Aldebaran berlari masuk ke toilet wanita. Brak! Aldebaran membuka pintu toilet dengan kasar. Dia mengedarkan pandangan ke segala penjuru toilet. Namun, tidak menemukan siapapun."Anda di mana, Nona?" tanya Aldebaran. "Nona? Anda dengar saya, nggak?""Saya di sini, Tuan. Di toilet paling ujung sebelah kanan," jawab si wanita.Aldebaran bergegas ke sana. Tidak lama, dia melihat Zoya.Zoya tersungkur di lantai sambil mengaduh. Sementara si wanita menyanggah kepala Zoya dengan tangan kirinya agar tidak membentur dinding."Apa yang terjadi?" tanya Aldebaran, tidak sabat."Kamu?" Zoya terkejut saat melihat Aldebaran baginya tidak asing."Saya bantu berdiri," ujar Aldebaran. "Tuan, sepertinya kaki Nona ini terkilir," kata si wanita."Baiklah. Saya akan menggendongnya."Aldebaran melangkah mendekati Zoya dan wanita tadi."Permisi, saya akan membawa Nona ini keluar dari sini," ujar Aldebaran."Ya," jawab si wanita sambil berdiri dengan perlahan."Maaf, siapa nama Anda, Nona?" tanya Aldebara
Aldebaran tidak beranjak dari lantai 20 Four Seasons Hotel. Dia sangat penasaran dengan apa yang akan dilakukan kedua pria tadi."Aku nggak mungkin cuma duduk diam melihat apa yang akan terjadi! Aku harus melakukan sesuatu, tapi apa?"Dengan hati gundah, Aldebaran melangkah menuju basement tempat dia memarkirkan mobilnya. Aldebaran menutup pintu mobil. Dia duduk di kursi kemudi dengan gelisah. Aldebaran sengaja memarkirkan mobilnya di dekat mobil milik keluarga Alexander. Karena dengan begitu, dia akan lebih mudah mengawasi setiap gerak-gerik Zoya.1 jam lamanya, Aldebaran berada di dalam mobil. Dia menjadi sangat tidak sabar. "Apa yang akan dilakukan Ezra pada Zoya? Apa mungkin dia mencintainya?"Aldebaran memijit pelipisnya yang terasa pusing karena memikirkan Zoya dan Ezra."Tapi, siapa pria yang tadi datang sama Ezra? Pria itu terlihat asing karena aku belum pernah lihat dia sebelumnya."Aldebaran mengaktifkan ponsel. Dia mengetik pesan untuk Carla.Aldebaran: Bantu saya awasi d
"Shit!" maki Aldebaran ketika pintu tertutup. Dia gagal menerobosnya.Aldebaran berjalan. "Aku harus mencari cara lain supaya bisa masuk ke dalam," ujarnya sambil berpikir. Aldebaran mendengar seseorang berjalan di belakangnya. Dia segera mencari asal suara itu.Aldebaran melihat seorang pria berusia sekitar 40-an awal hendak memasuki lift. Dia tanpa ragu menyapanya. "Permisi, Pak!" Pria itu berbalik, menatap Aldebaran. "Ya, ada apa?""Bisakah saya meminjam atribut Anda?"Pria tampak kebingungan. "Maksudnya? Terus terang aja, saya nggak ngerti maksud kamu," ujar si pria."Saya mau pinjam seragam yang Anda pakai atau kalo perlu saya akan menyewanya. Gimana, Pak?"Dengan penasaran, si pria bertanya, "Seragam lusuh ini? Untuk apa?""Bapak nggak usah tau. Jadi, apa boleh?" "Baiklah, baiklah." Si pria melepaskan seragam yang dipakainya. Yaitu seragam berwarna jingga yang bertuliskan petugas kebersihan.Aldebaran tersenyum tipis dan berkata, "Terima kasih, Pak.""Ini ambilah!" Pria t
