggak deh bercanda. Sampai jumpa di chapter selanjutnya. Yang mau baca Jenaro nge-reog coba cung dulu ☝
"Aku bisa memesan taksi online, ataupun meminta jemput pada supir. Kenapa kau harus repot–repot untuk mengantarku, Jey? Kau sudah sangat terlambat," ujar wanita manis itu sembari memasang sabuk pengamannya.Raut wajah Cherry justru terlihat lebih panik daripada Jenaro. Bahkan wanita itu langsung melompat turun dari pangkuan sang tunangan saat mendengar pekikan suara Jemian dari dalam ponsel Jenaro.Ia dapat mendengar jelas, karena memang Jemian memekik kencang sekali. Pria itu terdengar marah lantaran ada pertemuan pentin bernilai jutaan dollar yang harus Jenaro hadiri, namun pria itu justru belum sampai di kantornya.Cherry sudah menawarkan diri untuk tidak diantar pulang oleh Jenaro, karena jarak Arosoft dan rumahnya cukup memakan waktu sekitar 15 menit. Namun siapa sangka, jika pria ini dengan sangat keras kepala tetap ingin mengantarnya untuk pulang. "Kau ingin aku di cap sebagai tunangan yang jahat?" ujar Jenaro tanpa menatap ke arah Cherry. Matanya yang tajam dan rahangnya yang
"Ganti bajumu," ujarnya pertama kali, yang bukannya segera mengiyakan ajakan Cherry karena mengejar waktu, namun pria tampan itu justru tampak tak suka dengan pilihan baju yang ia gunakan. "What? Memangnya ada apa dengan baju ini?" sahut wanita itu yang begitu terkejut. Rahang Jenaro tampak menggeras."Celanamu terlalu pendek, Cherry Naomi!" ujarnya dengan tajam, bahkan tatapan dinginnya begitu kentara. Mendesah kesal, lantas Cherry membalas, "Tapi kau bilang aku bebas memilih sesuai seleraku!" ujarnya tak mau kalah. Oh, ayolah! Pakaian casual dan nyaman seperti ini adalah seleranya. Bukan Jenaro Rafandra namanya jika ia mengalah begitu saja. "Cepat ganti atau aku akan menguncimu di sini?" balas pria itu dengan tegas, membuat wanita sukses merosotkan rahangnya. Tak ingin berdebat, mau tak mau ia menuruti apa yang pria itu katakan. Membalik tubuhnya dengan jengkel, dan kembali menuju walk in closet pria itu. Hampir empat puluh menit waktu berlalu, namun apa yang terjadi? Sama! Pr
"Apakah milik Tante Alice?" Saat ini degup jantung Cherry berdetak sangat cepat, ia berusaha mengendalikan dirinya apabila memang jawaban pria itu akan kembali melukai hatinya. Seharusnya ia tak perlu bertanya bukan? Karena jawaban pria itu sudah pasti, jika pakaian wanita yang ada di walk in closetnya adalah milik Tante Alice, kekasihnya. "Ia bahkan tidak tahu bahwa aku pemilik penthouse ini," ujar Jenaro tampak tenang saat mengatakannya. Berbeda dengan Cherry yang menatapnya seakan tak percaya. "Tidak mungkin!" Bantah wanita cantik itu dengan cepat. "M-Maksudku, kalian sudah berpacaran lama, tidak mungkin jika Tante Alice tak mengetahui tempat ini!""Kau wanita pertama yang ku ajak ke sini, Cherry Naomi." Balas Jenaro tampak datar dan tak merasa terganggu, jelas sekali jika pria ini memang tak berbohong sama sekali. "What?" Pungkas Cherry sembari merosotkan rahangnya. Di sela-sela rasa terkejutnya dalam hati wanita itu ia tersenyum lebar. Ada perasaan lega yang luar biasa saat m
Sinar mentari yang cukup terang membuat seseorang terbangun mengerjap dari tidur nyenyaknya. Jenaro Rafandra, pria itu tampak terbangun lebih dulu. Mengerjapkan matanya perlahan hingga menemukan seorang wanita yang masih tampak lelap menyelami mimpinya.Seulas senyum tak dapat ia tahan manakala melihat wajah cantik itu meskipun dalam keadaan memejamkan mata dan wajah dengan sia-sia riasannya. Benar, mana mungkin Cherry Naomi sempat membersihkan riasannya karena semalam wanita itu langsung terlelap setelah dua ronde percintaan mereka. Tangan Jenaro terulur, menyelipkan anak-anak rambut yang sedikit menutupi paras ayu itu. Senyumnya tak bisa pudar manakala mengingat bahwa ia adalah pria yang pertama untuk wanita ini, entah mengapa rasanya sangat bahagia sekali.Ada rasa bangga dalam diri Jenaro karena berhasil menjadi yang pertama untuk Cherry Naomi. "Kau berhasil menghancurkan pertahananku, sweetie." Bisiknya lembut sembari menatap wanitanya. Pria itu tampak tersenyum masam, ingatan