Ezra menghampiri Aldebaran dengan kedua tangan yang mengepal. Tatapan Ezra setajam belati."Bajingan mana yang berani ganggu kesenanganku?!"Sementara Aldebaran yang memiliki jiwa sniper, tidak pernah gentar dengan apapun. Dia segera mengambil ancang-ancang untuk menyerang Ezra.Bukk! Bukk! Beberapa pukulan mengenai wajah Ezra. Pria itu meringis, menahan rasa sakit pada wajahnya. Sesekali Aldebaran melirik Zoya dengan kasihan.Aldebaran berteriak, "Tutup mata kamu, Nona!""Brengsek! Kenapa kamu ikut campur urusanku, hah?!" Ezra yang sejak tadi naik pitam, terus menerus melayangkan pukulan ke arah lawan. Meskipun dia telah berusaha, Aldebaran selalu berhasilmenghindarinya."Saya nggak suka seorang pria menindas wanita!"Ezra tersenyum sinis. "Jangan sok pahlawan!" Ezra berteriak marah. Dia menyerang Aldebaran dengan membabi buta. Karena tidak ingin membuang waktu dan tenaganya, Aldebaran menghantam dada Ezra dan membuatnya tersungkur di lantai dengan tidak berdaya.Aldebaran mena
Jantung Aldebaran terus berdebar kencang. Dia menarik napas dalam-dalam."Jangan takut! Aku cuma mau bantu kamu melepas sabuk pengaman aja," ujar Aldebaran.Setelah selesai membantu Zoya, Aldebaran segera memakai topi dan masker wajahnya lagi. "Huft ...." Zoya bernapas lega. "Maafin pikiran negatif aku!"Aldebaran membuka pintu mobil. Dia segera menggendong Zoya dan membawanya masuk ke kediaman mewah keluarga Alexander."Hei, siapa kamu?" tanya seorang penjaga pintu ketika melihat Aldebaran berjalan mendekati pintu masuk."Bukain pintu!" perintah Zoya pada penjaga. "Eh, Nona Zoya? Kenapa Anda diantar orang asing? Di mana Tuan Ezra?""Nggak usah banyak tanya!" seru Zoya ketus."Maaf, Non," ucap si penjaga pintu.Aldebaran berjalan tanpa menghiraukan penjaga. Hatinya berdecak kagum dengan kemegahan tempat tinggal Zoya."Di mana pintu utamanya?""Di sebelah kiri kamu," jawab Zoya sambil memeluk leher Aldebaran erat."Aku takut nggak bisa keluar lagi dari sini karena tersesat." Aldebara
Sultan dan Aldebaran bersitegang. Sultan tidak ingin kalah berdebat dengan Aldebaran. Begitupun sebaliknya. Aldebaran selalu menilai dirinya tinggi. Dia tidak akan menyerah dengan mudah kepada Sultan, meskipun sebenarnya sangat ingin berada didekat Zoya."Apa maksud saya? Saya pikir, kamu cukup pintar untuk mengerti apa."Kali ini, Sultan menatap Aldebaran dengan tatapan memohon."Saya akan tegaskan, bahwa saya nggak minta kerja dengan orang lain. Karena saya menyukai kebebasan."Aldebaran telah menjawab dengan tegas. Dia berusaha menolak tawaran Sultan."Kamu mau ajukan penawaran khusus pada saya? Berapa bayaran yang kamu mau untuk menjaga Zoya?"Aldebaran tersenyum penuh arti. "Maaf, Tuan Sultan. Penghasilan saya saat ini, jauh lebih dari cukup.""Seyakin itukah kamu? Jangan sombong dulu, Anak muda!" Sultan menepuk bahu kiri Aldebaran. "Berapausiamu?""21 tahun," jawab Aldebaran, cepat.Sultan menyebutkan nama seseorang. "Keenan."Aldebaran yang tidak mengerti, langsung bertanya,
Aldebaran antri dan menyiapkan uang untuk membeli tiket masuk. Karena dia tidak juga membuat kartu member Klub Jenja. Seorang penjaga pintu menyapa Aldebaran. "Hi, Bro! What's up?""Hello! Aku datang kemalaman.""Nggak juga. Hot party baru aja mulai," sahut si penjaga itu."Ok!" Aldebaran memberikan 3 lembar uang ratusan ribu rupiah kepada penjaga pintu masuk. "Seperti biasa, uang kembaliannya ambil aja!""Thank you, Boss! Kamu kan memang enggak butuh uang receh...."Aldebaran tidak membalas ucapan si penjaga pintu. Dia berjalan masuk dengan santai. Nico terkejut melihat Aldebaran yang tiba-tiba datang tanpa mengabarkannya. Dia buru-buru menyimpan ponselnya."Woi!" seru Aldebaran."Eh, si Bos! Katanya nggak jadi ke sini!""Kenapa? Kamu udah tidur sama gadis itu?""Belum, kan aku masih kerja," jawab Nico."Terus di mana dia?" tanya Aldebaran, tidak sabar."Sebentar, Bos. Aku telepon dia sekarang." Nico mengambil ponselnya lagi. Lalu, dia menghubungi seseorang.Aldebaran memutar kep
"Sepuluh kali lipat, bagaimana?"Aldebaran terlihat sangat senang mempermainkan perasaan Carla. Dia membelai lembut rambut hitam panjang Carla yang menutupi wajahnya. Carla melirik lawan bicaranya dan menjawab, "Jangan mengungkit hal itu, Tuan!" Merasa tidak mampu berhadapan dengan Aldebaran, Carla mengedarkan pandangannya ke arah lain."Kenapa? Aku suka tantangan kamu, Carla!""Tuan, please," keluh Carla.Aldebaran tidak tahan jika melihat mata sendu Carla yang memohon padanya. "Apa? Kamu malu?" tanya Aldebaran. Dia memutar bangkunya menghadap Carla.Carla geram, namun sepertinya dia harus terus bersabar menghadapi Aldebaran. Carla menghela napasnya. "Tuan, oke. Aku mengaku salah karena sudah berani bernegosiasi sama kamu. Tolong maafin aku untuk kali ini," ujar Carla. Saat ini, Carla menaruh harapan penuh pada Aldebaran yang malam ini akan menjadi pasangannya."Hahaha, di mana gadis lucu yang berani menantang aku tadi? Hah?" Aldebaran mendekatkan dirinya dan berbisik, "Aku pen
Aldebaran sudah berada di dalam taksi yang membawanya ke Bandar udara Halim Perdanakusuma. Dia memiliki janji pukul 07:00 pagi di sana dengan kliennya. Aldebaran mengetik pesan singkat untuk Carla agar tidak mencarinya.Aldebaran : Aku pergi kerja ke luar negeri. Jangan khawatir! Bawa semua uang yang ada di atas meja! Setelah selesai mengirimkan pesan, Aldebaran menonaktifkan ponselnya."Rp 20 juta. Seharusnya cukup untuk Carla dan." Perjalanan menuju lokasi terbilang lancar. Hari minggu pagi seperti ini, tidak banyak kendaraan di jalan."Apa masih jauh, Pak?" Aldebaran melihat-lihat pemandangan kota Jakarta. Dia duduk di samping sopir yang."Perkiraan saya, karena pagi ini sangat lancar, kita akan tiba sebentar lagi, Mas," jawab sopir."Oke." Aldebaran membuka permen karet dan memakannya. Taksi yang Aldebaran tumpangi memasuki area bandar udara internasional Halim Perdanakusuma. Selain berfungsi sebagai pangkalan militer angkatan udara, bandar udara internasional ini juga mela
"Hah? M-maksudnya?"Carla gugup bukan main. "Kamu mau mandi, tapi nggak mau buka baju? Terus?""Ya, aku pasti buka tapi nggak di sini!""Kamu lupa peraturan yang tadi aku ucapin?"Carla terdiam dan mencoba mengingat kembali apa yang telah diucapkan Aldebaran. "Astaga! B-baik, Tuan....""Kells, panggil aku, Kells!""M-maaf, Kells!""Cepat buka baju kamu!"Aldebaran meletakkan ponselnya di atas meja di sudut kamar. Carla sibuk membuka satu persatu baju yang dikenakannya. Namun Aldebaran melihat Carla yang terlihat ragu-ragu ketika hendak membuka pakaian yang menutupi bagian atas tubuhnya."Oh damn!" Aldebaran memeluk tubuh Carla dari belakang.Aldebaran menyusuri setiap inchi kulit leher belakang Carla. Dia merasakan hal yang luar biasa yang telah ditahannya. Aldebaran tidak tahu bahwa Carla mengeluarkan air matanya."Hmm," gumam Aldebaran pelan. Dia menyusuri bagian kulit Carla yang terlihat indah dengan lidahnya. Namun lima menit kemudian, dia mendengar sesuatu yang membuatnya ter