Attention — [cw // mature content, harsh word, dirty talks, kissing, and more. Minor atau yang tidak suka bacaan vulgar, mohon di skip]——— happy reading. "Bukankah kau merasa risih jika aku terlalu sering menempel denganmu?" Pungkas wanita cantik itu, dan sukses membuat Jenaro mendengus tak suka. Wanita ini selalu saja membalikkan keadaan dengan membandingkan pada dirinya. Perlakuannya pada wanita itu. "Meskipun begitu bukan berarti kau bisa mengabaikanku seenaknya, Cherry Naomi!" Balas pria itu kembali tak suka jika wanita ini mengabaikannya. Banyak wanita yang mengagumi bahkan memuja sosok Jenaro Rafandra. Wanita-wanita itu selalu saja berlomba-lomba untuk mendapatkan perhatiannya. Bahkan di pesta kali ini, tak sedikit wanita dengan tingkah jalangnya terang-terangan menggoda dirinya.Termasuk kebiasaan Cherry Naomi sebelumnya, wanita itu selalu mengusiknya. Dan kini, Jenaro merasa marah saat wanita itu tak lagi mengusiknya, bahkan mengabaikannya seperti ia sama sekali tak nampak
"Aku mengajak kau kemari bukan untuk membuatmu mengagumi setiap sudut isi rumahku, Cherry Naomi." Terdengar suara berat dan setengah menggeram itu dibalik punggung wanita cantik yang sedari tadi tampak sibuk mengabadikan setiap inci penthouse mewah ini. Cherry yang sibuk dengan ponselnya pun tampak acuh dengan ucapan pria itu yang tak lain adalah Jenaro Rafandra, si tuan rumah. Wanita manis itu tampak sibuk dengan ponselnya, mengambil gambar di beberapa sudut rumah pria itu lalu ingin memamerkannya pada sahabat-sahabatnya, terlebih Valerie. Gadis itu pasti akan merasa iri padanya karena bisa masuk ke dalam penthouse 'The Castle'. "Jey, sebentar! Aku harus merekam ini, lalu mengirimkan pada Valerie agar wanita itu semakin menangis melihat benda-benda canggih ini. Lalu aku juga akan mengirimkannya pada Felix dan juga Jack, mereka pasti–," ucapan wanita itu terpotong, manakala ponsel pintarnya direbut dengan paksa oleh seseorang yang tiba-tiba mendekat pada dirinya. "Jey! What are y
Setelah berhasil menghindar dari pesta membosankan itu, kini Cherry Naomi tampak duduk dengan hati sedikit gelisah di dalam Porsche Panamera berwarna hitam itu. Tentu saja bagaimana ia bisa duduk nyaman jika sedari tadi tangan kiri milik pria itu tak beralih sedikit pun dari pahanya yang terbuka jelas. Bahkan dengan sengaja, sesekali Jenaro Rafandra mengusapkan ibu jarinya dengan lembut di kulit halus paha Cherry Naomi. Membuat gadis itu merasakan gelisah akan setiap sentuhan yang pria itu berikan.Menggigit bibirnya sesekali karena merasa gila atas perlakuan pria ini. Malam ini ia melihat Jenaro bukan seperti pria itu biasanya. Fuck!Pria sialan!Umpat Cherry berkali-kali. Mengantar pria itu untuk pulang sepertinya memang kesalahan besar namun tak bisa dipungkiri apabila dalam hatinya yang paling dalam ia menyukai hal ini. Tak begitu ada sifat menyebalkan yang selalu pria itu tunjukkan. Kini pria itu tampak seperti singa yang tengah bersikap posesif pada pasangannya. Semakin lama
"Kau meragukan kesungguhanku, dude?"Ucapan Jenaro terdengar rendah dan datar. Pria sialan ini sangat meremehkannya. Ia menatap marah dengan mata yang memicing, seakan siap menghunuskan pedangnya untuk memotong lidah pria itu menjadi bagian-bagian kecil. Deon yang mendapat tatapan mematikan itu justru mematri senyumnya. "Syukurlah jika kau bersungguh-sungguh. Aku tidak akan tinggal diam jika siapapun itu menyakiti wanita kesayanganku," balasnya dengan begitu tenang. Sepertinya pria itu tidak tahu jika dirinya tengah berhadapan dengan dewa kematian. Mendapat aura permusuhan yang menguar itu sana sekali tak membuat Deon Harris merasa gentar. Pria itu justru berjalan lebih dekat dengan Jenaro. Mencondongkan tubuhnya pada pria itu sembari berkata rendah, "Jaga dia baik-baik, atau aku bisa saja mengambilnya kembali.""Deon!" Pekik Cherry sembari berdiri. Mereka yang tampak ingin berperang, Cherry yang merasa cemas dan gelisah. Oh, apakah dua orang ini tidak tahu? Jika sedari tadi kedu
Cherry Naomi, gadis itu sebenarnya tengah berusaha menahan mati-matian rasa cemburunya pada sang ibu. Melalui ekor matanya ia selalu memperhatikan bagaimana sang ibu tampak begitu asik berbincang dengan pria yang disukainya. Shit! Seharusnya ia yang ada di sana, meneguk Champagne keluaran terbatas itu dengan Jenaro Rafandra, si pria tampannya. Bukan justru wanita tua itu yang melakukannya, geram Cherry dalam hatinya. Sepanjang ia melangkahkan kaki memasukkan gedung ini, Cherry benar-benar berusaha menahan diri untuk tidak bersikap agresif seperti biasanya. Melihat Jenaro dari kejauhan saja sudah membuatnya pening.Benar, jika dirinya berjalan angkuh melewati pria itu. Namun aroma maskulin yang berasal dari parfum pria itu masih terus saja mengusik indra penciuman dan pikirannya. Jika dirinya tak sedang berusaha mempertahankan harga diri, dapat dipastikan ia akan menarik pria itu untuk memesan kamar saja. Mendekap dada bidang itu hingga pagi. Menjauhkan pria itu dari tatapan-tatapa