"Sepuluh kali lipat, bagaimana?"Aldebaran terlihat sangat senang mempermainkan perasaan Carla. Dia membelai lembut rambut hitam panjang Carla yang menutupi wajahnya. Carla melirik lawan bicaranya dan menjawab, "Jangan mengungkit hal itu, Tuan!" Merasa tidak mampu berhadapan dengan Aldebaran, Carla mengedarkan pandangannya ke arah lain."Kenapa? Aku suka tantangan kamu, Carla!""Tuan, please," keluh Carla.Aldebaran tidak tahan jika melihat mata sendu Carla yang memohon padanya. "Apa? Kamu malu?" tanya Aldebaran. Dia memutar bangkunya menghadap Carla.Carla geram, namun sepertinya dia harus terus bersabar menghadapi Aldebaran. Carla menghela napasnya. "Tuan, oke. Aku mengaku salah karena sudah berani bernegosiasi sama kamu. Tolong maafin aku untuk kali ini," ujar Carla. Saat ini, Carla menaruh harapan penuh pada Aldebaran yang malam ini akan menjadi pasangannya."Hahaha, di mana gadis lucu yang berani menantang aku tadi? Hah?" Aldebaran mendekatkan dirinya dan berbisik, "Aku pen
Aldebaran antri dan menyiapkan uang untuk membeli tiket masuk. Karena dia tidak juga membuat kartu member Klub Jenja. Seorang penjaga pintu menyapa Aldebaran. "Hi, Bro! What's up?""Hello! Aku datang kemalaman.""Nggak juga. Hot party baru aja mulai," sahut si penjaga itu."Ok!" Aldebaran memberikan 3 lembar uang ratusan ribu rupiah kepada penjaga pintu masuk. "Seperti biasa, uang kembaliannya ambil aja!""Thank you, Boss! Kamu kan memang enggak butuh uang receh...."Aldebaran tidak membalas ucapan si penjaga pintu. Dia berjalan masuk dengan santai. Nico terkejut melihat Aldebaran yang tiba-tiba datang tanpa mengabarkannya. Dia buru-buru menyimpan ponselnya."Woi!" seru Aldebaran."Eh, si Bos! Katanya nggak jadi ke sini!""Kenapa? Kamu udah tidur sama gadis itu?""Belum, kan aku masih kerja," jawab Nico."Terus di mana dia?" tanya Aldebaran, tidak sabar."Sebentar, Bos. Aku telepon dia sekarang." Nico mengambil ponselnya lagi. Lalu, dia menghubungi seseorang.Aldebaran memutar kep
Sultan dan Aldebaran bersitegang. Sultan tidak ingin kalah berdebat dengan Aldebaran. Begitupun sebaliknya. Aldebaran selalu menilai dirinya tinggi. Dia tidak akan menyerah dengan mudah kepada Sultan, meskipun sebenarnya sangat ingin berada didekat Zoya."Apa maksud saya? Saya pikir, kamu cukup pintar untuk mengerti apa."Kali ini, Sultan menatap Aldebaran dengan tatapan memohon."Saya akan tegaskan, bahwa saya nggak minta kerja dengan orang lain. Karena saya menyukai kebebasan."Aldebaran telah menjawab dengan tegas. Dia berusaha menolak tawaran Sultan."Kamu mau ajukan penawaran khusus pada saya? Berapa bayaran yang kamu mau untuk menjaga Zoya?"Aldebaran tersenyum penuh arti. "Maaf, Tuan Sultan. Penghasilan saya saat ini, jauh lebih dari cukup.""Seyakin itukah kamu? Jangan sombong dulu, Anak muda!" Sultan menepuk bahu kiri Aldebaran. "Berapausiamu?""21 tahun," jawab Aldebaran, cepat.Sultan menyebutkan nama seseorang. "Keenan."Aldebaran yang tidak mengerti, langsung bertanya,
Jantung Aldebaran terus berdebar kencang. Dia menarik napas dalam-dalam."Jangan takut! Aku cuma mau bantu kamu melepas sabuk pengaman aja," ujar Aldebaran.Setelah selesai membantu Zoya, Aldebaran segera memakai topi dan masker wajahnya lagi. "Huft ...." Zoya bernapas lega. "Maafin pikiran negatif aku!"Aldebaran membuka pintu mobil. Dia segera menggendong Zoya dan membawanya masuk ke kediaman mewah keluarga Alexander."Hei, siapa kamu?" tanya seorang penjaga pintu ketika melihat Aldebaran berjalan mendekati pintu masuk."Bukain pintu!" perintah Zoya pada penjaga. "Eh, Nona Zoya? Kenapa Anda diantar orang asing? Di mana Tuan Ezra?""Nggak usah banyak tanya!" seru Zoya ketus."Maaf, Non," ucap si penjaga pintu.Aldebaran berjalan tanpa menghiraukan penjaga. Hatinya berdecak kagum dengan kemegahan tempat tinggal Zoya."Di mana pintu utamanya?""Di sebelah kiri kamu," jawab Zoya sambil memeluk leher Aldebaran erat."Aku takut nggak bisa keluar lagi dari sini karena tersesat." Aldebara
Ezra menghampiri Aldebaran dengan kedua tangan yang mengepal. Tatapan Ezra setajam belati."Bajingan mana yang berani ganggu kesenanganku?!"Sementara Aldebaran yang memiliki jiwa sniper, tidak pernah gentar dengan apapun. Dia segera mengambil ancang-ancang untuk menyerang Ezra.Bukk! Bukk! Beberapa pukulan mengenai wajah Ezra. Pria itu meringis, menahan rasa sakit pada wajahnya. Sesekali Aldebaran melirik Zoya dengan kasihan.Aldebaran berteriak, "Tutup mata kamu, Nona!""Brengsek! Kenapa kamu ikut campur urusanku, hah?!" Ezra yang sejak tadi naik pitam, terus menerus melayangkan pukulan ke arah lawan. Meskipun dia telah berusaha, Aldebaran selalu berhasilmenghindarinya."Saya nggak suka seorang pria menindas wanita!"Ezra tersenyum sinis. "Jangan sok pahlawan!" Ezra berteriak marah. Dia menyerang Aldebaran dengan membabi buta. Karena tidak ingin membuang waktu dan tenaganya, Aldebaran menghantam dada Ezra dan membuatnya tersungkur di lantai dengan tidak berdaya.Aldebaran mena
"Shit!" maki Aldebaran ketika pintu tertutup. Dia gagal menerobosnya.Aldebaran berjalan. "Aku harus mencari cara lain supaya bisa masuk ke dalam," ujarnya sambil berpikir. Aldebaran mendengar seseorang berjalan di belakangnya. Dia segera mencari asal suara itu.Aldebaran melihat seorang pria berusia sekitar 40-an awal hendak memasuki lift. Dia tanpa ragu menyapanya. "Permisi, Pak!" Pria itu berbalik, menatap Aldebaran. "Ya, ada apa?""Bisakah saya meminjam atribut Anda?"Pria tampak kebingungan. "Maksudnya? Terus terang aja, saya nggak ngerti maksud kamu," ujar si pria."Saya mau pinjam seragam yang Anda pakai atau kalo perlu saya akan menyewanya. Gimana, Pak?"Dengan penasaran, si pria bertanya, "Seragam lusuh ini? Untuk apa?""Bapak nggak usah tau. Jadi, apa boleh?" "Baiklah, baiklah." Si pria melepaskan seragam yang dipakainya. Yaitu seragam berwarna jingga yang bertuliskan petugas kebersihan.Aldebaran tersenyum tipis dan berkata, "Terima kasih, Pak.""Ini ambilah!" Pria t
Aldebaran tidak beranjak dari lantai 20 Four Seasons Hotel. Dia sangat penasaran dengan apa yang akan dilakukan kedua pria tadi."Aku nggak mungkin cuma duduk diam melihat apa yang akan terjadi! Aku harus melakukan sesuatu, tapi apa?"Dengan hati gundah, Aldebaran melangkah menuju basement tempat dia memarkirkan mobilnya. Aldebaran menutup pintu mobil. Dia duduk di kursi kemudi dengan gelisah. Aldebaran sengaja memarkirkan mobilnya di dekat mobil milik keluarga Alexander. Karena dengan begitu, dia akan lebih mudah mengawasi setiap gerak-gerik Zoya.1 jam lamanya, Aldebaran berada di dalam mobil. Dia menjadi sangat tidak sabar. "Apa yang akan dilakukan Ezra pada Zoya? Apa mungkin dia mencintainya?"Aldebaran memijit pelipisnya yang terasa pusing karena memikirkan Zoya dan Ezra."Tapi, siapa pria yang tadi datang sama Ezra? Pria itu terlihat asing karena aku belum pernah lihat dia sebelumnya."Aldebaran mengaktifkan ponsel. Dia mengetik pesan untuk Carla.Aldebaran: Bantu saya awasi d